Anda di halaman 1dari 4

Penyebab terjadinya aflatoksin : Pertumbuhan aflatoksin dipacu oleh kondisi lingkungan dan

iklim, seperti kelembapan, suhu, dan curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti itu biasanya
ditemui di negara tropis seperti Indonesia.

merupakan segolongan senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi) yang dikenal
mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan hewan.

Apa itu aflatoksin : senyawa racun/toksin yang dihasilkan oleh metabolit sekunder
kapang/jamur Aspergillus flavus dan A.parasiticus.

Struktur kimianya

Dari mana sumbernya : metabolit sekunder kapang/jamur Aspergillus flavus dan A.parasiticus.
Bahaya adanya aflatoksin : Masalah yang timbul jika mengonsumsi pangan yang
mengandung aflatoksin

• Keracunan akut (aflatoksikosis), dengan gejala mual, muntah, kerusakan hati hingga
kematian pada kasus serius
• Perkembangan anak dan pertumbuhan janin terganggu
• Metabolisme protein terganggu
• Kekebalan tubuh menurun
• Kanker hati (Hepatocellular carcinoma (HCC) )

Dikadar berapa terjadinya bahaya aflatosin : Jepang telah menetapkan kadar aflatoksin sebagai salah
satu kriteria mutu untuk
kacang tanah dan produk olahannya dengan batasan 0-20 ppb (Goto, 1990 dalam
Ginting et al., 2005). WHO/FAO menetapkan kadar aflatoksin dengan batasan 30
ppb dan Departemen Kesehatan RI menetapkan 20 ppb untuk aflatoksin B1 dan
total aflatoksin 35 ppb pada tahun 2002 (Dharmaputra et al., 1989; Rahmianna
dan Taufiq, 2003 dalam Ginting et al., 2005).

Indentifikasi :

Uji aflatoksin B1 secara kualitatif maupun kuantitatif


dengan RIDA Screen ELISA Kit
Untuk ekstraksi sampel, 5 g petis dilarutkan dalam 25
mL metanol 70% kemudian disentrifus selama 3 menit dan
saring. Untuk analisis dengan kit ini, 1 mL filtrat diencerkan
dalam 1 mL akuabides. Sebanyak 50 uL standard aflatoksin
maupun 50 uL sampel petis yang telah diekstraksi ditambah
dengan 50 uL antibodi, dibubuhi conjugate dan
diinkubasikan selama 10 menit pada suhu kamar dalam
gelap. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 uL dan
dihomogenkan. Pembacaan dilakukan pada resapan
dengan panjang gelombang 450 nm.

Penentuan kadar :
Penelitian ini dilakukan untuk identifikasi dan penetapan kadar
cemaran aflatoksin dalam makanan yang mengandung kacang tanah dan
kacang kedelai secara KLT densitometri, menggunakan fase diam lempeng
KLT silika gel 60 GF254 dan fase gerak kloroform-etil asetat (7:3) dengan
deteksi fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 354 nm. Hasil dari
pembuatan kurva kalibrasi aflatoksin B1 (AFB1) dan aflatoksin G1 (AFG1)
antara 10-100 ppb; batas deteksi AFB1 dan AFG1 masing-masing 2,93 ppb
dan 4,77 ppb.Penerapan metode ini pada sembilan macam sampel yang
mengandung kacang tanah dan kacang kedelai menunjukkan hasil positif
AFB1 pada delapan sampel dengan kadar 1-4 ppb dan satu sampel yang
positif AFB1 dan AFG1, dengan kadar AFG1 4,43 ppb.

Anda mungkin juga menyukai