Anda di halaman 1dari 7

REKONSTRUKSI PERKOTAAN DAN PENATAAN PEDEGANG KAKI LIMA

Dalam masalah ini pemerintahan kota khususnya para pejabatnya bagaimana


mengatasi persoalan tata kota yang mampu memberi kenyamanan bagi setiap masyarakatnya
untuk dapat menikmati keindahan kota dan tidak terusik kemacatan ataupun ancaman banjir
yang sewaktu waktu bisaa terjadi. Oleh karenanya rekonnstruki perkotaan diperlukan secara
menyeluruh agar kota tersebut menjadi indah

Kota yang hijau adalah dambaan semua orang, mewarisi peninggalan bangunan
bersejarah dengan menghirup udara segar adalah hak warga kota. Sesungguhnya kota yang
baik bukanlah kota yang harus seteril dari PKL, tetapi kota yang banyak PKL namun tertata
dengan baik. Rekonstruksi meliputi beberapa aspek baik mengenai lokasi yang baik sesuai
peraturan presiden nomor 112 tahun 2007 tentang penataan pasar tradisional dan pasar
modern. Pentingnya penataan pedagang kaki lima dirasa sangat mendesak mengingat
petumbuhannya sangat cepat, seiring dengan keberadaan pasar pasar modern ditengah kota.
Penataan pedagang kaki lima sudah dilakukan tetapi masih banyak yang belum mengenai
sasaran, sehingga belum mampu mengoptimalkan pendapatan para pedagang, maka nasib
pendidikan anak anak PKL ini harus diperhatikan karena pendapatannya belum optimal.

Masalah mendasar yang dihadapi negeri ini di bidang ekonomi yang bersifat
struktural adalah:

1. Memburuknya perbandingan antara luas tanah dengan jumlah penduduk serta


memburunya bentuk pola pemilikan tanah.

2. Meningkatnya pengangguran yang terselubun maupun yang terbuka serta


berlakunya upah yang masih rendah.

3. Semakin kuatnya kekuasaan birokrasi negara yang bersifat nepotistik dan feodal

4. Membesarkan kekuasaan golongan minoritas termasuk orang assing dibidang


ekonomi.

5. Adanya dualisme sosial

Para penganut struktural fungsional percaya bahwa masyarakat cenderung bergerak


menuju ekuilibilium dan mengarah pada terciptanya tertib sosial. Merekaa memandang
masyarakat dipandang sebagai institusi yang bekerja seperti organ tubuh manusia. Tujuan
utama dari institusi pennting dimasyarakat, seperti pendidikan adalah mensosialisasikan
generasi muda menjadi anggota masyarakat yang cerdas..

Dalam pusat pusat perbelanjaan dan pedagang kaki lima bila dilihat sekilas tidak
memiliki interelasi atau hubungan timbal baik, tetapi bila dicermati masih perlu
dipertanyakan apakah terdapat hubungan langsung maupun tidak langsung, baik hubungan
yang saling menguntungkan maupun tidak menguntungkan.

Secara sosiologis pedaang kaki lima ini merupakn entitas sosial yang didalamnya
terdapat pengelompokan menurut karakteristik tertentu. Keanekaragaman ini dalam konteks
sosiologi dikenal dengan istilah pluralisme, dan itulah yang terjadi di Surakarta. Hubungan
timbal baik antara pedagang kaki lima dengan pemiik mall mall terjalin interaksi sosial yang
sifatnya kerjasama, kompetisi dan konflik, setiap interaksi antar individu maupun antar
kelompok sesunguhnya merupakan proses pertukaran dimana massing masing pihak
mempertimbangkan beberapa aspek yaitu keuntungan, immbalan dan biaya dalam setiap
interaksi sosial.

Motif yang mendasari penataan atau formalisasi pedagang kaki lima ini diantaranya
adalah terlalu banyaknya pedagang kakilima ditengah kota yang mengesankan kesemrawutan
(tidak tertib), mak dari itu program penataan dilakukan agar sebagian pedagang kaki lima
dapat ditata sedemikian rupa, sehingga kesan kesemmrawutan dan kekumuhan dapat diindari.
Namun dalam pembangunan kota jangan sampai terlupakan nasib keberlangssungan
pendidikan anak anak para pedagang kakilima, jangan sampai putus sekolah atau terhenti
tidak melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.

Bab 3

MENGHILANGKAN RASA KETIDAKADILAN


Demokratisasi harus ditegakkan artinya, perlakuan diskriminatif terhadap salah satu
golongan masyarakat harus dijauhkan. Pada saat ode baru berkuasa dan datanngnya era
reformasi , kota surakarta beruah dengan adanya kerusuhan masal pada tanggal 14 – 16 mei
1998, kerusuhan itu merupakan kerusuhan terbesar selama orde baru dan merupakan sejarah
kerusuhan sosial yang pernah terjadi di surakarta.

Kerusuhan massal itu menyebabkan 307 bangunan terdiri dari pertokoan, plaza,
perkantoran, bank, hotel, rumah makan dan rumah tinggal hangus terbakar dan rusak berat
serta 261 buah mobil dan 400 sepeda motor jjuga hangus terbakar. total dari kerugian materiil
saat itu diperkirkan seekitar 457,5 milyar dan 39 orang tewas di berbagai tempat belum lagi
puluhan ribu orang kehilangan pekerjaannya akibat peristiwa tersebut.

Data menunjukkan bahwa 80 % pemilik pertokoan di surakarta terdiri dari warga


keturunan. Mereka disebut menguasai perekonnommian karena umumnya memegang posisi
kunci dalam jalur distibusi bahan bahan pokok. Penduduk pribumi melihat dominasi
penguasaan ekonomi oleh orangg orang cina, terutama pada penguasaan tempat tempat
strategis yang menjadi jalur perdagangan. Lokasi lokasi strategis seperti di sepanjang jalan
pasar ledoksari, passar gede, pasar pon, pasar klewer, passar legi serta jalan slamet riyadi ,
jalan rajiman, jalan veteran, jalan yos sudarso, jalan A.yani, jalan kapten mulyadi dan
beberapa ruas jalan lainnya. Terdapat 1.795 tempat usaha yang berada di wilayah strategis
berdasarkan etnis bahwa 63 % millik etnis cina, 34 % milik etnis jawa dan lainya milik etnis
yang lain.

Pada awal abad 20 disurakarta terjadi perubahan sosial yangg besar dan mendasar.
Paralelisme historis membaha perubahan besar dalam masyarakat surakarta. Terbentuknya
prolrtariat kota karena perencanaan pembangunan yanngg tidak partisipatif dan aspiratif,
serta terpaan kapitalisme industrial yang menyababkan alienasi dan anomi yang dapat
berkembang menjadi anarki. Melalui perubahan yang terencanakan dengan baik, sehingga
trercipta sistem sosial yangg lebih baik, sebagai tahap awal transformasi masyarakat yang
pada masa depan sesuai cita cita kemasyarakatan yang telah disepakati bersama.

Rasa ketidakadilan merupakan gejala intersubyektivitas yang mudah meluas dalam


masyarakat. Meluasnya rasa ketidakadilan menjadikan tekanan kependudukan yang tinggi
dan besarnya angka kemiskinan di kota Surakarta. Pembangunan di kota surakarta selama ini
pembangunan terkesan lebih diprioritaskan pada tercapainya pertumbuhan ekonomi yang
tinggi dengan asumsi asumsi globalisasi, pasar bebas, dan daya saing. Pembangunan kota
yang dilakukan dengan menarik innvestor berarti memberi ruang yang lebar untuk kelas
menengah atas semenara penataan dan formalisasi pedagang kaki lima bersinggungan dengan
kelompok marginal.

Oleh karenanya secara teoritis pembangunnan kembali kota surakarta tidaklah cukup
melihat aspek pertumbuhan ekonomi, tetapi harus dilihat sebagai pembangunan kembali
terhadap kepentingan kepentingan yang lebih luas dan menyeluruh seperti pembangunan
pendidikan yang terencana dengan baik. Perbincangan dalam konteks politik SARA orang
orang tionghoa didiskriminasi sehingga mengakibatkan menguatnya keyakinan keyakinan
stereotipikal yang bersifat negatif tentang orang orang tionghoa dikalangan masyarakat.
stereoip dan prasangka ini membuat relasi antar etnik menjadi irasionil dan tidak konsisten.

Fregmentasi sosial yang disebabkan oleh ekses kebijakan pembangunan kota akan
membuka kecenderungan masing masing kelompok masyarakat mengembangkan opini dan
membangun citra tentang kelompok masyarakat lainnya atas dasar prasangka yang masih
belum teruji kebenarannya. Dalam konteks pluralisme seharusnya dipahami sebagai sesuatu
yang saling menyuburkan satu sama lain, bukan memarginalkan. Pluralismeseharusnya dapatt
memberdayakan dan memperkayakondisi masyarakat dan bangsa ini. Pentingnya sikap
demokrasi unntuk menmenghargai perbedaandan menempatkan perbedaan tersebut dalam
tataran yang benar. Untuk kondisi masyarakat solo menunjukkan sikap demokratis ini
nampaknya harus menjadi agenda penting aar suasana saling menghargai , penuh toleransi
dan beerjasama dapat lebih baik.

Dengan demikian akan muncul pemahaman , jika seseorang miskin dia akan sadar
bahwa kemiskinan yang dimilikikarena memang tidak dapat berbuat apa apa sehingga dia
tidak perlu cemburu dengan orang lain. Penataan atau formalisasi pedagang kaki lima amat
penting dilakukan dalam rangka penataan kota yang lebih baik. Peran city Development
Strategy (CSD) yang selama inni sudah ada perlu dioptimalkan lagi karna lembaa ini mirip
dengan peer recontruction di venezuela. Dari hasil penelitian penulis tahun 2003 dengan
pendekatan fenomenologi dalam melihat realitas untuk memahami makna kejadian, gejala
yang timbul, dan interaksi bagi individu pada sikon tertentu dalam kehidupan sehari hari,
menghasilkan temuan sebagaimana diuraikan dibawah.

Tindakan seseorang merupakan aplikasi konsep pragmatis yang dipakai untuk


menata pengalaman manusia dalam kehidupannya untuk mencapai tujuan tertentu. Pada
konteks tertentu dapat juga dipakai pendekatan fenomenologi bergerian sebagaimana
pandangan ini mengatakan bahwa tindakan manusia sebagai produk proses internalisasi dan
eksternalisasi dan cenderung konstruksionistik.

Pemahaman pedagang kaki lima tentang panataan formalisasi khususmya because


motives atau motif sebab:

pertama, selama ini mereka sering digusur,

kedua, adanya desakan dari pemerintah kota,

ketiga, adanya prlakuan diskriminatif,

keempat, terbatasnya pendapatan dan keuntungan.

Sedang dilihat dari sisi in order tomotives atau motif supaya adalah:

Pertama : agar mereka mendapatkan kepastian tempat yang permanen

Kedua : memenuhi keinginan pemerintah kota

Ketiga : adanya perlakuan yang adil

Keempat: diperolehnya kesejahteraan dan meningatnya penghasialan

Pemahaman pejabat pemerintah kota tentang formalisasi atau penataan PKL


dipahami secara because motive yaitu

Pertama : tidak tertib atau semrawut

Kedua : adanya retribusi yang kecil

Ketiga : kecemburuan sosial.

Secara in order to motives pejabat pemerintah kota memahami penattaan atau


formalisasi ini sebagai :

Pertama: terciptanya kondisi tetib sosial

Kedua : diperolehnya peningkatan retribusi atau pajak

Ketiga: diperoleh keadilan sosial.


Pembacaan fenomena formalisasi dari perspektif fenomenologi, menurut
pemahaman PKL :

Pertama : prooses eksternalisasi, yaitu proses adaptasi dengan dunia sosial

Kedua : objektivitas, yaitu proses innteraksi diri dengan dunia sosial sehari hari

Ketiga : internalisasi, yaitu proses identiifikasi diri dengan lingkungan sosial.

Keputusan untuk ikut formalisasi atau tidak ikut formalisasi sangat tergantunng pada
pilihan pedagang senndiri, dan dengan pertimbangan rasionalitas mereka masing masing.
Memperoleh rasa keadilan bagi setiap warga kota dari setiap kebijakan pemerintah kota
adalah haknya.

Bab 4

Proses terjadinya formalisasi

Proses terjadinya formalisasi diawali dari latar belakang kondisi kota surakarta
sebelum , pada waktu dan sesudah terjadinya kerusuhan massal. Waktu itupemandangan
biasa ketika petugas penertiban mrngaruk barang dagangan PKL ke atas mobil dan
membawanya ke balai kota. Proses formalisasi itu dipahami oleh PKL sebagai berikut: bahwa
ketiak orde baru, dan kebijakan walikota surakarta saat itu PKL lebih banyak dijadikan objek
penggusuran.

Kebijakan formalisasi tersebut dipahami oleh PKL sebagai sebuah kebijakan yang
masih setengah hati. Oleh karenanya perjalanan formalisasi tidak semulus yang diharapkan,
karena proses formalisasi masih lebih banyak dilihat dari kepentinngan penguasa dan
pengusaha. Walaupun formalisasi yang dilakukan sebenarnya juga tidak menimbulkan
interlasi yanng saling menganggu satu sama lain. Sedangkan secara second order
uderstanding formalisasi atau penataan yang dilakukan masih terdapat beberapa kendala
yang terjadi:

1. Masalah budaya ,

2. Kota perdagangan

3. Masalah penduduk.
Dari data yang diperoleh dari kantor PKL kota solo menyebukan bahwa jumlah
PKL pada akhir tahun 2007 sebesar 3.917 dan pada tahun 2006 naik menjadi 4.482 dan
tahum 2005 sebesar 5.817. dari jumlah tersebut sebanyak 3.624 dinyatakan permanen dengan
prosentasi 92,52 % dari hanya yang 293 yang dinnyatakan bergerak atau berpindah.
Kebijakan shelterisasi yang selama ini dialkukan oleh pemkot seperti yang ada di manahan
nampaknya akan terus berlanjut. Program yang sudah dialukan juga belum berjalan mulus
karena haruus tarik ulur dengan pihak keraton. Belum membaiknya kondisi ekonommi
massyarakat dan ditambah adanya imbas krisis ekonomi global akhir akhir ini bisa
berdampak pada banyaknya perusahaan yang mem PHK karyawan, sebagian dari mereka
kemudihan beraktifitas sebagai PKLbaru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Dalam kondisi masyarakat yang serba susah seperti sekarang pemkot diharapkan
tidak kaku di dalam menerapkan kebijakannya diperlukan kearifan dan berfikir lebih rasional.
Pemkot dalam halini satpol pp harus difungsikan dengan baik bukan hanya ditugaskan untuk
penertian PKL yang melanggarkanaturan yang ada tetapi difugsikan untuk melindungi
eksistensi PKL dari gangguan orang orang yang tidak bertanggung jawab .

Anda mungkin juga menyukai