Dosen Pembinbing :
Dra. Darmawati, M.Si
Kelas VI B
Jawab :
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi
menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa
Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex
(dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses
berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses Sakarifikasi (pemecahan gula
kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan tahapan sebagai berikut :
- Pendinginan bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukosa Amylase bekerja.
- Pengaturan pH optimum enzim.
- Penambahan Enzym Glukosa Amilase secara tepat dan mempertahankan pH serta
temperatur pada suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan
dengan melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).
Liquefikasi dan Sakarifikasi
c) Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan
sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5 hingga 12 %. Tahapan selanjutnya
adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya
dalam wadah tertutup (fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius
selama kurun waktu 5 hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses
membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya.
Dengan kata lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada
kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan
etanol/alkohol dan CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol berkadar rendah
antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar ethanol max 10 % ragi
menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri
dan mematikan aktifitasnya.
d) Distilasi.
Distilasi atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk
memisahkan alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu
78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih dulu
ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol didalam distillator akan
dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi menjadi cairan ethanol. Kegiatan
penyulingan ethanol merupakan bagian terpenting dari keseluruhan proses produksi
bioethanol. Dalam pelaksanaannya dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai
teknik penyulingan ethanol. Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol
yang optimal dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator
yang berkualitas.
e) Dehidrasi
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar
bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau disebut
ethanol kering. Dalam proses pemurnian ethanol 95 % akan melalui proses dehidrasi
(distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses penyerapan
menggunakan Zeolit Sintetis 3 angstrom. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar 99,6-
99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol (FGE),barulah layak
digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar Pertamina. Alat yang digunakan pada
proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan
cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah padat
dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan pembuatan
biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah cair
diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir
tentang isu berkaitan dengan dampak lingkungan.
Limbah padat (sludge) Limbah cair (Vinase)
Langkah-langkah :
1. Kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1
pada bak penampung sementara.
2. Lumpur dari bak penampungan sementara kemudian di alirkan ke digester. Pada
pengisian pertama digester harus di isi sampai penuh.
3. Melakukan penambahan starter (banyak dijual dipasaran). Setelah digester penuh, kran
gas ditutup supaya terjadi proses fermentasi.
4. Gas metan sudah mulai di hasilkan pada hari 10 sedangkan pada hari ke -1 sampai ke
– 8 gas yang terbentuk adalah CO2. Pada komposisi CH4 54% dan CO2 27% maka
biogas akan menyala.
5. Pada hari ke -14 gas yang terbentuk dapat digunakan untuk menyalakan api pada
kompor gas atau kebutuhan lainnya.
6. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak kurang
lebih 20 liter setiap pagi dan sore hari. Sisa pengolahan bahan biogas berupa lumpur /
sludge secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali
dilakukan pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah (cair)
maupun kering.
Reaktor trans esterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses
pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63°C, campuran metanol
dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu.
Pada akhir reaksi akan ter-bentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%.
SeLanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol
dan metil ester.
Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih hesar
daripada metil ester. Gliserol kemudian diketuarkan dari reaklor agar tidak mengganggu
proses transeslerifikasi II.
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester.
Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C.. Pengeringan di-lakukan
dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekhar 95°C secara sirkulasi.
Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.
Tahap akhir dari proses pembuatan hiodiesel adalah filtrasi yang bertujuan untuk
menghilangkan partiket-partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses
berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding
pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih
kecil dari 10 .
4. Proses pembuatan biobriket.
Briket merupakan sebuah blok bahan yang bisa dibakar untuk dijadikan bahan bakar.
Bahan bakar alternatif ini dibuat dari hasil pembakaran bahan berukuran kecil. Briket bisa
dibuat dari berbagai jenis bahan namun briket yang paling umum digunakan yaitu briket
arang, briket biomas dan briket gambur. Briket bisa dibuat dari bahan arang batok kelapa,
serbuk kayu, sampah organik, arang sekam dan sebagainya.
Peralatan :
Mesin penepung arang/diskmil
Alat pencetak briket
Mesin pencampur adonan
Oven briket
Langkah-langkah :
a. Proses pengarangan
Tempurung kelapa dibuat menjadi arang dengan cara pengarangan manual yaitu
menggunakan tong kemudian dibakar serta ditutup sampai hanya ada sedikit ventilasi
pada tong arang tersebut. Pengarangan ini juga bisa dengan menggunakan proses
pirolisis yaitu dimana tempurung kelapa dimasukkan dalam tangki pirolisis dalam
keadaan tertutup selanjutnya asap dikondensasikan sampai mendapatkan asap cair.
b. Proses penepungan
Arang yang telah dihasilkan melalui pembakaran manual atau menggunakan proses
pirolisis kemudian ditepung menggunakan bantuan mesin diskmill.
c. Proses pengayakan
Apabila sudah melalui proses penghancuran arang maka dilakukan pengayakan supaya
bisa menghasilkan arang tempurung kelapa dengan ukuran yang lebih lembut dan
halus. Arang tempurung kelapa ini diayak dengan menggunakan saringan ukuran
kelolosan 50 mesh.
d. Proses pencampuran media
Tepung tempurung kelapa ini lalu dicampur dengan menggunakan air dan lem kanji.
Ketika proses pencampuran ini perlu ditambah dengan lem kanji sebanyak 2,5% dari
tepung tempurung kelapa tadi.
e. Proses mencetak briket arang tempurung kelapa
Apabila semua bahan tadi telah tercampur dengan merata lalu lakukan proses
pencetakan dengan menggunakan cetakan.
f. Proses pengeringan
Keringkan briket yang telah dicetak dengan menggunakan oven bersuhu 650 oC Selma
kurang lebih 2 jam , pengeringan ini bisa menggunakan bantuan sinar matahari. Briket
dari bahan tempurung kelapa ini pun siap dikemas dan dipasarkan.