PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
murni 100% yang dilakukan pada tekanan udara yang lebih tinggi dari yang bias kita
dapatkan pada kehidupan sehari-hari. Dimana terapi ini menggunakan tekanan yang
menyerupai tekanan pada kedalaman tertentu di bawa permukaan laut. Terapi oksigen
penyakit yang bias didapatkan pada saat penyalaman atau bias kita kenal dengan
diantra mereka ada yang merupakan penyelam professional, menyelam dengan konfresor
penyakit dekopresi baik yang ringan maupun yang berat dianggap suatu kecelakan biasa
2000mmHg. Tekanan yang meningkat meninggalkan hemoglobin dari sel darah merah
sehingga tidak terjadi perubahan. Dalam kondisinormal, hamper semua oksigen diangkut
1
oleh hemoglobin dan sangat sedikit yang larut dalam plasma. Kondisi ini akan membuat
sebuah gradient yang sangat besar padatingkatj aringan yang dapat meningkatkan
bagiatlet bersaing dalam kompetisi yang bersifat aerobik (Wilson, J.R. & Prather, I.
2004).
pengobatan pilihan lain dalam terapi untuk membantu penyembuhan berbagai penyakit
klinis seperti penyembuhan luka infeksi, luka bakar, membantu penyembuhan komplikasi
B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan umum
b. Tujuan khusus
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
mengalirkan volume urin yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus
adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolut insulin atau
3
Sel β-pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh proses
autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah. Jenis
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. DM tipe ini sering
c. DM Tipe Lain
pankreatik), obat, infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
Faktor genetic
Kecenderunggan genetik ini ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
Faktor imunologi
4
Adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh hasil
penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Namun, lifestyle yang
buruk seperti pola makan yang buruk, obesitas, dan kurangnya olahraga menjadi faktor
pemicu tersering pada kasus DM tipe 2 (Price, 1995 dalam Indriastuti 2008).
a) DM tipe 1
1. Hiperglikemia berpuasa
dengan mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau keton, perubahan
4. Kesemutan
b) DM tipe 2
5
1. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, poliuria, polidipsia, polifagia, luka pada
kaki diabetik)
a. DM tipe 1
akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Selain itu, glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah dan
Konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
6
makan (polifagia) akibat menurunnya asupan kalori. Gejala lainnya mencakup
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada
penderita defisiensi insulin, proses ini tidak akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
diakibatkan dapat menyebabkan tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
b. DM Tipe 2
Pada DM tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
7
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa dalam darah, harus terdapat pengingkatan jumlah insulin yang diekskresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin
yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan cirri khas DM
tipe 2, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Oleh karena itu
yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan
DM tipe 2 paling sering terjadi pada penderita diabetes yan berusia lebih dari 30
tahun dan obesitas. Akibat intoelransi glukosa yang berlangsung lambat (selama
terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan
dapat mencakup kelalahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika akdar glukosa sangat tinggi).
8
Web of causation (WOC) diabetes militus
9
F. Penatalaksanaan diabetes mellitus
Penatalaksanaan DM meliputi:
a) Medis
Mellitus meliputi
glimepiride.
2. Insulin
b) Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
dikemudian dinaikan secara bertahap sesuwai dengan respon kadar glukosa darah.
10
c) Keperawatan
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), tujuan utama terapi pada diabetes mellitus
adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan
makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang
tinggi dan menurunkan kadar lemak. Diet DM yaitu 3J tepat jumlah disesuaikan
dengan jenis kelamin, berat badan, dan umur; jadwal teratur 3x sehari yaitu 3x
makan utama dan 3x makan kecil (kudapan); jenis disesuaikan dengan makanan
yang dianjurkan untuk Dmdan menghindari makanan pantangan seperti tinggi gula.
insulin. Prinsip olahraga yang dianjurkan secara teratur adalah CRIPE (Continuous,
11
f) Pemantauan atau check up berkala
Pemantauan kadar gula darah secara mandiri diharapkan dapat mengatur terapi
per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
diatas 3.5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangrene
dieprlukan protein yang tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20%, dan
karbohidrat 60%.
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe diabetes mellitus digolongkan akut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar gula darah yang rendah. Kadar gula darah yang
normal 60-100 mg% yang bergantung pada berbagai keadaan. Salahs atu bentuk
12
dari kegawatan hipoglikemik adalah koma hipoglikemik. Pada kasus spoor dan
koma yang tidak diketahui sebabnya maka harus dicurigai sebagai suatu
hipoglikemik biasanya disebabkan oleh overdosis insulin. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh karena terlambat makan atau olahraga berlebih. Diagnose dibuat
dari tanda klinis dengan gejala hipoglikemikterjadi bila akdar gula darah dibawah
ketosis. Konsentrasi gula darah lebih dari 600 mg bahkan sampai 2000, tidak
terdapat aseton, osmolitas darah melewati 350 mOsm per kilogram, tidak terdapat
asidosis dan fungsi ginjal pada umumnya terganggu dimana BUN banding
kreatinin lebih dari 30:1, elektrolit natrium berkisar antara 100-150mEq per liter.
13
BAB III
A. Definisi HBOT
Kesehatan hiperbarik adalah ilmu yang mempelajari tentang masalah kesehatan yang
timbul akibat pemberian tekanan lebih dari 1 atmosfer absolut (ATA) terhadap tubuh
sebagai bentuk pengobatan (Hariyanto et al, 2009). Terapi oksigen hiperbarik merupakan
sebuah terapi yang menggunakan oksigen 100% di dalam suatu chamber dengan tekanan
lebih besar daripada tekanan laut (satu atmosfer absolut / ATA). Peningkatan tekanan ini
bersifat sistemik dan dapat diaplikasikan di dalam monoplace chamber maupun multiple
chamber (Ali et al, 2004; Grill & Bell et al, 2004; Biomedical engineering, 2014).
14
Kondisi ruang terapi HBO harus memiliki tekanan udara yang lebih besar dibandingkan dengan
tekanan di dalam jaringan tubuh (1 ATA). Keadaan ini dapat dialami seseorang pada waktu
menyelam atau dalam ruang udara yang bertekanan tinggi (RUBT) yang dirancang baik untuk
kasus penyelaman maupun pengobatan klinis. Setiap penurunan kedalaman 33 kaki (10 meter),
tekanan akan naik 1 atm. Setiap terapi diberikan 2-3 ATA, menghasilkan 6 ml oksigen terlarut
dalam 100 ml plasma dan durasi rata-rata terapi sekitar 60-90 menit. Dosis yang digunakan pada
perawatan tidak boleh lebih dari 3 ATA karena tidak aman bagi pasien selain berkaitan dengan
lamanya perawatan yang dibutuhkan, juga dikatakan bahwa tekanan diatas tidak boleh lebih dari
3 ATA karena tidak aman bagi pasien selain berkaitan dengan lamanya perawatan yang
dibutuhkan, juga dikatakan bahwa tekanan diatas 2,5 ATA mempunyai efek imunosupresid (Ali
et al, 2004).Meskipun banyak keuntungan yang diperoleh dari HBOT, cara ini pun juga
mengandung risiko, sehingga harus dilaksanakan secara hari-hati sesuai prosedur yang berlaku,
agar mencapai hasil yang maksimal dengan risiko minimal (Hariyanto et al, 2009).
penderita.
penderita pada waktu yang bersamaan dengan bantuan masker untuk setiap
pasiennya.
15
3. Animal chamber : chamber yang digunakan untuk penelitian khususnya untuk
4. Portable chamber : suatu jenis chamber yang dapat digunakan atau dibawa ke
C. Indikasi HBOT
2. Aktinomikosis
3. Emboli udara
8. Cangkok kulit
11. Sistitis akibat radiasi dan ekstrasi gigi pada rahang yang diobati dengan
13. Mukomikosis
14. Osteomielitis
16
15. Ujung amputasi yang tidak sembuh, luka tidak sembuh akibat hipoperfusi dan trauma
D. Kontraindikasi HBO
1. Kontraindikasi absolut
Kontraindikasi absolut adalah pneumothoraks yang belum dirawat, kecuali bila sebelum
a) Kontraindikasi relative
ISPA
Sinusitis kronik
Penyakit kejang
Infeksi virus
Spherositosis kongenital
17
Kerusakan paru asimptomatik yang ditentukan pada penerangan atau
b) Komplikasi HBO
Keracunan oksigen
Gangguan neurologis
Fibroplasia retrolental
Katarak
Trantsientmiopia reversible
Terdapat 3 hukum yang Terdapat 3 hukum yang berperan dalam terapi oksigen
1. Hukum Boyle
Rumus à P1 V1 = P2 V2 = P3 V3
Ini adalah dasar untuk banyak aspek terapi hiperbarik. Dasar ini terjadi ketika
gas memberikan rasa nyeri di telinga bagian tengah. Pada pasien yang tidak bisa
18
dipertimbangkan untuk menyediakan saluran antara bagian dalam dan ruang
ruang telinga bagian luar. Demikian pula gas yang terperangkap dapat membesar
2. Hukum Dalton
Tekanan total suatu campuran gas adalah sama dengan jumlah tekanan parsial
Rumus à P = P1 + P2 + P3 + . . .
3. Hukum Henry
Jumlah gas terlarut dalam cairan atau jaringan berbanding lurus dengan tekanam
parsial gas tersebut dalam cairan atau jaringan pada suhu yang tetap. Ini adalah
oksigen 100% bertekanan tinggi, sehingga konsentrasi gas inert apda jarungan
(terutama nitrogen) juga meningkat. Nitrogen dapat larut dalam darah dan juga
dapat keluar dari plasma membentuk emboli gas arterial selama fase dekompresi.
19
Hiperoksigenasi atau peningkatan jumlah oksigen terlarut dalam jaringan. Sebagian besar
oksigen yang dibawa dalam darah terikat dalam hemoglobin (Hb2O2), dimana 97%
tersaturasi pada tekanan atmosfer, namun beberapa oksigen dibawa oleh plasma. Pada
bagian ini akan meningkat pada terapi hiperbarik sesuai dengan Hukum Henry yang akan
arteri adalah sekitar 100 mmHg, dan tekanan oksigen jaringan sekitar 55 mmHg. Namun,
oksigen 100% pada tekanan 3 ATA dapat meningkatan tekanan oksigen arteri 2000
mmHg, dan tekanan oksigen jaringan menajdi sekitar 500 mmHg, dan hal ini
pada tekanan atmosfer), yang cukup untuk mendukung jaringan berisitirahat tanpa
kontribusi dari hemoglobin. Karena oksigen terlarut banyak didalam plasma maka dapat
menjangkau derah-daerah yang terhambat dimana sel-sel darah merah tidak bisa lewat,
dan juga dapat mengaktifkan oksigenasi jaringan bahkan meskipun terdaapt gangguan
hemoglobin yang berperan dalam pengangkutan oksigen, seperti pada keracunan gas
Peningkatan gradien difusi oksigen ke dalam jaringan. Tekanan partial oksigen yang
tinggi dalam kapiler darah memberikan gradien yang besar untuk proses difusi oksigen
dari darah ke jaringan. Keadaan tersebut sangat berguna untuk jaringan yang hipoksia
akibat angiopati mikrovaskular seperti pada diabetes dan radiation necrosis. Selain itu
HBO juga membantu menstimulasi angiogenesis dan mengatasi defek patologis primer
karena penurunan infiltrasi leukosit dan vasokonstriksi dalam jaringan iskemik (Andrew,
2001).
20
Vasokonstriksi arteriolar. Hyperoxic menyebabkan vasokonstriksi yang cepat dan
volume masih dipelihara. Meskupun demikian, hal ini masih dikompensasi oleh
peningkatan pengangkutan oksigen plasma yang dua kali besar daripada baisanya (Gill
pembentukan radikal bebas oksigen, yang mengoksidasi protein dan lipid membran, yang
digunakan leukosit untuk membunuh materi. HBO sangat efektif terhadap bakteri
Efek pada perfusion injury. HBO menstimulasi pertahanan melawan radikal bebas
oksigen dan peroksidase lipid yang terjadi. Apda reperfusion injury, leukosit menempel
pada endotel venule, kemudian terjadi pengeluaran unidentified humoral mediators yang
memperbaiki hidup dari kulit atau bahkan tungkai yang diimpantasi (Andrew, 2001).
21
F. Manfaat terapi HBO
1. Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh, bahkan pada aliran
9. Mereduksi edema.
10. Menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen dan menjaga elastisitas
kulit.
11. Badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup meningkat, tidur
22
G. Peran perawat / tender dengan terapi HBO
kontraindikasi);
5. Informed consent (manfaat, proses, cara adaptasi ketika ada tekanan, benda-benda
Intra HBO
23
2. Safety klien
Post HBO
3. Lepas masker
5. Pendokumentasian
Gangren merupakan komplikasi kronik dari DM yang paling sering terjadi. Hal ini
diperoleh akibat peningkatan kadar gula darah yang tidak terkontrol sehingga
gangren. Adanya kerentanan infeksi pada kasus DM gangren dapat menyebabkan infeksi
tersebut menyebar keseluruh area luka (menjadi luas). Gangren ini merupakan
jaringan distal (tungkai) yang kurang baik mengakibatkan gangren sulit diobati dan dapat
24
Terapi HBO pada dasarnya adalah memberikan oksigen 100% pada tekanan > 1 ATA.
Terapi HBO ini merupakan indikasi pada penyakit nekrosis/hipoksia jaringan. Dengan
paparan HBOT maka terjadi IFN-γ, i-NOS, dan VEGF. IFN-γ mengakibatkan TH-1
dapat berefek fagositosis, leukosit juga meningkat sehingga dapat membunuh bakteri
anaerob pada area luka. Selain itu dengan pemberian oksigen hiperbarik maka akan
terjadi neovasSelain itu dengan pemberian oksigen hiperbarik maka akan terjadi
mikrovaskuler. Jika daerah gangren susi maka jaringan yang mengalami iskemik akan
mendapatkan oksigen klmengalami iskemik akan mendapatkan oksigen lagi dan terjadi
reperfusi jaringan karena banyak jaringan yang diikat oleh hemoglobin maupun terlarut
dalam plasma. Sehingga oksigen yang dibawa hemoglobim dan plasma dialirkan ke
membunuh bakteri.
Disimpulkan bahwa terapi HBO sangat bermanfaat sebagai terapi alternatif pada pasien
kuman
5. Mempercepat angiogenesis
25
6. Mempercepat replikasi sel fibroblast maupun produksi kolagen yang diperlukan
7. Vasokonstriksi
a) Pengkajian
Identitas pasien : nama, umur (berpengaruh pada jenis DM: tipe I pada usia <
25 tahun, tipe II > 45 tahun), alamat, jenis kelamin, nomor RM, peekrjaan,
diagnosa medis.
Keluhan utama : keluhan klinis seperti luka pada kaki tidak kunjung sembuh,
direkomendasikan HBOT (kapan mulai DM, kapan muncul gangren, dan apa
penyebabnya)
Riwayat keluarga
Pemeriksaan fisik
26
b) Pengkajian HBOT
Pra HBOT
Periksa TTV terutama tekanan darah (bila sistol mencapai > 180 mmHg atau
diastol >100 mmHg maka aps00 mmHg maka pasien tidak diperbolehkan
masuk chamber)
Evaluasi tanda-tanda flu (batuk, pilek, sakit tenggorokan, mual, diare) tidak
pengobatan
Intra HBOT
terapi HBO
27
Menganjurkan pasien menggunakan tehnik valsava yang benar dan efektif
jika terjadi nyeri ringan sampai sedang maka hentikan kompresi hingga nyeri
hilang, jika nyeri berlanjutkan maka pasien harus dikeluarkan dari chamber
Post HBOT
luka/debridement
28
Pasien dengan DCS harus dilakukan uji neurologis
Terdapat 4 diagnosa utama diantara 14 diagnosa yang paling mungkin terjadi pada pasien
HBOT, yaitu:
perawatan
2. Risiko cedera berhubungan dengan pasien transfer in/out dari RUBT (chamber),
29
ansietas pasien dapat diatasi, dengan kriteria 2. Identifikasi pemahaman pasien/
bertanya
Intra HBOT
1. Dampingi pasien
di dalam chamber
Post HBOT
keperawatan HBOT selama 2 jam, diharapkan 1. Bina hubungan saling percaya dengan
Pasien tidak mengeluh nyeri pada telinga, (pengosongan telinga) dengan cara
Nyeri telinga, sinus, gigi, dan paru-paru lalu meniupkan udara keluar dengan
30
3. Cek tekanan darah pasien
Intra HBOT
dilakukan penekanan2
Pre HBOT
pasien
31
chamber
tidaka kan terjadi, dengan kriteria hasil: sesuai kebijakan dan SOP
Mati rasa dab berkedut, vertigo Bantu pasien keluar RUBT / chamber
Penglihatan kabur
Mual
Pre HBOT
kejang
Intra HBOT
berlangsung
32
Post HBOT
K. Table HBOT
Table HBOT digunakan untuk menentukan prosedur terapi sesuwai dengan tujuan terapi.
Pada table kindwall dugunakan untuk kasus klinis dengan tekanan 2,4 ATA selama 3× 30
menit dengan hiasan oksigen 100% yang diselingi husap udara 5 menit.
33
Gambar 2,1 tabel kindwall (US navy depertmen 1975)
Pada kasus dekompresi menggunakan table 5 dan table 6. Dimana terdapat perbedaan prosedur
dan lama terapi. HBOT pada PCT tipe 1 menggunakan table 5 (US navy) jika 10 menit pertama
saat TOHB gejeala yang dirssakan tidak langsung hilang maka dapat dikembangkan terapi
menggunakan table 6 (US navy). DCS tipe 2 memiliki gejala lebih berat dan memiliki
34
Gambar 2.2 tabel 5 YS navy recompression trirmen (US navy depertement,1975
Gambar 2,3 tabel 6 Us navy recompression tratmen (US nsvi de[ertement, 1975)
35
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
(TOHB) merupakan suatu terapi medis pemberiang oksigen murni melalui masker
oksigen didalam ruang yang bertekanan tinggi lebih dari 1,4 atmosfer (ATA). Terapi ini
sudah diakui sebagai terapi mrdis oleh FD (badan pom amerika). Dam memili manfaat
terapi sebagai terapi primer. Yang dimaksud dengan terapi primer adalah terapi yang
dapat menghilangkan penyebab sakit dan mampu mencegah kompikasi lanjut jika tida
diterapi. Kamplemeter merupakan terapi pendamping dengan metode terapi lain dan
primer lainya pada penyakit medis seperti keracunan gaskarbon monoksida, lika hancur
dan luka ganggren. TOHB dipergukan sebagai terapi pada kasus percepatan
36
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2009. Standar of Medical Care in Diabetes 2010. Journal of Diabetes Care, Vol. 33,
Maret 2014.
Anani, S., Ari Udoyono, & Praba Ginanjar. 2012. Hubungan antara Perliaku Pengendalian
Diabetes dan Kadar Glukosa Darah Pasien Rawat Jalan Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman 466–478. Diakses dari Website:
www.ejournals1.undip.ac.id
Brunner & Suddarth. 2002. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. (10th ed). Jakarta:
EGC.
DiPiro et. al. 2008. Etiologi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Diakses pada tanggal 12 Maret
Funnel, MM. 2010. National Satndards for Diabetes Self Management Education_ Journal of
Diabetes Care, Vol. 33, Supp. 1, 89-96, Diperoleh dari http://care.diabetesjournal.org/ pada
Gibson, Jhon. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern Untuk Perawat. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Guyton and Hall. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
37
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Homenta, Heriyannis. 2012. Diabetes Mellitus Tipe 1. Karya Tulis Biokimia Kedokteran
Kimble, koda; Mary Anne; Young, Lloyd Yee; Alldredge, Brian K.; Corelli, Robin L.;
Guglielmo, B. Joseph; Kradjan, Wayne A.; Williams, Bradley R. 2009. Applied Therapeutics:
The Clinical Use Of Drugs, 9th Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
Lanywati, Endang. 2011. Diabetes Mellitus : Penyakit Kencing Manis. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius
Lewis, L., Dirksen, R., Heitkemper, M., Bucher, L., & Camera, I. 2011. Medical Surgical
Nursing : Assesment and Management of Clinical Problems (Vol. 2). USA : Saunders Elsevier
Inc.
Mahdi, H., Sasongko, Siswanto, Daniel, H., Suharsono, Soepriyoto, Setiawan, Michael, S.,
Manaf, Asman. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen
Soegondo S., dkk. 2007. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, Cetakan Keenam. Jakarta :
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:Gramedia Pustaka
Umum.
38
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Kedua Volume
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Keenam
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi Ketujuh
RG, Frykberg, Armastrong DG, Giurini J., Edwards A., Kravette M., Kravitz S., Ross C.,
Stavosky J., Stuck R., Vanore J. 2000. Diabetic Foot Disorders: a Clinical Practice Guideline.
Jakarta:EGC.
39