Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

PNEUMOTHORAX

Dosen Pembimbing :
Dwi Adji Norontoko, S.Kep,Ns.,M.Kep
Disusun Oleh :
Icha Anggi Saputri
P27820117063
III REGULER B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO

TAHUN AJARAN 2019/2020


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Anatomi Rongga Pleura


1. Terletak diantara paru dan dinding thoraks

2. Lapisan yang menyelimuti paru, terdiri atas 2 lapisan :


a. Lapisan Parietalis : Menempel kuat pada dinding dada, Fungsi :
memproduksi cairan pleura.
b. Lapisan Viseralis : Menempel kuat pada jaringan paru, Fungsi :
mengabsorbsi cairan pleura.
B. Pengertian
Pneumotoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara didalam
rongga pleura. Pneumotoraks terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu pneumotoraks
terbuka, pneumotoraks tertutup dan pneumotoraks ventil.
1. Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara
rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini,
tekanan intra pleura sama dengan tekanan barometer (luar). Tekanan
intrapleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu
inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi tekanannya positif.
2. Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan
luar. Udara yg dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena
direasorpsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka
tekanan udara di rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bisa
berkembang penuh, sehingga masih ada rongga pleura yang tampak
meskipun tekanannya sudah normal.
3. Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif
berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara
melalui bronchus kemudian kepercabangannya dan menuju kearah pleura
yang terbuka. Pada saat inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada
permulaannya masih negatif.
C. Etiologi
Pneumotorak terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi
udara melalui robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan
bronchus. Pelebaran alveoli dan pecahnya septa-septa alveoli kemudian
membentuk suatu bula yang disebut granulomatous fibrosisi. Granulomatous
fibrosisi adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumotoraks., karena
bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empiema.
D. Patofisiologi
Paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luar yang
tekanannya nol (0) akan masuk ke bronchus hingga sampai ke alveoli. Saat
ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan
lebih tinggi dari tekanan di alveolus maupun di bronchus, sehingga udara ditekan
keluar malalui bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan
jalan napas. Tekanan intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada saat batuk,
bersin dan mengejan, karena pada keadaan ini epiglitis tertutup. Apabila di bagian
perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian yang lemah, bronchus atau alveolus
itu akan pecah dan robek.
Pada saat ekspirasi, udara yang masuk ke dalam rongga pleura tidak keluar
melalui lubang yang terbuka sebelumnya, bahkan udara ekspirasi yang mestinya
dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura. Apabila ada obstruksi
di bronchus bagian proximal dari fistel tersebut akan membuat tekanan pleura
semakin lama semakin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan.
Udara masuk ke rongga pleura saat ekspirasi terjadi karena udara ekspirasi
mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga pleura, terlebih ketika batuk, tekanan
udara di bronchus akan lebih kuat dari ekspirasi biasa.
Secara singkat proses terjadinya pneumotoraks adalah sebagai berikut:
1. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk
kearah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli itu melebar, tekanan
dalam alveoli akan meningkat.
2. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
3. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan
fibrosis di peribronkhovaskular ke arah hilus, masuk mediastinum, dan
menyebabkan pneumotoraks.
E. Manifestasi Klinis

Pneumotoraks Tanda dan gejala


Tertutup Pneumotoraks yang kecil atau terjadi lambat, tidak menimbulkan gejala
Pneumotoraks yang luas dan cepat menimbulkan:
Nyeri tajam saat ekspirasi
Peningkatan frekuensi napas
Produksi keringat berlebihan
Penurunan tekanan darah
Takikardi
Inspeksi dan palpasi: penurunan sampai hilangnya pergerakan dada
pada sisi yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit
Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Spontan Napas pendek dan timbul secara tiba-tiba tanpa ada trauma dari luar
paru
Tension Inspeksi: sesak napas berat, penurunan sampai hilangnya pergerakan
dada pada sisi yang sakit
Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit
dan distensi vena jugularis
Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
Terbuka Inspeksi: sesak napas berat, terlihat adanya luka terbuka dan suara
mengisap ditempat luka saat ekspirasi
Palpasi: pendorongan trakea dari garis tengah menjauhi sisi yang sakit
Perkusi: hiperresonan pada sisi yang sakit
Auskultasi: penurunan sampai hilangnya suara napas pada sisi yang
sakit
F. Komplikasi
Pneumothorax tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumothorax), dapat
mengakibatkan kegagalan respirasi akut, pio-pneumothorax, hidro-
pneumothorax/hemo- pneumothorax, henti jantung paru dan kematian (sangat
jarang terjadi);  pneumomediastinum dan emfisema subkutan sebagai akibat
komplikasi pneumthorax spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau
bronkus, sehingga kelainan tersebut ditegakkan (insidensinya sekitar 1%),
pneumothorax simultan bilateral, insidensinya sekitar 2%, pneumothorax kronik,
bila tetap ada selama waktu lebih dari 3 bulan, insidensinya sekitar 5% (Hisyam
dan Budiono, 2009).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata, dan paru
yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan
lobus paru. Adakalanya paru yang mengalami kolaps tersebut hanya tampak
seperti massa yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps
paru yang luas sekali. Besarnya kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan
berat ringan sesak napas yang dikeluhkan.
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pneumotoraks tergantung pada jenis pneumotoraks yang
dialami, derajat kolaps, berat ringannya gejala, penyakit dasar dan penyulit yang
terjadi saat pelaksanaan pengobatan yang meliputi :
1. Tindakan Dekompresi
Membuat hubungan antara rongga pleura dengan lingkungan luar dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif. Hal ini disebabkan karena udara keluar melalui
jarum tersebut. Cara lainnya adalah melakukan penusukkan jarum ke
rongga pleura melalui tranfusion set.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontraventil :
1. Menggunakan pipa Water Sealed Drainage (WSD).
Pipa khusus (kateter thoraks) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantara trokar atau dengan bantuan klem penjepit (pen)
pemasukan pipa plastic (kateter thoraks) dapat juga dilakukan melalui
celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit dari sela iga ke-4 pada
garis axial tengah atau garis axial belakang. Selain itu, dapat pula melalui
sela iga ke-2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya, ujung selang plastik
di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melelui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di
bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar
melalui perbedaan tekanan tersebut.
Pengisapan kontinu (continous suction).
Pengisapan dilakukan secara kontinu apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Pengisapan ini dilakukan dengan cara memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O. Tujuannya adalah agar paru cepat mengembang
dan segera terjadi perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parietalis.
Pencabutan Drain
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekana intrapleura
sudah negatif kembali, drain dapat dicabut. Sebelum dicabut, drain ditutup
dengan cara dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap
mengembang penuh, drain dapat dicabut.
4. Tindakan Bedah
Pembukaan dinding thoraks dengan cara operasi, maka dapat dicari
lubang yang menyebabkan terjadinya pneumothoraks, lalu lubang tersebut
dijahit, Pada pembedahan, jika dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dapat dilakukan
pengelupasan atau dekortikasi.
Pembedahan paru kembali bila ada bagian paru yang mengalami
robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut
tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali.
I. Penatalaksanaan Tambahan
Apabila terdapat proses lain di paru, pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, yaitu:
1. Terhadap proses TB paru, diberi OAT
Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar dekekasi, penderita dibei
obat laksatif ringan, dengan tujuan agar saat defekasi, penderita tidak perlu
mengejan terlalu keras.
2. Istirahat total
Klien dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang), batuk,
bersin terlalu keras dan mengejan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
1. Identitas
Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya masalah atau
penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap pengetahuan klien
tentang masalah atau penyakitnya. Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji
ialah identitas penanggung jawab pasien. Identitas penanggung jawab setidaknya
berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan
dengan pasien. Identitas penanggung jawab perlu untuk dikaji untuk mendapatkan
kemudahan baik terhadap perawat maupun pasien. Dengan mengkaji identitas
penanggung jawab maka perawat dapat dengan mudah memberitahukan segala
informasi yang berhubungan dengan pasien, sementara manfaat bagi pasien ialah
pasien dapat mengetahui dengan pasti siapa yang bertanggung jawab terhadap
dirinya dan dapat bertanya segala sesuatu yang berhubungan dengan
perawatannya kepada si pasien.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan pasien ialah nyeri pleuritik hebat,
nyeri pada dada kiri luar dan nyeri tersebut terasa seperti cekit-cekit pada lokasi
tersebut dan nyeri tersebut dirasakan bertambah bila pasien bergerak. Nyeri yang
dirasakan pasien disini bersifat kronis. Keluhan lain yang dirasakan pasien ialah
dispnea (apabila pneumothorax tersebut sudah luas). Waktu sesak dan nyeri yang
dirasakan ialah kadang-kadang atau sesaat. Pasien juga mengeluh batuk, keluhan
batuk yang dirasakan pasien disini ialah masih terjadinya batuk kering. Klien juga
merasa sesak. Keluhan yang berhubungan dengan gangguan aktivitas klien ialah
klien mengeluh terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur dikarenakan
penyakit yang diderita.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang biasanya yang dominan adalah Keluhan sesak
napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri da
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerakan pernapasan. Kemudian ada riwayat trauma tajam/tumpul yang
mengenai rongga dada (tertembus peluru, tertusuk benda tajam, KLL, dll)
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien yang mempunyai riwayat TBC paru, Bronkitis kronis,
emfisema, Asma Bronkiale, kanker paru lebih beresiko terkena
pneumothorax. Kaji pula apakah klien memiliki penyakit lain yang
berhubungan dengan saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan
pneumothorax. Kaji pula apakah pasien memiliki riwayat pengobatan
ataupun pembedahan yang berhubungan dengan pneumothorax.
4. Pemeriksaan fisik
1. Sistem Pernafasan (Breathing)
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada
tertinggal pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (lebih
cembung disisi yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
yang purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b) Palpasi

Taktil fremitus menurun disisi yang sakit. Disamping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Pada sisi yang sakit, ruang antar –iga bisa saja normal atau melebar.

c) Perkusi
Suara ketuk pada sisi yang sakit hipersonor sampai timpani. Batas
jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
d) Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
2. Sistem Kardiovaskuler (Blood)

Klien mengeluh nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk, takikardi,
tetapi nadi teraba lemah, akral basah, Pucat, dingin, Hb turun /normal, terjadi
hipotensi/ penurunan tekanan darah

3. Sistem Persyarafan (Brain)

Pada inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS, apakah compos mentis, samnolen atau koma.

4. Sistem Perkemihan (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Perawat


perlu memonitor adanya oliguri yang merupakan tanda awal dari syok.

5. Sistem Pencernaan (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan
nafsu makan dan penurunan berat badan.

6. Sistem Muskuloskeletal(Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan
jaringan lunak dada sehingga meningkatkan risiko infeksi. Klien sering
dijumpai mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan keletihan fisik secara umum.

II. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pneumothorax adalah:
1.    Ketidakefektifan pola pernapasan b.d ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
2.    Inefektif bersihan jalan napas b.d peningkatan sekresi sekret dan penurunan
batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.    Perubahan kenyamanan b.d nyeri akut trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
4.    Kurang pengetahuan d.b keterbatasan paparan, tidak mengenal penyakit
dengan sumber informasi.
III. Perencanaan Keperawatan
1. Diagnosa pertama
Ketidakefektifan pola pernapasan b.d ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Frekuensi
pernapasan meningkat, dengan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Frekuensi
nafas Membaik 1. Berikan posisi yang 1. Meningkatkan inspirasi
2. Pertukaran gas nyaman, biasanya dengan maksimal, meningkatkan
pada paru-paru peninggian kepala tempat ekpansi paru dan ventilasi
meningkat. tidur. Balik ke sisi yang pada sisi yang tidak sakit.
3. Adaptif sakit. Dorong klien untuk
mengatasi faktor- duduk sebanyak mungkin.
faktor penyebab

2. Observasi fungsi 2. Distress pernapasan dan


pernapasan, catat frekuensi perubahan pada tanda vital
pernapasan, dispnea atau dapat terjadi sebgai akibat
perubahan tanda-tanda stress fifiologi dan nyeri atau
vital. dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan
dengan hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa 3. Pengetahuan apa yang


tindakan tersebut dilakukan diharapkan dapat mengurangi
untuk menjamin keamanan ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.

4. Jelaskan pada klien tentang 4. Pengetahuan apa yang


etiologi/faktor pencetus diharapkan dapat
adanya sesak atau kolaps mengembangkan kepatuhan
paru-paru. klien terhadap rencana
teraupetik.

5. Pertahankan perilaku 5. Membantu klien mengalami


tenang, bantu pasien untuk efek fisiologi hipoksia, yang
kontrol diri dengan dapat dimanifestasikan sebagai
menggunakan pernapasan ketakutan/ansietas.
lebih lambat dan dalam.

6. Perhatikan alat bullow 6. Untuk mengontrol keadaan


drainase berfungsi baik, pasien
cek setiap 1 - 2 jam.

7. Kolaborasi dengan tim 7. Kolaborasi dengan tim


kesehatan lainnya. Dengan kesehatan lain unutk engevaluasi
dokter, radiologi dan perbaikan kondisi klien atas
fisioterapi dalam pengembangan parunya
pemberian antibiotika,
analgetika, fisioterapi dada,
konsul foto toraks

2. Diagnosa Kedua
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Bersihan jalan nafas
meningkat, dengan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Batuk efektif 1. Jelaskan klien tentang 1. Pengetahuan yang
meningkat. kegunaan batuk yang diharapkan akan
2. Produksi sekret efektif dan mengapa membantu
menurun. terdapat penumpukan mengembangkan
sekret di saluran kepatuhan klien terhadap
3. kenyamanan
pernapasan. rencana teraupetik.
meningkat. 2. Ajarkan klien tentang 2. Batuk yang tidak
metode yang tepat terkontrol adalah
pengontrolan batuk melelahkan dan tidak
efektif.
3. Nafas dalam dan 3.Memungkinkan
perlahan saat duduk ekspansi paru lebih luas
setegak mungkin

3. Diangnosa ketiga
Perubahan kenyamanan b.d nyeri akut trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tingkat nyeri
berkurang, dengan
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Tingkat Nyeri 1. Jelaskan dan bantu klien 1. Pendekatan dengan
berkurang. dengan tindakan pereda menggunakan relaksasi dan
2. Kegelisahan nyeri nonfarmakologi dan nonfarmakologi lainnya telah
menurun. non invasif. menunjukkan keefektifan
3. Pola nafas dalam mengurangi nyeri.
2. Ajarkan Relaksasi: Tehnik- 2. Akan melancarkan peredaran
membaik.
tehnik untuk menurunkan darah, sehingga kebutuhan O2
ketegangan otot rangka, oleh jaringan akan terpenuhi,
yang dapat menurunkan sehingga akan mengurangi
intensitas nyeri dan juga nyerinya.
tingkatkan relaksasi
masase.
3. Ajarkan metode distraksi 3. Mengalihkan perhatian
selama nyeri akut. nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan .
4. Berikan kesempatan waktu 4. Istirahat akan merelaksasi
istirahat bila terasa nyeri semua jaringan sehingga akan
dan berikan posisi yang meningkatkan kenyamanan.
nyaman.
5. Tingkatkan pengetahuan 5. Pengetahuan yang akan
tentang: sebab-sebab nyeri, dirasakan membantu
dan menghubungkan mengurangi nyerinya. Dan
berapa lama nyeri akan dapat membantu
berlangsung mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik.
6. Kolaborasi dengan dokter, 6. Analgetik memblok lintasan
pemberian analgetik. nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
7. Observasi tingkat nyeri, 7. Pengkajian yang optimal akan
dan respon motorik klien, memberikan perawat data yang
30 menit setelah pemberian obyektif untuk mencegah
obat analgetik untuk kemungkinan komplikasi dan
mengkaji efektivitasnya. melakukan intervensi yang
tepat.

IV. Pelaksanaan Keperawatan


Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan yang mencakup tindakan tindakan
independen (mandiri) dan kolaborasi. 

V. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya,
dicari jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
PATHWAY
dilakukan perubahan intervensi
DAFTAR PUSTAKA

DPP PPNI, 2017, Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia, Jakarta : PPNI

DPP PPNI, 2018, Standart Intervensi Keperawatan Indonesia, Jakarta : PPNI

DPP PPNI, 2018, Standart Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta : PPNI


Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Ed.6. Jakarta : EGC,
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8.
Jakarta : EGC.
_____. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. 2004. Jakarta : EGC.
_____. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai