Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di zona khatulistiwa (tropik) dan
terkenal mempunyai kekayaan alam dengan beranekaragam jenis tumbuhan, tetapi potensi ini
belum seluruhnya dimanfaatkan sebagai bahan industri khususnya tumbuhan berkasiat obat.
Masyarakat Indonesia secara turun-temurun telah memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan untuk
bahan obat tradisional baik sebagai tindakan pencegahan maupun pengobatan terhadap berbagai
jenis penyakit. Pemanfaatan tumbuhan obat tradisional akan terus berlangsung terutama sebagai
obat alternatif, hal ini terlihat pada masyarakat daerah yang sulit dijangkau oleh fasilitas kesehatan
modern. Dalam masa krisis ekonomi seperti saat ini, penggunaan obat tradisional lebih
menguntungkan karena relatif lebih mudah didapat, lebih murah dan dapat diramu sendiri, selain itu
bahan bakunya dapat ditanam di halaman rumah sebagai penghias taman ataupun peneduh
halaman rumah (Sulianti et al, 2005). 

Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas peran
penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah
senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer. Umumnya dihasilkan oleh tumbuhan tingkat tinggi,
yang bukan merupakan senyawa penentu kelangsungan hidup secara langsung, tetapi lebih sebagai
hasil mekanisme pertahanan diri organisma. Aktivitas biologi tanaman dipengaruhi oleh jenis
metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Aktivitas biologi ditentukan pula oleh struktur
kimia dari senyawa. Unit struktur atau gugus molekul mempengaruhi aktivitas biologi karena
berkaitan dengan mekanisme kerja senyawa terhadap reseptor di dalam tubuh (Lisdawati et al.,
2007).

Pada tahun – tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah  berkembang menjadi
suatu disiplin ilmu tersendiri, berada di antara kimia  organik bahan alam dan biokimia tumbuhan,
serta berkaitan erat dengan  keduanya. Bidang perhatiaanya ialah aneka ragam
senyawa organik yang dibentuk  dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur kimianya,
biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya.

Fitokimia | 1
BAB 2
ISI
2.1. Pengertian Fitokimia
Fitokimia berasal dari kata phytochemical . Phyto berarti tumbuhan atau  tanaman dan
chemical sama dengan zat kimia berarti zat kimia yang terdapat  pada tanaman. Senyawa fitokimia
tidak termasuk kedalam zat gizi karena bukan berupa karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral
maupun air. Jadi apakah fitokimia itu? Setiap tumbuhan atau tanaman mengandung sejenis zat
yang  disebut fito kimia, merupakan zat kimia alami yang terdapat di dalam tumbuhan  dan dapat
memberikan rasa, aroma atau warna pada tumbuhan itu. Sampai saat  ini sudah sekitar 30.000 jenis
fitokimia yang ditemukan dan sekitar 10.000 terkandung dalam makanan.

Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang  dibentuk dan


disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,  perubahan dan
metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari  senyawa organik.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas  adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.

2.2. Klasifikasi Fitokimia


Secara garis besar fitokimia diklasifikasikan menurut struktur kimianya  sebagai berikut :

1. Fitokimia karotenoid

Fitokimia karotenoid banyak terdapat pada sayur-sayuran berwarna  kuning-jingga seperti


wortel, labu kuning, sayuran berwarna hijau seperti brokoli  dan buah-buahan berwarna merah
dan kuning jingga seperti pepaya, mangga,  tomat, nenas semangka arbei dll. Beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa zat  karotenoid dapat mencegah kanker, sebagai anti oksidan
dan dapat meningkatkan system imun tubuh.

2. Fitokimia fitosterol

Fitokimia fitosterol banyak ditemukan pada biji-bijian dan hanya sekitar  5% dari fitosterol yang
dapat diserap oleh usus dari makanan kiat. Penelitian  mengungkapkan fitosterol dapat
menurunkan kolesterol dan anti kanker.

3. Fitokimia saponin

Fitokimia saponin banyak terdapat pada kacang-kacangan dan daun-daunan.  Penelitian


mengungkapkan bahwa saponin dapat sebagai anti kanker, anti mikroba, meningkatkan system
imunitas, dan dapat menurunkan kolesterol.

4. Fitokimia glukosinolat

Fitokimia glukosinolat banyak terdapat pada sayur-sayuran seperti kol dan  brokoli. Jika sayuran
dimasak dapat menurunkan kadar glukosinolat sebesar 30-60%. Termasuk dalam glukosinolat ini

Fitokimia | 2
meliputi fitokimia lain seperti isothiosianat,thiosianat dan indol. Peneliti- an menunjukkan bahwa
glukosinolat dapat bersifat anti mikroba, anti kanker dan menurunkan kolesterol.

5. Fitokimia polifenol

Fitokimia polifenol banyak terdapat pada buah-buahan sayur-sayuran hijau  seperti salada dan
pada gandum dll. Penelitian pada hewan dan manusia  menunjukkan polifenol dapat mengatur
kadar gula darah, sebagai anti kanker, antioksidan, anti mikroba, anti inflamasi. Termasuk
polifenol adalah asam fenol dan flavonoid

6. Fitokimia inhibitor protease

Fitokimia inhibitor protease merupakan fitokimia yang banyak terdapat pada biji-bijian dan sereal
seperti padi-padian, gandum dsb, yang dapat membantu kerja enzim dalam system pencernaan
manusia. Dapat sebagai anti oksidan , mencegah kanker dan mengatur kadar gula darah.

7. Fitokimia monoterpen

Fitokimia monoterpen banyak terdapat pada pada tanaman beraroma seperti mentol
(peppermint), biji jintan, seledri, peterseli, rempah-rempah dan sari jeruk. Berkhasiat mencegah
kanker dan anti oksidan.

8. Fitokimia fitoestrogen

Fitokimia fitoestrogen banyak terdapat pada kedelai dan produk kedelei seperti tempe, tahu dan
susu kedelei. Memiliki aktifitas seperti hormon estrogen. Senyawa aktif fitoestrogen terdiri dari
isoflavonoid dan lignan.

9. Fitokimia sulfida

Fitokimia sulfida banyak terdapat pada bawang putih, bawang bombai, bawang merah dan
bawang daun. Senyawa fitokimia aktif pada bawang putih adalah dialil sulfida (allicin). Menurut
peneliti sulfida bekerja sebagai anti kanker, anti oksidan, anti mikroba, meningkatkan daya tahan,
anti radang,  mengatur tekanan darah dan menurunkan kolesterol.

10. Fitokimia asam fitat

Fitokimia asam fitat terdapat pada kacang polong, gandum. Berfungsi sebagai anti oksidan yang
dapat mengikat zat karsinogen dan mengatur kadar gula darah.

Senyawa kimia berdasarkan asal biosintesis, sifat kelarutan, gugus fungsi digolongkan menjadi :

 Senyawa fenol, bersifat hidrofil, biosintesisnya berasal dari asam shikimat


 terpenoid, berasal dari lipid, biosintesisnya berasal dari isopentenil pirofosfat
 asam organik, lipid dan sejenisnya, biosintesisnya berasal dari asetat
 senyawa nitrogen, bersifat basa dan bereaksi positif terhadap ninhidrin ddan dragendorf

Fitokimia | 3
 gula dan turunannya
 makromolekul, umumnya memiliki bobot molekul yang tinggi

Sedangkan berdasarkan biogenesisnya senyawa bahan alam dikelompokkan menjadi :

 Asetogenin : flavonoid, lipid, lignan, dan kuinon


 karbohidra : monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida
 isoprenoid : tepenoid, steroid, karotenoid
 senyawa mengandung nitrogen : alkaloid, asam amino, protein, dan nukleat

2.3. Penapisan Fitokimia


Penapisan fitokimia dilakukan menurut metode Cuiley (1984). Penapisan fitokimia dilakukan
untuk mengetahui komponen kimia pada tumbuhan tersebut secara kualitatif. Misalnya: identifikasi
tannin dilakukan dengan menambahkan 1-2 ml besi (III) klorida pada sari alkohol. Terjadinya warna
biru kehitaman menunjukkan adanya tanin galat sedang warna hijau kehitaman menunjukkan
adanya tanin katekol (Praptiwi et al, 2006).

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi harus mempunyai kepolaran yang berbeda. Hal ini
disebabkan kandungan kimia dari suatu tumbuhan hanya dapat terlarut pada pelarut yang sama
kepolarannya, sehingga suatu golongan senyawa dapat dipisahkan dari senyawa lainnya (Sumarnie
et al, 2005).

Hingga saat ini sudah banyak sekali jenis fitokimia yang ditemukan, saking banyaknya
senyawa fitokimia yang didapatkan maka dilakukan penggolongan senyawa agar memudahkan
dalam mempelajarinya, adapun golongan senyawa fitokimia dapat dibagi sebagai berikut:

(1) Alkaloid, alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan.
Sejumlah sampel dalam mortir, dibasakan dengan ammonia sebanyak 1 mL, kemudian
ditambahkan kloroform dan digerus kuat. Cairan kloroform disaring, filtrat ditempatkan dalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan HCl 2N, campuran dikocok, lalu dibiarkan hingga terjadi
pemisahan. Dalam tabung reaksi terpisah :
Filtrat 1 : sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Dragendorff diteteskan ke dalam filtrat, adanya
alkaloid ditunjukan dengan terbentuknya endapan atau kekeruhan berwarna hingga coklat.
Filtrat 2: sebanyak 1 tetes larutan pereaksi Mayer diteteskan ke dalam filtrat, adanya alkaloid
ditunjukan dengan terbentuknya endapan atau kekeruhan berwarna putih.
Filtrat 3 : sebagai blangko atau kontrol negatif.

(2) Flavonoid, flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam
semua tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan turunan
senyawa induk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan, aglikon
flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom karbon dalam
inti dasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yang
dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Sejumlah sampel digerus dalam mortir dengan sedikit air, pindahkan dalam tabung reaksi,
tambahkan sedikit logam magnesium dan 5 tetes HCl 2N, seluruh campuran dipanaskan selama
5-10 menit. Setelah disaring panas-panas dan filtrat dibiarkan dingin, kepada filtrat ditambahkan

Fitokimia | 4
amil alkohol, lalu dikocok kuat-kuat, reaksi positif dengan terbentuknya warna merah pada
lapisan amil alkohol.

(3) Kuinon, senyawa dalam jaringan yang mengalami okisdasi dari bentuk kuinol menjadi kuinon.
Sampel ditambahkan dengan air, dididihkan selama 5 menit kemudian disaring dengan kapas.
Pada filtrat ditambahkan larutan NaOH 1N. Terjadinya warna merah menunjukkan bahwa dalam
bahan uji mengandung senyawa golongan kuinon.

(4) Tanin dan Polifenol, Tanin adalah polifenol tanaman yang berfungsi mengikat dan
mengendapkan protein.. Polifenol alami merupakan metabolit sekunder tanaman tertentu,
termasuk dalam atau menyusun golongan tanin.
Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air panas, dididihkan selama 5 menit kemudian
disaring. Filtrat sebanyak 5 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan pereaksi besi
(III) klorida, timbul warna hiijau biru kehitaman bila ada polifenol dan ditambahkan gelatin akan
timbul endapan putih bila ada tanin.

(5) Saponin, saponin adalah suatu glikosida yang ada pada banyak macam tanaman. Fungsi dalam
tumbuh-tumbuhan tidak diketahui, mungkin sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau
merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan.
Sampel ditambahkan dengan air, didihkan selama 5 menit kemudian kocok dengan kuat. Reaksi
positif ditunjukan dengan adanya busa ± 1 cm, tidak hilang selama 30 detik dan busa tidak hilang
dengan penambahan HCl

(6) TriTerpenoid, TriTerpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan
isoprena dan secara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon yang kebanyakan berupa alcohol,
aldehida atau asam karbohidrat.
Serbuk kulit buah manggis ditambahkan eter, kemudian fase eter diuapkan dalam cawan
penguap hingga kering, pada residu ditetesi pereaksi Lieberman-Burchard. Terbentuknya warna
ungu menunjukkan kandungan triterpenoid sedangkan bila terbentuk warna hijau biru
menunjukan adanya senyawa steroid.

(7) Skrining Senyawa Monoterpenoid dan Seskuiterpenoid, Serbuk simplisia digerus dengan eter,
kemudian dipipet sambil disaring. Filtrat ditempatkan dalam cawan penguap, kemudian
dibiarkan menguap hingga kering. Kepada hasil pengeringan filtrat ditambahkan larutan vanillin
10% dalam asam sulfat pekat. Terjadinya warna-warna menunjukkan adanya senyawa mono dan
seskuiterpenoid (Nurhari, 2010).   

2.4. Ekstraksi
Simplisia dapat digunakan secara langsung atau diolah menjadi suatu bentuk sediaan herbal.
Untuk memudahkan dalam proses produksi sediaan herbal dilakukan suatu proses ekstraksi.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan menggunakan pelarut.
Dengan melalui ekstraksi, zat-zat aktif yang ada dalam simplisia akan terlepas. Terdapat beberapa
istilah yang perlu dietahui berkaitan dengan proses ekstraksi antara lain:

Ekstraktan/menstrum: pelarut/campuran pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi

Fitokimia | 5
Rafinat: sisa/residu dari proses ekstraksi

Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

 Jumlah simplisia yang akan diesktrak

 Derajat kehalusan simplisia : Semakin halus, luas kontak permukaan akan semakin besar
sehingga proses ekstraksi akan lebih optimal.

 Jenis pelarut yang digunakan : Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran
yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang memiliki tingkat
kepolaran yang sama. Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat tiga golongan
pelarut yaitu:
o Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa
yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena
biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari senyawa-senyawa dengan tingkat
kepolaran lebih rendah. Salah satu contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol,
asam asetat.
o Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dibandingkan
dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa
semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut ini adalah: aseton, etil asetat, kloroform
o Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini baik untuk mengekstrak
senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik
untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter

Beberapa syarat-syarat pelarut yang ideal untuk ekstraksi:

 Tidak toksik dan ramah lingkungan


 Mampu mengekstrak semua senyawa dalam simplisia
 Mudah untuk dihilangkan dari ekstrak
 Tidak bereaksi dengan senyawa-senyawa dalam simplisia yang diekstrak
 Murah/ ekonomis

 Lama waktu ekstraksi : Lama ekstraksi akan menentukan banyaknya senyawa-senyawa yang
terambil. Ada waktu saat pelarut/ ekstraktan jenuh. Sehingga tidak pasti, semakin lama
ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang didapatkan.

 Metode ekstraksi, termasuk suhu yang digunakan : Terdapat banyak metode ekstraksi.
Namun secara ringkas dapat dibagi berdasarkan penggunaan panas sehingga ada metode
ekstraksi dengan cara panas, serta tanpa panas. Metode panas digunakan jika senyawa-

Fitokimia | 6
senyawa yang terkandung sudah dipastikan tahan panas. Metode ekstraksi yang
membutuhkan panas antara lain:
o Dekok :Ekstraksi dilakukan dengan solven air pada suhu 90°-95°C selama 30 menit.
o Infus : Hampir sama dengan dekok, namun dilakukan selama 15 menit.
o Refluks : Dilakukan dengan menggunakan alat destilasi, dengan merendam simplisia
dengan pelarut/solven dan memanaskannya hingga suhu tertentu. Pelarut yang
menguap sebagian akan mengembung kembali kemudian masuk ke dalam
campuran simplisia kembali, dan sebagian ada yang menguap.
o Soxhletasi : Mirip dengan refluks, namun menggunakan alat khusus yaitu esktraktor
Soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah dibandingkan dengan refluks. Metode ini
lebih hemat dalam hal pelarut yang digunakan.

Soxhletasi Refluks
o Coque : Penyarian dengan cara menggodok simplisia menggunakan api langsung.
Hasil godokan setelah mendidih dimanfaatkan sebagai obat secara keseluruhan
(termasuk ampas) atau hanya digunakan hasil godokannya saja tanpa menggunakan
ampasnya.
o Seduhan : Dilakukan dengan menggunakan air mendidih, simplisia direndam dengan
menggunakan air panas selama waktu tertentu (5-10 menit) seperti halnya
membuat teh seduhan.

 Metode ekstraksi dingin dilakukan ketika senyawa yang terdapat dalam simplisia tidak tahan
terhadap panas atau belum diketahui tahan atau tidaknya, antara lain:
o Maserasi : Ekstraksi dilakukan dengan cara merendam simplisia selama beberapa
waktu, umumnya 24 jam dalam suatu wadah tertentu dengan menggunakan satu
atau campuran pelarut.
o Perkolasi : Perkolasi merupakan ekstraksi cara dingin dengan mengalirkan pelarut
secara kontinu pada simplisia selama waktu tertentu.

 Proses Ekstraksi
Proses saat ekstraksi menentukan hasil ekstrak. Beberapa proses ekstraksi menghendaki
kondisi yang terlindung dari cahaya, ini terutama pada proses ekstraksi bahan-bahan yang
mengandung kumarin dan kuinon. Ekstraksi bisa dilakukan secara bets per bets atau secara
kontinu. Pada ekstraksi skala industri, umumnya dilakukan secara kontinu. Ekstraksi bisa

Fitokimia | 7
dilakukan secara statik (tanpa pengadukan) atau dengan proses dinamik (dengan
pengadukan).

 Jenis-jenis Ekstrak
Terdapat beberapa jenis ekstrak baik ditinjau dari segi pelarut yang digunakan ataupun hasil
akhir dari ekstrak tersebut.
o Ekstrak air : Menggunakan pelarut air sebagai cairan pengekstraksi. Pelarut air
merupakan pelarut yang mayoritas digunakan dalam proses ekstraksi. Ekstrak yang
dihasilkan dapat langsung digunakan atau diproses kembali seperti melalui
pemekatan atau proses pengeringan.
o Tinktur : Sediaan cari yang dibuat dengan cara maserasai ataupun perkolasi
simplisia. Pelarut yang umum digunakan dalam proses produksi tinktur adalah
etanol. Satu bagian simplisia diekstrak dengan menggunakan 2-10 bagian
menstrum/ekstraktan.
o Ekstrak cair : Bentuk dari ekstrak cair mirip dengan tinktur namun telah melalui
pemekatan hingga diperoleh ekstrak yang sesuai dengan ketentuan farmakope.
o Ekstrak encer : Dikenal sebagai ekstrak tenuis, dibuat seperti halnya ekstrak cair.
Namun kadang masih perlu diproses lebih lanjut.
o Ekstrak kental : Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses
pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab sehingga mudah
untuk ditumbuhi oleh kapang. Pada proses industri ekstrak kental sudah tidak lagi
digunakan, hanya merupakan tahap perantara sebelum diproses kembali menjadi
ekstrak kering
o Ekstrak kering (extract sicca) : Ekstrak kering merupakan ekstrak hasil pemekatan
yang kemudian dilanjutkan ke tahap pengeringan. Prose pengeringan dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu:
 Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa, aerosil
 Menggunakan proses kering beku, proses ini mahal
 Menggunakan proses proses semprot kering atau fluid bed drying
o Ekstrak minyak : Dilakukan dengan cara mensuspensikan simplisia dengan
perbandingan tertentu dalam minyak yang telah dikeringkan, dengan cara seperti
maserasi.
o Oleoresin : Merupakan sediaan yang dibuat dengan cara ekstraksi bahan oleoresin
(mis. Capsicum fructus dan zingiberis rhizom) dengan pelarut tertetu umumnya
etanol.

 Proses Ekstraksi Skala Industri

Terdapat beberapa tahapan dalam proses ekstraksi skala industri, meliputi:

o Penghalusan/ penggilingan simplisia


o Ekstraksi tanaman obat
o Pemurnian ekstrak

Fitokimia | 8
o Pemekatan ekstrak
o Pengeringan ekstrak
o Standardisasi ekstrak
o Pengemasan

o Standardisasi Ekstrak : Ekstrak yang dihasilkan dalam skala industri harus merupakan
ekstrak yang sudah terstandar sesuai dengan ketentuan yang berlaku (mengacu
pada MMI atau kompendia yang lain seperti Farmakope). Komponen standardisasi
ekstrak meliputi :
 Pengujian makro dan mikroskopik untuk identitas
 Pemeriksaan pengotor/ zat asing organik dan anorganik
 Penentuan susut pengeringan dan kandungan air
 Penentuan kadar abu
 Penentuan kadar serat
 Penentian kadar komponen terekstraksi (kadar sari)
 Penentuan kadar bahan aktif/ senyawa penanda
 Penentuan cemaran mikroba dan tidak adanya bakteri patogen
 Pemeriksaan residu pestisida.

 Metode Ekstraksi

Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai macam teknik, antara lain:

o Maserasi
Maserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang
dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-terpotong atau
berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman
tersebut disimpan terlindung cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalis
cahaya atau perubahan warna) dan dikocok berulang-ulang (kira-kira 3 kali sehari).
Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan
4-10 hari. Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya
ekstraksi absolut. Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan
pengekstraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Voight, 1995).

o Perkolasi
Perkolasi dilakukan dalam wadah berbenruk silindris atau kerucut (perkulator) yang
memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan pengekstaksi yang dialirkan
secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara lambat melintasi simplisia
yang umumnya berupa serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan pelarut secara
kontinyu, akan terjadi proses maserasi bertahap banyak. Jika pada maserasi
sederhana tidak terjadi ekstraksi sempurna dari simplisia oleh karena akan terjadi
keseimbangan kosentrasi antara larutan dalam seldengan cairan disekelilingnya,
maka pada perkolasi melalui simplisia bahan pelarut segar perbedaan kosentrasi tadi

Fitokimia | 9
selalu dipertahnkan. Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan
(praktis jumlah bahan yang dapat diekstraksi mencapai 95%) (Voight,1995).

o Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan cara bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam
kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari
gelas yang bekerja kontinyu (perkulator). Wadah gelas yang mengandung kantung
ndiletakkan diantar labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan
dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang
menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet yang
berkodensasi didalamnya. Menetes ketas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar
bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul didalam wadah gelas dan setelah
mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan
demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melaui penguapan bahan pelarut murni
berikutnya (Voight, 1995).

2. 5. Fraksinasi
Fraksinasi adalah suatu proses pemisahan senyawa – senyawa berdasarkan tingkat
kepolaran. Jumlah dan senyawa yang dapat dipisahkan menjadi fraksi berbeda – beda tergantung
pada jenis tumbuhan. Pada prakteknya dalam melakukan fraksinasi digunakan dua metode yaitu
dengan menggunakan corong pisah dan kromatografi kolom.

Corong pemisah atau corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan


dalam ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu campuran antara
dua fase pelarut dengan densitas berbeda yang takcampur.

Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya berupa pelarut
organik lipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroform, atau pun etil asetat. Kebanyakan
pelarut organik berada di atas fase air keculai pelarut yang memiliki atom dari unsur halogen.

Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Ia mempunyai penyumbat
di atasnya dan keran di bawahnya. Corong pemisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat
dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun Teflon. Ukuran corong pemisah
bervariasi antara 50 mL sampai 3 L. Dalam skala industri, corong pemisah bisa berukuran sangat
besar dan dipasang sentrifuge.

Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut dimasukkan ke dalam corong dari
atas dengan corong keran ditutup. Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk
membuat dua fase larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk
melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan agar pemisahan antara
dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini
dipisahkan dengan mengontrol keran corong.

Destilasi bertingkat atau fraksinasi adalah proses pemisahan destilasi ke dalam bagian-
bagian dengan titik didih makin lama makin tinggi yang selanjutnya pemisahan bagian-bagian ini
dimaksudkan untuk destilasi ulang. Destilasi bertingkat merupakan proses pemurnian zat/senyawa
cair dimana zat pencampurnya berupa senyawa cair yang titik didihnya rendah dan tidak berbeda
jauh dengan titik didih senyawa yang akan dimurnikan. Dengan perkataan lain, destilasi ini bertujuan

Fitokimia | 10
untuk memisahkan senyawa-senyawa dari suatu campuran yang komponen-komponennya memiliki
perbedaan titik didih relatif kecil. Destilasi ini digunakan untuk memisahkan campuran aseton-
metanol, karbon tetra klorida-toluen, dll. Pada proses destilasi bertingkat digunakan kolom fraksinasi
yang dipasang pada labu destilasi. Tujuan dari penggunaan kolom ini adalah untuk memisahkan uap
campuran senyawa cair yang titik didihnya hampir sama/tidak begitu berbeda. Sebab dengan adanya
penghalang dalam kolom fraksinasi menyebabkan uap yang titik didihnya sama akan sama-sama
menguap atau senyawa yang titik didihnya rendah akan naik terus hingga akhirnya mengembun dan
turun sebagai destilat, sedangkan senyawa yang titik didihnya lebih tinggi, jika belum mencapai
harga titik didihnya maka senyawa tersebut akan menetes kembali ke dalam labu destilasi, yang
akhirnya jika pemanasan dilanjutkan terus akan mencapai harga titik didihnya. Senyawa tersebut
akan menguap, mengembun dan turun/menetes sebagai destilat.

Macam – macam proses fraksinasi:

a) Proses Fraksinasi Kering (Winterization)


Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan
komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang lain,
namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.

b) Proses Fraksinasi Basah (Wet Fractination)


Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (Wetting
Agent) atau disebut juga proses Hydrophilization atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses
ini sama dengan proses fraksinasi kering.

c) Proses Fraksinasi dengan menggunakan Solvent (pelarut)/ Solvent Fractionation


Ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan
adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya
karena menggunakan bahan pelarut.

d) Proses Fraksinasi dengan Pengembunan (Fractional Condentation)


Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih dari
suatu zat / bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi
pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan
kemurniannya lebih tinggi.

2.6. Kromatografi
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat
dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai
secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.
Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua
cuplikan , dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari
campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakukan dengan cara mengotak-atik langsung
beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah :

 Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan

Fitokimia | 11
 Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus (adsorpsi,
penjerapan)
 Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap (keatsirian)

Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan


menggunakan salah satu dari empat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Keempat teknik kromatografi itu adalah :Kromatografi Kertas (KKt), Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), Kromatografi Gas Cair (KGC) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan dan
keatsirian senyawa yang akan dipisah. KKt dapat digunakan terutama bagi kandungan
tumbuhan yang mudah larut dalam air (karbohidrat, asam amino dan senyawa fenolat), KLT
merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut lipid (lipid,
steroid, karotenoid, kinon sederhana dan klorofil), KGC penggunannya terutama untuk
senyawa atsiri (asam lemak, mono- dan seskuiterpen, hidrokarbon dan senyawa belerang),
cara lain yaitu KCKT, dapat memisahkan kandungan yang keatsiriannya kecil. KCKT adalah
suatu metode yang menggabungkan keefisienan kolom dan kecepatan analisis

KLT Preparatif
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan
perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda
sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (4).
Tujuan: mengisolasi

KLT 2 Dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel ketika komponen-
komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir sama, karenanya nilai Rf juga
hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino. Selain itu, 2 sistem fase gerak yang
sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan sehingga memungkinkan untuk
melakukan pemisahan analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.
Sampel ditotolkan pada lempeng lalu dikembangkan dengan satu sistem fase gerak sehingga
campuran terpisah menurut jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat,
dikeringkan dan diputar 90° dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase
gerak kedua sehingga bercak yang terpisah pada pengembangan pertama terletak dibagian
bawah sepanjang lempeng, lalu dikromatografi lagi.
Tujuan: uji kemurniaan

Fitokimia | 12
Deteksi dengan KLT dapat dilakukan dengan cara:
1.      Sinar tampak
2.      Sinar UV
3.      Pereaksi warna

2.7. Uji Kemurnian Fitokimia


Uji fitokimia dilakukan untuk menentukan golongan senyawa aktif dari ekstrak tumbuhan.
Uji fitokimia yang sering dilakukan yaitu uji polifenol, kuinon, alkaloid, triterpenoid, steroid, saponim
dan flavonoid.

a. Uji polifenol
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan FeCl3. Hasil positif   ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi biru-hitam.
b. Uji kuinon
Ekstrak diteteskan di atas pelat tetes dan ditambah larutan NaOH 2N. Hasil positif ditandai
dengan perubahan warna larutan menjadi merah.
c. Uji alkaloid
Ekstrak ditambah kloroform dan asam sulfat secara berurutan kemudian dikocok. Larutan
didiamkan hingga kloroform dan asam sulfat memisah. Lapisan asam (bagian atas)
diteteskan pada pelat tetes dan diuji dengan reagenWagner (kalium tetraidomerkurat) dan
reagen Dragendorff (kalium tetraidobismutat). Hasil positif ditandai dengan terbentuknya
endapan coklat kemerahan pada reagen Dragendorff dan warna coklat pada reagen Wagner.
d. Uji triterpenoid, steroid dan saponim
Ekstrak diuapkan, ditambah kloroform dan dikocok kuat-kuat. Terbentuknya busa yang stabil
selama 30 menit menandakan adanya saponim dalam Ekstrak. Ekstrak yang sudah ditambah
dengan kloroform, ditambah dengan asam klrida 2N kemudian disaring. Lapisan atas diuji
dengan reagen Liebemann Bucchard. Hasil positif triterpenoid ditandai dengan terbentuknya
warna merah. Sedangkan hasil positif steroid ditandai dengan terbentuknya warna hijau-
biru.
e. Uji flavonoid
Ekstrak diuji dengan tiga jenis ereaksi yang berbeda yaitu NaOH, asam sulfat pekat dan Mg-
HCL. Perubahan warna yang terjadi pada masing-masing pereaksi disesuaikan dengan tabel
reaksi warna flavonoid

2.8. Cara Isolasi Minyak Atsiri


Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) penyulingan
(distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4)
ekstraksi dengan lemak.

 Metode penyulingan
o Penyulingan dengan air

Fitokimia | 13
Pada metode ini, bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung
dengan air mendidih. Bahan dapat mengapung di atas air atau terendam secara
sempurna, tergantung pada berat jenis dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas
model ini yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air mendidih. Oleh karena
itu, sering disebut penyulingan langsung.Penyulingan dengan cara langsung ini dapat
menyebabkan banyaknya rendemen minyak yang hilang (tidak tersuling) dan terjadi
pula penurunan mutu minyak yang diperoleh.
o Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada
prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil
uap tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan
berupa uap jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
o Penyulingan dengan  air dan uap
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas
rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai
permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap
selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang
akan disuling hanya  berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas (Lutony &
Rahmayati, 1994).

 Metode pengepresan
Ekstraksi minyak atsiri dengan cara pengepresan umumnya dilakukan terhadap bahan
berupa biji, buah, atau kulit buah yang memiliki kandungan minyak atsiri yang cukup tinggi.
Akibat tekanan pengepresan, maka sel-sel yang mengandung minyak atsiri akan pecah dan
minyak atsiri akan mengalir ke permukaan bahan. Contohnya minyak atsiri dari kulit jeruk
dapat diperoleh dengan cara ini (Ketaren, 1985).

 Ekstraksi dengan pelarut menguap


Prinsipnya adalah melarutkan minyak atsiri dalam pelarut organik yang mudah menguap.
Ekstraksi dengan pelarut organik pada umumnya digunakan mengekstraksi minyak atsiri
yang mudah rusak oleh pemanasan uap dan air, terutama untuk mengekstraksi minyak atsiri
yang berasal dari bunga misalnya bunga cempaka, melati, mawar, dan kenanga.Pelarut yang
umum digunakan adalah petroleum eter, karbon tetra klorida dan sebagainya (Ketaren,
1985)

 Ekstraksi dengan lemak padat


Proses ini umumnya digunakan untuk mengekstraksi bunga-bungaan, untuk mendapatkan
mutu dan rendeman minyak atsiri yang tinggi. Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu enfleurasi dan maserasi.

Fitokimia | 14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
       Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang  dibentuk dan
disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,  perubahan dan
metabolisme, serta penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari  senyawa organik.
Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas  adalah segala jenis zat kimia atau
nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.

Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat


kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan.
Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang  dibentuk dan disimpan oleh
tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis,  perubahan dan metabolisme, serta penyebaran
secara alami dan fungsi biologis dari  senyawa organik.

Langkah-langkah dalam analisis fitokimia meliputi pemisahan, pemurnian dan identifikasi.


Tahap pemisahan dapat dilakukan dengan kromatografi. Ekstraksi dan Fraksionasi diperuntukan
dalam tahap pemurnian sedangkan uji-uji fitokimia dilakukan untuk identifikasi lebiih lanjut.

Fitokimia | 15
DAFTAR PUSTAKA
Habib. 2014. Cara Isolasi Minyak Atsiri. Available online at
http://farmacyku.blogspot.com/2012/10/cara-isolasi-minyak-atsiri.html

Iskandar, Y., dan Susilawati, Y. 2012. Panduan Praktikum Fitokimia. Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran: Jatinangor.

Lisdawati,Vivi., Sumali Wiryowidagdo., L dan Broto S. Kardono. 2007. “Isolasi Dan Elusidasi Struktur
Senyawa Lignan Dan Asam Lemak Dari Ekstrak Daging Buah Phaleria Macrocarpa”. Jurnal dan Buletin
Penelitian Kesehatan; Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. Vol. 35.

Nurhari, Ogi. 2010. Uji Fitokimia-Terpenoid. Sekolah Tinggi Farmasi: Bandung.

Pipit. 2009. Labu Kuning dan Khasiatnya. Available online at


http://www.kabarinews.com/article/Berita_Indonesia/Kesehatan/Labu_Kuning_dan_Khasiatnya/33
968. [ Diakses pada tanggal 23 Maret 2012]

Praptiwi, Puspa Dewi dan Mindarti Harapini, “Nilai Peroksida Dan Aktivitas Anti Radikal Bebas
Diphenyl Picril Hydrazil Hydrate (Dpph) Ekstrak Metanol Knema laurina”, Majalah farmasi indonesia,
17(1), 32 –36.

Tasbih, Muh. 2011. Fitokimia. Available online at


http://tasbihgen.wordpress.com/2011/11/27/paper-fitokimia/

Thalib, ali. 2012. Fraksinasi. Available online at http://darknessthe.blogspot.com/2012/01/fitokim-


fraksinasi.html

Sarmoko, Maryani, R. TT. Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch). Available online at
http://ccrcfarmasiugm.wordpress.com/ensiklopedia/ensiklopedia-tanaman-anti-kanker/l/labu-
kuning/. [ Diakses pada tanggal 23 Maret 2012]

Sulianti, Sri Budi , Emma Sri Kuncari dan Sofnie M. Chairul. 2005. “Pemeriksaan Farmakognosi Dan
Penapisan Fitokimia Dari Daun Dan Kulit Batang Calophyllum inophyllum dan Calophyllum soulatri”.
B i o d i v e r s i t a s ISSN: 1412-033x Volume 7.

Sumarnie, H.Priyono dan Praptiwi 2005. “Identifikasi Senyawa Kimia Dan Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Piper sp. Asal papua”. Puslit.Biologi-LIPI.

Fitokimia | 16

Anda mungkin juga menyukai