PENDAHULUAN
1.1. Latar
Imunitas merupakan respon adaptif yang normal. Sistem imun ini
melindungi tubuh dari invasi mikroba dan mencegah terjadinya ploriferasi sel
yang mengalami mutasi seperti yang terjadi pada pertumbuhan neoplasma.
Saat ini pengetahuan mengenai sistem imun semakin meningkat melalui
pengalaman-pengalaman alami yang diperoleh dari individu yang mendapat
gangguan pada sistem kekebalan tubuhnya baik itu yang diperoleh karena
faktor herediter, kelainan kongenintal maupun melalui penularan sebagai
contoh adalah Human Immunodeficiency Virus (HIV)yang menyebabkan
Virus Acquired Immuno Deficiency Sindrome (AIDS).
HIV/AIDS telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai belahan dunia.
HIV/AIDS adalah salah satu penyakit yang harus diwaspadai karena
AcquiredImmunodeficiency Syndrome ( AIDS) sangat berakibat pada
penderitanya. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan
sekumpulan gejala
penyakit yang menyerang tubuh manusia setelah sistem kekebalannya
dirusak oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Cara penularan HIV dapat melalui hubungan seksual, penggunaan
obat suntik, ibu ke anak-anak dan lain-lain.Mengenai penyakit HIV/AIDS,
penyakit ini telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat
dunia, karena disamping belum ditemukan obat dan vaksin
HIV tidak dapat disembuhkan karena tidak ada obat yang dapat sepenuhnya
menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat
namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara
berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang
diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal
terjadinya AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa definisi dari HIV?
1.2.2. Apa Etiologi dari HIV?
1.2.3. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?
1.2.4. Bagaimana manifestasi klinis HIV/AIDS
1.2.5. Apa diagnosa dan penatalaksanaan infeksi dan keganasan yang sering
timbul pada hiv?
1.2.6. Bagaimanakah pemeriksaan pada pasien HIV?
1.2.7. Apa komplikasi yang akan muncul dari HIV/AIDS ?
1.2.8. Bagaimana pencegahan HIV?
1.2.9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien
dengan HIV/AIDS komplikasi TB paru?
1.3. Tuju
1.3.1. Untuk mengetahui definisi dari HIV
1.3.2. Untuk mengetahui etiologi dari HIV
1.3.3 Untuk mengetahui patofisiologi dari HIV
1.3.3. Untuk mengetahui manifestasi klinis HIV
1.3.4. Untuk mengetahui diagnosa dan penatalaksanaan infeksi dan
keganasan yang sering timbul pada hiv
1.3.5. Untuk mengetahui pemeriksaan HIV
1.3.6. Untuk mengetahui komplikasi yang akan mucul pada HIV
1.3.7. Untuk mengetahui pencegahan HIV
1.3.8.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Defini
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang
system kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut ‘sel T-4’ atau ‘sel
T-penolong’ (T-helper), atau disebut juga ‘sel CD-4’. HIV tergolong dalam
kelompok retrovirus yaitu kelompok virus yang mempunyai kemampuan untuk
“mengkopi-cetak” materi genetik diri didalam materi genetic sel-sel yang
ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T-4.
Virus HIV telah ada di dalam tubuh sebelum munculnya penyakit AIDS. Tidak
semua orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan
bahwa ada faktor-faktor lain yang berperan adalah :
2.2. Etiolo
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagian obat intravena.
3. Partner seks dari penderita AIDS.
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
2.3. Patofi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun )
adalah sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka
Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan
meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi
virus dan sel yang terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan
mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai
sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
Pada awal tahun 1979 dan 1980 disaat ditemukannya virus HIV. Para dokter
mulai melakukan observasi terjadinya limfadenopati umum resisten (LUP) pada
kelompok pria homoseksual yang sehat. Kini, LUP didefinisikan sebagai
terabahnya limfadenopati dengan diameter 1 cm atau lebih pada 2 atau lebih
daerah ekstrainguinal yang menetap lebih dari 3 bulan disaat tidak hidup, adanya
penyakit lain atau kondisi lain selain dari infeksi virus HIV. Akhir- akhir ini LUP
dikelompokkan dalam grup A pada system klarifikasi CDC bagi infeksi HIV.
Diagnosa
Penatalaksanaan
Tidak ada petunjuk penatalaksanaan bagi yang menderita LUP. Hal pertama
yang dipikirkan adalah adanya penyebab-penyebab lain dari adenopati, seperti
sifilis, toxoplasmosis, hepatitis B, virus sitomegalo, reaksi obat, histoplasmosis,
tuberkolosis dan kriptokokkus. Pemeriksaan rutin yang dilakukan setiap 3 bulan
sekali dan dilanjutkan dengan pengevaluasian system kekebalan tubuh (mis. Ratio
T4/T8, nilai T4 absolut, sel darah putih, hemoglobin/hematokrit, dan trombosit)
dianjurkan untuk dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala-gejala klinik.
Bagi pasien yang menunjukkan gejala-gejala klinik dan memperlihatkan
progresivitas infeksi HIV yang dialami dan LUP, mungkin perlu dilakukan
evaluasi lebih lanjut tergantung pada gejala-gejala yang timbul.
2.6. Pemer
Pemeriksaan Fisik
a. Mulut
Saat melakukan inspeksi mulut, perhatian harus dipusatkan pada adanya
plak yang berwarna putih pada buccal mukosa, langit-langit keras dan
langit-langit lunak, serta lidah. Lesi-lesi yang menyerupai plak dan
berwarna putih biasanya sering disebabkan oleh Kandida tetapi bisa juga
disebabkan oleh leukoplakia berambut pada mulut (oral hairy leukoplakia).
Leukoplakia berambut pada mulut biasanya timbul pada bagian lateral
lidah, dan tidak seperti Kandida pada oral, leukoplakia berambut pada
mulut tidak mudah dibuang dengan kerokan. Manifestasi klinik lainnya
yang dapat ditemukan pada mulut anatara lain lesi ulseratif yang
merupakan indikasi adanya infeksi oleh herpes simpleks, ulkus aphthous,
atau histoplasmosis. Lesi yang berwarna ungu, ciklat dan menonjol pada
rongga mulut harus dicurigai sebagai sarcoma Kaposi sampai ada terbukti
bahwa lesi tersebut bukan lesi Kaposi.
b. Mata
Abnormalitas klinik yang dapat terjadi pada mata dapat disebabkan oleh
abnormalitas pada mikrovaskuler seperti pada cotton wool spots. Virus
sitomegalo dan sarcoma Kaposi merupakan penyebab yang paling sering.
Yang juga dapat menybabkan herpes simpleks, zoster, Kriptokokus,
Kandida, Mycobacterium avium intracellulare, dan tuberculosis.
Dari semua kemungkinan-kemungkinan ini, retinitis yang disebabkan oleh
virus sitomegalo masih merupakan penyebab hilangnya fungsi penglihatan
yang paling sering pada pasien-pasien AIDS. Pada hasil pemeriksaan
funduskopi biasanya ditemukan adanya eksudat perivaskuler yang banyak
serta perdarahan. Adanya cotton wool spots mungkin juga disebabkan oleh
retinitis aktif. Menurut salah satu sumber, retinitis virus sitomegalo secara
khas mempengaruhi pasien-pasien yang system kekebalan tubuhnya
semakin lemah. Observasi ini didukung oleh adanya penemuan yang
menyatakan angka infeksi yang terjadi sebanyak 35% pada beberapa seri
otopsi tetapi hanya 5% pada populasi yang bergerak. Gambaran penting
dari retinitis virus sitomegalo yang berbeda dari gambaran klinik yang
disebabkan oleh toksoplasmosis, candidiasis, dan penyebab-penyebab
lainnya, yaitu retinitis virus sitomegalo seringkali tidak disertai dengan
respon inflamasi pada vitreus humor. Pada retinitis virus sitomegaloo,
retina dapat dengan mudah dilihat.
Penyakit okuler ekstraretina sering disebabkan oleh sarcoma Kaposi.
Sarcoma Kaposi paling sering menyerang kulit, tetapi jika menyerang
mukosa biasanya akan ditemukan pada traktus gastrointestinal, orofaring,
atau struktur konjungtiva. Walaupun sarcoma Kaposi dalam keadaan ini
jarang menyebabkan rasa tidak nyaman yang berarti atau nyeri, tetapi
sarcoma Kaposi biasanya menyebabkan gangguan kosmetik yang tidak
disukai.
c. Kulit
Pemeriksaan pada kulit merupakan suatu tantangan karena kelainan kulit
yang sering terjadi dapat timbul dengan cara yang berlebihan, sehingga
membuat kelainan-kelainan ini sulit untuk didiagnosa. Lesi-lesi pada kulit
yang sering timbul anatara lain herpes simpleks, herpes zoster, kondiloma,
pembentukan abses (terutama abses-abses perirektal), folikulitis, sifilis
sekunder, scabies, paronikhia/onikholisis, Tinea versicolor, sarcoma
Kaposi, dermatitis seboroika, dan xerosis. Kelainan-kelainan klinik ini
lebih sering timbul pada individu yang mengalami gangguan system imun
(hitung sel T4 kurang dari 200/mm3). Sebagai tambahan, pasien-pasien
yang hitung sel T4-nya kurang dari 200/mm3 dapat menderita lesi yang
tidak khas seperti lesi ulserasi berat yang disebabkan oleh herpes simpleks.
d. System Saraf Pusat dan Perifer
Manifestasi neurologis, baik pada susunan saraf pusat maupun pada saraf
perifer sering terjadi, oleh karena itu pemeriksaan neurologi harus
mendapat perhatian khusus. Pemeriksaan neurologi yang lengkap harus
dilakukan, termasuk mengevaluasi fungsi saraf cranial, motorik, dan
system sensoris, refleks-refleks, sikap tubuh, sikap saat istirahat, fungsi
serebral, dan pemeriksaan-pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan
adanya tanda-tanda meningitis, dan tanda frontal release (refleks
menggenggam dan refleks snout). Jika diperlukan, rujukan untuk
pemeriksaan neuropsikologis juga perlu dipertimbangkan, terutama jika
dicurigai adanya kelainan pada kemampuan kognitif/motorik/perilaku,
seperti pada demensia kompleks pada AIDS. Hal yang menyukarkan
adalah bahwa perubahan yang ditemukan bukan hanya perubahan yang
jelas tetapi juga perubahan yang sangat samar.
e. Jantung
Komplikasi kardiovaskuler pada HIV jarang sekali terjadi. Tuberculosis
dan organism jamur lainnya dapat menyebabkan efusi pericardial; oleh
karena itu pemeriksaan jantung lengkap harus dilakukan. Masalah yang
cukup mengkhawatirkan, terutama pada pasien-pasien yang menggunakan
obat-obatan suntikan terlarang, adalah kemungkinan adanya infeksi
endokarditis bakteri. Kardiomiopati telah dikaitkan dengan HIV, dan
walaupun jarang terjadi, keadaan ini mengkonotasikan prognosis yang
buruk.
f. Kelenjar Getah Bening
Inspeksi kelenjar getah bening harus dilakukan secara rutin karena banyak
penyakit-penyakit AIDS yang disertai pembesaran kelenjar getah bening.
Adanya perubahan ukuran kelenjar getah bening dapat disebabkan oleh
virus terutama CMV, virus Epstein-Barr, dan HIV. Sebagai petunjuk
umum, adanya benjolan yang lunak, mudah bergerak, dan nyeri
disebabkan oleh virus, sedangkan bila benjolan tersebut keras, nyeri, atau
tidak dapat bergerak maka mengindikasikan adanya masalah sekunder
seperti infeksi bakteri, jamur, atau mikobakterium atau neoplasma. Jika
benjolan tersebut teraba keras, tidak dapat bergerak, dan tidak nyeri
biasanya mengindikasikan adanya neoplasma. Kita harus perhatikan
terhadap adanya perubahan pada benjolan tersebut (misalnya ukurannya
bertambah besar atau bentuknya menjadi tidak simetris). Kelenjar getah
bening yang harus diperiksa antara lain yang terdapat pada supraklavikula,
servikal anterior dan posterior, pre dan postaurikula, tonsil, oksipital,
submandibula, submental, epitroklear, aksila, femoralis dan inguinalis.
g. Abdomen
Inspeksi abdomen harus dilakukan untuk mencari adanya massa,
organomegali, asites dan nyeri tekan. Hepatosplenomegali yang terjadi
bisa disebabkan oleh virus hepatitis, infeksi jamur diseminata, atau infeksi
mikobakterium. Adanya massa atau organomegali yang meluas biasnya
mengindikasikan adanya neoplasma atau jamur. Pada pasien yang
mengalami diare seringkali adanya nyeri yang tidak dapat dijelaskan pada
kuadran bawah, keadaan ini mengindikasikan adanya colitis yang
disebabkan oleh parasit, bakteri, atau virus. Malabsorpsi juga dapat
menyebabkan diare pada pasien tapi tidak disertai dengan gejala-gejala
fisik. Ascites dapat terjadi pada hati yang terkena infeksi jamur,
tuberculosis dan mikobakteriosis nontuberkulosis, sarcoma Kaposi, atau
limfoma.
h. Genetalia dan Rektum
Baik genetalia dan rectum harus dilakukan inspeksi dan palpasi untuk
mencari adanya lesi yang sesuai dengan lesi herpes, scabies, sifilis, tinea,
chancroid, kondiloma, dan sarcoma Kaposi. Kecuali yang sarcoma Kaposi,
semua penyebab diatas sering terlihat pada area ini. Sarcoma Kaposi
mungkin dapat terlihat pada tahap akhir penyakit. Pemeriksaan pada
rectum harus dilakukan pada semua pasien. Pada pria, harus dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui adanya prostatitis dan proktitis; sedangkan
baik pada pria maupun wanita harus dilakukan pemeriksaan darah samar
untuk mengetahui adanya perdarahan gastrointestinal.
Cara Transmisi
Cara transmisi HIV yang paling sering adalah melalui hubungan seksual dengan
orang yang terinfeksi dan kontak dengan darah yang telah terkontaminasi,
terutama melalu penggunaan jarum suntuk secara bersama-sama di antara
pengguna obat-obat bius melalui intravena. Belum ada bukti yang menyatakan
bahwa kontak yang tidak disengaja (misalnya melalui makanan, gelas dan piring,
kamar mandi atau bersin) dapat menyebabkan infeksi AIDDS. Walaupun HIV
telah dapat diisolasi dari cairan dan jaringan tubuh seperti darah, semen, saliva, air
mata, ASI, urine, kelenjar limfe, jaringan otak, cairan serebrospinalis, dan
sumsum tulang, tetapi hanya darah dan semen yang merupakan cairan tubuh yang
menjadi tempat berkumpulnya virus ini dengan konsentrasi sedang sampai tinggi
dan tampaknya merupakan caira tubuh yang diketahui secara epidemiologi
berkaitan dengan transmisi infeksi HIV.
Transmisi HIV ke fetus dan bayi baru lahir mungkin saja terjadi. Bagi
wanita yang diketahui menderita positif HIV, metode pencegahan yang perlu
dilakukan termasuk penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan
tidak memberikan ASI pada bayinya. Wanita usia subur yang menunjukkan
aktivitas seksual yang aktif harus memahami benar risiko terjadinya transmisi
HIV pada anaknya di masa yang akan datang dan sebaiknya menggunakan teknik
seks yang aman untuk menjaga agar tidak terinfeksi.
A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien
Nama : Tn “J”
Umur : 44 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku : Dayak
Pendidikan : SD
Alamat : Jl. Dsn. Suka Damai RT 04/004. Pasigi.
Mempawah Hulu
Pekerjaan : Petani
Tanggal masuk : 04 Oktober 2014
Tanggal pengkajian : 06 Oktober 2014
Diagnosa medis : PLHA + Obs. DyspePasienia, TB Paru.
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn “A”
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Adik
2. Riwayat Penyakit
a. Alasan masuk rumah sakit sakit
Pasien mengatakan demam ± 2 bulan SMRS, demam naik turun. Pasien juga
mengatakan batuknya berdahak ± 1 tahun yang lalu SMRS, sering sesak.
Pasien pernah berobat TB paru hanya 2 bulan saja. Pasien mengatakan
nafsu makannya berkurang.
b. Keluhan utama
Pasien mengatakan napasnya terasa sesak, pasien juga mengatakan ada
batuk berdahak.
c. Keluhan saat dikaji
Pasien mengatakan nafsu makannya menurun, sering juga mual muntah.
Pasien mengatakan juga tidak bisa tidur saat malam hari karena gelisah,
sesak dan batuk berdahak.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan pernah berganti-ganti pasangan ketika berhubungan
intim dan pasien memiliki riwayat mentato badannya.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
menular dan penyakit kronis lainnya.
3. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki
:Perempuan
: Pasien
Mandi √
Berpakaian √
Eliminasi √
Mobilisasi ditempat tidur √
Pindah √
Makan dan minum √
Keterangan : 0 = mandiri
1 = dibantu sebagian
2 = perlu bantuan orang lain
3 = perlu bantuan orang lain dan alat
4 = tergantung orang lain tidak mandiri
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : E4M6V5 (GCS = 15) Compos
Mentis
TTV : TD = 100/80 mmHg
N = 86x/menit
RR = 40x/menit
S = 37,3ºC
Berat badan
SMRS : 55 Kg± 6 bulan lalu
MRS : 35 Kg
Tinggi badan : 159 cm
BB 35
IMT : 2
= 2
=12,69
(TB) (1,59)
Kg
Keterangan : Nilai normal 18,5 - 24,5 2
m
b. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala simetris, rambut hitam keriting, kulit kepala
kering, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
c. Mata
Inspeksi : Sklera putih, dapat melihat dengan jelas, bola mata
simetris, konjungtiva merah muda, ada reaksi terhadap
cahaya (miosis) tidak mengguakan alat bantu penglihatan,
fungsi penglihatan normal.
Palpasi : Tidak nyeri tekan.
d. Hidung
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan dan
pembengkakan.
e. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada kelainan dikedua telinga, tidak
ada lesi dan serumen.
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
f. Mulut
Inspeksi : Gigi tampak kuning, lidah bersih, mukosa mulut lembab.
Palpasi : Otot rahang kuat.
g. Leher
Inspeksi : Ada pembesaran kelenjar getah bening.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
h. Thoraks (paru-paru)
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada lesi, respirasi 40 kali per menit,
terdapat retraksi dinding dada.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bunyi napas ronkhi.
Perkusi : Batas paru-paru normal.
i. Thoraks (jantung)
Inspeksi : Ictus cordis terlihat, terlihat tatto di dada sebelah
kanan.
Palpasi : Ictus cordis teraba.
Auskultasi : S1 dan S2 reguler.
Perkusi : Batas jantung normal.
j. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, terdapat pembesaran abdomen
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : Bising usus 8 kali per menit.
Perkusi : Timpani.
k. Genetalia
(pasien menolak untuk dikaji karena menyangkut masalah pribadi).
l. Ekstremitas
Kanan 5 5 5 5 5 5 5 5 Kiri
5 5 5 5 5 5 5 5
Keterangan:
Terpasang infus di tangan kiri (RL 20 TPM).
0 : Tidak mampu bergerak sama sekali
1 : Hanya mampu menggerakkan ujung ektremitas.
2 : Hanya mampu menggerser sedikit.
3 : Mampu mengangkat tangan dengan bantuan, saat
bantuan di lepaskan tangan ikut jatuh.
4 : Kekuatan otot sedikit berkurang, mampu melawan
gravitasi sesaatlalu jatuh.
5 : Kekuatan otot utuh mampu melwan gravitasi.
8. Pemeriksaan Laboratorium
Golongan darah :B
HbsAg : Non-reaktif
HIV : R/Reaktif
BTA :+
LABORATORIUM
04-10-2014 Hasil Nilai Normal
9. Pengobatan
Menempel di paru
- RR : 40 x/menit
- Terdapat retraksi dinding
dada
- Terpasang O2 4 l Difusi O2 terganggu
Hipoksia
Sesak nafas
DO:
- Pasien tampak lemah.
Asupan nutrisi tubuh berkurang
- BB pasien turun 20 kg, BB =
35 kg
Kegelisahan
DITEMUKAN TERATASI
DO:
- RR : 40x/mnt
- Terpasang O2 4 l
DO:
- Pasien tampak lemah.
1. Bersihan jalan nafas b/d adanya Setalah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji k/u Pas
sputum di jalan nafas, ditandai 3x24 jam diharapkan bersihan jalan
dengan: nafastidakefektifan hilang dengan kriteria 2. Posiskan pa
hasil : ventilasi.
DS:
- Mampu mengeluarkan sputum 3. Ajarkan unt
- Pasien mengatakan sering sesak
- Frekuensi pernafasan dalam rentang 4. Monitor res
- Pasien mengatakan sering batuk
normal (18-20x/m) therapy.
DO:
- Ttv dalam batas normal 5. Berikan pos
- Ketika batuk,tampak adanya
sputum yang dikeluarkan dari
mulut Pasien
- RR : 40x/mnt 5. Kolaborasi d
pemberian t
- Terdapat retraksi dinding dada
- Terpasang O2 4 l
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam 1. Kaji keadaan
dari kebutuhan tubuh b/d diharapkan Ketidak seimbangan
menurunnya nafsu makan dan mual nutrisiterpenuhi dengan criteria hasil : 2. Monitor Inp
muntah, ditandai dengan: 3. Anjurkan m
- TTV dalam batas normal
DS: 4. Kolaborasi d
- BB meningkat
- Pasien mengatakan tidak nafsu
- Pasien mengatakan nafsu makan
makan
meningkat
- Pasien mengatakan sering mual
muntah - Mual muntah berkuarang
DO:
- Pasien tampak lemah
- BB 35 kg
IMT=12,69 Kg/m2
4. Gangguan pola tidur b/d Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam 1. Kaji keadaan
kegelisahan akibat perubahan diharapkan Perubahan pola tidur tidak
setatus kesehatan ditandai dengan: terjadi dengan criteria hasil: 2. Kaji kebutuh
Pasien mengatakan tidak bisa - Jumblah jam tidur normal 6-8 jam. tidur Pasien
tidur karena gelisah 4. Berikan pos
- DO :
5. Kolaborasi d
Pasien tidur kurang lebih 1-2 jam
saat malam hari. supaya men
tenag dan n
E. CATATAN PERKEMBANGAN DAN EVALUASI
06-10-2014 1. Kaji k/u Pasien S : Pasien mengatakan masih sesak dan sering
batuk.
07.00 R/Pasientampak tenang
07:10 O:
2. Monitor respirasi dan status O2.
R/Pasien terpasang O2 4 l - Respirasi 40 x/m
- Pasien terpasang oksigen sebanyak 4
3. Ajarkan untuk batuk efektif
l/m
07:20 R/Pasien mengikuti instruksi
A : Masalah belum teratasi.
4. berikan posisi semi fowler pada Pasien.
P : Intervensi 2,3,4 dan 5 dilanjutkan.
07:30
R/Pasien mengikuti
5. memberikan pendidikan kesehatan pada Pasien
07:40
R/Pasien mendengarkan
DX 2. 07-10-2014
1. Kaji pola nafas S : - Pasien mengatakan masih m
13.00 sesak
R/ Pasien mengatakan masih sesak, RR : 40x/menit
O : - terdapat retraksi dinding d
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
seperti krekels, wheezing - Pasien menggun
13.30 R/ auskultasi bunyi nafas Pasien ronkhi 4 liter
3. Berikan posisi semi fowler - RR : 40x/menit
R/ Pasien merasa nyaman - Pasien tampak g
4. Ciptakan lingkungan yang adekuat
A : Masalah teratasi sebagian.
R/ Pasien merasa nyaman
P : Intervensi 1, 2,3, 4 dan 5 dila
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi
R/ pemberian oksigen 4 liter.
DX 3. 08-10-2014 1.Monitor Input dan Output nutrisi S : Pasien mengatakan ada nafsu
kadang-kadang
09:15 R/ Pasien makan bubur tiga kali sehari porsi makan ¼.
BAB belum ada. O:
DX 4. 08-10-2014 1.Kaji kebutuhan istirahat tidur Pasien S : Pasien mengatakan bisa tidu
nyenyak.
09.40 R/Pasien mengatakan masih belum bisa tidur malam.
O:
2.Berikan posisi semi fowler
09.45 - Pasien tampak g
R/Pasien merasa nyaman
- Pasien tidur 5-6
3. Merapikan tempat tidur
10.00 A : Masalah teratasi sebagian.
R/Pasien mengatakan tempat tidurnya sudah merasa
nyaman. P : Intervensi 2 dan 4 dilanjutka
BAB III
PENUTUP
3.1. SIMPULAN
40
DAFTAR PUSTAKA
41