Anda di halaman 1dari 3

Firman Cahaya Ramadhan

180910101052

Hubungan Internasional

Penerapan Teori-Teori Kritis dalam Hubungan Internasional

Seperti yang telah disampaikan pada kuliah pertama matakuliah Sosiologi Kritis,
Teori-teori Kritis pada awalnya merujuk pada serangkaian pemikiran mereka yang tergabung
dalam sebuah institut penelitian di Universitas Frankfurt, tahun 1920an, yang kemudian
dikenal sebagai Die Frankfurter Schule atau Frankfurt School. Dengan tokoh-tokoh penting
seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse.

Theodor Adorno (1903-1969), memperkenalkan istilah “identity thinking” atau


identitas berfikir yang merujuk pada bentuk pemikiran yang merupakan manifestasi filosofis
paling ekspresif dari kekuasaan dan dominasi, sesuai dengan bentuk dari dialektika berfikir
serta identitas berfikirnya sendiri, menulis “dialectics seek to say what something is, while
'identitarian' thinking says what something comes under, what it exemplifies or represents,
and what, accordingly, it is not itself.” (1990:149) Atau dapat diartikan bahwa dialektika
berusaha untuk menjelaskan apa sesuatu itu, sementara disisi lain, ‘identarian’ thinking
berusaha menguak apa yang muncul dari sesuatu itu, apa yang dicontohkan atau diwakili oleh
sesuatu itu, dan apa, yang sesuai dengan konteks sesuatu yang disebutkan, bukan bagian atau
sesuatu itu sendiri.”1 Adorno mencoba mengajak kita untuk tidak hanya mempelajari sesuatu
melalui kulit luarnya saja, melainkan juga dengan melihat isi dari kulit tersebut.

Max Horkheimer bersama dengan Theodor Adorno memperkenalkan istilah culture


industry sebagai bentuk kritik terhadap kapitalisme modern pada saat itu. Sebagai contoh,
mereka berargumen bahwa melalui segala aspek populer dari budaya barat seperti film, radio
atau musik merupakan cara kapitalisme modern memperlemah keterampilan tenaga kerja dan
atau secara bersamaan mengubah budaya sosial dari masyarakat. Hasilnya adalah sebuah
dunia dimana publik memiliki masalah dalam membedakan dunia asli dengan dunia buatan
yang dibentuk oleh industri budaya.2

1
Internet Encyclopedia of Philosophy, Theodor Adorno, www.iep.utm.edu/adorno/, diakses 1 Maret 2020

2
Critical Theory Frankfurt School.pdf, diakses 1 Maret 2020
Lebih lanjut, Herbert Marcuse, menjelaskan bahwa, manusia harus memiliki
setidaknya pemikiran dua dimensi, untuk dapat mengkomparasi apa sesuatu sehingga dapat
menemukan apakah sesuatu itu benar ataupun salah, negatif ataupun positif, namun melalui
kungkungan industri budaya yang sedemikian massif manusia dibentuk sehingga hanya
memiliki pemikiran satu dimensi, yang mana menurut Marcuse akan membuat pemikiran
serta pola pikir manusia menjadi tumpul dan tidak menginginkan adanya perubahan ataupun
menyadari bahwa tiap individu merupakan korban dari dominasi industri budaya.3

Setelah itu muncul generasi kedua yang dipelopori oleh Jurgen Habermas, Habermas
memusatkan diri pada pengembangan teori komunikasi dengan mengintegrasikan linguistic-
analisis dalam Teori Kritis. Teori Kritisnya yang disebut “Teori Tindakan Komunikatif”
didialogkan dengan tradisi-tradisi besar ilmu-ilmu sosial modern. Habermas menjelaskan
bahwa tiap-tiap praktek yang dilakukan manusia dilandasi kesadaran rasional, maka rasio
tidak hanya tampak dalam kegiatan menaklukkan alam melalui kerja, melainkan juga dalam
interaksi intersubjektif yang menggunakan bahasa sehari-hari. Jadi, seperti halnya kerja
membuat orang berdistansi dari alamnya,  bahasa juga memungkinkan distansi dari persepsi
langsung sehingga baik kerja maupun bahasa  berhubungan tidak hanya dengan praksis,
tetapi juga dengan rasionalitas.4

Generasi ketiga dimotori oleh Axel Honneth. Honneth memberikan penekanan yang
berbeda dengan Habermas, komunikasi menjadi tema sentral dalam pemikiran Habermas,
sedangkan Honneth memilih pengakuan sebagai tema sentral dalam teori pemikirannya serta
mengkritik teori yang dipaparkan Habermas. Menurut Honneth, upaya sebagaimana yang
dilakukan oleh Habermas tidak lagi cukup memadai untuk menampung berbagai perspektif
yang lahir dari situasi dimana telah berakhir “tema-tema universal” dan bangkitnya kesadaran
identitas yang melahirkan pluralitas kultural tentang identitas manusia.5

3
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Herbert Marcuse, http://plato.stanford.edu/entries/marcuse/, diakses 1
Maret 2020
4
Ramli SN Harahap, Paradigma Komunikasi Jurgen Habermas, Makalah Akhir Filsafat Ilmu: Universitas
Kristen “Duta Wacana” pp. 2-3., https://www.academia.edu/8653872/PARADIGMA_KOMUNIKASI_J
%C3%9CRGEN_HABERMAS, diakses 1 Maret 2020

5
Runesi Sintus, Mengatasi Patologi Rasionalitas: Pengakuan menurut Axel Honneth pp. 4.,
https://www.academia.edu/7471264/Mengatasi_Patologi_Rasionalitas_Pengakuan_menurut_Axel_Honneth,
diakses 1 Maret 2020
Teori-teori kritis yang sering dipakai untuk menjelaskan fenomena hubungan
internasional misalnya seperti teori marxisme yang berwujud sebagai kritik dalam ekonomi
politik, dapat digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena internasional yang dipengaruhi
oleh kepentingan ekonomi yang ada, lalu economy power dan adanya pertentangan kelas
ekonomi dalam suatu wilayah internasional. Lalu ada teori yang diperkenalkan oleh
Horkheimer dan Adorno yang dipakai untuk menjelaskan fenomena terjadinya dominasi
industri-industri negara maju terhadap masyarakat di negara-negara diseluruh dunia, melalui
proses transfer budaya yang menggunakan berbagai macam jenis advertisement dan aspek
budaya populer lainnya seperti film, musik, dst. Untuk menjelaskan fenomena perubahan
budaya yang sangat akseleratif, menyebabkan apa yang disebut one-dimension man oleh
Marcuse. Gramsci juga muncul untuk menjelaskan hegemoni yang dibentuk oleh para
pemimpin melalui media, untuk mendapatkan legitimasi dari warga negara.

Anda mungkin juga menyukai