Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIS (GGK) atau


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD

Oleh :

TIARA IMELDA
21219076

PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKes MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2019/2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan
sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulusfiltration rate (GFR) (Nahas & Levin, 2010).
CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel,
dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2009). Kriteria penyakit ginjal kronik antara lain :
1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi:
a) Kelainan patologis
b) Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2 selama 3
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

B. Etiologi
Eriologi gagal ginjal kronik Muttaqin (2011) :
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),
glomerulonefritis (penyakit peradangan). Pielonefritis adalah proses infeksi
peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang
menghubungkan ke saluran kencing (ureter) dan parencyma ginjal atau
jaringan ginjal. Glomerulonefritis disebabkan oleh salah satu dari banyak
penyakit yang merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap
penyakit berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat
berkurang.
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Disebabkan karena

2
terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh adanya peningkatan
tekanan darah akut dan kronik.
3. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh kompleks imun
dalam sirkulasi yang ada dalam membran basalis glomerulus dan
menimbulkan kerusakan (Price, 2006). Penyakit peradangan kronik dimana
sistem imun dalam tubu menyerang jaringan sehat, sehingga menimbulkan
gejala diberbagai organ.
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista
multiple, bilateral, dan berekspansi yang lambat laun akan mengganggu
dalam menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan, semakin
lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal sehingga ginjal
akan menjadi rusak.
5. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,
hiperparatiroidisme, amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana kondisi
genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam proses metabolisme
dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan enzim. Proses metabolisme ialah
proses memecahkan karbohidrat protein, dan lemak dalam makanan untuk
menghasilkan energi.
6. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.
Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.
7. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra.
8. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis Merupakan
penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh presipitasi
berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.

3
C. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar derajat penyakit :

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal > 90


atau ↑
2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29

5 Gagalginjal < 15 atau dialisis

D. Anatomi Fisiologi Ginjal


Setiap manusia memiliki saluran kemih yang terdiri dari ginjal yang terus
menerus menghasilkan urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang
dibutuhkan untuk membawa urine keluar tubuh. Ginjal merupakan organ
berbentuk seperti kacang yang terletak dibagian belakang abdomen atas, di
belakang peritonium, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar tranversum
abdominis, kuadratus tumborum,dan psoas mayor.ginjal terlindung dengan
baik dari trauma langsung disebelah posterior dilindungi oleh iga, dianterior
dilindungi oleh bantalan usus yang tebal (Price, 2006)

4
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal.

 
Pada orang dewasa, panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7
hingga 5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan
beratnya sekitar 10 gram. Perbedaan panjang dari kutub kekutub kedua ginjal
(dibandingkan dengan pasangannya) yang lebih dari 1,5 cm (0,6 inci).
Ureter merupakan saluran yang panjangnya sekitar 10 sampai 12 inci (25
hingga 30 cm), terbentang dari ginjal sampai vesika urinaria. Fungsi satu-
satunya ureter adalah menyalurkan kevesika urinaria.
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak dibelakan simpisis pubis vesika urinaria mempunyai 2 muara: dua dari
ureter dan satu menuju uretra. Dua fungsi vesika urinaria adalah sebagai
tempat penyimpanan urine sebelum meninggalkan tubuh dan berfungsi 
mendorong urine keluar tubuh (dibantu oleh uretra).
Uretra adalah saluran kecil yang dapat mengembang, berjalan dari vesika
urinaria sampai keluar tubuh. Didalam nefron terjadi pembentukan urine yang
terdiri dari 3 tahap yaitu, filtrasi glomerulus, reabsorpsitubulus dan sekresi
tubulus.

E. Patofisiologi

5
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang
komplektermasuk diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate),
pengeluaran produksi urine dan eksresi air yang abnormal, ketidakseimbangan
elektrolit dan metabolik abnormal. Homeostatis dipertahankan oleh
hipertropinefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron hanya dapat
mempertahankaneksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan jalan
menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan
kemampuan memekatkan urin) dan polyuria adalah peningkatan output ginjal.
Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKD dan dapat menyebabkan
dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya, kemampuan
memekatkan urin menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya (isotenuria). Jika
fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat secara otomatis, dan
pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang
makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi/
mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal (Price,
2006).
Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan
eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus
ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum
kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah
disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan
kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system kardiovaskuler.
Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung kongestif,
dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingka teritropetin,
penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensibesi dan
asam laktatdan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena
peningkatan tekanan darah akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan
fungsi system renin. Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan
beban kerja jantung karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan (Brunner
& Suddart, 2007). Tahap gangguan ginjal antar lain:
1. Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve

6
Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan sisa-sisa
metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi terhadap
gangguan yang sakit tersebut.
2. Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)
Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal, sedang
apabia 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal normal hanya 2-
20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai berakumulasi dalam
darah karena jaringan ginjal yang lebih sehat ridak dapat berkompensasi
secara terus menerus terhadap kehilangan fungsi ginjal karena adanya
penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam urat, dan fosfor
mengalami peningkatan tergntung pada tingkat penurunan fungsi ginjal.
3. Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)
Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam darah
dan ginjal tidak mampu mempertahankan hemostatis.

F. Pathway

Infeksi saluran kemih, Penyakit metabolik Nefropati toksik,


penyakit vaskuler (DM), Gangguan gangguan kongenital
hipertensi jaringan ikat

Gagal Ginjak Kronik

Penurunan laju Renin Proteinuria Penurunan Kadar kreatinin


infiltrasi glomelurus meningkat fungsi ginjal dan BUN serum

Ginjal tidak mampu Angiotensi I, Kadar Produksi Asotemia


i
mengencerkan urin II meningkat protein eritropin
dgn maksimal dalam darah menuurn
menurun
muncul sindrom
Peningkatan Na & K Vasikontrisi
urenia
pembuluh Penurunan
darah Penurunan pembntukkan
tekanan eritrosit
Masuk ke vaskuler Gejala mual
osmotik
muntah
Tekanan
Peningkatan vol darah Anemia
vaskuler meningkat Perubahan nutrisi
kurang dari
7kebutuhan
Cairan
keluar ke
ekstravaskul
er Intoleransi
Tekanan hidrostatik Risiko
meningkat aktivitas
penurunan
curah
jantung edema
Kelebihan volume
cairan

Kelebihan
volume
cairan

(Sumber : Smeltzer, 2009).

G. Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik, sesuai definisinya, berkembang lambat dan biasanya
datang dengan letargi, malaise umum, anoreksia, dan mual. Pruritus
menyeluruh sering ditemukan. Impotensi, menstruasi tidak teatur, dan
hilangnya fertilitas adalah keluhan yang umum pada pasien dengan usia lebih
muda. Pada uremia berat terdapat bau amis yang khas, cegukan, muntah,
proritus berat disertai ekskoriasi kulit, pigmentasi kulit, neuropati perifer, dan
gangguan sistem saraf pusat yang menyebabkan letargi, stupor, dan koma
yang disertai kejang. Perikarditis bisa berhubungan dengan efusi dan
tamponade.
Karena pada gagal ginjal kronis setiap sistem tubuh dipengaruhi oleh
kondisi uremia, maka pasien akan memperlihatkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, kondisi lain yag mendasari, dan usia pasien.
Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-

8
aldosteron), gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner (akibat cairan
berlebih), dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin
uremik).
Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang parah
(pruritis). Butiran uremik, suatu penumpukan kristal urea di kulit, saat ini
jarang terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal
tahap-akhir. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan. Perubahan neuromuskuler mencakup
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan
kejang (Sudoyo, 2006).

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal tidak mampu
mengatur cairan, elektrolit, dan sekresi hormone.
a) Natrium. Bila GFR turun di bawah 20-25 mL/menit, ginjal menjadi tak
mampu mengekskresi beban natrium ataupun menyimpan natrium; ini
sering menyebabkan retensi natrium dengan akibat edema, hipertensi,
dan gagal jantung kongestif.
b) Air. Sementara fungsi ginjal memburuk, kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin menjadi terganggu, dan kadar
urin menjadi isotonik. Tetapi, mekanisme rasa haus yang masih utuh
biasanya dapat mempertahankan keseimbangan air sampai perjalanan
penyakit telah lanjut.
c) Kalium. Keseimbangan kalium dipertahankan oleh peningkatan
sekresi di tubulus distal dan peningkatan ekskresi gastrointestinal lewat
peningkatan kadar aldosteron.

9
d) Keseimbangan asam-basa.
a) Asidosis hiperkloremik. Asidosis metabolik hiperkloremik tanpa
celah anion (nonanion gap) dapat terjadi pada awal gagal ginjal,
terutama pada pasien dengan penyakit tubulointerstisial yang kronis.
Ini terjadi karena ginjal tidak mampu meningkatkan produksi amonia
dan ekskresi ion hidrogen.
b) Asidosis dengan kenaikan celah anion. Asidosis metabolik celah
anion terjadi akibat akumulasi anion fosfat dan sulfat yang tak
terukur.
e) Kalsium, fosfor, dan magnesium. Hipokalsemia terjadi akibat
menurunnya produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol (vitamin D) oleh
ginjal, yang menyebabkan berkurangnya absorbsi kalsium oleh sistem
gastrointestinal. Sementara GFR menurun, ekskresi fosfat juga
berkurang, mengakibatkan peningkatan fosfor serum. Hiperfosfatemia
juga menyebabkan berkurangnya kadar ion kalsium dalam serum.
Hipokalsemia merangsang sekresi hormon paratiroid (PTH), yang
mengakibatkan reabsorbsi tulang dan pembebasan kalsium dari tulang,
mengakibatkan penyakit tulang hiperparatiroid (osteitis fibrosa).
Hipermagnesemia biasanya ringan dan asimtomatis.
f) Anemia. Anemia umumnya terjadi akibat menurunnya eritropoetin
pada ginjal. Sediaan apus darah tepi mengungkapkan anemia
normokromik, normositik dengan sedikit sel burr dan sel helmet.

2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, biasa tampak batu radio-opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retograd dilakukan sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal

10
Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa, klasifikasi.
Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada
indikasi.

3. Pemeriksaan Biopsi ginjal


Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, di mana diagnosis
secara noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini
bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan
mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
indikasikontra dilakukan pada keadaan di mana ukuran ginjal yang sudah
mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan
obesitas.
I. Komplikasi
1. Penyakit tulang. Hipokalsemia akibat penurunan sintesis 1,25-(OH)2D3,
hiperfosfatemia, dan resistensi terhadap kerja PTH di perifer, semuanya
turut menyebabkan penyakit tulang renal.
2. Penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab
mortalitas tertinggi pada pasien gagal ginjal kronis.
3. Anemia. Kadar eritropoetin dalam sirkulasi rendah. Eritropoetin
rekombinan parenteral meningkatkan kadar hemoglobin, memperbaiki
toleransi terhadap aktivitas fisik, dan mengurangi kebutuhan transfusi
darah.
4. Disfungsi seksual. Menurunnya libido dan impotensi sering terjadi.
Hiperprolaktinemia ditemukan pada setidaknya sepertiga jumlah pasien,
menyebabkan efek inhibisi sekresi gonadotropin.

J. Penatalaksanaan
1. Manfaat obat dalam terapi penyakit ginjal kronik

11
a) Diuretik
Diuretik (obat untuk meningkatkan pengeluaran urine) membantu
pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta
bermanfaat membantu menurunkan tekanan darah.
b) Obat antihipertensi
Sebagian besar penderita penyakit ginjal kronik mengalami
tekanan darah tinggi. Oleh karena itu, diperlukan obat
antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap
dalam batas normal dan dengan demikian, akan memperlambat
proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan
darah.
c) Eritropoietin (Epo)
Salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormone eritropoietin
(Epo). Hormone ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Penyakit ginjal kronik
menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan
sehingga menimbulkan anemia. Oleh karena itu, Epo perlu
digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh penyakit
ginjal kronik. Epo biasanya diberikan dengan cara injeksi 1-2
kali/minggu.
d) Zat besi
Zat besi (ferrous sulphate) sering kali bermanfaat untuk membantu
mengatasi anemia yang diakibatkan kekurangan Fe pada pasien
dengan penyakit ginjal kronik. Suplemen zat besi diberikan dalam
bentuk tablet atau injeksi.
e) Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penyakit ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi
rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan
kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif)
dan kalsium.

12
2. Modifikasi gaya hidup
a) Diet
Perencanaan menu makanan sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat gizi. Kebutuhan akan zat gizi ini berbeda-
beda, tergantung stadium penyakit ginjal kronik yang dialami. Secara
umum, penderita penyakit ginjal kronik dianjurkan untuk ; diet
rendah garam (sodium) yang bermanfaat membantu mengendalikan
tekanan darah dan mencegah tertimbunnya kelebihan cairan tubuh,
dan diet rendah fosfat (800-1000 mg/hari) (Mahdian, 2010).
b) Olahraga
Olahraga bermanfaat membantu mengendalikan kadar gula darah,
menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan tekanan darah, dan
mengurangi kelebihan berat badan. Selain dari segi fisik, olahraga
juga berpengaruh positif terhadap kesehatan mental dan emosional
(Mahdian, 2010)..

c) Menjaga berat badan dalam batas normal


Mengurangi kelebihan berat badan dapat membantu menurunkan
tekanan darah dan kadar kolesterol/lemak darah. Sebagai pedoman,
indeks massa tubuh (body mass index) normal yang dianjurkan : 18,5
sampai dengan 24,9 kg/m2.
d) Berhenti merokok
Merokok dapat mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga kolesterol mudah tersangkut dan membentuk
timbunan plak pada dinding pembuluh darah. Endapan kolesterol
menyebabkan dinding pembuluh darah menebal dan mengeras
sehingga rongga pembuluh darah mengalami penyempitan. Keadaan
ini menyebabkan berkurangnya aliran darah yang menuju ginjal dan
meningkatnya tekanan darah. Oleh karena itu, individu dengan
penyakit ginjal kronik yang memiliki kebiasaan merokok, sangat di
anjurkan untuk sedapat mungkin berhenti merokok.

13
3. Non farmakologis
a) Pengaturan asupan protein :
1) Pasien non dialisis 0,6-0,75 gram/kgBB ideal/hari sesuai dengan
CCT dan toleransi pasien
2) Pasien hemodialisis 1-1,2 gram/kgBB ideal/hari
3) Pasien peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB ideal/hari
b) Pengaturan asupan kalori : 35 Kal/kgBB ideal/hari
c) Pengaturan asupan lemak : 30-40% dari kalori total dan mengandung
jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
d) Pengaturan asupan karbohidrat : 50-60% dari kalori total
e) Garam (NaCl) : 2-3 gram/hari
f) Kalium : 40-70 mEq/kgBB/hari
g) Fosfor : 5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD : 17 mg/hari
h) Kalsium : 1400-1600 mg/hari
i) Besi : 10-18 mg/hari
j) Magnesium : 200-300 mg/hari
k) Asam folat pasien HD : 5 mg
l) Air : jumlah urin 24 jam + 500 ml (insensible water loss). Pada
CAPD air disesuaikan dengan jumlah dialisat yang keluar. Kenaikan
berat badan di antara waktu HD<5% BB kering.

K. Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (GGK)


Pengkajian
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit saat ini
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pemeriksaan fisik

14
Menurut Doenges (2010), hal-hal yang dikaji pada pasien dengan gagal
ginjal kronik yaitu:
1. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia / gelisah atau samnolen)
Tanda :  Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi.
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi ; nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi; Distensi Vena Jugularis, nadi kuat, edema jaringan
umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distrimia jantung. Nadi
lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang
pada penyakit tahap akhir. Friction rub pericardial ( Respon terhadap
akumulasi sisa). Pucat : kulit coklat kehijauan, kuning, kecendrungan
perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala : Faktor stress, contoh financial, hubungan dan
sebagainya. Peresaan tak berdaya, tidak ada harapan, tak ada
kekuatan.
Tanda : Menolak , ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat
berawan. Oliguria dapat menjadi anuria.
5. Makanan Cairan.
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi).Anoreksia nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia). Penggunaan
diuretik.
Tanda : Distensi abdomen/ asites, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan tugor kulit / kelembaban. Edema (umum, tergantung).

15
Ulserasi gusi, perdarahan gusi lidah. Penurunan otot, penurunan
lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
“kaki gelisah”, kebas rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas /
kesemutan dan kelemahan. Khususnya ekstremitas bawah
(neuropati perifer).
Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapangan perhatian,
ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadarn, stupor, koma. Penurunan DTR.
Tanda Chovostek dan Trousseau positif  kejang, fasikulasi otot,
aktifitas kejanng. Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
7. Nyeri / Kenyamanan.
Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk
saat malam hari).
Tanda   : Perilaku berhati – hati / distraksi, gelisah.

8. Pernafasan.
Gejala :  Nafas pendek, dispnea nocturnal paroksimal : batuk dengan tanda
sputum kental dan banyak.
Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernafasan
kusmaul).Batuk produktif dengan sputum merah muda – encer
(edema paru).
9. Keamanan.
Gejala : Kulit gatal. Ada / berulang infeksi.
Tanda : Pruritus. Demam (sepsis, dehidrasi) normotermia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu
tubuhlebih rendah dari normal (efek GGK/ depresi respon imun).
Petekie, area ekomosis pada kulit. Fraktur tulang, defosit fosfat
kalsium (klasifikasi metastik) pada kulit.Jaringan lunak, sendi :
Keterbatasan gerak sendi.

16
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amionorea, infertilitas.
11. Interaksi Sosial.
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tk mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
12. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit
polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpanjar pada toksin , contoh obat, racun lingkungan
penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

Diagnosis
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
4. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolik, sirkulasi, gangguan turgor kulit (edema),
penurunan aktivitas/mobilisasi.

Intervensi
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Gangguan keseimbangan NOC : NIC :
cairan dan elektrolit a. Electrolit and acid a. Pertahankan catatan intake
berhubungan dengan base balance dan output yang akurat
udem sekunder: volume b. Fluid balance b. Pasang urin kateter jika
cairan tidak seimbang c. Hydration diperlukan
oleh karena retensi Na Setelah dilakukan tindakan c. Monitor hasil lab yang
dan H2O. keperawatan selama …. sesuai dengan retensi cairan
Kelebihan volume cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin
teratasi dengan kriteria: )
a. Terbebas dari edema, d. Monitor vital sign
efusi, anaskara e. Monitor indikasi retensi /
b. Bunyi nafas bersih, kelebihan cairan (cracles, CVP
tidak ada , edema, distensi vena leher,
dyspneu/ortopneu asites)

17
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
c. Terbebas dari distensi f. Kaji lokasi dan luas edema
vena jugularis, g. Monitor masukan makanan
d. Memelihara / cairan
tekanan vena sentral, h. Monitor status nutrisi
tekanan kapiler paru, i. Berikan diuretik sesuai
output jantung dan vital interuksi
sign DBN j. Kolaborasi pemberian obat:
e. Terbebas ....................................
dari kelelahan, k. Monitor berat badan
kecemasan atau l. Monitor elektrolit
bingung m. Monitor tanda dan gejala
dari od
2. Perubahan nutrisi: kurang NOC: NIC:
dari kebutuhan tubuh a. Nutritional status: a.Kaji adanya alergi makanan
berhubungan dengan Adequacy of nutrient b.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
anoreksia, mual, muntah b. Nutritional Status : food menentukan jumlah kalori dan
and Fluid Intake nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Weight Control c.Yakinkan diet yang dimakan
Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat untuk
keperawatan mencegah konstipasi
selama….nutrisi kurang d.Ajarkan pasien bagaimana
teratasi dengan indikator: membuat catatan makanan harian.
a. Albumin serum e.Monitor adanya penurunan BB
b. Pre albumin serum dan gula darah
c. Hematokrit f. Monitor lingkungan selama makan
d. Hemoglobin g.Jadwalkan pengobatan dan
e. Total iron binding tindakan tidak selama jam makan
capacity h.Monitor turgor kulit
Jumlah limfosit i. Monitor kekeringan, rambut
kusam, total protein, Hb dan kadar
Ht
j. Monitor mual dan muntah
k.Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
l. Monitor intake nuntrisi
m. Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
n.Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
o.Atur posisi semi fowler atau
fowler tinggi selama makan
p.Kelola pemberan anti emetik:.....
q.Anjurkan banyak minum
r. Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
3. Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :

18
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
berhubungan dengan a. Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
keletihan, edema Active a. Monitoring vital sign
ekstremitas. b. Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan
c. Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
d. Transfer performance b. Konsultasikan dengan terapi
Setelah dilakukan tindakan fisik tentang rencana ambulasi
keperawatan sesuai dengan kebutuhan
selama….gangguan c. Bantu klien untuk
mobilitas fisik teratasi menggunakan tongkat saat
dengan kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap
a. Klien meningkat dalam cedera
aktivitas fisik d. Ajarkan pasien atau tenaga
b. Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
peningkatan mobilitas ambulasi
c. Memverbalisasikan e. Kaji kemampuan pasien dalam
perasaan dalam mobilisasi
meningkatkan kekuatan f. Latih pasien dalam
dan kemampuan pemenuhan kebutuhan ADLs
berpindah secara mandiri sesuai
d. Memperagakan kemampuan
penggunaan alat Bantu g. Dampingi dan Bantu pasien
untuk mobilisasi saat mobilisasi dan bantu
(walker) penuhi kebutuhan ADLs ps.
h. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan
i. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan

4. Risiko tinggi terhadap NOC : NIC : Pressure Management


kerusakan integritas kulit a. Tissue Integrity : Skin a. Anjurkan pasien untuk
berhubungan dengan and Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
gangguan status b. Status Nutrisi longgar
metabolik, sirkulasi, c. Tissue Perfusion:perifer b.Hindari kerutan padaa tempat
gangguan turgor kulit d. Dialiysis Access tidur
(edema), penurunan Integrity c. Jaga kebersihan kulit agar tetap
aktivitas/mobilisasi bersih dan kering
Setelah dilakukan tindakan d.Mobilisasi pasien (ubah posisi
keperawatan selama…. pasien) setiap dua jam sekali
Gangguan integritas kulit e. Monitor kulit akan adanya
tidak terjadi dengan kriteria kemerahan
hasil: f. Oleskan lotion atau minyak/baby
a. Integritas kulit yang baik oil pada derah yang tertekan
bisa dipertahankan g.Monitor aktivitas dan mobilisasi
b. Melaporkan adanya pasien
gangguan sensasi atau h.Monitor status nutrisi pasien
nyeri pada daerah kulit i. Memandikan pasien dengan
yang mengalami sabun dan air hangat
gangguan j. Gunakan pengkajian risiko untuk
c. Menunjukkan memonitor faktor risiko pasien

19
No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
pemahaman dalam (Braden Scale, Skala Norton)
proses perbaikan kulit k.Inspeksi kulit terutama pada
dan mencegah terjadinya tulang-tulang yang menonjol dan
sedera berulang titik-titik tekanan ketika merubah
d. Mampu melindungi kulit posisi pasien.
dan mempertahankan l. Jaga kebersihan alat tenun
kelembaban kulit dan m. Kolaborasi dengan ahli gizi
perawatan alami untuk pemberian tinggi protein,
e. Status nutrisi adekuat mineral dan vitamin
f. Sensasi dan warna kulit n.Monitor serum albumin dan
normal transferin

DAFTAR PUSTAKA

Mahdiana, Ratna. 2010. Mencegah Penyakit Kronis Sejak Dini. Yogyakarta : Tora
Book.
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan keperawatan gangguan sistem perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta : EGC
Rani, A. Aziz. 2006. Panduan pelayanan medik. Jakarta : Internal Publishing
Smeltzer, Suzanne C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta :
EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku saku diagnosis keperawatan: diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC

20
21

Anda mungkin juga menyukai