A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer dan Bare, 2002).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia
jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)
B. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
C. Patofisiologi
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika
patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan,
kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom
pada kanal medulla antara tepi tulang di bawah periostinum dengan jaringan
tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi
jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit.
Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan
untuk memperbaiki cidera, tahap ini menunjukkan tahap awal penyembuhan
tulang. Hematom yang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan
dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan
gumpalan lemak tersebut masuk ke dalam pembuluh darah yang mensuplai
organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot,
sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamine
pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk
ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk
akan menekan ujung syaraf, yang bila berlangsung lama bisa
menyebabkan syndrome compartement.
(Musliha, 2010)
D. Klasifikasi Fraktur
Berikut terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang dikemukakan
oleh para ahli :
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a. Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga
tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari
satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks (masih ada korteks yang
utuh).
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi
infeksi. Fraktur terbuka terbagi menjadi 3 grade yaitu :
1) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot
2) Grade II : Seperti grade I dengan memar kulit dan otot
3) Grade III : Luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf otot dan kulit.
E. Gambaran Klinik
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan
adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan
sekitarnya.
2. Bengkak /edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir
pada daerah fraktur dan extravasasi daerah di jaringan sekitarnya.
3. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasasi daerah
di jaringan sekitarnya.
4. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar fraktur.
5. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
6. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
Paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
7. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjdi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang
digerakkan.
9. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.
F. Komplikasi
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000)
antara lain:
1. Shock
2. Infeksi
3. Nekrosis divaskuler
4. Cedera vaskuler dan saraf
5. Mal union
6. Borok akibat tekanan
G. Penatalaksanaan Kedaruratan
1. Inspeksi bagian tubuh yang fraktur
a. Inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas
b. Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi
c. Palpasi nadi distal untuk fraktur dan pulsasi semua perifer
d. Kaji suhu dingin, pemucatan, penurunan sensasi atau tidak adanya
pulsasi; hal tersebut menandakan cedera pada saraf atau suplai darah
terganggu
e. Tangani bagian tubuh dengan lembut dan sesedikit mungkin gerakan
yang kemungkinan dapat menyebabkan gerakan pada tulang yang fraktur
3. Kaji adanya keluhan nyeri atau tekanan pada area yang mengalami cedera.
4. Pindahkan klien secara hati-hati dan lembut, untuk meminimalisasi gerakan
yang dapat menyebabkan gerakan pada patahan tulang.
5. Lakukan penanganan pada trauma yang spesifik
Trauma Femur
Femur biasanya patah pada sepertiga tengah, walaupun pada orang tua
selalu dipikirkan patah pangkal tulang paha (collum femoris). Fraktur ini
dapat menjadi fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus ditangani
sebagai fraktur terbuka. Banyak otot disekeliling femur dan perdarahan
massif dapat terjadi pada paha. Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan
kehilangan sampai dari 50% volume sirkulasi darah. (Paula Kristanty, 2009)
H. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan/batuk/melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan/atau tak teratur, suara napas terdengar
rochi/aspirasi.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardia, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membrane mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a. Aktivitas/istirahat
1) Kehilangan fungsi pad bagian yang terkena
2) Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang terlihat sebgai respon nyeri/ansietas)
2) Hipotensi (respon terhadap kehilangan darah)
3) Tachikardia
4) Penurunan nadi pada bagian distal yang cedera
5) Capillary refill melambat
6) Pucat pada bagian yang terkena
7) Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas, krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cedera
2) Spasme/kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan lokal
(Musliha, 2010)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan diskontinuitas tulang
2. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya robekan jaringan
pada area fraktur
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan fraktur dan nyeri
4. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan
J. Rencana Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan diskontinuitas tulang
Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat berkurang setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a. Meningkatkan perfusi jaringan
b. Tingkat kesadaran composmentis
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda vital tiap 2 jam
b. Observasi dan periska bagian yang terlukan atau cedera
c. Kaji kapilari refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda gangguan perfusi jaringan; keringat dingin pada
ekstremitas bawah, kulit sianosis, baal
e. Amati dan catat pulsasi pembuluh darah dan sensasi (NVD) sebelum dan
sesudah manipulasi dan pemasangan splinting.
f. Luruskan persendian dengan hati-hati dan seluruh splint harus terpasang
dengan baik.
2. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan adanya robekan jaringan
pada area fraktur
Tujuan : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil :
a. Klien menyatakan nyeri berkurang
b. Rampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat
dengan tepat
c. Tekanan darah normal
d. Tidak ada peningkatan nadi
Intervensi :
a. Kaji rasa nyeri pada area di sektiar fraktur
b. Atur posisi klien sesuai kondisi, untuk fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya posisi kaki lebih tinggi dari badan
c. Ajarkan relaksasi untuk mengurangi nyeri
d. Kaji tanda-tanda vital tiap 2 jam
e. Berikan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstremitas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas
yang sakit dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstremitas yang sakit di atas dan di bawah fraktur
ketika bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan. Awasi tekanan darah,
nadi dengan melakukan aktivitas
g. Ubah posisi secara periodic
h. Kolaborasi fisioterapi/okuasi terapi
Intervensi :
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainage
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Massage kulit sekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi pemberian antibiotic
(Musliha, 2010 dan Paula Krisanty, 2009)
K. DAFTAR PUSTAKA
Krisanty. Paula, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Paula
Krisanty. Jakarta: EGC
Lewis, dkk. 2006. Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Musliha. 2009. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC
Suzanne, Smeltzer C dan Brenda G. Bare. 2002. Fundamental Keperawatan.
Jakarta : EGC
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
PADA TN. Y DENGAN OPEN FRAKTUR FEMUR SINISTRA
DI UNIT GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT H. BADARUDDIN
A. Identitas Pasien
Nama Pasien/Usia : Tn Y / 28 tahun
No Register : 098765
Tanggal Masuk : 10 Juli 2018
Nama Dokter : dr. P
Diagnosa Medis : Open Fraktur Femur Sinistra
Data diambil dari : Klien
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pangkat/Golongan : Tidak ada Nrp/Nip : tidak ada
Alamat : Ds. Mahe, Kecamatan Haruai
Keluhan Masuk : Dengan open fraktur sinistra, terdapat pendarahan
± 300 cc, klien tampak kesakitan/nyeri, klien
tampak lemas
Kategori Triage : Gawat Darurat
B. Pengkajian
1. Airway
Tidak terdapat sumbatan pada jalan napas
2. Breathing
- Inspeksi :
- Auskultasi :
- Perkusi :
Suara sonor
- Palpasi :
3. Circulation
Suhu 37,5 ºC, Tekanan darah 100/70 mmHg, MAP 80,
Nadi 100 x/menit, nadi kuat, turgor kulit baik, mata cekung, tidak ada
sianosis, capillary refill < 3 detik, ekstremitas dingin, tidak ada mual
muntah, terjadi perdarahan ± 300 cc melalui pembuluh darah arteri yang
terdapat pada femur.
Masalah keperawatan yang timbul yaitu kekurangan volume cairan
berhubungan dengan adanya perdarahan, resiko syok hipovolemik
berhubungan dengan perdarahan, nyeri berhubungan dengan adanya
fraktur.
Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Darah rutin : Hb 14,6 g/dl, Eritrosit 4,7 µL, Leukosit 11.000 g/dl
b. Radiologi
Dilakukan pemeriksaan rontgen pada femur sinistra
4. Disabiliti
Pupil anisokor, reflek cahaya positif, keadaan umum klien sedang,
GCS : M 6, V 5, E 4, kekuatan otot menurun
6. Folley Katter
Klien tidak terpasang Katter dan NGT
C. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan adanya perdarahan
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan
3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya fraktur
4. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan adanya fraktur
D. Rencana KGD
1. Anjurkan klien tirah baring
2. Observasi TTV
3. Klem arteri (menghentikan perdarahan)
4. Lakukan perawatan luka dengan NaCl
5. Pertahankan imobilisasi
6. Pasang infus RL 1 : 3 cc atau loss
7. Lakukan pembidaian
8. Berikan antibiotik Ceftriaxone 1 x 1 gr melalui IV
9. Berikan injeksi TT 1 cc melalui IM
10. Berikan analgetik ketorolac 60 mg drip RL
11. Lakukan pemeriksaan darah lengkap
12. Lakukan pemeriksaan rontgen
13. Konsul dokter bedah
E. Tindakan KGD
1. Menganjurkan klien tirah baring
2. Melakukan klem pada pembuluh darah arteri di femur untuk
menghentikan perdarahan
3. Memasang infus RL loss
4. Melakukan observasi TTV : TD 100/70 mmHg, N : 100 x/menit,
S : 37,5 ºC, RR 20 x/menit
5. Membersihkan luka dengan NaCl dan prinsip steril (tidak dilakukan
hecting)
6. Melakukan pembidaian melewati dua sendi
7. Menganjurkan klien pertahankan imobilisasi
8. Memberikan injeksi Ceftriaxone 1 x 1 gram melalui IV
9. Memberikan injeksi TT 1 cc melalui IM
10. Memberikan obat ketorolac 60 mg drip
11. Melakukan pemeriksaan darah lengkap
12. Melakukan pemeriksaan rontgen
13. Melaporkan keadaan klien pada dokter bedah
F. Evaluasi KGD
S:
O:
A:
P:
- Intervensi dilanjutkan
- Going to Ruangan Bedah
G. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Y maka ditarik kesimpulan,
penyebabnya karena klien mengalami kecelakaan kemudian datang ke UGD
RSU H.BADARUDDIN dengan keluhan terdapat pendarahan ± 300cc, klien
tampak kesakitan dan menahan nyeri, klien tampak lemas.
Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus Tn. Y ada 4 (empat) yaitu,
1. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan adanya perdarahan,
2. Kurang volume cairan berhubungan dengan adanya perdarahan,
3. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan adanya fraktur,
4. Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan adanya fraktur.
Tahap evaluasi, dari diagnosa keperawatan pada kasus ada 4 (empat), dimana
keempatnya belum teratasi yaitu Resiko tinggi syok hipovolemik
berhubungan dengan adanya perdarahan, Kurang volume cairan berhubungan
dengan adanya perdarahan, Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan adanya fraktur, Gangguan mobillitas fisik berhubungan dengan
adanya fraktur. Rencana tindak lanjut dilakukan di ruangan bedah.