Konseling adalah usaha untuk menimbulkan perubahan tingkah laku secara sukarela pada diri
klien (klien ingin mengubah tingkah lakunya dan meminta bantuan kepada konselor). Maksud
dan tujuan konseling adalah menyediakan kondisi-kondisi yang memudahkan terjadinya
perubahan secara sukarela (kondisi yang memberi hak individu untuk membuat perilaku, untuk
tidak tergantung pada pembimbing). Usaha-usaha untuk memudahkan terjadinya perubahan
tingkah laku dilakukan melalui wawancara (walaupun konseling selalu dilakukan dalam
wawancara, tetapi tidak semua wawancara dapat diartikan sebagai konseling). Mendengarkan
merupakan suatu hal yang berada dalam konseling tetapi tidak semua konseling adalah
mendengarkan. Konseling dilaksanakan dalam suasana hubungan pribadi antara konselor, dan
klien. Hasil pembicaraan itu bersifat rahasia. Lebih jauh Pietrofesa (Nurihsan, 2001 : 12)
menunjukkan sejumlah ciri-ciri konseling professional sebagai berikut.
1) Konseling merupakan suatu hubungan professional yang diadakan oleh seorang konselor yang
sudah dilatih untuk pekerjaannya itu.
2) Dalam hubungan yang bersifat professional itu, klien mempelajari keterampilan pengambilan
keputusan, pemecahan masalah, serta tingkah laku atau sikap-sikap baru.
Tujuan Konseling Sejalan dengan perkembangan konsepsi bimbingan dan konseling, maka
tujuan konseling pun mengalami perubahan, dari yang sederhana sampai ke yang lebih
komprehensif. Tujuan konseling dapat terentang dari sekadar klien mengikuti kemauan-kemauan
konselor sampai pada masalah pengambilan keputusan, pengembangan kesadaran,
pengembangan pribadi, penyembuhan, dan penerimaan diri sendiri. (Thompson & Rudolf dalam
Priyatno & Amti, 1994 : 114) Moh. Surya (1988 : ) mengungkapkan bahwa tujuan dari konseling
adalah:
a) perubahan perilaku
Hampir semua pernyataan tentang konseling menyatakan bahwa tujuan konseling ialah
menghasilkan perubahan pada perilaku yang memungkinkan klien hidup lebih produktif.
Rogers (Shertzer & Stone, 1980) menunjukkan bahwa salah satu hasil konseling adalah
bahwa pengalaman-pengalaman tidak dirasa menakutkan, kecemasan berkurang, cita-
citanya nampak lebih harmonis dengan persepsi tentang dirinya dan nampak lebih
berhasil. Ia lebih dapat menyesuaikan diri dan realistik terhadap kehidupan.
Salah satu tujuan konseling adalah pemeliharaan dan pencapaian kesehatan mental yang
positif. Jika hal itu tercapai maka individu akan mencapai integrasi, penyesuaian, dan
identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia belajar menerima tanggung jawab, berdiri
sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku. Thorne (Shertzer & Stone, 1980) mengatakan
bahwa tujuan utama konseling adalah menjaga kesehatan mental dengan mencegah atau
membawa ketidakmampuan menyesuaikan diri atau gangguan mental. Sedangkan
Patterson menyatakan bahwa karena tujuan konseling adalah pemeliharaan, pemulihan
kesehatan mental yang baik atau harga diri, maka situasi konseling haruslah ditandai
dengan tidak adanya ancaman.
c) pemecahan masalah
d) keefektivan personal
Erat hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan mental yang baik dan perubahan
tingkah laku adalah tujuan meningkatkan keefektifan personal. Blocher (Shertzer &
Stone, 1980) memberikan batasan pribadi yang efektif sebagai berikut.Pribadi yang
efektif adalah yang sanggup memperhitungkan diri, waktu dan tenaganya, dan bersedia
memikul resiko-resiko ekonomis, psikologis dan fisik. Ia nampak memiliki kompetensi
untuk mengenal, mendefinisikan dan memecahkan masalah-masalah. Ia nampak agak
konsisten terhadap dan dalam situasi perananannya yang khas. Ia nampak sanggup
berfikir secara berbeda dan orisinil, yaitu dengan cara-cara yang kreatif. Akhirnya ia
sanggup mengontrol dorongan-dorongan dan memberikan respons-respons yang layak
terhadap frustasi, permasalahan, dan ambiguitas.
Pengambilan keputusan Bukan tugas konselor untuk menentukan keputusan yang harus
diambil oleh klien atau memilihkan alternatif tindakan baginya. Justru konseling harus
memungkinkan individu mengambil keputusan-keputusan dalam hal-hal yang sangat
penting bagi dirinya dan ia harus tahu mengapa dan bagaimana cara ia melakukannya. Ia
belajar mengestimasi konsekuensikonsekuensi yang mungkin terjadi. Ia juga belajar
memperhatikan nilai-nilai dan ikut mempertimbangkan nilai-nilai yang dianutnya secara
sadar dalam pengambilan keputusan. Adapun Myers (Priyatno & Anti, 1994 : 114)
mengemukakan bahwa pengembangan yang mengacu pada perubahan positif pada
individu merupakan tujuan dari semua upaya bimbingan dan konseling.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome. Acquired artinya didapat,
bukan penyakit keturunan; Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Deficiency artinya
kekurangan; sedangkan Syndrome adalah kumpulan gejala.Orang yang terinfeksi HIV ataupun
orang yang sudah menderita AIDS disebut ODHA (orang dengan HIV/AIDS) (Djoerban, 2001).
HIV dapat menular melalui aktifitas seksual beresiko, diantaranya perilaku anal seks maupun
oral seks. Selain itu,transfusi darah, penggunaan jarum suntik bersamaan, transmisi perinatal,
serta menyusui dapat menjadi sumber penularan (WHO, 2014).
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu penyakit yaitu sumber
infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang rentan, tempat keluar bakteri dan tempat
masuknya bakteri (port ’d entree). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
lymfosit T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati
diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan menularkan
kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkannya
diantaranya semen (cairan sperma), cairan vagina atau serviks, dan darah penderita. Banyak cara
yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara penularan HIV yang
diketahui adalah melalui:
a. Transmisi seksual
Ada dua yaitu transmisi parental yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya
(alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalahgunaan narkotik suntik yang
menggunakan jarum suntik yang tercemar secara bersama-sama. Dapat juga terjadi melalui
jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan. Sedangkan transmisi transplasental yaitu
penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak mempunyai risiko sebesar 50%.
Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan, dan sewaktu menyusui. Penularan melalui
Air Susu Ibu (ASI) termasuk penularan dengan risiko rendah. Selain itu juga penularan
HIV/AIDS dapat melalui transfusi darah/produk darah yang sudah tercemar (Zein, 2007).
Populasi Kunci terdiri dari Pekerja seks, pengguna narkoba suntik, waria, lelaki seks dengan
lelaki dan transgender. Populasi beresiko terdiri warga binaan pemasyarakatan, ibu hamil, pasien
TB, kaum migran, pelanggan pekerja seks dan pasangan ODHA. Sedangkan, kelompok minor
adalah mereka yang belum dewasa, anak dan mereka yang masih terbatas kemampuan berpikir
dan menimbang (KEMENKES, 2014).
Seseorang dengan HIV dikatakan memiliki AIDS, apabila di dalam tubuhnya telah berkembang
infeksi oportunistik tertentu atau tumor. Infeksi oportunistik yang ditetapkan sebagai akibat dari
AIDS, secara khusus terdaftar di dalam pengertian resmi dari AIDS menurut The Center for
Disease Control (CDC) di Amerika. Mereka menggolongkan sebagai berikut: