Anda di halaman 1dari 4

AKTIVASI PROTEIN

e-learning Biologi Molekuler Dasar


Catatan Dosen

Dalam proses pembentukan protein yang mampu berfungsi sesuai kode genetik yang dibawanya dari hasil
transkripsi dan translasi maka dibutuhkan pengaktifan protein. Aktivasi protein dilakukan dengan
membentuk protein yang lebih komplek dengan melakukan folding (pelipatan). Tetapi sebelumnya, kita
akan melihat protein berdasarkan ukurannya.

Protein memiliki ukuran berkisar beberapa ribu Dalton (Da). Dalam strukturnya, beberapa protein
berikatan dengan materi nonprotein, baik dalam bentuk gugus prostetik (Gambar 1) yang dapat bekerja
sebagai kofaktor enzim maupun bersama molekul berukuran besar seperti pada lipoprotein (dengan
lemak) (Gambar 2) atau glikoprotein (dengan karbohidrat) (Gambar 3).

Gambar 1. Gugus Prostetik Gambar 2. Lipoprotein Gambar 3. Glikoprotein

Gugus prostetik adalah komponen non protein penyusun enzim. Gugus prostetik terdiri dari ion anorganik
dan ion organik kompleks. Ion anorganik dalam gugus prostetik dikenal sebagai kofaktor. yang berfungsi
sebagai sehingga mampu meningkatkan kerja enzim. Misalnya, Klor (Cl) dan Kalsium (Ca) yang berperan
dalam mengoptimalkan kerja enzim ptyalin di mulut untuk menguraikan molekul gula kompleks.

Seperti kita ketahui, enzim merupakan salah satu protein hasil transkripsi dan translasi. Enzim adalah
biokatalisator yang berfungsi mempercepat reaksi biologi dalam tubuh. Dengan adanya enzim, proses
reaksi biologi dalam tubuh dapat berlangsung tanpa ikut bereaksi dengan subtrat. Subtrat adalah
komponen yang akan dipecah oleh enzim. Contohnya adalah subtrat amilum yang akan dipecah oleh
enzim amilase. Enzim tersusun atas dua komponen yaitu protein dan non-protein. Komponen penyusun
enzim yang berupa protein dikenal sebagai apoenzim. Apoenzim merupakan komponen paling dominan
dalam struktur enzim dan bersifat labil karena mudah dipengaruhi oleh perubahan suhu dan pH.
Meskipun demikian, apoenzim tidak tahan panas. Di dalam gugus prostetik terdapat pula ion organic yang
disebut sebagai koenzim yang berfungsi untuk memindahkan zat kimia dari satu enzim ke enzim lain,
misalnya FADH, NADH, dan Vit. B.

Dalam membicarakan protein, perlu diketahui juga struktur protein untuk lebih memahami sistem folding
pada protein. Protein adalah polipeptida yang merupakan suatu molekul DNA berupa polimer yang linear
dan tidak bercabang dimana sebagai polipeptida maka setiap sub unit protein monomernya disebut asam
amino dan polimer yang dihasilkan disebut polipeptida. Panjang polipeptida maksimal adalah 2000 unit.

Protein disusun secara bertahap untuk membentuk struktur dimana setiap tahap penyusunan struktur
baru akan tergantung dari tahap penyusunan struktur sebelumnya. Protein terdiri dari empat struktur,
yaitu:
1. Struktur primer
Struktur primer protein adalah struktur protein yang dibentuk dengan menggabungkan asam
amino-asam amino untuk membentuk polipeptida. Struktur primer protein mengacu pada urutan
asam amino linier dari rantai polipeptida. Asam amino-asam amino tersebut saling berikatan
dengan adanya ikatan peptida yang menghubungkannya. Penggabungan asam amino tersebut
terbentuk dengan reaksi kondensasi antara gugus karboksil (C-terminal) pada satu asam amino
dengan gugus amino (N-terminal) pada asam amino berikutnya sehingga menghasilkan suatu
rantai molekul polipeptida linier yang memiliki ujung N dan ujung C.

2. Struktur sekunder
Struktur sekunder adalah struktur protein yang dipersatukan oleh ikatan-ikatan hidrogen yang
mempunyai polaritas tinggi pada gugus C=O dan N-H di dalam tiap ikatan peptida, menjadikan
ikatan tersebut sangat kuat, juga memungkinkan terbentuknya sejumlah ikatan hidrogen di
antara asam amino-asam amino pada jarak tertentu.

Terdapat dua tipe struktur sekunder, yaitu:


1. α-heliks
Pola struktur sekunder α-heliks adalah apabila rantai polipeptida membentuk heliks (spiral)
yang berputar ke kanan dengan 3,6 asam amino per putaran sebagai akibat adanya ikatan
hidrogen antara gugus N-H pada suatu residu asam amino (n) dan gugus C=O pada asam
amino yang berjarak tiga residu dengannya (n+3). Struktur α-heliks banyak dijumpai
terutama pada protein-protein globuler.

Gambar 4. Alpha Heliks


2. β-sheet
Pola struktur sekunder β-sheet terbentuk karena gugus N-H dan C=O pada suatu rantai
polipeptida dihubungkan oleh ikatan hidrogen dengan gugus-gugus yang komplementer
pada rantai polipeptida lainnya. Jadi, gugus N-H berikatan dengan C=O dan gugus C=O
berikatan dengan N-H sehingga kedua rantai polipeptida tersebut membentuk struktur
seperti lembaran dengan rantai samping (R) mengarah ke atas dan ke bawah lembaran. Jika
kedua rantai polipeptida mempunyai arah yang sama, misalnya dari ujung N ke ujung C, maka
lembarannya dikatakan bersifat paralel. Sebaliknya, jika kedua rantai polipeptida mempunyai
arah berlawanan, maka lembarannya dikatakan bersifat antiparalel. Lembaran b merupakan
struktur yang sangat kuat dan banyak dijumpai pada protein-protein struktural, misalnya
fibroin sutera.

Gambar 5. Beta Sheet

3. Struktur tersier
Struktur tersier mengacu pada struktur tiga dimensi molekul protein tunggal. α-heliks dan β-sheet
dilipat menjadi satu bulatan. Lipatan tersebut dikendalikan oleh interaksi hidrofobik, tapi struktur
tersebut dapat stabil hanya bila bagian-bagian protein terkunci pada tempatnya oleh interaksi
tersier yang spesifik, misalnya jambatan garam, ikatan hydrogen, ikatan sulfide, dll
Struktur tersier terjadi karena bermacam-macam gaya kimiawi terutama ikatan hidrogen antara
individu asam amino dan gaya hidrofobik yang mengatur bahwa asam amino dengan sisi gugus
non-polar harus dilindungi dari air dengan menempatkannya di bagian dalam protein.

4. Struktur kuartener
Struktur kuartener adalah apabila terjadi struktur tiga dimensi dari beberapa sub unit protein
yang terikat bersama. Struktur ini distabilkan oleh interaksi non-kovalen yang sama dengan ikatan
disulfide sebagai struktur tersier. Dengan kata lain bahwa struktur kuartener melibatkan asosiasi
dua atau lebih polipeptida yang masing-masing terlipat menjadi struktur tersier untuk menjadi
protein multisubunit. Tidak semua protein membentuk struktur kuaterner. Hanya protein yang
mempunyai fungsi kompleks yang memiliki struktur ini termasuk beberapa protein yang terlibat
dalam ekspresi gen.

Gambar 6. Struktur Protein

Protein untuk menjalankan fungsinya perlu pelipatan (folding) dimana sekuens asam amino pada protein
menentukan proses pelipatannya. Dalam prosesnya, pelipatan protein membutuhkan banyak bantuan
dari protein lain dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mencegah salah pelipatan (misfolding) sebelum sintesis protein berakhir.
2. Protein terlipat secara tepat

Dalam proses pelipatan, protein dimediasi oleh protein lain dan pada beberapa kasus dapat diinduksi oleh
stres pada sel. Molekul protein yang membantu proses folding adalah:
1. Chaperon, berfungsi mengikat dan menstabilkan protein yang belum dilipat (unfolded protein)
sehingga tidak beragregat dengan protein lain
2. Chaperonin, berfungsi membantu proses pelipatan protein dalam sel (in vivo)

Gambar 6. Folding Protein In Vivo

Anda mungkin juga menyukai