Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6


ANGGI PANGESTI (N1A117042)
FELTA SULINIA (N1A117065)
WENI SEPRILIA NABILA (N1A117068)
DHEA SYAHDINDA PUTRI (N1A117079)
RICKY JOHANES (N1A117137)

KELAS : 5L (KESEHATAN LINGKUNGAN)


DOSEN PENGAMPU :

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JAMBI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufiq, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah Kesehatan Lingkungan tentang “Pengendalian Vektor dengan Pestisida
Space Spraying)” ini kami susun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah APBL.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
memerlukan banyak perbaikan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu drg.
WILIA NOVITA EKA RINI, M.Kes selaku dosen pembimbing dalam
pembuatan makalah ini, serta teman-teman yang telah memberikan bantuan
dan partisipasinya baik dalam bentuk moril maupun materil untuk
keberhasilan dalam penyusunan makalah ini. Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Jambi, Maret 2020

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
D. Manfaat...............................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. Faktor lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan...................................6
B. Pengelolaan Kesling...........................................................................................7
sBAB III.......................................................................................................................13
PENUTUP...................................................................................................................13
A. Kesimpulan.........................................................................................................13
B. Saran....................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keterpencilan secara geografis membawa konsekuensi pada terbatasnya akses
bagi komunitas adat terpencil atas berbagai layanan sosial, ekonomi dan layanan
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan keterpencilan secara
geografis, maka komunitas ini mengalami keterbatasan untuk menjangkau wilayah
lain dalam mendapatkan pemenuhan kebutuhannya. Selain jaraknya yang jauh dan
keterbatasan sarana transportasi, maka komunitas ini memerlukan tenaga ekstra agar
mampu memenuhi kebutuhannya, selain kebutuhan yang tersedia di wilayahnya.
Untuk pemenuhan kebutuhan dasar kategori fisik, dari kebutuhan pangan, sandang
serta kebutuhan harian lainnya, mereka harus menempuh perjalanan dengan jalan
kaki atau menggunakan sarana transportasi yang sederhana dan memerlukan waktu
lama untuk sampai di tempat yang tersedia kebutuhan dasar itu. Demikian juga
pemenuhan kebutuhan dasar psikis, komunitas ini harus melalui akses yang tidak
seperti komunitas di wilayah lain yang lebih mudah menjangkau sumber yang ada,
sedangkan untuk pemenuhan sosial dan spiritual, mungkin komunitas ini dapat
memenuhinya di wilayahnya, yang tentu saja juga masih terbatas, komunitas itu
dinamakan Komunitas Adat Terpencl (KAT).

Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan kelompok sosial budaya yang


secara geografis bertempat tinggal di daerah terpencil di beberapa wilayah
Indonesia. Kondisi tersebut mengakibatkan keterbatasan dalam mengakses berbagai
pelayanan sosial dasar seperti kesehatan, pendidikan, transportasi dan informasi
yang datang dari luar komunitas mereka. Berbagai keterbatasan tersebut
menunjukkan bahwa KAT masih mengalami ketertinggalan dalam bidang
pembangunan kesejahteraan sosial.

Lingkungan budaya akan sangat mempengaruhi tingkah laku manusia,


menghasilkan keragaman berperilaku, termasuk perilaku pola hidup bersih dan

4
sehat. Perilaku hidup sehat masyarakat sangat ditentukan oleh sejauhmana
pemahaman masyarakat tentang perilaku hidup sehat dan manfaatnya. Pola hidup
bersih dan sehat dalam masyarakat merupakan hasil dari proses imitasi secara turun
temurun. Gagasan imitasi pola hidup bersih dan sehat sebagai pendekatan dari
bawah, bottom up, hendak mengatakan bahwa pada setiap masyarakat budaya ada
nilai-nilai substansi yang menjadi kekuatan sehingga masyarakat dapat bertahan
hidup secara turun temurun. Nilai-nilai tersebut dalam perspektif tafsir budaya dapat
dikatakan sebagai kearifan lokal (local wisdom) masyarakat budaya yang berfungsi
untuk memelihara kelangsungan dan pertumbuhan hidup mereka (Gunarsa,2020).
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya pola hidup bersih dan sehat KAT
ini, menurut pendapat penulis adalah bahwa itu semua berpusat pada kurang factor
lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan dan pengelolaan lingkungan
(Suyanto,2015).

B. Rumusan Masalah
Apa saja Faktor Lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan dan
pengelolaan kesehatan lingkungan?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui Faktor
Lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan dan pengelolaan
kesehatan lingkungan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Faktor Lingkungan KAT yang mempengaruhi
kesehatan
b. Untk mengetahui Pengelolaan kesehatan Lingkungan

5
D. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat memahami
tentang Faktor Lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan dan pengelolaan
kesehatan lingkungan

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Factor lingkungan KAT yang mempengaruhi kesehatan

Menurut WHO (1981 dalam Maulana, 2014), sehat sebagai suatu keadaan sempurna
baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Undang-Undang No. 36
tentang kesehatan (2009), menyatakan bahwa kesehatan adalah sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.

Sehat dalam pengertian yang paling luas adalah suatu keadaan yang dinamis dimana
individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal dan eksternal
untuk mempertahankan keadaan kesehatannya. Lingkungan internal terdiri dari beberapa
faktor psikologis, dimensi intelektual, spiritual, serta proses penyakit, dan lingkungan
eksternal terdiri dari variabel lingkungan fisik, hubungan sosial dan ekonomi (Potter &
Perry, 2005).

Kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia. Kesehatan juga merupakan


tanggung jawab bersama, untuk itu perlu diperjuangkan oleh banyak pihak termasuk
komunitas pesantren yang berisiko tinggi untuk terjangkit penyakit. Transmisi yang mudah
ini di antaranya disebabkan oleh tingkat kepadatan dan lingkungan yang kurang memadai.
Bila dilihat dari sisi kesehatan, pada umumnya kondisi kesehatan di lingkungan pesantren
masih memerlukan perhatian dari berbagai pihak terkait, baik dalam aspek akses pelayanan
kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan lingkungannya (Effendi, 2009).

Menurut Hendrik Bloom, ada 4 faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang,
yaitu perilaku, lingkungan, keturunan (herediter), dan pelayanan kesehatan (Effendy &
Nasrul, 1998).

a. Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism yang
bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada

7
manusia itu sendiri. Perilaku manusia itu mempunyai bentengan yang sangat luas,
mencakup berjalan, berbicara, berpakaian, dan sebagainya.Bahkan kegiatan internal sperti
berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia (Effendy & Nasrul, 1998).

1) Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit

Perilaku seseorang terhadap penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon, baik


secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi) penyakit dan rasa sakit yang ada
pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sebagai
sehubungan dengan penyakit dan tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yaitu (Effendy & Nasrul,
1998). Pada masyaratakat KAT (Komunitas Adat Terpencil) menganggap orang yang sakit
itu masih ada hubungannnya dengan roh misis dan penanganan untuk mereka yang sakit
masih menggunakan obatan ttradisional yautu daun-daunan yang ada dihutan.

2) Perilaku terhadap makanan

Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respon seseorang terhadap


makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya (zat gizi), pengolahan makanan, dan sebagainya, sehubungan kebutuhan tubuh
kita (Effendy & Nasrul, 1998). Pada masyarakat KAT pola makan yang mereka makan
yaitu berasal dari lingkungan mereka sendiri yaitu di hutan, tetapi cara pengelolaan yang
mereka lakukan belum tentu bisa dibilang baik dan sehat.

Penerapan perilaku hidup bersih, seperti mencuci tangan sebelum makan dengan air
dan sabun, menyajikan makan dalam keadaan yang tertutup agar tidak dihinggapi serangga,
hidup bersih, seperti mencuci tangan sebelum makan dengan air bersih dan sabun
menyajikan makanan dalam keadaan selalu tertutup agar tidak dihinggapi serangga/lalat,
memasak dengan suhu yang tepat agar kuman mati, mencuci sayur dan buah hingga bersih,
serta menjaga makanan dan minuman agar tidak tercemr oleh logam berat. Penerapan pola
hidup bersih berkaitan dengan bagaimana hygiene sanitasi penyelengaraan makanan
keluarga (Kurniasih et al, 2010).

8
Higiene personal pada saat mengolah makanan sangat diperlukan agar
menghasilkan makanan yang terhindar dari kuman dan terhindar dari efek fatal yaitu
keracunan makanan, seperti:

a) Mencuci tangan sebelum makan dengan air bersih dan sabun

b) Menyajikan makanan dalam keadaan selalu tertutup agar tak dihinggapi


serangga/lalat

c) Memasak makanan dengan suhu yang tepat agar kuman mati

d) Mencuci sayur dan buah hingga bersih, serta

e) Menjaga makanan dan minuman agar tidak tercemar oleh logam berat.

3) Perilaku terhadap lingkungan kesehatan

Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respon


seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini
mencakup (Effendy & Nasrul, 1998):

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat,


dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b) Perilaku sehubungan dengan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene


pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

c) Perilaku sehubungan dengan ruangan yang sehat, meliputi ventilasi, pencahayaan,


lantai dan sebagainya.

b. Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang
optimum sehingga berpengaruh positif pada terwujudnya status kesehatan yang optimal
pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup: perumahan,
pembuangan kotoran manusia, penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan
air kotor (limbah). Adapun yang dimaksud dengan usaha kesehatan lingkungan adalah

9
suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia yang
merupakan media yang baik agar terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang
hidup didalamnya.

Berbicara mengenai lingkungan yang sering kali kita meninjau dari kondisi fisik.
Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya
penyakit. Terjadi penumpukan sampah yang tidak dikelola dengan baik, polusi udara, air
dan tanah juga dapat menjadi penyebab (Effendy & Nasrul, 1998).

Lingkungan adalah agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi
kehidupan dan perkembangan suatu organism (Asmadi. 2008).

Secara umum, lingkungan dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Lingkungan fisik, yaitu lingkungan alamiah yang terdapat di sekitar manusia.


Lingkungan fisik ini meliputi banyak hal, seperti cuaca, musim, keadaan geografis, struktur
geologis, dan lain-lain.

2) Lingkungan non fisik, yaitu lingkungan yang muncul akibat adanya interaksi
antarmanusia. Lingkungan non fisik ini meliputi sosial-budaya, norma, nilai, adat istiadat,
dan lain-lain.

Untuk memahami hubungan lingkungan dengan kesehatan, dapat digunakan model


segitiga yang menjelaskan hubungan antara agens, hopes, dan lingkungan. Agens
merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyakit, seperti faktor biologis, kimiawi,
mekanis, dan psikologis. Penjamu (hopes) adalah semua faktor yang terdapat pada diri
manusia yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit serta perjalanan suatu penyakit.
Faktor tersebut antara lain keturunan, mekanisme pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin,
status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan hidup, dan sebagainya (Asmadi, 2008).

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terutama pada pembentukan perilaku


makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah serta
adanya promosi melalui media elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga
sangat berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan seseorang terhadap

10
makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapat dalam keluarga. Lingkungan
sekolah termasuk di dalamnya para guru, teman sebaya, dan keberadaan tempat jajan sangat
mempengaruhi terbentuknya pola makan, khususnya bagi siswa sekolah. Anak-anak yang
mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari para gurunya didukung oleh
tersedianya kantin dan tempat jajan yang menjual makanan yang sehat akan membentuk
pola makan yang baik pada anak. Sekolah diluar negeri menerapkan kegiatan makan siang
bersama di sekolah. Hal ini akan membentuk pola makan yang positif pada anak, karena
akan dibiasakan memiliki pola makan yang teratur, memenuhi kebutuhan biologis
pencernaan dengan mengkonsumsi makanan bergizi, tidak hanya asal kenyang dengan
jajanan.

c. Keturunan

Secara sederhana, penyakit manusia dapat dibagi ke dalam beberapa kategori, salah satunya
adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor gen. Penyakit ini disebut juga sebagai
penyakit herediter atau keturunan (Asmadi. 2008). Factor yang menjadi KAT selalu tetap
seperti itu yaitu keturunan mereka yang sudah dari nenek moyang mereka susah untuk
dirubah.

d. Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat kesehatan
baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Defenisi
Pelayanan kesehatan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009
(Depkes RI) yang tertuang dalam Undang-Undang Kesehatan tentang kesehatan ialah setiap
upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan, perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat.

Pelayanan yang harus diberikan kepada KAT harus sama dengan pelayanan
masyarakat yang lainnya walaupun mereka termasuk komunitas tertentu tapi harus tetap
pendapatkan pelayanan yang sama dari tenaga kesehatann yang diselenggaran oleh

11
pemerintah. Pemerintah harus lebih peduli terhadap pelayanan yang diberikan kepada
Komunitas Adat Terpencil.

2.2 Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Masyarakat

Kegiatan yang mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan


sendiri hendaknya dilakukan sebagai pendukung dari pengembangan program yang
dilaksanakan. Hal ini diperlukan karena kegiatan ini menyangkut jaminan akses ke
sumber daya, hak untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan, dan hal atas
pendidikan dan pelatihan yang memungkinkan masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan mereka secara berkelanjutan di samping memelihara kelestarian
lingkungan. Terdapat enam kegiatan dalam kaitannya dengan mendukung kreativitas
masyarakat dalam memelihara lingkungan sendiri, seperti berikut (IUCN-UNEP-
WWF, 1991:68-75).

Pertama, menyediakan akses yang terjamin ke sumber-sumber daya bagi kelompok


dan perorangan serta pembagian yang adil dalam pengelolaannya. Untuk itu
diperlukan hak yang sah atas kegiatan yang mereka lakukan, seperti misalnya petani
memiliki hak atas lahan yang digarapnya dalam jangka waktu yang cukup lama,
sehingga mereka dapat mengelola sumber daya lahan tersebut dalam jangka waktu
yang lama.Sumber daya yang dipakai bersama perlu dikelola berdasarkan
kesepakatan di antara semua pihak yang berkepentingan. Masyarakat setempat yang
bergantung pada sumber daya lebih berkepentingan dengan tata pengelolaan yang
diterapkan dibandingkan pihak luar yang tidak terkait langsung.

Kedua, meningkatkan pertukaran informasi, keahlian, dan teknologi. Infromasi


diperlukan masyarakat untuk mengembangkan wawasan kelingkungan dalam
pengelolaan sumber daya yang mereka miliki. Dalam hal ini masyarakat sebagai
penerima informasi perlu dilibatkan, baik dalam penyusunan dan penelaahan data

12
tentang lingkungan setempat. Teknologi yang berwawawasan lingkungan, dalam
pengembangannya akan lebih baik jika melibatkan masyarakat setempat agar sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi setempat, serta memperhatikan peran jender sehingga
efisien, efektif, bemanfa-at, dan perawatannya dapat dilakukan sendiri.

Ketiga, meningkatkan partisipasi dalam konservasi dan pembangunan. Pemerintah


setempat, masyarakat, kalangan dunia usaha, dan kelompok-kelompok lain yang
berkepentingan harus membantu menyusun rencana pembangunan yang akan
dijalankan. Mereka menjadi mitra dalam penentuan kebijaksanaan, program, dan
proyek yang berkaitan dengan mereka itu sendiri. Partisipasi penuh mutlak
diperlukan. Pemerintah harus menjamin bahwa semua kelompok dapat
mengekspresikan dan mempertahankan kepentingan masing-masing. Semua anggota
masyarakat perlu berperan aktif dalam pengeambilan keputusan yang menyangkut
kehidupan mereka, seperti keputusan tentang tata guna serta pengelolaan sumber
daya bersama.
Keempat, mengembangkan pemerintah daerah yang efektif. Pemerintah daerah
merupakan satuan-satuan kunci dalam pemeliharaan lingkungan yang bertanggung
jawab atas perencanaan tata guna lahan, pengendalian pembangunan, penyediaan
air, pengolahan limbah, pelayanan kesehatan, pengangkutan umum, dan pendidikan.
Dalam hal ini pemerintah daerah harus mampu untuk: (1) tanggap terhadap
kebutuhan-kebutuhan warga dalam hal infrastruktur dan pelayanan dan jaminan
penyelenggaraan sistem hukum serta peraturan yang akan melindungi warga dari
pihak lain, (2) mengusahakan pelaksanaan rencana tata guna lahan dan undang-
undang anti pencemaran sesuai dengan standar nasional atau yang lebih tinggi, (3)
menjamin penyediaan air yang aman dan efisien, pengolahan limbah yang dilengkapi
saluran sanitasi, dan pembuangan limbah, (4) mengatur sistem pengangkutan dan
industri lokal yang sesuai dengan standar, (5) memperkuat kegiatan-kegiatan
ekonomi yang berkelanjutan, dan (6) menanamkan dan mempromosikan perbaikan
lingkungan wilayah administratifnya.
Kelima, pemeliharaan lingkungan oleh masyarakat. Pemeliharaan lingkungan oleh

13
masyarakat dilaksanakan atas dasar strategi yang dikembangkan dalam bentuk
tindakan nyata. Masyarakat seyogyanya dilibatkan dalam semua tahapan kegiatan
lingkungan, mulai dari penyusunan sasaran kegiatan sampai kepada pelaksanaan
serta evaluasi keberhasilan kegiatan. Pendekatan dengan cara ini ditujukan agar
semua masukan dari berbagai pihak, termasuk di dalamnya tata nilai, dapat
dipertimbangkan secara adil dalam segala keputusan.
Keenam, menyediakan dukungan keuangan dan teknik untuk kegiatan-kegiatan
lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat. Penyediaan dana dapat dilakukan oleh
kelompok swadaya masyarakat, perusahaan yang berada di lingkungan tempat
tinggal, organisasi non-pemerintah, dan lembaga pelestarian lingkungan hidup.
Perangkat ekonomi dan peraturan seperti konsesi pajak, subsidi, dan jasa produksi
dapat merangsang perbaikan lingkungan. Harga produk yang dibuat dari, atau
menggunakan, sumber daya alam, harus mencerminkan nilai sumber daya
bersangkutan sepenuhnya, dan memberikan imbalan yang wajar kepada masyarakat.
Insentif ekonomi dapat memberikan motivasi kepada masyarakat untuk
menggunakan sumber daya alam secara berkelanjutan dan menjamin bahwa mereka
memperoleh imbalan yang layak.

BAB III

PENUTUP

3.1 kesimpulan

3.2 saran

14
DAFTAR PUSTAKA

Suyanto, B. Mujiyadi. 2015. Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Melalui Pelayaan Terpadu
Dirote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hal. 15-37.

Sagrim Marthen, dkk. 2015. Kearifan Lokal Komunitas Adat Terpencil Suku Taburta Dalam
Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat Berbasis Rumah Tangga. Jurnal MKMI, hal. 218-227.

Gunarsa, S. D. Dasar dan Teori Perkembangan Anak, Jakarta : Libri; 2012

Hayati, S. Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Masyarakat. Australian Journal of


Environmental Education Vol 10. P.1-20. (https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/1962021
31990012-SRI_HAYATI/ARTIKEL/Basis-plh_%2528v
%2529.pdf&ved=2ahUKEwjGhdWNrJboAhXUXCsKHQd4BKgQFjAGegQICxAB&usg=AOvVaw0qBMW
5x-Xl25Jbiw1C-Vh2&cshid=1584066521938)

15

Anda mungkin juga menyukai