Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIK ISLAM SEBAGAI BUDAYA DAN

MEKANISME SOCIAL

Mohamad Nor Khakhim


Kelas F/Semester I/Pendidikan Agama Islam
e-mail: m.nurhakim9a@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan


mengenai pendidik islam sebagai budaya dan mekanisme social. Metode yang
digunakan dalam penelitian kali ini yaitu penelitian library research. Data
penelitian ini merujuk pada beberapa buku dan jurnal yang membahas tentang
pendidik islam sebagai budaya dan mekanisme social. Penelitian ini dianalisis
dengan menggunakan teknik deskriptif dengan pola pikir induktif. Berdasarkan
hasil penelitian tentang pendidik islam sebagai budaya dan mekanisme social
maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Pembiasaan menjadi hal penting untuk
menunjang upaya pengembangan pendidik menjadi budaya agama disekolah,
karena pembiasaan merupakan hasil dari proses latian terus menerus sehingga
menjadi budaya agama di sekolah tersebut yang akan berimplikasi positif terhadap
terwujudnya tujuan pendidikan yakni mewujudkan manusia yang beargama dan
berakhlak mulia, yaitu manusia berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas
sekolah. 2) Usaha pendidik islam untuk mengembangkan budaya dan mekanisme
social bukan hanya ditentukan oleh individual atau berkat interaksi peserta didik
dan endidik dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga oleh interaksi peserta
didik dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya
didalam maupun diluar sekolah.
Kata kunci: pendidik, islam, budaya, sosial

ISLAMIC EDUCATION AS A CULTURE AND


SOCIAL MECHANISM

Abstract: This research was conducted with the aim to provide knowledge about
Islamic educators as a cultural and social mechanism. The method used in this
research is library research. This research data refers to several books and journals
that discuss Islamic educators as a cultural and social mechanism. This research
was analyzed using descriptive techniques with inductive thought patterns. Based
on the results of research on Islamic educators as a cultural and social mechanism,
it can be concluded that: 1) Habituation is important to support efforts to develop
educators in the culture of religion in schools, because habituation is the result of
continuous training so that it becomes a religious culture in the school that will
have positive implications for the realization of educational goals, namely

1
realizing human beings of high quality and noble character, namely
knowledgeable humans , diligent in worship, intelligent, productive, honest, fair,
ethical, disciplined, tolerant (tasamuh), maintain personal and social harmony and
develop religious culture in the school community. 2) The effort of Islamic
educators to develop cultural and social mechanisms is not only determined by the
individual or thanks to the interaction of students and educators in the teaching
and learning process, but also by the interaction of students with their social
environment in various social situations that they face inside and outside school.

Keywords: educator, Islam, culture, social

PENDAHULUAN

Secara sosiologi pendidikan adalah sebuah warisan budaya dari generasi


kegenerasi, agar kehidupan masyarakat berkelanjutan, dan identitas masyarakat
itu tetap terpelihara. Sosial budaya merupakan bagian hidup manusia yang paling
dekat kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap kegiatan manusia tidak terlepas
dari unsur sosial budaya. Implementasi budaya agama di sekolah sekaligus
sebagai solusi dari problematika adanya tantangan alam dan respon masyarakat.
Dinamika lembaga pendidikan memberikan kesempatan pendidik islam untuk
mengembangkan budaya. Usaha pendidik islam untuk mengembangkan budaya
dan mekanisme social bukan hanya ditentukan oleh individual atau berkat
interaksi peserta didik dan endidik dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga
oleh interaksi peserta didik dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi
sosial yang dihadapinya didalam maupun diluar sekolah. Oleh karena itu sudah
sewajarnya seorang pendidik harus berusaha menganalisa lapangan pendidikan
dari segi sosiologi, mengenai hubungan antara manusiawi dalam keluarga di
sekolah, diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya.

Era globalisasi telah mewarnai seluruh aspek dunia pendidikan. Saat ini
wajah dunia pendidikan kita telah mengalami perubahan cepat dan signifikan.
Berbagai corak perubahan pada aspek pendidikan tersebut terjadi karena dipicu
oleh ilmu-ilmu pendidikan modern, perkembangan sains dan teknologi, maupun
akibat perubahan masyarakat itu sendiri. Globalisasi telah menuntut para
pendidik, pakari, pemerhati dan pengelola dunia pendidikan untuk menciptakan
terobosan-terobosan baru yang dapat mengikuti perubahan tatanan kehidupan

2
masyarakat saat ini(Khozin, 2006:259).Konsekwensi dari perkembangan dan
perubahan yang terjadi pada era globalisisi ini, institusi penyelenggara pendidikan
dituntut untuk melakukan pengembangan-pengembangan dalam hal pembelajaran
yang kreatif dan inovatif, sehingga menghasilkan model pembelajaran yang
berdampak positif bagi kemajuan lembaga pendidikan yang dikelola.

Melalui pendidik terjadi proses sosialisasi dan transmisi pengetahuan,


nilai-nilai budaya, kebiasaan, dan suatu pandangan hidup yang berlaku pada
masyarakat selain siswa. Sekolah menjadi area yang berfungsi untuk mewariskan
budaya-budaya dominan yang menjadi pola panutan bagi masyarakat. Sekolah
juga menjadi kontrol sosial yang bertugas melanggengkan atau mempertahankan
tatanan sosial dan tradisi yang sudah mapan guna melestarikan kembali sistem
struktur sosial yang telah ada.

Hakekat pendidikan islam adalah usaha orang dewasa Muslim yang


bertaqwa sacara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (potensi dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik
maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan secara teoritis
mengandung pengaturan pengertian “memberi makna” kepada jiwa anak didik
sehingga mendapatkan kepuasan rohaniyah, juga sering diartikan dengan
“menumbuhkan” kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada
pertumbuhan sesuai dengan ajaran islam, maka harus proses melalui kelembagaan
maupun melalui sitim kurikuler. Esensi dari pada potensi dinamis dalam setiap
diri manusia terletak pada keimanan/keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak
(moralitas) serta pengamalanya (al-Jamaly, 1967: 85).

Pendidik yang baik adalah pendidik yang mampu memenuhi unsur-unsur


kebudayaan dalam masyarakat. Ada beberapa unsur yang harus ada dalam
pendidik agar mampu mencetak generasi yang berkebudayaan baik dan maju.
Seperti kejujuran, politik demokratis, individu yang mempunyai keterampilan
agar siap untuk bekerja, individu yang mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta individu yang taat beragama namun tetap toleransi terhadap
orang lain.

3
METODE

Metode dalam penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (library


research), karena tujuan penelitian ini hendak menjelaskan pendidik islam dalam
budaya dan mekanisme sosial. Penelitian dilaksanakan pada 1 s.d 9 Desember
2019.

Banyak orang beranggapan bahwa penelitian perpustakaan itu adalah


membaca dan mempelajari buku-buku kemudian disimpulkan. Tidak perlu
meneliti, baca saja sejumlah buku yang berhubungan dengan ojek penelitian kita,
maka taulah kita apa hasilnya (Khatibah, 2011: 38) Study kepustakaan dapat
diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpula data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian (Zed, 2008: 3). Sedangkan pada sumber lain menjelaskan bahwa
penelitian kepustakaan adalah jenis penelitian yang dilakukan dengan membaca
buku-buku atau majalah dan sumber data lainnya untuk menghimpun data dari
berbagai literatur, baik perpustakaan maupun di tempat-tempat lain.

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan beberapa tahapan.


Pertama, mengumpulkan bahan yang akan digunakan penelitian, data yang
diperlukan adalah buku, jurnal, hasil laporan penelitian resmi, ataupun literatur
lain yang mendukung tema penelitian ini. Kedua, membaca bahan-bahan yang
telah dikumpulkan. Dalam kegiatan membaca ini penulis membaca bahan
penelitian secara mendalam sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang terkait
dengan judul penelitian. Ketiga, tahap ketiga ini merupakan tahap yang paling
penting yaitu tahap pencatatan penelitian. Melalui kegiatan membaca selanjutnya
kan ditarik kesimpulan untuk membuat laporan. Keempat, mengolah catatan
penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan karena pendidikan adalah


upaya memberikan pengetahuan dasar sebagai bekal hidup. Pengetahuan dasar
untuk bekal hidup yang dimaksudkan adalah kebudayaan. Pendidikan bertujuan

4
membentuk manusia agar dapat menunjukkan perilakunya sebagai makhluk yang
berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan dalam upaya mempertahahankan kelangsungan hidup.
Pendidikan berbasis budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat
untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan
yang berubah-ubah dan semakin berat. Selain itu pendidikan memberikan jawaban
dan solusi atas penciptaan budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat sesuai
dengan tata nilai dan sistem yang berlaku di dalamnya.

Kecerdasan
K Terbebtuk
Emosional Budaya

Gambar 1. Proses terbentuknya pendidik islam sebagai budaya

Memberikan pengetahuan dan keterampilan


kepada individu

Menambah kemapuan berkomunikasi,


Pendidik islam sebagai mengembangkan kemampuan menulis,
budaya membaca, dan bercerita

Membantu pengendalian fungsi-fungsi organik


melalui latihan-latihan mawas diri

Membiasakan individu dengan nilai-nilai dan


norma-norma yang ada dalam masyarakat

Gambar 2. Peran pendidik islam sebagai budaya

Proses pendidikan agama Islam disebut sebagai proses pembudayaan


karena melalui pendidikan tersebut, peserta didik menerima nilai-nilai Islam yang
pada akhirnya membangun pola tindakan (pattern for behaviour) sebagai pijakan
dalam berbudaya (Mudjahirin, 2007). Proses pendidikan sebagai gejala
pembudayaan memang tidak mudah untuk dibangun pada setiap individu maupun

5
kelompok karena dalam prosesnya banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor
tersebut terkait dengan realitas social yang bersifat subjektif yang dimiliki oleh
individu-individu dan realitas objektif di luar individu yang mempunyai pengaruh
kuat (Zubaedi, 2011: 198). Oleh karena itu dalam proses pendidikan agama Islam
sebagai proses pembudayaan haruslah diperhatikan latar social-budaya dari
peserta didik.

Dalam proses pendidikan, pendidik tidak hanya menjalankan fungsi alih


ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), tetapi juga berfungsi untuk
menanamkan nilai (value) serta membangun karakter (character building) peserta
didik secara berkelanjutan dan berkesinambungan. Pendidik mempunyai tanggung
jawab sebagai model yang harus memiliki nilai-nilai moral dan selalu
memanfaatkan kesempatan untuk mempengaruhi dan mengajak peserta didiknya.
Dalam hal ini guru atau pendidik yang berada di lingkungan sekolah atau
madrasah hendaknya mampu menjadi suri tauladan atau uswatun khasanah
terhadap semua peserta didiknya.

Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan, atau


mentranmisi kebudayaan, diantaranya nilai-nilai nenek moyang kepada generasi
muda (Nasution, 1983). Sekolah juga turut mendidik generasi muda agar hidup
dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang cepat akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini sekolah merupakan
“agent of change”, lembaga pengubah. Sekolah mempunyai fungsi transformative.
Setidaknya sekolah harus dapat mengikuti laju perkembangan agar bangsa jangan
ketinggalan dalam kemampuan dan pengetahuan dibanding dengan bangsa-bangsa
lain.

Berbicara tentang budaya sekolah mengajak seseorang untuk mendudukan


sekolah sebagai suatu organisasi yang di dalamnya terdapat individu – individu
yang memiliki hubungan dan tujuan bersama. Tujuan ini diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan – kebutuhan individu –individu atau memenuhi pihak –
pihak yang berkepentingan (stakeholders). Budaya sekolah merupakan perpaduan
nilai – nilai, keyakinan, asumsi, pemahaman dan harapan – harapan yang diyakini

6
oleh warga sekolah serta dijadikan pedoman bagi perilaku dan pemecahan
masalah (internal dan eksternal) yang mereka hadapi. Dengan perkataan lain,
budaya sekolah merupakan semangat, sikap dan perilaku pihak – pihak yang
terkait dengan sekolah atau pola perilaku serta kebiasaan – kebiasaan yang
dilakukan oleh warga sekolah secara konsisten dalam menyelesaikan berbagai
masalah.

Strategi untuk mewujudkan hal tersebut dapat ditempuh melalui beberapa


cara. Pembiasaan menjadi hal penting untuk menunjang upaya pengembangan
pendidik menjadi budaya agama disekolah, karena pembiasaan merupakan hasil
dari proses latian terus menerus sehingga menjadi budaya agama di sekolah
tersebut yang akan berimplikasi positif terhadap terwujudnya tujuan pendidikan
yakni mewujudkan manusia yang beargama dan berakhlak mulia, yaitu manusia
berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin,
bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta
mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.

Proses pembudayaan yang mana dilakukan melalui sistem pendidikan


pada dasarnya bertujuan untuk mewariskan kebudayaan masyarakat itu sendiri.
Jika kebudayaan yang telah ada tidak mampu untuk kita pertahankan maka
kebudayaan tersebut mudah hilang apalagi sekarang zaman sudah berkembang
menjadi zaman yang merubah masyarakat didalamnya tidak lagi dapat mengenal
pelbagai hal yang terkait dengan pengetahuan berbagai kebudayaan atau tradisi
dari suku bangsa mereka sendiri. Misalnya, banyak sekali anak-anak Indonesia
yang menyanyikan lagu bergenre pop, barat, atau korea (K-pop) yang mayoritas
makna dari berbagai lagu-lagu tersebut adalah mengenai percintaan orang
dewasa,mereka tidak mau menyanyikan lagu anak-anak sesuai usia mereka
sendiri. Sehingga kondisi yang lebih memprihatinkan ialah banyak dari mereka
yang tidak hafal lagu-lagu anak-anak yang memang pantas dinyanyikan saat usia
mereka sedang berkembang, kemudian mereka bahkan tidak  hafal nama
pemimpin (presiden dan wakil presiden) maupun para tokoh yang bertugas dalam
pemerintahan khususnya di Indonesia (Muhammad Munif; 2016: 6). Dampak

7
yang ditimbulkan adalah hilangnya rasa cinta tanah air yang merupakan sikap
bentuk kesetiaan atau penghargaan atas kebudayaan yang ada di suku bangsa
mereka sendiri . Hal ini terjadi karena seringnya mereka menonton tv dan
mendengarkan lagu-lagu orang dewasa melalui gadget ayah atau ibunya yang
terdapat di menu musik pada gadget tersebut.

Pengembangan budaya agama dalam komunitas madrasah/sekolah berarti


bagaimana mengembangkan agama islam di madrasah sebagai pijakan nilai,
semangat, sikap, dan perilaku bagi para aktormadrasah, guru dan tenaga
kependidikan lainnya, orang tua murid, dan peserta didik itu sendiri(Muhaimin,
2008:133).Pelaksanaan budaya religius di sekolah mempunyai landasan kokoh
yang normatif religius maupun konstitusional sehingga tidak ada alasan bagi
sekolah untuk mengelak dari usaha tersebut (Muhaimin, 2003:23).Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan agama yang diwujudkan dalam membangun budaya
religius di berbagai jenjang pendidikan, patut untuk dilaksanakan. Karena dengan
tertanamnya nilai-nilai budaya religius pada diri siswa akan memperkokoh
imannya dan aplikasinya nilai-nilai keislaman tersebut dapat tercipta dari
lingkungan di sekolah. Untuk itu membangun budaya religius sangat penting dan
akan mempengaruhi sikap, sifat dan tindakan siswa secara tidak langsung (Bakri,
2010:46).

SIMPULAN

1. Pendidik adalah bagian dari kebudayaan. Bila pendidik berakhlaq mulia maka
peserta didik dapat mengikutinya yang kemudian menjadi kebiasaan atauy
budaya dalam lembaga pendidikan tersebut. Sekolah/madrasah sebagai salah
satu dari tempat enkulturasi suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan
masukan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Dapat dituliskan bahwa
Hubungan antara pendidik islam dan dengan budaya dan mekanisme social
adalah: Pendidik membentuk atau menciptakan kebudayaan, pendidik
melestarikan kebudayaan, dan pendidik menggunakan kebudayaan.

8
2. Dalam melakukan proses pembudayaan nilai agar terbentuk menjadi karakter
lembaga pendidikan dapat melakukan pembiasaan melalui beberapa kegiatan.
Pembiasaan dapat dilakukan melalui interaksi sosial antar warga sekolah
(lembaga pendidikan). Pembiasaan yang telah mengakar menjadi pembudayaan
harus dijaga dengan kontrol yang dilakukan oleh lembaga pendidikan

3. Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan tidak hanya didukung oleh


lengkapnya sarana dan prasarana, guru yang berkualitas ataupun input siswa
yang baik, tetapi budaya sekolah sangat berperan terhadap peningkatan
keefektifan sekolah. Budaya sekolah merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah
yang memberikan makna terhadap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, jika
budaya sekolah lemah, maka ia tidak kondusif bagi pembentukan sekolah
efektif. Sebaliknya budaya sekolah kuat maka akan menjadi fasilitator bagi
peningkatan sekolah efektif.
4. Pendidik yang tidak menguasai aspek sosial budaya dalam mendidik peserta
didik, tidak akan mungkin menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Oleh
karena itu, agar menghasilkan peserta didik yang berkulitas, guru/pendidik harus
menguasai dan menyadari bahwa aspek sosial budaya sangat berpengaruh dan
berperan penting terhadap jalannya proses pendidikan.
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan naskah jurnal ini, penulis banyak mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada Prof. H. Maftukhin, M. Ag selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian mandiri
ini dan mengizinkan kami memakai semua fasilitas untuk menunjang kelancaran
proses pembuatan naskah jurnal ini; secara khusus terima kasih kepada Dr. Hj.
Binti Maunah, M. Pd. I. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
sekaligus Dosen Pembimbing mata Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam yang
ikhlas dan tulus, serta berkonstribusi dalam membimbing kami dalam
membimbing kami dalam pembuatan naskah jurnal ini sehingga layak sebagai

9
karya ilmiah; dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
penelitian ini sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Az-Zafi, Ashif. 2017. “Tranformasi Budaya melalui Lembaga Pendidikan


(Pembudayaan dalam Pembentukan Karakter)”. Jurnal
Soshiohumaniora. Vol. 3, No. 2. Hal. 7.

Efendi, Nur. 2017. Islamic Educal Socioogy. Depok: Rumah Media.

Kholiq, Abdul. 2015. “Pendidikan Agama Islam dalam Kebudayaan Masyarakat


Kalang”. Jurnal At-Taqaddum. Vol. 7 No. 1. Hal 1-3.

Maunah, Binti. 2014. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

2010. “Pendidikan Islam dalam Tantangan dan hambatan”. Jurnal


Ta’alum. Vol. 20, No. 1. Hal 34-46.

Munif, Muhammad. 2016. “Pengembangan pendidikan Agama Islam sebagai


Budaya Sekolah”. Jurnal Pendidikan. Vol. 3. No. 2. Hal 6-7

10

Anda mungkin juga menyukai