Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULAN

A. Masalah Kesehatan : Adeno CA Recti Sigmoid


B. Pengertian
Kanker adalah penyakit pertumbuhan sel yang bersifat ganas. Bisa mengenai
organ apa saja di tubuh manusia. Kanker kolon adalah suatu keganasan yang terjadi di
usus besar.Kanker rektum adalah keganasan yang terjadi pada bagian rektum. Jenis
yang paling umum dari kanker rektum adalah adenokarsinoma, merupakan kanker
yang timbul dari mukosa.
Ca Kolorectal merupakan salah satu dari keganasan pada kolon dan rektum
yang khusus menyerang bagian rekti yang terjadi akibat gangguan proliferasi sel
epitel yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2014). Kanker rekti adalah kanker yang
berasal dalam permukaan rektum/rectal. Umumnya kanker kolorektal berawal dari
pertumbuhan sel yang tidak ganas, terdapat adenoma atau berbentuk polip.

C. Etiologi
Penyebab pasti dari kanker kolonrektal masih belum diketahui, tetapi kondisi
sindrom poliposis adenomatosa memiliki predisposisi lebih besar menjadi risiko kanker
kolon. Sebagian besar kanker kolon muncul dari polip adenomatosa yang menutupi
sebelah dalam usus besar. Seiring waktu, pertumbuhan abnormal ini makin
memperbesar dan akhirnya berkembang menjadi adenokarsinoma. Dalam kondisi ini,
banyak adenomatosa mengembangkan polip di kolon, yang pada akhirnya
menyebabkan kanker usus besar.
Faktor resiko yang mungkin adalah riwayat kanker pribadi, orang yang sudah
pernah terkena kanker colorectal dapat terkena kanker colorectal untuk kedua kalinya.
Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus (endometrium) atau
payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker colorectal.
Riwayat kanker colorectal pada keluarga, jika mempunyai riwayat kanker
colorectal pada keluarga, maka kemungkinan akan terkena penyakit ini lebih besar,
riwayat penyakit usus inflamasi kronis serta diet kebiasaan makan makanan berlemak
tinggi dan sumber protein hewani.
Faktor predisposisi yang penting adalah faktor gaya hidup, orang yang merokok,
minum minuman beralkohol atau menjalani pola makan yang tinggi lemak seperti
lemak jenuh dan asam lemak omega-6 (asam linol) dan sedikit buah-buahan dan
sayuran memiliki tingkat risiko yang lebih besar terkena kanker colorectal. Diet rendah
serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik ini dalam feses
yang bervolume lebih kecil. Selain itu, massa transisi feses meningkat, akibatnya
kontak zat yang berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.
Selain itu, etiologi lain dari kanker kolonrektal yaitu :
 Kontak dengan zat-zat kimia tertentu seperti logam berat, toksin, dan ototoksin serta
gelombang elektromagnetik.
 Zat besi yang berlebihan diantaranya terdapat pada pigmen empedu, daging sapi dan
kambing serta tranfusi darah.
 Minuman beralkohol, khususnya bir, usus mengubah alkohol menjadi asetilaldehida
yang meningkatkan risiko menderita kanker kolon.
 Obesitas.
 Bekerja sambil duduk seharian, seperti para eksekutif, pegawai administrasi, atau
pengemudi kendaraan umum
 Polip di usus (Colorectal polyps), polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam
kolon atau rektum, dan sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian
besar polip bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat
menjadi kanker.
 Colitis Ulcerativa atau penyakit Crohn, orang dengan kondisi yang menyebabkan
peradangan pada kolon (misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama
bertahun-tahun memiliki risiko yang lebih besar.
 Usia di atas 50, kanker colorectal lebih biasa terjadi pada usia manusia yang semakin
tua. Lebih dari 90 persen orang yang menderita penyakit ini didiagnosis setelah usia
50 tahun ke atas.

D. Tanda dan Gejala


Cenderung menyebabkan perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon
refleks. Diare, nyeri kejang, dan kembung sering terjadi. Karena lesi kolon kiri
cenderung melingkar, sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan
berbentuk seperti pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses.
Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronik. Pertumbuhan pada sigmoid
atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena. Hemoroid,
nyeri pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul
sebagai akibat tekanan pada alat – alat tersebut. Gejala yang mungkin dapat timbul
pada lesi rectal adalah evakuasi feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi
dan diare bergantian, serta feses berdarah.

Manifestasi klinis kanker kolon secara umum, adalah sebagai berikut :


 Lelah, sesak napas waktu bekerja, dan kepala terasa pening.
 Pendarahan pada rektum, rasa kenyang bersifat sementara, atau kram lambung
serta adanya tekanan pada rektum.
 Adanya darah dalam tinja, seperti terjadi pada penderita pendarahan lambung,
polip usus, atau wasir.
 Pucat, sakit pada umumnya, malnutrisi, lemah, kurus, terjadi cairan di dalam
rongga perut, pembesaran hati, serta pelebaran saluran limpa.
Gejala yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal
abdomen dan melena (feses hitam, seperti ter). Gejala yang sering dihubungkan dengan
lesi sebelah kiri adalah yang berhubungan dengan obstruksi (nyeri abdomen dan kram,
penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah merah segar dalam feses.
Gejala yang dihubungkan denagn lesi rektal adalah evakuasi feses yasng tidask lengkap
setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian, serta feses berdarah. (Suzanne
C.Smeltzer, 2002 : 1126)
E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi perlu dilakukan baik sigmoidoskopi maupun
kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi atau teropong usus ini dianjurkan segera
dilakukan bagi mereka yang sudah mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan
kolonoskopi relatif aman, tidak berbahaya, namun pemeriksaan ini tidak
menyenangkan. Kolonoskopi dilakukan untuk menemukan kanker kolorektal
sekaligus mendapatkan jaringan untuk diperiksa di laboratorium patologi. Pada
pemeriksaan ini diperlukan alat endoskopi fiberoptik yang digunakan untuk
pemeriksaan kolonoskopi. Alat tersebut dapat melihat sepanjang usus besar,
memotretnya, sekaligus biopsi tumor bila ditemukan. Dengan kolonoskopi dapat
dilihat kelainan berdasarkan gambaran makroskopik. Bila tidak ada penonjolan atau
ulkus, pengamatan kolonoskopi ditujukan pada kelainan warna, bentuk permukaan,
dan gambaran pembuluh darahnya. 
2. Radiologis
Pemeriksan radiologis   yang dapat dilakukan antara lain adalah foto dada dan
foto kolon (barium enema). Foto dada dilakukan untuk melihat apakah ada
metastasis kanker ke paru.
3. Ultrasonografi (USG)
Sulit dilakukan untuk memeriksa kanker pada kolon, tetapi digunakan untuk
melihat ada tidaknya metastasis kanker ke kelenjar getah bening di abdomen dan
hati.
4. Histopatologi
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis
karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
Laboratorium Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien
mengalami perdarahan. Selain itu, pemeriksaan darah samar (occult blood) secara
berkala, untuk menentukan apakah terdapat darah pada tinja atau tidak. Pemeriksaan
colok dubur, oleh dokter bila seseorang mencapai usia 50 tahun. Pemeriksaan
tersebut sekaligus untuk mengetahui adanya kelainan pada prostat.
5. Barium Enema
Pada pemeriksaan enema barium, bahan cair barium dimasukkan ke usus besar
melalui dubur dan siluet (bayangan)-nya dipotret dengan alat rontgen. Pada
pemeriksaan ini hanya dapat dilihat bahwa ada kelainan, mungkin tumor, dan bila
ada perlu diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan ini juga dapat
mendeteksi kanker dan polip yang besarnya melebihi satu sentimeter.
Kelemahannya, pada pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan biopsi.
F. Penatalaksanaan Medis
Pasien dengan gejala obstruksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan
nasogastrik. Apabila terdapat pendarahan, terapi komponen darah dapat diberikan.
Pengobatan bergantung pada tahap penyakit dan komplikasi yang berhubungan.
Endoskopi, ultrasonografi, dan laparoskopi telah terbukti berhasil dalam penahapan
kanker kolon pada periode perioperatif.
1. Pembedahan (Operasi)
Operasi adalah penangan yang paling efektif dan cepat untuk tumor yang
diketahui lebih awal dan masih belum metastatis, tetapi tidak menjamin semua sel
kanker telah terbuang. Oleh sebab itu dokter bedah biasanya juga menghilangkan
sebagian besar jaringan sehat yang mengelilingi sekitar kanker.
Pembedahan merupakan tindakan primer pada kira – kira 75 % pasien dengan
kanker kolorektal. Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang
terbatas pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik
dengan polipektomi, suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk meminimalkan
luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman
dalam membuat keputusan di kolon, massa tumor kemudian dieksisi. Reseksi usus
diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A dan semua kelas B serta lesi C.
Pembedahan kadang dianjurkan untuk mengatasi kanker kolon D. Tujuan
pembedahan dalam situasi ini adalah palliative. Apabila tumor telah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitarnya, maka operasi tidak dapat dilakukan. (Suzanne
C.Smeltzer, 2002 : 1127)
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur
pembedahan pilihan adalah sebagai berikut ( Doughty & Jackson, 1993 ) :
 Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada
sisi pertumbuhan, pembuluh darah, dan nodus limfatik)
 Reseksi abdominoperineal dengan kolostomi sigmoid permanent (pengangkatan
tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal)
 Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta
reanastomosis lanjut dari kolostomi(memungkinkan dekompresi usus awal dan
persiapan usus sebelum reseksi)
 Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesiobstruksi yang
tidak dapat direseksi)
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya
diambil sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal
dan proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens
biasanya dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal.
Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi
subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens
dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal
transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan
rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis desenden kolorektal. Pada kanker di
rektum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari
pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma
ini dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan pembuatan kolostomi adalah
untuk tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus
setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit
lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya
untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
2. Penyinaran (Radioterapi)
Sampai saat ini terapi radiasi tetap merupakan modalitas standar untuk pasien
dengan kanker rektal, peran terapi radiasi pada kanker kolon masih terbatas. Terapi
ini tidak memiliki peran dalam pengaturan ajuvan atau dalam pengaturan metastasis.
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar
X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor,
merusak genetik sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-sel yang
pembelahan dirinya cepat, antara sel kanker, sel kulit, sel dinding lambung & usus,
sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan kulit dan kehilangan
nafsu makan.
3. Kemoterapi
Kemoterapi memakai obat antikanker yang kuat, dapat masuk ke dalam sirkulasi
darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah menyebar. Kemoterapi yang
diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan
leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang
memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil
penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan
kemoterapi. Radiasi dan kemoterapi dapat diberikan secara berkesinambunagn
dengan memperhatikan derajat kanker. Deteksi kanker yang dapat dilanjutkan
dengan pemberian kemoterapi disesuaikan dengan klasifikasi dengan sistem TNM
(T = tumor, N = kelenjar getah bening regional, M = jarak metastese) yaitu :

 M0 : Tidak ada metastasis jauh, sebagai pencegahan perluasan metastase.


 MI : Ada metastasis jauh, karena tidak mungkin dilakukan operasi
sehingga hanya bisa dihambat dengan kemoterapi
 N1 : Metastasis ke kelenjar regional unilateral
 N2 : Metastasis ke kelenjar regional bilateral
 N3 : Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
 T1 : Invasi hingga mukosapat atau sub mukosa, dapat dilakukan
pengangkatan dan kolaborasi kemoterapi
 T2 :Invasi ke dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan kolaborasi
kemoterapi
 T3 : Tumor menembus dinding otot, dapat dilakukan pengangkatan dan
kolaborasi kemoterapi
4. Agen Biologis
Bevacizumand (avastin) adalah obat anti-angiogenesis pertama yang disetujui
dalam praktek klinis dan indikasi pertama adalah kanker kolorektal metastasik. Obat
ini menunjukkan perkembangan membaik dan kelangsungan hidup secara
keseluruhan ketika bevacizumab ini ditambahkan ke kemoterapi (fluorourasil
ditambah irinotecan).
5. Diet
Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat
melancarkan pencenaan dan buang air besar sehingga berfungsi menghilangkan
kotoran dan zat yang tidak berguna di usus, karena kotoran yang terlalu lama
mengendap di usus akan menjadi racun yang memicu sel kanker.

G. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang dapat dilakukan menurut wijaya dan putri (2013), diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pengkajian
a. Data demografi
1) Kanker kolorektal sering ditemukan terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
2) Pada wanita sering ditemuka kanker kolon dan kanker rekti lebih sering
terjadi pada laki-laki.
b. Riwayat kesehatan dulu
1) Kemungkinan pernah menderita polip kolon, radang kronik kolon dan
colitis ulseratif yang tidak teratasi
2) Adanya infeksi dan obstruksi pada usus besar
3) Diet atau konsumsi diet yang tidak baik, tinggi protein, tinggi lemak dan
rendah serat
c. Riwat kesehatan keluarga
Adanya riwayat kanker pada keluarga, diidentifikasi kanker yang menyerang
tubuh atau organ termasuk kanker kolorektal adalah diturunkan sebagai sifat
dominan.
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Klien mengeluh lemah, nyeri abdomen, dan kembung
2) Klien mengeluh perubahan pada defekasi: buang air besar (BAB) seperti
pita, diare yang bercampur darah dan lender dan rasa tidak puas setelah
buang air besar
3) Klien mengalami anoreksia, mual, muntah jdan penurunan berat badan
e. Pemeriksaan fisik
1) Mata: konjungtiva subanemis/anemis
2) Leher: distensi vena jugularis (JVP)
3) Mulut: mukosa mulut kering dan pucat, lidah pecah-pecah dan bau yang
tidak enak
4) Abdomen: distensi abdomen, adanya teraba massa, penurunan bising usus
dan kembung
5) Kulit: turgor kulit buruk, kering (dehidrasi/malnutrisi)
f. Pengkajian fungsional Gordon
1) Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah, merasa gelisah dan
ansietas, tidak tidur semalaman karena diare, pembatasan aktivitas/ kerja
sehubungan dengan efek proses penyakit
2) Pernafasan : nafas pendek, dyspnea (respon terhadap nyeri yang dirasakan)
yang ditandai dengan takipnea dan frekuensi menurun.
3) Sirkulasi : Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi
dan nyeri), hipotensi, kulit/membrane : turgor buruk, kering, lidah pecah-
pecah, (dehidrasi/malnutrisi)
4) Integritas ego
Gejala: ansietas, ketakutan, emosi kesal, missal: perasaan tak berdaya/taka
da harapan.
Factor stress kut/kronis: missal hubungan dengan keluarga/ pekerjaan,
pengobatan yang mahal
5) Eliminasi
Gejala: tekstur feses bervariasi dan bentuk lunak sampai bau. Episode diare
berdarah tak dapat diperkirkan, hilang timbul, sering tak dapat dikontrol
(sebanyak 20-30 kali/hari), perasaan tidak nyaman/tidak puas, deteksi
berdaah/mukosa dengan atau tanpa keluar feses
Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltic atau adanya peristaltic yang
dapat dilihat, oliguria
6) Makan/cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, tidak toleran
terhadap diit/sensitive (missal: buah segar/massa otot, kelemahan, tonus
otot dan turgor kulit buruk, membrane mukosa pucat, luka, inflamasi
rongga mulut.
7) Hygiene
Tanda: ketidakmampuan melakukan perawatan diri, stomatitis,
menunjukkan kekurangan vitamin
8) Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah
9) Keamanan
Gejala: adanya riwayat polip, radang kronik viseratif
10) Musculoskeletal: penurunan kekuatan otot, kelemahan dan malaise (diare,
dehidrasi, dan malnutrisi)
H. Daftar Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
dan muntah sekunder terhadap kemoterapi
2. Ganguan konsep diri berhubungan dengan perubahan aktual citra tubuh sekunder
terhadap kemoterapi
3. Perubahan fungsi defekasi berhubungan dengan efek efek merugikan dari
kemoterapi
4. Ansietas berhubungan dengan takut akan kemoterapi dan kemungkinan efek
samping
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder terhadap anemia
karena kemoterapi
6. Resiko tinggi terhadap perubahan mukosa mulut berhubungan dengan stomatitis
dan infeksi candida sekunder terhadap kemoterapi
7. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek
kemoterapi
8. Resiko infeksi berhubungan dengan pengobatan kemoterapi berkaitan dengan
destruksi secara cepat pembelahan sel hematopoietik normal yang mengakibatkan
imunosupressi

I. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah sekunder terhadap kemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
nutrisi pasien adekuat
Kriteria hasil : 1. Pasien tidak kehilangan berat badan
2. Mual dan muntah berkurang
3. Masukan makanan lebih besar dari 50% setiap makan

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV klien 1. Mengetahui perkembangan TTV klien

2. Dasar mengevaluasi keefektifan terapi

2. Pantau
berat badan setiap minggu

jumlah makanan yang dimakan

hasil protrin albumin dan serum 3. Memberikan informasi diet harian untuk
perencanaan

3. Pantau masukan makanan dan cairan serta


4. Mencegah mual
makanan yang disediakan

4. Anjurkan makan posi kecil namun sering jika


pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
cepat merasa kenyang

5. Distensi lambung bila lapisan muksa


5. Nasihatkan pasien untuk menghindari makan
terinflamasi mencetuskan muntah
banyak sebelum kemotrapi jika lapar makan
makanan kecil atau minuman seperti sefen up
atau air jahe tunggu tiga sampai empat jam
setelah tindakan kemotrapi untuk makan reguler

6. Tambahkan makanan yang mengandung tinggi


protein,vitamin,mineral dan kalori
6. Kemotrapi dan kanker berhubungan
dengan meeningkatnya katabolisme
7. Hindari makan makanan yang pedas, berlemak, 7. Perubahan pengecapan selama kemoterapi
dan manis-manis selama pengobatan dapat menimbulkan intoleransi terhadap
makanan jenis ini

8. Berikan diet halus selama kemoterapi 8. Makanan halus lebih mudah ditoleransi
selama kemoterapi

9. Suplemen ini memberikan protein


vitamin,kalori
9. Berikan suplemen nutrisi seperti sustacal atau
sejenis ,di berikan antara waktu makan bila
10. Ahli gizi adalah spesialis nutrisi yang
makan klien buruk
dapat membantu kebutuhan nutrisi pasien
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu
dan langsung mempersiapkan kebutuhan
perencanaan makanan
nutrisi pasiennya
11. Mual menyebabkan tidak nafsu makan
kombinasi terapi antimetik paling efektif
dalam mengontrol mual

11. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian


obat antimetik 30 menit sebelum kemoterapi
dengan interval yang teratur selama kemoterapi
dan 2-3 dosis setelah kemetorapi.dianjurkan
untuk di beri kombinasi antimetik:
 Lorezam(ativan) dikombinasi dengan
deksametason (decadron)atau difenhidramin
HCL(benadryl)
 Metoklopramida HCL (reglan) dikombinasi
dengan decadron atau benadryl

2. Ganguan konsep diri berhubungan dengan perubahan aktual citra tubuh sekunder
terhadap kemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,
pasien akan menunjukkan penghargaan diri yang realistis
Kriteria hasil : 1.Pasien Menyatakan cara-cara masukan perubahan fisik
kedalam gaya hidup
2.Pasien mengukapkan pernyataan positif tentang dirinya

Intervensi Rasional

1. Anjurkan pasien untuk mengekspresikan 1. Mengeluarkan perasaan membantu


perasaan dan minat nya tentang memoermudah penyusaian
pencegahan efek samping

2. Beri tahu tentang pasien obat obat


2. Pengetahuan tentang hal yang diharapkan
kemoterapi meliputi nama dosis
mempermudah menerima terapi dan macam
,jadwal,tujuan dan efek efek msamping
tujuan
yang bisa terjadi

3. Perencanaan jalan yang efektif dalam


3. Beritahu pasien bahwa rambut nya akan
mengantisipasi perubahan pada citra tubuh dan
tumbuhkembalipada pemberian
membantu mepermudah penyusaian
keme\oterapi telah selesai

4. Pada laki laki agen kemoterapi menekan jumlah


4. Beritahu tentang efek kemoterapinpada
spermaa ,biasanya dapat menyebabkan
organ reproduksi .anjurkan pasien laki
kemandulan permanen dalam wanita pengentian
laki yang usia produktif mendiskusikan
menstruasi biasa nyakira kira dua bulan setelah
dengan dikternya tentang penyipanan
kemoterapi di hentikan ,menstruasi terjadi
sperma di bank sperma ,sebelum
kembali
kemoterapi (bila mungkin)

5. Agen kemoterapi mempunyai efek teratogenik


5. Anjurkan untuk pasien wanita untuk tidak
hamil sementara mendapat kemoterapi.

3. Perubahan fungsi defekasi berhubungan dengan efek merugikan dari kemoterapi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
tidak terjadi perubahan fungsi defekasi pada pasien
Kriteria hasil : 1. Penurunan gangguan pada fungsi defekasi, kontsipasi
dan diare berkurang
2. Pasien defekasi 2-3 x sehari
3. Konsistensi feses lunak
4. Warna feses coklat
Intervensi Rasional
1. Pantau warna ,konsistensi dan banyak 1. Mengenali indikasi kemajuan atau penyimpangan
nya feses dari sasaran

Untuk konstipasi :
2. Berikan obat obat pelunak feses 2. Mencegah konstipasi

3. Anjurkan untuk masukan cairan 2-3 litr


3. cairan membantu kecepatan gerakan makanan
sehari
melalui usus

4. Anjurkan untuk makan makanan yang


4. Serat untuk membantu kecepatan gerakan
mengandung tinggi serat.
makanan melalui usus

5. Jika selama 3hari tidak ada keinginan


untuk defekasi maka berikan laksatif
5. Kerja obat katartik adalah meningkatkan
jika tidak berhasil setelah 24 jam
kandungan air dalam feses ,enema membersihkan
berikan enema
feses dari rektum
Untuk diare :

6. Berikan obat obat anti diare setiap habis


defekasi dan evaluasi keefektifannya
6. Agen ini bekerja untuk menurunkan spastisitas
7. Batasi minuman kopi ,makanan yang dari saluran gastrointestinal
tinggi serat dan susu

7. Kopi merangsang peningkatan peristaltik


makanan tinggi serat membentuk masa yang
banyak yang menyebabkan terjadinya distensi
usus yang akhirnya merangsang peristaltik.Susu
dapat membentuk gas juga merangsang peristaltik
karena distensi usus

8. Zat ini dapat hilang dengan cepat dalam jumlah


yang besar karena diare
8. Laporkan tanda kekurangan
cairan,karbonat dan kalium
9. Prosedur prosedur ini memberi rasa nyaman
seringnya defekasi yang mengandung asam
menyebabkan iritasi pada anus

9. Berikan perawatan perinia setiap setelah


defekasi.bersihkan dengan sabun dan
air.beri minyak jeli atau sale A dan D
kedaerah anus atau gunakan
tucks(sediaan komersial yang berisi
semacam buah kemiri)

10. Diet ini memberi kesempatan usus untuk

10. Berikan diet rendah sisa atau diet cair istirahat:gatorade dapat membantu mengganti

sampai diare dapat di kontrol.tambahkan ciran dan elektrolit yang hilang karena diare terus

konsumsi cairan elektrolit seperti menerus

gatorade

11. Dosis kemotrapi perlu diturunkan.

11. Lapor dokter jika diare atau konstipasi

4. Ansietas berhubungan dengan takut akan kemoterapi dan kemungkinan efek samping
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, ansietas
berkurang atau hilang
Kriteria hasil : 1. Pasien mengatakan ansietas menurun pada tingkat yang
dapat diatasi
2. TTV dalam batas normal
TD : 100-120/70-80 mmHg
Nd : 60-80x/menit
RR : 16-24x/menit
Suhu : 36,5˚C
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV klien 1. Mengetahui perkembangan TTV klien
2. Dasar pembuatan intervensi yang tepat
2. Pantau tingkat kecemasan klien
3. Pengetahuan yang adekuat dapat
menurunkan ansietas

3. Jelaskan mengenai tindakan kemoterapi dan


efek sampingnya 4. Mencegah ansietas

4. Gunakan pendekatan yang tenang dan


menyakinkan
5. Meningkatkan relaksasi

5. Lakukan tindakan yang membuat nyaman, mis.,


posisi nyaman

6. Menciptakan suasana saling percaya


6. Dengarkan dengan penuh perhatian terhadap
ekspresi perasaan dan kekuatirannya

7. Berikan aktivitas pengalih perhatian


7. Pengalihan perhatian dapat menurunkan
penurunan

8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian 8. Obat menurunkan ansietas


obat penurun ansietas sesuai kebutuhan

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan sekunder terhadap anemia karena


kemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
pasien dapat melakukan aktivitas seperti semula
Kriteria hasil : 1. Pasien mempertahankan tingkat aktivitas maksimal
2. Pasien akan memaksimalkan energi dengan beristirahat
untuk meminimalkan efek keletihan pada aktivitas sehari-hari
3. K/U sedang
Intervensi Rasional
1. Pantau pola istirahat/adanya keletihan pada 1. Menentukan data dasar untuk membantu
pasien pasien dengan keletihan

2. Meningkatkan kontrol diri

2. Anjurkan pasien untuk memepertahankan


pola tidur/istirahat/aktivitas sebanyak
mungkin

3. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan


3. Membantu pasien dalam koping dengan
perasaan adanaya keterbatasan
keletihan

4. Anjurkan pasien untuk merencanakan


periode istirahat sesuai kebutuhan sepanjang 4. Menungkatkan istirahat yang adekuat
hari

5. Bantu pasien merencakan aktivitas yang


5. Meningkatkan aktivitas selama proses
berdasarkan pola istirahat/keletihan
pencegahan keletihan

6. Bantu pasien dalam masukan makanan


adekuat

6. Mempertahankan cadangan protein yang


diperlukan untuk menghasilkan energi

6. Resiko tinggi terhadap perubahan mukosa mulut berhubungan dengan stomatitis dan
infeksi candida sekunder terhadap kemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
tidak terjadi perubahan pada mukosa mulut
Kriteria hasil : 1.Mukosa mulut tetap utuh (normal)
2. Hasil pengamatan rongga mulut lembab
3. Warnanya normal
4. Mulut tidak nyeri dan kering

Intervensi Rasional
1. Anjurkan sikat gigi dengan sikat gigiberbulu 1. Untuk menurunkan iritasi pada gusi.
lembut setiap setelah makan akan tidur Kebersihan mulut adalah pencegahan paling
baik, terhadap stomatitis

2. Berikan perawatan mulut atau perawatan gigi


2. Memberikan perawatan jika pasien tidak
sesuai kebutuhan
mampu melakukannya

3. Asam meningkatkan karies gigi. Reaksi


3. Gunakan cairan pencuci mulut yang dapat oksidasi membantu menghilangkan debris,
meningkatkan pH pada rongga mulut, seperti sekresi yang kental dan bakteri. Larutan ini
soda kue dan larutan salin (kira-kira ½ liter membantu mencegah kekeringan
air hangat atau dingin dengan ½ sendok the
garam dan ½ sendok teh soda kue)
4. Untuk memberikan pelembab alamiah

5. Ini mempunyai efek mengeringkan sebab


4. Gunakan pengganti saliva selama dibutuhkan berisi alcohol

5. Hindari pencuci mulut yang dijual bebas dan 6. Untuk merangsang produksi salivaa
swab unsure gliserin

7. Untuk melindungi kekeringan

6. Berikan mints dan permen keras 8. Stomatitis atau infekdi candida sering
terjadi sehubungan dengan pengurangan
jumlah leukosit. Peradangan pada mukosa
7. Berikan salep petrolieum untuk bibir mulut tersebut menyakitkan.
Membersihkan mulut dengan hati-hati
setiap selesai makan dan pada waktu akan
tidur dan meningkatkan rasa nyaman
8. Jika terjadi stomatitis atau infeksi candida:
a. Ginakan lidi pembersih gigi untuk
membersihkan gigi
b. Berikan perawatan gigi dengan larutan
antimikroba, seperti satu bagian hibiclens
dan 19 bagian air
c. Berikan makanan lunak yang dinginatau
suam-suam kuku. Hidari makanan yang
pedas-pedas
d. Berikan makanan yang lembut yang mudah
dikunyah
e. Keluarkan gigi palsu, kecuali selama
makan.
f. Gunakan larutan pembersih mulut yang
memberikan efek menyejukkan. Misalnya 1
ons Benadryl eliksir dicampur kedalam 0,95
9. Plak merupakan indikasi infeksi candida
l atau pencuci mulut viscoain xylocain.

9. Jika plak putih terjadi sepanjang lidah mulut 10. Nistatin adalah obat yang dipilih untuk
pengobatan infeksi jamur

10. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian


nistatin pencuci mulut sesuai dengan pesanan
7. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan efek
kemoterapi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
tidak terjadi perubahan perfusi jaringan
Kriteria hasil : 1. Mendemontrasikan tidak ada kerusakn jaringan
permanen
2. Hasil lab tidak tampak maninfestasi toksisitas organ

Intervensi Rasional
Nefrotoksisitas
1. Mendeteksi tanda-tanda dini insufisiensi
1. Pantau:
ginjal.
 Masukan dan haluan setiap 8 jam
 Lapran hasil asam urat serum
 pH urine
 laporan hasil BUN dan kreatinin
2. berikan allopurinol (zyloprom) sesuai pesanan.

2. Agen ini menghambat formasi asam urat,


akibat cepatnya pengrusakan SDP oleh agen
kemoterapi

3. Jaga hidrasi dengan baik. Tingkatkan, masukan


cairan 2-3 liter sehari, kecuali kalau ada 3. Untuk memelihara volume cairan yang cukup
kontraindikasi. Anjurkan untuk banyak minum. melalui ginjal.

4. Berikan natrium bikarbonat tablet sesuai


pesanan.
4. Untuk menjaga urin alkali. Kristal asam urat
mempercepat urin menjadi asam,
meningkatkan resiko pembentukan batu ginjal.

5. Penurunan haluan urine merupakan indikasi


kekurangan cairan, curah jantung berkurang
5. Beri tahu dokter jika haluan urine turun di atau insufisiensi ginjal. Pada peningkatan
bawah 240 ml per 6 jam atau terjadi BUN dan kreatinin serum indikasi insufisiensi
peningkatan BUN, kreatinin serum atau asam ginjal. Pada peningkatan kadar asam urat
urat serum. Mulai terapi intravena sesuai resep indikasi kebutuhan untuk meningkatkan dosis
untuk memelihara haluan urine diatas 50ml per obat alloupurinol.
jam

1. Untuk mendeteksi tanda-tanda disi supresi


sumsum tulang.

Supresi sumsum tulang


2. Jumlal leukosit yang rendah merupakan
1. Pantau:
predisposisi px untuk infeksi.
 TTV setia 4 jam
 Laporan hasil JDL
 Status umum (apendik D) setiap 8 jam
2. Mulai tindakan perawatan perlindungan jika 3. Pemelihara integritas pembuluh darah penting
jumlah leukosit turun sampai 1000/mm3atau utama untuk mengontrol perdarahan.
kurang .
4. Istirahat menurunkan pengeluaran energy.
3. Mulai tindakan pencegahan perdarahan pada
jumlah trombosit
5. Transfuse eritrosit kemasan diberikan untuk
mengganti komponen sel darah yang hilang
pada kekurangnan volume cairan.

4. Berikan periode istirahat diantara pengobatan.


6. Untuk menurunkan pengeluaran energy.

5. Berikan tranfusi eritrosit kemasan sesuai


pesanan.

1. Gejala ini indikasi sistitis, yang sering terjadi


bila kadar leukosit turun dibawah normal.
Kateter membantu mengisolasi organismen
penyebab infeksi. Kultur dan tes sensivitas
membantu mengidentifikasi agen antimikroba
yang lebih efektif untuk menanggulangi
6. Bantu pemenuhan sehari hari(AKS) sesuai
infeksi.
kebutuhan.

2. Aliran darah adekuat melalui ginjal membantu


Sintisis
membilas dan membersihkan sisa-sisa sampah
1. Beritahu dokter bila px melaporkan berkemih
dari saluran perkemihan.
tidak nyaman, seperti rasa terbakar, disuria,
dorongan, frekwensi. Dapatkan specimen urin
untuk kultur dan tes sensivitas sasuai pesanan.
3. Darah tidak selalu Nampak tapi mungkin
dapat dideteksi dengan tes litmus.

1. Untuk menentukan data dasar. Tes audiologi


mungkin dilakukan sebelum terapi obat,
terutama jika obat tersebut ototoksik.

2. Tingkatkan masukan cairan 2-3 liter sehari.


2. Untuk mencegah kehilangan pendengar secara
Anjurkan banyak minum.
permanen, obat tidak diteruskan

1. Temuan ini indikasi kerusakan saraf dini dan


3. Lakukan hematest urine darah selama obat-obat tidak diteruskan.
mengalami berkemih tidak nyaman.

Ototoksisitas

1. Selidiki tentang masalah pendengaran sebelum


memulai kemoterapi.

1. Untuk mendeteksi maninfestasi dini disfungsi


pulmonal.

2. Anjurkan pasien untuk melaporkan kesulitan


2. Pnemumonitis dan fibrosis pulmonal adalah
pendengaran, tinnitus atau pusing.
efek toksis utama. Kejadian toksisitas
pulmonal terjai perlahan diatas beberapa
Neurotoksisitas bulan, dengan gejala-gejala paling dini adalah

1. Beritahu dokter jika px mengalami sakit meningkatnya dispnea. Kortikosteroid

rahang, gangguan penglihatan, sakit kepala, diberikan untuk menurunkan inflamasi.

kebar, kesemutan, gangguan berjalan,


konstipasi terus menerus parestesia atau
sensorium berkurang. 3. Napas dalam membentu ekspansi alveoli.

Toksisitas pulmonal
1. Pantau :
 Bunyi napas setiap 8 jam
1. Untuk mendeteksi tanda dini keterlibatan
 TTV setiap 4 jam jantung.

2. Beritahu dokter jika terjadi batuk kering terus


menerus, rales atau dispnea. Lakukan sinar x 2. EKG mempertegas kelainan jantung, obat
dada dan pemeriksaan sesuai pesanan. Berikan dihentikan bila terdapat gangguan pada
kortikosteroid dan hentikan kemoterapi jantung.

1. Untuk mendeteksi tanda dini keterlibatan hati


2. Penemuan ini member kesan kerusakan hati
dan perlu untuk menghentikan pemberian
obat.
3. Zat-zat ini menyebabkan kerusakan hati untuk
pemakaian lama.
3. Dorong napas dalam setiap 2 jam bila masalah
paru terdeteksi atau bila px tirah baring.

Kadiotoksisitas 1. Agen kemoterapi sangt toksik untuk jaringan.


Rasa terbakar, nyeri, bengkak pada sisi infuse
1. Pantau ttv setiap 4 jam
merupakan tanda infiltrasi. Regitine diberikan
untuk menetralkan toksisitas obat. Kompres
dingin membantu menurunkan flebitis dan
2. Laporkan abnormalitas irama dan frekwensi
edema jaringan. Aliran balik darah
nadi. Dapatkan hasil EKG sesuai pesanan.
menjami8n ketepatan masuknya alat-alat
(jarum) kedalam pembuluh. Ektravasasi agen
Hepatotoksisitas yang berbahaya dapat menyebabkan nekrosis

1. Pantau hasil fungsi hati (bilirubin, lakalin dan mengelupaskan jarigan.

fosfatase serum). 2. Untuk mengatur aliran lebih akurat yang

2. Beritahu dokter jika px mengalami kuning, dengan demikian menurunkan kemungkinan

urine coklat tua, feses seperti tanah liat, kelebihan.

pruritus atau nyeri perut.


3. Intruksikan px untuk menghindari minum
alcohol dan aspirin sementara menjalani
kemoterapi.
Nekrosis jaringan local :

1. Selalu periksa untuk ketepatan letakk dari alat-


alat intravena (port implant, kateter atrium
eksternal, atau intravena perifer) sebelum
mulai infuse kemoterapi. Amati sisi infuse
setiap jam untuk melihat tanda-tanda infiltrasi
(bengkak, aliran tidak lancar). Anjurkan pada
px untuk member tahu bila nyeri atau rasa
terbakar pada daerah tusukan. Hentikan infuse
dengan segera bila terjadi infiltrasi. Berikan
kompres dingin. Berikan regitine secara
langsung kedalam jaringan yang sakit atau
antidote yang ditentukan oleh protocol fasilitas.

2. Selalu menggunakan pompa infuse bila


memberikan obat-obatan kemoterapi secara
terus menerus melalui drip IV.

8. Resiko infeksi berhubungan dengan pengobatan kemoterapi berkaitan dengan


destruksi secara cepat pembelahan sel hematopoietik normal yang mengakibatkan
imunosupressi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam,
tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil : 1.Terjadi penurunan potensial terhadap infeksi
2.Tidak ada tanda dan gejala infeksi
3.Suhu tubuh klien 36,5˚C
Intervensi Rasional
1. Pantau hasil laboratorium SDP, diferensiasi, 1. AGC dibawah 500 sel/mm³ menempatkan
hitung AGC ( AGC=SDP total x [% pasien pada resiko berat terhadap infeksi
segmen+]% lembaran

2. Pantu infeksi sistemik atau letak infeksi,


2. Kekurangan neutropil selama granulositopenia
tetap ingat bahwa tanda-tanda normal infeksi
menghambat kemampuan untuk melawan
(kemerahan,pus,inflamasi,hangat)
infeksi dan dapat menutupi munculnya tanda-
berhubungan dengan kerja SDP, jadi tanda-
tanda infeksi
tanda normal infeksi mungkin tidak ada
3. Pantau TTV meliputi suhu setiap 4 jam dan
lebih sering lagi yang diperlukan
3. Demam atau hipertermi mungkin
mengindikasikan munculnya infeksi pada pasien
4. Pantau semua daerah prosedur invasif granulositopenia
terhadap kemungkinan adanaya tanda infeksi 4. Membantu mengidentifikasi infeksi
5. Anjurkan pasien istirahat

5. Keletihan dapat menekan fungsi imun


6. Ganti balutan setiap hari termasuk pada jalur 6. Mencegah sepsis dan infeksi pada daerah invasif
sentral atau daerah lain
7. Antibiotik dapat menghambat pertumbuhan
bakteri
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogakarta: Mediaction Publishing.

Wijaya, Andra S,. & Putri, Yessie M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai