Dari segi cerita, Oidipus Sang Raja memang menarik dan sarat konflik, sekalipun sangat singkat dan ringkas.
Akan tetapi, tema incest-nya memang membuat agak… errrghhh…. Dan herannya Jocasta sepertinya tidak
keberatan, bahkan mungkin mengetahui rahasia Oidipus dan membiarkan segala sesuatu terjadi. Simak
kutipan di bawah ini…
JOCASTA
Errgghhh banget kan? Sekarang saya paham dari mana istilah Oedipus complexberasal. Membaca buku ini,
rasanya tidak tega melihat Oidipus, yang digambarkan sebagai raja yang baik dan bijaksana, harus hancur
hidupnya karena menanggung kenyataan pahit. Yang paling saya suka dari play ini adalah bentuknya yang
berima seperti puisi, dan diterjemahkan dengan benar-benar indah oleh tidak lain dan tidak bukan, penyair
ternama Indonesia, Rendra. Sungguh beruntung saya menemukan buku ini di tumpukan obralan toko buku
beberapa waktu lalu, dan bisa membawanya pulang dengan harga sepuluh ribu rupiah saja.
TEIRISIAS
Kuselamatkan Paduka
Dan diri saya,
Kenapa bertanya pula?
Tanpa guna!
Saya menolak bicara!
OIDIPUS
Menolak bicara!
Orang tua tak tahu basa!
Mendengar kata Anda
Batu pun bisa marah jadinya.
Menolak bicara!
Atau bisukah anda, dan keras kepala
Sampai akhir dunia?
TEIRISIAS
Paduka maki watak-watakku!
Paduka caci keras kepalaku!
Tapi, lihatlah!
Kuman di seberang lautan tampak,
Gajah di pelupuk mata tak tampak!
A. PENDAHULUAN
Sophokles, pengarang besar ini dilahirkan pada tahun 496 sebelum masehi, dan meninggal tahun
406 sebelum masehi. Dialah pengarang tragedi Yunani yang paling terkenal di dunia, seorang
tokoh pembaharu drama pada zamannya. Sophokles tak pernah menganggap dirinya penyair
belaka, tapi juga pendidik rakyat. Unsure-unsur moral, politik, agama, dan personal dalam karya-
karyanya diolah dengan harmonis dan seimbang sehingga menjadi drama yang tragis dan
mengharukan.
“Oidipus Sang Raja” salah satu drama tragedi karyanya ini tidak hanya bercerita mengenai
urusan kekuasaan dan cinta, tetapi juga bagaimana menempatkan keberanian menerima takdir,
keberanian menanggung kata dengan akibat. Melalui drama ini Sophokles berusaha untuk
mengajarkan kita agar ikhlas dan berlapang dada untuk menerima nasib yang kita miliki.
Berdasarkan permasalahan yang ada dalam drama “Oidipus Sang Raja” inilah penulis berusaha
untuk menganalisis tokoh-tokoh yang ada di dalamnya. Penulis berusaha untuk mencermati sifat
maupun sikap raja dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Selain itu, penulis juga berusaha
untuk memahami dan mengerti kasus dan permasalahan yang terdapat di lingkungan kerajaan.
Penulis juga berusaha untuk melihat dan menyampaikan pesan-pesan moral yang tergambar pada
sifat para tokoh yang terdapat pada naskah drama ini. Dengan demikian, penulis dapat
memaparkan, menganalisis, dan mengambil kesimpulan sebagaimana yang disusun dalam
laporan analisis ini.
B. ISI
Sinopsis
“Oidipus Sang Raja”, sebuah tragedi tentang usaha manusia untuk mengelak dari takdir, namun
sia-sia. Di sebuah kerajaan, Thebes namanya, Dewa Apollo menyatakan bahwa kelahiran
Oidipus akan membawa bencana! Oidipus akan membunuh ayahnya dan mengawini ibunya.
Ketika Oidipus lahir, Jocasta—ibunda Oidipus—yang mendengar kutukan sang dewa itu, segera
menyuruh budak setianya untuk membunuh Oidipus. Maka dibuanglah Oidipus ke dalam hutan
yang sangat lebat di Gunung Cithaeron,. Kedua kakinya dipaku dan dibelenggu. Akan tetapi, si
budak istana itu tidak tega untuk membunuh Oidipus. Dengan rasa iba si budak memberikan bayi
itu kepada orang Corintha yang bertemu dengannya ketika mengembala kambing sambil
berharap agar bayi itu dibawa pergi jauh ke tanah asing.
Oidipus akhirnya diangkat sebagai anak oleh Polybus, raja Corintha. Meskipun Oidipus tumbuh
dan besar dalam lingkungan istana, riwayatnya sebagai anak pungut sang raja telah menjadi
rahasia umum. Suatu hari, seorang pemabuk mengejeknya bahwa ia bukan putra raja Corintha.
Sang raja murka mendengar ada yang mengatakan Oidipus seperti itu. Namun bagi Oidipus,
ejekan itu tetap membekas dalam dirinya. Ia jadi sanksi akan masa lalunya. Ia bertanya kepada
Dewa Apollo, dan sang dewa memberi ramalan buruk.
Ramalan buruk itu berbunyi, suatu hari ia akan membunuh ayahnya dan mengawini ibunya.
Oidipus gemetar. Ia sangat cemas akan isi nujum sang dewa itu. Ia pergi jauh, mencoba
mengelak dari kutukan sang dewata. Akan tetapi, pada suatu persimpangan jalan dekat Pochis, ia
berpapasan dengan sebuah iringan kecil. Seorang tua di kereta menombak tepi kepalanya.
Oidipus marah. Ia melawan dan tanpa sengaja membunuh orang tua itu, yang kemudian hari
diketahuinya sebagai ayahnya!
Dalam perjalanan berikutnya, Oidipus tak sengaja terdampar di wilayah kekuasaan ayah yang
telah dibunuhnya, kerajaan Thebes. Karena kepahlawanan tindakannya mengatasi bencana di
kerajaan itu, ia pun diangkat menjadi raja Thebes, dan tanpa ia ketahui, ia mengawini Jocasta,
ibunya sendiri. Di bawah pimpinan Oidipus, Kerajaan Thebes berjalan damai, sejahtera, dan
aman. Sampai kemudian suatu wabah terjadi, yang menyeret terkuaknya masa lalu Oidipus.
Analisis Tokoh
Oidipus
Tokoh Oidipus digambarkan sebagai seorang yang terhormat dan berkuasa. Ia sangat dihormati
dan dicintai rakyatnya, masyarakat kota Thebes. Hal ini dapat dilihat dari petikan dialog berikut.
Pendeta : Oidipus Sang Raja, penguasa negeri kami,……………
Di antara manusia Padukalah kami anggap nomor pertama dalam urusan nasib dan untung malangnya………
O, manusia utama, tolonglah negeri ini! Buktukanlah keunggulan Paduka sekali lagi! ……….
Selamatkanlah negeri sedemikian rupa sehingga benar-benar selamat namanya.
Ia merupakan sosok yang kuat pendirian dan tidak mudah mempercayai orang lain tanpa adanya
bukti dan fakta yang jelas. Hal ini dapat kita lihat pada petikan dialog berikut.
Oidipus : Sungguh aneh perkataan Anda dan kedengeran kurang mengandung cinta kepada Thebes tanah air kita. Bukankah engkau telah
berhutang kepada negara?
Oidipus juga merupakan sosok yang keras kepala, mempunyai rasa percaya diri yang amat besar
sehingga terkadang tidak mudah mendengar perkataan orang lain yang tidak sesuai dengan
keinginannya. Hal ini dapat dilihat pada petikan dialog berikut.
Oidipus : Katakan sekarang pada saya, apa buktinya bahwa kau ampuh bijaksana? Ketika sphinx yang bising membawa teka-tekinya yang
gaduh apa kau terbukti ampuh?.......
Tapi apa yang terjadi waktu itu? Aku, Oidipus malang yang tak tahu apa-apa, terpaksa harus datang menolong kota, menandingi
teka-teki gila, dengan akalku yang cendekia, dan membungkam sphinx yang bising suaranya!
Meskipun terkadang Oidipus digambarkan sebagai tokoh yang mau menang sendiri, tetapi ia
juga digambarkan sebagai sosok yang memiliki jiwa patriotisme yang tinggi. Selain itu, Oidipus
juga merupakan orang yang menepati janji dan lapang dada ketika menjalani hukuman. Ia tetap
menjalankan hukuman yang diucapkannya meskipun pada akhirnya hukuman tersebut jatuh pada
dirinya sendiri. Hal ini dapat dilihat pada petikan dialog berikut.
Oidipus : Apa yang telah kulakukan adalah yang terbaik bagiku………….
Aku, pangeran Thebes, yang diasuh Thebes, memisahkan diri darinya…….
Baiklah bawa aku segera. Demi Dewa, buanglah aku dari Thebes.
Selain itu, Oidipus juga merupakan sosok yang sangat mencintai dan mengasihi keluarganya.
Ketika mendengar ramalan dari Dewa Apollo bahwa ia akan membunuh ayahnya dan menikahi
ibu kandungnya, maka ia segera pergi jauh dari kerajaan ayahnya dengan tujuan dapat
menghindari ramalan tersebut. Dengan istri—yang sekaligus ibu kandungnya—pun ia bersikap
sangat penuh kasih. Selain itu, Oidipus pun sangat menyayangi anak-anaknya. Menjelang
kepergiannya dari kota Thebes, ia masih mencari anaknya dan memikirkan nasib dan masa depan
mereka. Hal ini dapat kita lihat dari petikan drama berikut.
Oidipus :Dan apa yang detik ini saya hasratkan adalah untuk menyentuhkan tangan ini ke pipi puteriku, sementara kukenang dukaku……
Aku menangis bagimu. Aku tak bisa melihatmu tapi aku memikir hari depanmu,……
Pendeta
Pendeta tua ini merupakan sosok yang berani bicara untuk menyampaikan pendapat dan pikiran
rakyat lainnya. Ialah yang mewakili rakyat untuk menceritakan masalah-masalah yang terjadi di
kalangan masyarakat. Ia juga sangat menghormati dan mencintai rajanya. Hal ini dapat dilihat
pada petikan dialog berkut.
Pendeta : Oidipus Sang Raja, penguasa negeri kami, Paduka lihat kami dari pelbagai usia maju ke depan altar pujaan Paduka……….
Dengan mata paduka, paduka bisa lihat betapa badai makin menjadi, dan Thebes tak mampu menolong diri dari prahara, serta tak
kuasa membebaskan jiwa dari desakan maut yang tiba……..
Pendeta ini juga pandai memuji rajanya. Ia pandai menantang rajanya dengan kata-kata yang
indah sehingga sang raja pun terlecut untuk melindungi rakyat-rakyatnya. Hal ini dapat dilihat
pada petikan dialog berikut.
Pendeta : Bukankah paduka raja kami? Bukankah paduka yang dipertuan di negeri ini? Jadilah raja rakyat yang hidup dan jangan sampai
merajai kota yang mati! Kapal tak akan berguna, kota tak akan berarti bila tak ada insan di dalamnya.
CREON
Creon merupakan saudara dari Jocasta, istri sekaligus ibu kandung Oidipus. Ia merupakan
seorang yang sangat dekat dengan Oidipus. Dapat dikatakan ia adalah tangan kanan Oidipus.
Meskipun Oidipus sempat kehilangan kepercayaannya pada Creon dan menuduh Creon
berkomplot untuk menyuruh Teirisas berkata dusta mengumumkan nujuman palsu, Creon tetap
menghormati rajanya tersebut. Creon juga merupakan tokoh yang sabar. Ia sudah merasa puas
dengan kehidupannya yang meskipun bukan raja, tetapi mendapat kedudukan yang hampir sama
dengan raja. Ia juga merupakan sosok yang bijaksana, yang pandai mengutarakan pemikiran dan
perasaannya dengan jujur. Hal ini dapat dilihat pada petikan dialog berikut.
Creon : Silakan Paduka bertanya ke Delphi, tanyakan apa jujur segala kataku ini. Kalau memang terbukti aku mengkhianati, menyuruh
Teirisias memfitnah keji, biarlah aku dihukum mati, tidak hanya oleh Paduka sendiri tapi ditambah dengan suaraku pribadi. Tapi
janganlah aku dipojokkan, dan dipersalahkan tanpa peradilan.
Teirisias
Teirisias merupakan seorang pertapa. Ia dipanggil ke istana oleh Creon untuk menceritakan hasil
nujumnya kepada Oidipus. Pada awalnya ia sangat menghormati dan merasa iba pada Oidipus. Ia
tidak tega untuk berterus terang menyampaikan hasil nujumnya kepada Oidipus karena ia
mengetahui bahwa Oidipuslah yang membunuh Laius, ayah kandungnya sendiri. Hal ini dapat
dilihat pada petikan dialog berikut.
Teirisias : Kuselamatkan paduka dan diri saya, kenapa bertanya pula? Tanpa guna saya menolak bicara!
Akan tetapi, atas desakan Oidipus akhirnya ia menceritakan hasil nujumnya tersebut. Ia bercerita
terus terang tanpa ada yang disembunyikan. Setelah ia selesai menceritakan nujumnya, Oidipus
menganggap bahwa nujumnya tersebut adalah fitnah dan bohong. Maka Teirisias pun menjadi
marah. Apalagi Oidipus menjelek-jelekkan fisiknya yang buta, maka semakin bertambahlah
kemarahannya. Ia bukanlah orang yang takut dan pengecut. Ia adalah orang yang berani
mengatakan kebenaran meskipun kebenaran tersebut pahit. Hal ini dapat dilihat pada petikan
dialog berikut.
Teirisias : Meski Paduka adalah raja, kita punya hak sama untuk bicara. Tentang jaminan, aku tetap ada jaminan. Aku hidup bukan jadi
abdimu……………
Kini aku bicara! Paduka telah menghina mataku yang buta tidak melihat dosa sendiri yang nyata………..
Jocasta
Jocasta adalah istri Oidipus sekaligus ibu kandung Oidipus. Ia merupakan ibu yang penakut,
kejam, dan tidak bertanggung jawab. Hal ini dapat diketahui dari perilakunya yang membuang
Oidipus ketika lahir, bahkan menyuruh seseorang untuk membunuh anaknya tersebut. Dalam
menghadapi suaminya, baik itu Raja Lauis maupun Oidipus, ia adalah istri yang ramah, sabar,
dan perhatian. Hal ini dapat kita lihat dari petikan dialog berikut.
Jocasta : Baiklah, tak akan tertunda. Sekarang marilah masuk istana. Saya akan berbuat segalanya, asal bisa menghibur Paduka.
Selain itu Jocasta juga merupakan sosok yang lemah, tidak kuat menahan malu, dan tidak tabah
ketika menghadapi cobaan. Hal ini dapat dilihat dari sikapnya yang lari masuk ke istana dan
bunuh diri ketika mengetahui kenyataan sejarah kehidupan Oidipus.
Orang Corintha
Ia adalah seorang rakyat yang berasal dari kota Corintha. Ia datang ke Thebes untuk membawa
pulang Oidipus ke kota Corintha agar Oidipus dapat menggantikan kedudukan raja Polybus yang
telah meninggal dunia. Tujuan sebenarnya datang ke Thebes adalah untuk mendapatkan hadiah
jika ia berhasil membawa pulang Oidipus. Hal ini menunjukkan bahwa ia adalah orang biasa
yang mebutuhkan uang, dan bekerja tidak pamrim. Saat ini, di dunia nyata, dengan mudah kita
dapat menemukan orang seperti ini, yang hanya mau bekerja asalkan mendapat upah.
Gembala
Ia merupakan seorang gembala yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Hal ini dapat
diketahui dari perilakunya yang tetap mengasihi dan tidak tegaan ketika ia disuruh Jocasta untuk
membuang dan membunuh Oidipus, ia malah memberikan Oidipus pada orang lain. Ia berharap
dengan keberadaan Oidipus yang jauh dari istana dan lingkungan kerajaan Thebes, maka kutukan
Dewa Apollo tak akan terjadi. Pada awalnya ketika dipanggil Oidipus untuk menceritakan
kejadian sebenarnya ia sangat takut dan berusaha menutupi kejadian tersebut. Akan tetapi, karena
tidak mau mendapat siksan maka akhirnya ia pun menceritakan kejadian yang sebenarnya.
C. KESIMPULAN
“Oidipus Sang Raja” tidak hanya drama yang bercerita mengenai urusan kekuasaan dan cinta,
tetapi juga bagaimana menempatkan keberanian menerima takdir, keberanian menanggung kata
dengan akibat. Melalui drama ini dan dengan sifat yang dimiliki oleh para tokohnya kita dapat
belajar banyak hal. Misalnya, belajar untuk bersikap tegas dalam memimpin, berani mengambil
risiko terhadap perkataan yang diucapkan dan perilaku yang diperbuat. Berani untuk mengatakan
kebenaran meskipun kebenaran tersebut pahit, serta ikhlas menjalani kehidupan dan berlapang
dada menerima hukuman yang memang selayaknya diterima
DAFTAR PUSTAKA
Oidipus Sang Raja sebuah tragedi pertentangan antara takdir dan kehendak manusia. Berlatar belakang Yunani
kuno dimana kisah ini lahir dari tinta Sophokles salah seorang pengarang tragedi Yunani pada tahun 496-406 SM.
Cerita bermula ketika Oidipus, Raja Thebes, dilingkupi prahara karena negrinya yang dahulu makmur terkena
wabah sehingga membuat rakyatnya sangat menderita. Maka diutuslah Creon, saudara ipar laki-lakinya, untuk
meminta bantuan dari dewa. Dewa Apollo berfirman bahwa pembunuh Raja Lauis harus diusir dari negri Thebes
agar wabah tersebut berakhir. Namun tidak seorangpun mengetahui siapa orang durjana itu, kecuali seorang Nabi
buta bernama Teirisias yang berkata bahwa Oidipus sendirilah yang melakukan pembunuhan itu. Oidipus murka
dan menuduh Creon memanipulasi nujuman sang nabi. Hal itu terdengar tidak mungkin karena semua orang
berpikir bahwa Oidipus adalah seorang putra mahkota Corintha yang dahulu dalam pengembaraannya
membebaskan rakyat Thebes dari ankara Sphinx, lalu kemudian menikahi janda raja sebelumnya Raja Lauis.
Tabir kenyataanpun terbuka seiring waktu, dan akhirnya dengan kesaksian budak Raja Lauis dan utusan Corintha
ternyata ramalan tersebut benar bahwa Oidipus adalah anak Lauis yang merenggut nyawa ayahnya dan mewarisi
ranjang pengantinnya. Jacosta, permaisuri yang juga ibu kandung Oidipus bunuh diri kemudian Oidipus
membutakan dirinya sendiri dan meminta agar dirinya diasingkan jauh dari Thebes.
Dalam kisah ini dialog-dialog yang puitis ciri khas Yunani membuat pembaca terombang-ambing dengan konflik
yang datang bertubi-tubi, kemudian berakhir dengan begitu tragis. Cerita ini membuat pembaca mempertanyakan
hakikat takdir. Keangkuhan manusia membuat manusia berusaha melawan takdirnya bahkan dengan cara yang
sangat memalukan, seperti Raja Lauis yang membuang anaknya sendiri karena ketakutannya akan takdir yang
menimpa dirinya. Namun ternyata justru tindakan itu yang membawa ketakutan dan mimpi buruk menjadi
kenyataan. Melalui kisah ini Sophokles menyatakan bahwa pada akhirnya manusia hanyalah permainan takdir tidak
peduli sekuat dan sejauh apa ia berlari dari takdir itu.
Sophokles mengeksplorasi karakter lebih luas dibandingkan penulis-penulis semasanya, misalnya Aeschylus. Ia
juga menambahkan aktor ketiga sehingga mengurangi pentingnya paduan suara dalam perkembangan plot. Gaya
penulisan inilah yang membuat Sophokles menjadi sangat berpengaruh dalam perkembangan drama.
Akan tetapi, deduksi pembuktian bahwa Oidipus adalah pembunuh yang dicari terlalu berlarut-larut pada ramalan
sehingga membuat pembaca sudah bisa menerka akhir dari cerita. Terutama ketika Jacosta menceritakan ramalan
Apollo terhadap putranya yang sama dengan ramalan tentang Oidipus.
Drama ini adalah sebuah mahakarya luar biasa. Membacanya saja bisa mengundang amarah dan air mata, jika
dipentaskan tentu akan sangat menakjubkan.
Suaraku!
O, nasib burukku,
Buku drama? Oh tidak…langsung itu reaksi yang keluar saat sekilas melihat isi buku ini. Tapi setelah
membaca lembar pertama, lalu lembar kedua…eh kok akunya yang malah nggak bisa berhenti.
Konfliknya seru, itu yang jadi alasan utama.
Oidipus Sang Raja, adalah sebuah drama berbentuk ode tentang bergenre Tragedi Yunani Kuno.
Oidupus Raja Negeri Thebes adalah seorang pemimpin yang pandai, bertanggung jawab dan
memperhatikan keberadaan rakyatnya. Menemui rakyatnya yang datang mengadu karena bencana
tidak berkesudahan yang melanda negeri mereka, Oidupus menjawah kesah mereka dan berusaha
mencarikan jalan keluar. Oidipus pernah memecahkan teka-teki Sphinx sehingga bisa menyelamatkan
negara mereka, sehingga ia sekarang Raja Thebes, yang memerintah bersama sang permaisuri,
Jocasta . Dan sang pendeta yang mewakili rakyat mengingatkan, sehendaknya begitulah pula ia dapat
menyelamatkan negeri ini untuk kedua kalinya.
Oidipus pun mulai merunu kejadian mencari sebab musabab bencana yang menimpa negerinya.
Iapun mengutus Creon, adik iparnya untuk bertanya pada Dewa Apollo, dan akhirnya jawabanpun
didapat: semua malapetaka terjadi akibat pembunuhan Laius, Raja Thebes terdahulu, yang belum
terungkap yang menurut kabar dibunuh oleh sekawanan penyamun. Maka Oidipus pun, di depan
seluruh rakyat bersumpah akan menemukan pembunuhnya dan menghukum dengan
mengasingkannya dari Thebes.
Penyelidikan dilakukan, didatangkanlah seorang Pendeta agung bernama Teirisias yang diduga
mengetahui rahasia ini. Karena berbahayanya fakta yang ia ketahui, Teirisias menolak membeberkan
jati diri sang pembunuh, namun karena sang raja mendesak, akhirnya ia mengatakan bahwa sang
pembawa bencana atau pembunuh itu tidak lain adalah Oidipus sendiri. Marah meraja dan iapun
menuduh sang pendeta bersekongkol dengan Creon untuk menggulingkan tahtanya.
Jocasta sang permaisuri yang dahulunya adalah istri Raja Thebes yang terbunuh ikut angkat bicara. Ia
pun menenangkan Oidipus dan memberikan serentetan fakta. Bahwa dahulu suaminya mendengarkan
Apollo bersabda bahwa ia akan dibunuh oleh puteranya sendiri. Namun menurut keterangan ia malah
dibunuh oleh sekawanan penyamun. Lagipula puteranya mereka saat berumur tiga hari sudah dibuang
ke hutan dengan dipaku kedua kakinya, jadi tidak mungkin Oidupuslah pembunuhnya.
Namun Oidipus tidak serta merta senang, ia justru menceritakan kisah pribadinya. Ia yang dulunya
adalah putera mahkota kerajaan Corintha, seorang pemabuk mengejeknya mengatakan bahwa ia
bukan putera raja, dan iapun melarikan diri.
Ia bertanya pada Apollpo dan justru mendapatkan nujuman bahwa ia akan membunuh ayahnya dan
mengawini ibu kandungnya. Maka dari itulah ia semakin tidak ingin kembali ke Corintha. Dan
malangnya saat berada di desa Pochis, persimpangan jalan menuju Delphi ia membunuh seorang laki-
laki tua yang menaiki kereta yang menghadangnya.
Dan jika ia bukanlah putera kerajaan Corintha, maka ia putera siapa? Siapa ayah dan ibunya? Lalu
siapa pembunuh Raja Thebes terdahulu, sekawanan penyamun atau dirinya?
Saksi kunci dihadirkan, dia adalah seorang gembala yang akhirnya mengungkap semuanya. Tragedi
yang tidak terperikan, bahwa semua tuduhan itu adalah benar, bahwa ia, Oidipus Sang Raja telah
membunuh ayah kandungnya, mengawini ibu kandungnya dan mendapatkan keturunan darinya.
Tidak disangka, drama ini bisa membuat aku justru ketagihan dan tidak berhenti melahap lembar demi
lembarnya. Apalagi puisi yang diterjemahkan sangat enak dibaca, rima yang terjaga, sehingga artinya
tetap sampai dan keindahannya tetap elok terjaga. Salut untuk almarhumRendra.
Oidipus Sang Raja (Yunani kuno: Οἰδίπους Τύραννος Oidipous Tyrannos), juga dikenal dengan
judul Latinnya, Oedipus Rex, adalah drama tragedi Athena gubahan Sofokles. Drama ini pertama kali
dipentaskan pada tahun 429 SM.[1] Dari tiga drama Thebes yang dibuat oleh Sofokles, drama ini adalah
drama kedua yang dia buat, namun secara kronologis, drama ini adalah cerita pertama, diikuti
oleh Oidipus di Kolonos dan Antigone. Selama berabad-abad, drama ini oleh banyak orang dianggap
sebagai salah satu drama tragedi Yunani terbaik
Penting:
Review ini dibuat atas inisitaif rekan-rekan BBI untuk SavePustakaJayayang berada diambang
kebangkrutan. Pustaka Jaya banyak menerbitkan buku-buku klasik dari penulis dunia seperti Fyodor
Dostoyevsky, Leo Tolstoy, Mark Twain, Ivan Turgenev dll. Yuk beli dan baca buku Pustaka Jaya sehingga
karya-karya sastrawan besar dunia tetap bisa kita nikmati bersama. @nick.
Jujur, saat pertama kali memutuskan membeli buku ini dalam rangka mendukung gerakan #SavePustakaJaya
(membantu penerbit Pustaka Jaya untuk kembali bangkit), aku ragu-ragu. Sebelum ini, aku belum pernah
membaca karya sastra yang berbentuk drama. Bayanganku, pasti buku ini akan membosankan. Terus terang saja,
drama yang kubayangkan itu adalah drama ala sinetron kita yang mendayu-dayu lebay itu, yang ternyata salah
besar! Drama ala Yunani Kuno ini berbentuk ode, yaitu semacam puisi yang dinyanyikan. Dan ternyata…aku jatuh
cinta pada buku ini!
Drama dibuka dengan datangnya para demonstran yang mengelilingi altar di luar istana kerajaan Thebes. Oidipus,
sang Raja Thebes pun keluar menanyakan keresahan mereka. Mewakili rakyat, seorang pendeta tua
mengungkapkan bencana yang tengah melanda negeri mereka. Tanaman terserang hama dan wabah penyakit
membawa kematian. Dalam pengaduannya itu, pendeta mengingatkan Oidipus akan aksi heroiknya dulu saat ia
memecahkan teka-teki Sphinx sehingga menyelamatkan negara mereka. Sesungguhnya, karena jasanya itulah
Oidipus kini menjadi Raja Thebes, yang memerintah bersama sang permaisuri, Jocasta.
Ingin menolong rakyatnya, Oidipus lalu mencari tahu penyebab para dewa menimpakan bencana itu. Untuk itu
Oidipus telah mengutus Creon iparnya untuk bersembahyang ke kuil dan bertanya pada Dewa Apollo. Jawabnya
kemudian datang: semua malapetaka itu jatuh akibat sebuah pembunuhan yang belum terungkap. Pembunuhan
atas Laius, Raja Thebes terdahulu, yang menurut kabar dibunuh sekawanan penyamun. Maka Oidipus pun, di
depan seluruh rakyat bersumpah akan menemukan pembunuhnya dan menghukum dengan mengasingkannya dari
Thebes.
Ternyata jatidiri sang pembunuh bukanlah sepenuhnya tak diketahui. Ada pendeta agung bernama Teirisias yang
diduga mengetahui rahasia ini. Maka Teirisias pun dibawa menghadap dan diinterogasi oleh Oidipus. Awalnya
Teirisias menolak membeberkan jatidiri sang pembunuh, karena fakta yang ia ketahui sangat berbahaya. Namun
karena didesak sang Raja, Teirisias pun membuka rahasia besar yang mengagetkan, sambil menuntut Oidipus
menaati sumpahnya. Karena sang pembunuh Laius, menurutnya, adalah Oidipus sendiri! Bukan itu saja, Oidipus
diyakini sesungguhnya adalah putra Laius yang dibunuhnya, dan Jocasta yang telah dikawininya.
Tak terkatakan murkanya Oidipus, sampai ia menuduh Teirisias bersekongkol dengan Creon untuk mengkudeta
tahtanya.
Untuk menelusuri kebenaran, seorang gembala yang menjadi saksi mata tunggal kematian Laius pun dihadapkan.
Dan kesaksiannya meneguhkan ketakutan Oidipus yang paling besar. Ternyata ia lah sang durjana yang telah
disumpahinya. Ia lah yang telah meninggalkan noda yang tak terperikan bagi Thebes. Ia sudah membunuh ayah
kandungnya, dan mengawini ibu kandungnya.
Lalu bagaimanakah nasib Oidipus selanjutnya? Dan bagaimana ia sampai membunuh ayahnya dan mengawini
ibunya tanpa menyadarinya?
Membaca buku ini lumayan mengasyikkan. Meski kisahnya diceritakan lewat ode, namun pembaca justru bisa
makin terhanyut dalam emosi para tokohnya, terutama pada Oidipus. Tak dinyana bentuk ode pun tetap dapat
membuat sebuah kisah mengalir dengan sempurna, tanpa terasa berlebihan, namun tetap bermakna.
Dari buku ini aku belajar banyak tentang bentuk ode ala Yunani Kuno. Selain para tokoh bergantian berpuisi, ada
saat-saat jeda antara scene yang satu dan scene selanjutnya –di mana panggung kosong dari para tokoh—dan diisi
oleh paduan suara yang menyanyikan penghantar antar babak. Mereka bergantian
membawakan strophe dan antistrophe, yang lalu ditutup dengan epode. Antistrophe adalah bagian yang menjawab
dan menyeimbangkan strophe. Jadi, kalau strophe dibawakan dengan nada berapi-api dan bersemangat, maka
antistrophe akan menjawab dengan nada melankolis, dan begitu selanjutnya. Sedangkan epode merupakan
semacam penutup atau kesimpulan dari suatu babak. Kurasa, di buku ini bagian epode itu diisi oleh Pemimpin
Paduan Suara.
Untuk memberikan gambaran isi buku ini, berikut adalah salah satu petikan puisi yang dinyanyikan Oidipus untuk
menenangkan rakyatnya di bagian awal drama:
Dari dua penggal ode itu, aku bisa merasakan bahwa sebenarnya Oidipus adalah raja yang baik, yang mau ikut
memikirkan penderitaan rakyatnya.
Empat bintang untuk Sophokles yang telah menciptakan drama ini, dan bagi penerbit Pustaka Jaya yang telah
menerjemahkannya dengan baik pula, hingga ode ini masih bisa kita nikmati meski telah diterjemahkan dari versi
aslinya.