Anda di halaman 1dari 5

B.

            WEWENANG
Wewenang merupakan kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang
memiliki dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat. Wewenang memiliki arti  sebagai
suatu hak yang telah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk menetapkan kebijaksanaan,
menentukan keputusan, dan meyelesaikan pertentangan. Hak tersebut dapat diartikan sebagai hak
yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang; dengan demikian wewenang memiliki
tekanan pada hak bukan pada kekuasaannya. Kekuasaan tanpa wewenang dapat dianggap
kekuatan yang dianggap tidak sah oleh masyarakat. Kekuasaan harus mendapatkan pengakuan
dan pengesahan dari masyarakat agar kekuasaan tersebut memiliki wewenang.
Bentuk-bentuk wewenang secara umum terbagi atas empat bentuk, yaitu:
1.      Wewenang kharismatis, tradisional, dan legal
Wewenang kharismatis tidak diatur oleh kaidah-kaidah melainkan pada kemampuan khusus
bersifat gaib pada diri seseorang. Wewenang tradisional merujuk pada kaidah seseorang
merupakan bagian dari kelompok yang sudah lama memiliki kekuasaan dalam masyarakat.
Wewenang rasional disandarkan pada kaidah atau sistem hukum yang berlaku dan wewenangnya
memiliki jangka waktu yang terbatas.
2.      Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang resmi bersifat sistematis, diperhitungkan, dan rasional. Wewenang tidak resmi dapat
merupakan hasil dari sifat kondisional dalam masyarakat, sehingga tidak bersifat sistematis
meski melalui perhitungan-perhitungan yang rasional.
3.      Wewenang pribadi dan teritorial.
Wewenang pribadi bergantung pada solidaritas antara anggota kelompok dan berpusat pada
seseorang tanpa mengenal batas (contoh petani dengan buruh tani). Wewenang teritorial
menekankan pada sentralisasi wewenang yang didasarkan  pada wilayah tempat tinggal (contoh
RT atau RW).
4.      Wewenang terbatas dan menyeluruh
Dikatakan wewenang terbatas apabila tidak mencakup semua sektor kehidupan atau terbatas
pada bidang tertentu. Wewenang menyeluruh adalah wewenang yang tidak terbatas ada suatu
bidang saja, melainkan pada keseluruhan bidang kehidupan masyarakat.

C.            KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)


Kepemimpinan memiliki makna kemampuan seseorang yang diberi kekuasaan dan
wewenang untuk mempengaruhi orang lain. Kepemimpinan dapat dibedakan sebagai kedudukan
dan sebagai proses sosial. Dari sudut kedudukan, kepemimpinan adalah suatu kompleks dari hak
dan kewajiban yang dapat dimiliki oleh seseorang. Dari sudut proses sosial, kepemimpinan
meliputi segala tindak yang dilakukan seseorang atau kelompok yang menyebabkan respon gerak
dari masyarakat.
Kepemimpinan terbangun dari kemampuan seseorang dan mendapat pengakuan
masyarakat. Sifat kepemimpinan ada dua, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan
informal. Perbedaan antara keduanya didasarkan pada landasan gerak, kepemimpinan formal
dalam pelaksanaannya harus berada di atas landasan-landasan atau peraturan-peraturan resmi
sehingga daya cakupnya terbatas; sementara kepemimpinan informal didasarkan pada pengakuan
dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat, sehingga memiliki ruang lingkup tanpa  batas-
batas resmi.

C.1. SIFAT KEPEMIMPINAN


Kepemimpinan merupakan hasil organisasi sosial yang telah terbentuk atau sebagai hasil
dinamika interaksi sosial. Di setiap kelompok akan selalu terdapat individu yang melakukan
peranan yang lebih aktif daripada individu lain dalam kelompok tersebut. Hal itu merupakan
awal terbentuknya kepemimpinan. Munculnya kepemimpinan sangat diperlukan dalam keadaan-
keadaan upaya pencapaian tujuan suatu kelompok mengalami hambatan dan apabila suatu
kelompok mengalami ancaman dari luar. Pada kondisi demikian muncul individu yang memiliki
kemampuan menonjol yang diharapkan mampu menanggulangi segala kesulitan yang dihadapi.
Dengan kata lain, kepemimpinan akan muncul karena dasar kebutuhan dari suatu kelompok.
Sifat-sifat yang disyaratkan bagi seorang pimpinan tidak sama pada setiap masyarakat.
Idealnya seorang pemimpin pada dasarnya adalah seseorang yang peka atau mampu
mengidentifikasi kebutuhan masyarakat dan hambatan dalam pencapaian kebutuhan
masyarakatnya. Diperlukan sikap idealis ketimbang mementingkan jabatannya sebagai pimpinan.
Tak jarang terjadi perpecahan dalam masyarakat karena pemimpin dianggap tidak memiliki
kapasitas bagi masyarakat untuk mencapai tujuan atau kebutuhan mereka.
Beberapa kebudayaan menggambarkan tugas seorang pemimpin sebagai contoh tauladan
bagi seluruh anggota masyarakat. Pemimpin harus memiliki karakter dan menjelaskan cita-
citanya kepada masyarakat dengan cara-cara yang jelas dan menentukan tujuan umum serta
mengantisipasi segala hambatan yang terjadi atau mungkin terjadi dikemudian hari. Selain itu
pemimpin juga harus dapat mengikuti kehendak masyarakat, seorang pemimpin harus turut
merasakan apa yang menjadi kebutuhan dan apa prioritas yang diinginkan oleh warganya.
Pemimpin pun memiliki tugas sebagai pengawal perkembangan masyarakat agar tidak keluar
dari norma-norma dan nilai-nilai yang dipandang berharga oleh warga masyarakat. Secara
ringkas, sendi kepemimpinan adalah harmoni; memiliki fungsi membimbing masyarakat.

C.2. SANDARAN KEPEMIMPINAN DAN KEPEMIMPINAN EFEKTIF


Seorang pemimpin harus memiliki sandaran atau basis kemasyarakatan (social basis).
Pemimpin, bagaimanapun sangat erat hubungannya dengan masyarakat dan menjadi fokus utama
baik dari dalam maupun dari luar teritori masyarakat. Kekuatan kepemimpinan ditentukan oleh
suatu lapangan kehidupan masyarakat yang pada waktu tertentu mendapatkan perhatian khusus
dari masyarakat (cultural focus).
Setiap kepemimpinan harus mewujudkan tercapainya kepemimpinan yang efektif dengan
memperhitungkan social basisnya. Perhitungan tersebut guna menghindarkan dari ketegangan-
ketegangan dan juga menghindarkan kepemimpinan dibawah aturan pihak lain yang
mengemudikan atau terhindar dari kepemimpinan boneka.
Pemimpin yang efektif kelihatannya tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan
mereka yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku dalam ilmu manajemen tidak lagi meneliti
tentang apa persyaratan (kriteria) seorang pemimpin yang efektif melainkan meneliti  hal-hal
yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif. Bagaimana mereka mendelegasikan tugas,
mengambil keputusan, berkomunikasi, dan memotivasi warganya. Perilaku pemimpin
merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, jadi seseorang yang dilatih kepemimpinan yang tepat
akan menjadi pemimpin yang efektif.
Perilaku pemimpin ini disebut juga gaya kepemimpinan (style of leadership). Berbagai
gaya kepemimpinan telah diteliti dan ditemukan bahwa setiap pemimpin telah diteliti dan
ditemukan bahwa setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara
yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan yang satu lebih baik atau
lebih jelek daripada gaya kepemimpinan yang lainya.
Para ahli mencoba mengelompokkan gaya kepemimpinan dengan menggunakan sutu dasar
tertentu. Dasar yang sering dipergunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukakan oleh
pemimpin. Ada berbagai gaya kepemimpinan antara lain :
1.      The authocratic leader
Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil
keputusan, untuk menjalankan tindakan, dan untuk mengarahkan tindakan, dan untuk
mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi masyarakat terpusat ditangannya. Seorang
pemimpin yang otokratik mungkin memutuskan, dan punya perasaan bahwa warganya tidak
mampu untuk baranggapan mempunyai posisi yang kuat untuk mengarahkan dan mengawasi
pelaksanaan pekerjaaan dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia
berikan.
2.      The Paticipative Leader-  Cara Demokratis
Pemimpin menggunakan gaya partisipasi ia menjalankan kepemimpinan dengan konsultasi. Ia
tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan
pengarahan tertentu kepada warga atau anggota kelompoknya. Tetapi ia mencari berbagai
pendapat dan pemikiran dari warga mengenai keputusan yang akan diambil. Pemimpin dengan
gaya partisipatif akan mendorong kemampuan mengambil keputusan dari warganya sehingga
pikiran–pikiran mereka akan selalu meningkat dan matang. Para warga masyarakat juga
didorong agar meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab
yang lebih besar. Pemimpin akan lebih supportiv” dalam kontak dengan anggota masyarakat dan
bukan menjadi bersikap diktator. Meskipun demikian, wewenang terakhir dalam pengambilan
keputusan terletak pada pimpinan.
3.       The Free Rein Leader- Cara Bebas
Dalam gaya kepemimpinan free rein pemimpin bersifat pasif. Ia mendelegasikan wewenang
untuk mengambil keputusan kepada  warga masyarakat. Pada prinsipnya pimpinan menyerahkan
tujuan sepenuhnya pada kelompok. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas
pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para anggota masyarakatnya. Dalam artian pimpinan
menginginkan agar masyarakat mampu mengendaliakan diri mereka sendiri di dalam
menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang
pelaksanaan pekerjaan tersebut, melainkan menyediakan sarana yang diperlukan oleh kelompok
atau warga masyarakatnya, dan hanya para bawahan dituntut untuk memiliki
kemampuan/keahlian yang tinggi, sementara ia berada di tengah kelompok dan berperan sebagai
penonton.
Ketiga kategori tersebut dapat berlangsung secara bersamaan karena cara atau metode yang
terbaik seringkali bergantung pada situasi yang dihadapi. Karenanya pemimpinpun dituntut
memiliki keluwesan bertindak sesuai dengan situasi yang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai