Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

TB PADA KEHAMILAN

Pembimbing:
dr. Ajeng Normala, Sp.OG,

Oleh:
Kelvin Pangestu 406181016

KEPANITERAAN STASE KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIAWI KABUPATEN BOGOR
PERIODE 18 NOVEMBER 2019 s/d 28 JANUARI 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat

Disusun oleh :
Kelvin Pangestu (406181016)

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian stase Obgyn di RSUD K.M.R.T. Wongsonegoro
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

Bogor, 7 Januari 2020

dr. Ajeng Normala, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkanNya,
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Referat.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, dengan hati terbuka penulis menerima segala kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan makalah ini.
Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
dr. Ajeng Normala, Sp.OG
Yang telah banyak memberikan ilmu dan bimbingannya selama siklus kepaniteraan
Kebidanan dan Penyakit kandungan di RSUD Ciawi sejak tanggal 18 November s/d 20 Januari
2020.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan kasus ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya.

Bogor, 7 Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

COVER 1
LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………………7
BAB 3 KESIMPULAN ………………………………………………………………………. 28
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………. 29
BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis telah menjadi masalah kesehatan di dunia baik tuberkulosis pada umumnya

maupun tuberkulosis pada kehamilan. Kejadian tuberkulosis pada kehamilan semakin meningkat

di Indonesia. Di Indonesia, kasus baru tuberkulosis hampir separuhnya adalah wanita, dan

menyerang sebagian wanita usia produktif. 1-3% dari semua wanita hamil menderita

tuberkulosis. Tuberkulosis pada kehamilan memiliki gejala klinis yang umumnya serupa dengan

tuberkulosis pada wanita tidak hamil.1,2

Banyak dari diagnosis TB pada kehamilan yang mungkin ditegakkan terlambat karena

gejala awal yang tidak khas. Pada kehamilan terdapat perubahan-perubahan pada sistem

humoral, imunologis, peredaran darah, sistem pernapasan, seperti terdesaknya diafragma ke atas

sehingga paru-paru terdorong ke atas oleh uterus yang gravid menyebabkan volume residu nafas

berkurang. Saat hamil pemakaian oksigen akan bertambah kira-kira 25% dibandingkan di luar

kehamilan, apabia penyakitnya berat atau prosesnya luas dapat menyebabkan hipoksia sehingga

hasil konsepsi juga ikut menderita, dapat terjadi partus prematurus atau kematian janin.1,2,3,4

Proses kehamilan, persalinan, masa nifas, dan laktasi mempunyai pengaruh terhadap

jalannya penyakit. Hal ini disebabkan oleh karena perubahan-perubahan dalam kehamilan yang

kurang menguntungkan bagi proses penyakit dan daya tahan tubuh yang turun akibat kehamilan.4

Efek Tuberkulosis pada kehamilan ataupun kehamilan menimbulkan manifestasi klinis

dan progesivitas penyakit tidak akan mempengaruhi bila diterapi dengan regimen yang tepat dan

adekuat. Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu,
mengurangi efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang

terjadi pada bayi yang baru lahir. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan foto thorax

dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi Bacil Calmatte

Geurine (BCG).

Pemberian obat anti tuberkulosis yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yaitu obat lini

pertama dan lini kedua. Obat lini pertama, kecuali Streptomisin dapat digunakan pada

tuberkulosis pada kehamilan. Penggunaan streptomisin dan obat lini kedua (kanamisin,

etionamid, kapreomisin) sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan

terjadi pada janin, kecuali dalam keadaan resistensi beberapa obat. 1,2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tuberkolusis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil

Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis ) yang merupakan salah satu penyakit saluran

pernapasan bagian bawah. Sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru

melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai fokus primer

dari ghon.8

2.2 Cara Penularan

Infeksi terjadi melalui penderita TB yang menular. Penderita TB yang menular adalah

penderita dengan basil TB di dalam dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa

batuk atau bersin akan menghembus keluar percikan dahak halus (droplet nuclei) yang berukuran

kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang di udara. Droplet nuclei ini mengandung basil TB

yang akan melayang-layang di udara, jika droplet nuclei ini hinggap di saluran penapasan yang

besar, misalnya trakea dan bronkus, droplet nuclei akan segera dikeluarkan oleh gerakan silia

selaput lendir saluran pernapasan, tetapi bila droplet nuclei ini berhasil masuk sampai ke dalam

alveolus ataupun menempel pada mukosa bronkiolus, droplet nuclei akan menetap dan basil TB

akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak.9


Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh jumlah kuman yang dikeluarkan

dari paru. Semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita

tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut

dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam

udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Faktor endogen seperti daya tahan tubuh, usia, dan

penyakit penyerta (infeksi HIV, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal ginjal, diabetes melitus dan

terapi imunosupresif) juga mempengaruhi kerentanan seseorang tertular kuman TB.2

Gambar 2.1 Faktor Risiko Kejadian TB1

2.3 Etiologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk

batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Spesies lain kuman ini yang dapat

memberikan infeksi pada wanita hamil adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium kansasii,
Mycobacterium intra-cellulare. Sebagian besar kuman ini terdiri dari lipid, yang menyebabkan

kuman lebih tahan terhadap asam dan gangguan kimia dan fisik.5

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini

terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan

menjadi tuberkulosis aktif. Sifat kuman adalah aerob, artinya kuman lebih menyenangi jaringan

yang kandungan oksigennya tinggi.5

Cara penularan melalui udara pernapasan dengan menghirup partikel kecil yang

mengandung bakteri tuberkulosis, atau minum susu sapi yang terkena tuberkulosis. Masa tunas

berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan terus berlangsung selama sputum BTA

penderita positif.5

2. 4 Klasifikasi

2.4.1 TB Primer

TB primer merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada pasien

nonsensitif yaitu mereka yang belum pernah terinfeksi. Terdapat respon radang ringan pada

tempat infeksi (subpleura pada bagian tengah paru, dalam faring, atau di ileum terminal), diikuti

penyebaran ke kelenjar getah bening regional (hilus, servikal dan mesenterika). Satu atau dua

minggu setelah infeksi, dengan onset sensitivitas tuberkulin, terjadi perubahan reaksi jaringan

baik pada fokus dan pada kelenjar getah bening, menjadi bentuk granuloma kaseosa yang khas.

Kombinasi fokus dan keterlibatan kelenjar getah bening regional disebut kompleks primer.8

Kompleks ini mengalami penyembuhan dengan fibrosis, dan seringkali timbul kalsifikasi

tanpa pemberian terapi. Kelenjar getah bening yang membesar bisa tampak jelas di leher atau
menyebabkan obstruksi bronkus yang mengakibatkan kolaps. Penyebaran organ secara

hematogen jarang terjadi dari kompleks primer.10

Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

3. Berkomplikasi dan menyebar secara:

a. Menyebar kesekitarnya (perkontinuitatum)

b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.

Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah dan menyebar ke usus.

c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

d. Secara limfogen.

2.4.2 TB Sekunder

TB sekunder merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M. tuberculosis pada

orang yang pernah terinfeksi dan pasien sensitif terhadap tuberkulin. TB sekunder akan muncul

bertahun-tahun setelah tuberkulosis primer. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti

malnutrisi, konsumsi alkohol, penyakit keganasan, diabetes, AIDS dan gagal ginjal.2,9

TB sekunder ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasi ke

daerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi

tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang

dikelilingi oleh sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.2,9

Sarang dini pada TB sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:2
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan

jaringan fibrosis. Kemudian akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk

perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan

keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan

dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian

dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

4. Ruptur ke dalam bronkus dan menyebabkan bronkopneumonia TB

5. Menyebar melalui darah dan menyebabkan TB milier pada hati, limfa, paru, tulang dan

meningen.

2.5 Diagnosis

2.5 1 MANIFESTASI KLINIS

a. Demam.

Demam biasanya subfebril menyerupai influenza, tapi kadang dapat mencapai 40-41 oC.

Serangan demam dapat sembuh, dan biasanya dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, berat

ringan infeksi, dan jumlah kuman yang masuk.

b. Batuk.

Gejala ini banyak ditemukan, yang disebabkan karena iritasi pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk mula-mula kering

dan setelah timbul peradangan menjadi produktif, pada keadaan lanjut akan timbul batuk

darah karena pecahnya pembuluh darah.


c. Sesak nafas.

Sesak ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah

bagian paru-paru.

d. Nyeri dada.

Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan

pleuritis.

e. Malaise.

Penyakit tuberkulosis bersifat radang menahun, gejala malaise yang sering ditemukan

berupa anoreksia, berat badan turun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam. Gejala

malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.5.2 PEMERIKSAAN FISIK

Tempat kelainan yang paling sering pada bagian apeks paru, bila dicurigai adanya infiltrat yang

agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas yang bronkial, ronki

basah kasar nyaring, jika diikuti dengan penebalan pleura maka suara nafas vesikuler akan

melemah. Bila ada kavitas yang cukup besar maka perkusi memberikan suara hipersonor dan

auskultasi suara amforik.

2.5.3 PEMERIKSAAN SPUTUM

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA diagnosis

tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan

evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tetapi kadang tidak mudah mendapatkan
sputum terutama pada penderita yang tidak batuk, atau ada batuk tetapi non produktif. Dalam

hal ini 1 hari sebelum pemeriksaan sputum penderita disuruh minum air sebanyak ± 2 liter dan

diajarkan melakukan refleksi batuk. Dapat juga dengan memberikan obat mukolitik ekspektoran

atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30 menit.5

Bila sputum didapat kadang kuman BTA susah ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan

bila bronkus yang terlibat proses ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman

BTA mudah keluar. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukan sekurang-kurangnya

ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan.5

2.5.4 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pada awal tuberkulosis jumlah leukosit akan sedikit meninggi dengan pergeseran ke kiri.

Laju endap darah mulai meningkat.

2.5.5 TES TUBERKULIN


Alasan alternatif dilakukan tes tuberkulin adalah untuk wanita hamil dengan resiko

tinggi, dan lebih baik digunakan PPD (purified protein derivative) berkekuatan 5 TU

(intermediate strength) yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin 5 TU intrakutan.5,6,7

Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan

yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen

tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin

dipengaruhi oleh antibodi humoral, pada ibu hamil makin besar pengaruh antibodi humoral,

makin kecil indurasi yang ditimbulkan.6,7


Biasanya hampir seluruh penderita tuberkulosis memberikan hasil mantoux yang positif

(99,8%). Sisa dari tes ini dapat positif seumur hidup pada 96-97% pasien. Kelemahan tes ini juga

terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau terinfeksi Mycobacterium lain.6,7

2.5.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis foto thorax tidak dilakukan secara rutin pada kehamilan karena

sangat beresiko terhadap janin. Dengan pelindung, pemeriksaan radiologis dapat dilakukan pada

penderita yang tes tuberkulinnya positif menyusul setelah tes awal negatif dan pada penderita

dengan riwayat dan pemeriksaan fisik yang mengarah ke arah tuberkulosis walaupun tes

tuberkulin awal negatif.6,8

Gambar 2.2 Alur Diagnosis TB Paru1


Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui gambaran

TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan, terutama jika

hasil BTA negatif.6

2.6 Perjalanan TB pada Kehamilan

A. Pengaruh Kehamilan pada Tuberkulosis

Kehamilan bisa meningkatkan resiko tuberkulosis inaktif terutama periode post partum.

Sebelum tahun 1940, kehamilan dianggap sesuatu yang mengganggu penyembuhan

tuberkulosis paru. Wanita dengan tuberkulosis paru dianjurkan untuk tidak hamil atau jika

setelah terjadi konsepsi maka dilakukan aborsi. sejak saat itu, banyak dokumentasi yang

menyatakan bahwa riwayat tuberkulosis tidak berubah dengan adanya kehamilan pada

penderita yang diobati. Sekarang, aborsi therapeutik jarang dilakukan, kalaupun itu dilakukan

atas indikasi komplikasi kehamilan karena tuberkulosis paru. Bukti penyakit itu akan

meningkat secara progesif antara 15-30% pada penderita yang tidak mengobati penyakitnya

selama 2,5 tahun pertama, baik mereka hamil atau tidak. demikian halnya dengan reaktifitas

tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan. Angka

reaktifasi tuberkulosis paru kira-kira 5-10 % tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil

maupun tidak hamil.6.9.10

B. Pengaruh Tuberkulosis pada Kehamilan

Kehamilan menyebabkan sedikit perubahan pada sistem pernapasan, karena uterus yang

membesar dapat mendorong diafragma dan paru ke atas serta sisa udara dalam paru kurang,

namun penyakit tersebut tidak menjadi lebih berat. 6 Efek TB pada kehamilan tergantung pada
beberapa faktor antara lain tipe, letak dan keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima

pengobatan Obat Anti Tuberkulosis (OAT), status nutrisi, penyakit penyerta, status imunitas,

dan kemudahan mendapatkan fasilitas diagnosis dan OAT.11

Pengaruh tuberkulosis aktif pada kehamilan tidak jelas kecuali pada negara berkembang.

Tentunya dengan adanya obat anti tuberkulosis mengurangi pengaruh buruk dari beratnya

penyakit. jika infeksi tuberkulosis diobati dengan baik seharusnya tidak berpengaruh

terhadap penyakit tersebut. Pada awal tahun 1957 sampai 1972, Schefer dkk (1975)

melaporkan dari ibu yang menderita tuberkulosis aktif diobati lahir bayi yang sehat. TB aktif

tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan. Reaktivasi TB paru yang inaktif

juga tidak mengalami peningkatan selama kehamilan.

Angka reaktivasi TB paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan antara mereka yang hamil

maupun tidak hamil. Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko TB inaktif menjadi aktif

terutama periode post partum.6

Jana dkk (1994) melaporkan tuberkulosis paru aktif menyebabkan komplikasi dari 79

kehamilan di India. Bayi dari wanita yang menderita tuberkulosis mempunyai berat badan

lahir rendah, dua kali lipat meningkatkan persalinan prematur, kecil masa kehamilan, dan

meningkatkan kematian perinatal enam kali lipat. Mungkin ini dianggap berhubungan

dengan terlambatnya diagnosis, pengobatan yang tidak lengkap dan teratur, dan luasnya

kelainan pada paru. Tidak ada bukti bahwa tuberkulosis paru meningkatkan angka abortus

spontan, kelainan kongenital, persalinan dan kelahiran prematur pada penderita yang

mendapatkan pengobatan obat anti tuberkulosis yang adekuat. Bjerkedai dkk mencatat

terjadinya kenaikan toksemia dan perdarahan vaginam pada wanita hamil yang menderita

tuberkulosis.6
Pengaruh utama tuberkulosis pada kehamilan adalah mencegah terjadinya konsepsi, maka

banyak diantara penderita tuberkulosis yang mengalami infertilitas. Sistem genitalia dapat

terjadi fokus primer dari tuberkulosis paru, biasanya sistem genitalia yang sering terkena

adalah tuba fallopi, dengan bagian distal yang terkena lebih dahulu. Infeksi dapat menyebar

ke bagian proksimal dari tuba fallopi dan akhirnya uterus juga terkena. Infeksi jarang turun

sampai ke serviks atau bagian bawah dari sistem genitalia.6.10

C. Efek TB Terhadap Janin

Menurut Oster (2007), jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada risiko

terhadap janin, seperti abortus, terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan

terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB

kongenital). Gejala TB kongenital bisa diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi, seperti

prematur, gangguan napas, demam, berat badan rendah, pembesaran hati dan limfa. 11

Penularan kongenital sampai saat ini masih belum jelas, apakah bayi tertular saat masih di

kandungan atau setelah lahir. Jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan

limfa, maka wanita memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan, karena bayi

dapat mengalami masalah setelah lahir.6

2.7 PENGOBATAN TUBERKULOSIS DALAM KEHAMILAN

1. Pengobatan Medis

Pengobatan tuberkulosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita yang tidak

hamil.
Obat primer antituberkulosis berupa isoniazid, rifampisin, etambutol dan streptomisin.

Sedangkan obat sekunder yang sering digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi

terhadap obat, yaitu p-aminosalisylic acid, pirazinamid, sikloserin, ethionamid, kanamisin,

viomisisn, dan capreomisin.

Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes tuberkulin

positif dengan gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan ini

mungkin dapat ditunda dan mulai diberikan pada post partum.

Walaupun beberapa penelitian tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita

post partum, beberapa merekomendasikan menunda pengobatan ini 3 - 6 bulan post partum.6,11,12

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama

kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita

asimptomatis. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal maka the Center of

Disease Control sekarang merekomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi

4 obat untuk penderita yang hamil dengan gejala tuberkuosis.

Beberapa antituberkulosis utama tidak tampak pengaruh buruk terhadap janin. Kecuali

streptomisin, yang dapat menyebabkan ketulian kongenital maka sama sekali tidak boleh dipakai

selama kehamilan. Menurut Sniders dkk melaporkan bahwa INH, etambutol, rifampisin aman

untuk kehamilan jika diberikan dalam dosis yang tepat dan efek teratogenik terhadap janin

manusia tidak dapat dibuktikan.6,12

The Center for Disease Control (1993) merekomendasikan pengobatan oral untuk wanita hamil

sebagai berikut:3
- Isoniazid 5 mg/kgBB dan tidak lebih 300 mg per hari bersama dengan piridoksin 50 mg per

hari.

- Rifampisin 10 mg/kgBB, tidak lebih 600 mg sehari.

- Etambutol 5-25 mg/kgBB, dan tidak lebih dari 2,5 gram per hari (biasanyya 25 mg/kgBB

selama 6 minggu kemudian diturunkan 15 mg/kgBB)

Pengobatan ini diberikan selama minimum 9 bulan. Jika resisten terhadap obat ini, dapat

dipertimbangkan pengobatan dengan pirazinamid. Selain itu pirazinamid 50 mg/hari harus

diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid.6

Pada tuberkulosis aktif dapat diberikan 2 kombinasi obat, biasanya digunakan isoniazid 5

mg/kg/hr (tidak lebih 300 mg/hr) dan etambutol 15 mg/kg/hr, pengobatan dilanjutkan sekurang-

kurangnya 17 bulan untuk mencegah relaps. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau

lebih dapat ditambahkan rifampisin, tetapi streptomisin tidak dianjurkan karena berefek

ototoksik.6

Dari hasil penelitian menunjukkan ada obat-obat lain yang dapat digunakan selama

kehamilan adalah kanamisin, viomisin, capreomisin, pirazinamid, sikloserin, dan

tiosemicatbazone.6
Pada pengobatan kasus baru dipertimbangkan pemberian obat yang bersifat bakterisid,

sterilisator dan dapat mencegah terjadinya resistensi. Biasanya yang dipakai adalah 2HRZ/4HR.

pengobatan awal selama 2 bulan pertama menggunakan paduan obat isoniazid, rifampisin dan

pirazinamid dilanjutkan dengan pengobatan isoniazid dan rifampisin pada 4 bulan berikutnya,

total pemberian selama 6 bulan dan obat diberikan tiap hari.6


Lama pemberian obat saat ini 6 bulan merupakan standar yang dipakai untuk pengobatan

tuberkulosis paru maupun tuberkulosis luar paru pada orang dewasa atau pada anak-anak.

Keadaan ini disebabkan karena:3

- dapat menyembuhkan dengan cepat, terlihat perbaikan setelah 2 - 3 bulan pengobatan

- dapat menyembuhkan sebagian penderita dengan strain kuman yang mempunyai resistensi

awal terhadap isonoiazid atau streptomisin

- mencegah kegagalan pengobatan yang disebabkan olehterjadinya resistensi primer.


2. Evaluasi Pengobatan

a. KLINIS. Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya

setiap 2 minggu selama satu bulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya

terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti batuk berkurang, batuk

darah hilang, nafsu makan bertambah.

b. BAKTERIOLOGIS. Biasanya setelah 2 - 3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai

menjadi negatif.pemeriksaan kontrol sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila

sudah negatif, sputum BTA tetap diperiksa sampai 3 kali berturut-turut bebas kuman.

Sewaktu-waktu mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA

positif dan tanpa keluhan yang relevant pada kasus-kasus yang memperoleh
kesembuhan. Bila ini terjadi, yakni BTA 3 kali positif pada pemeriksaan biakan (3

bulan), berarti penderita mulai kambuh lagi. Bila bakteriologis ada perbaikan tetapi

tidak pada klinis dan radiologis, berarti harus dicurigai adanya penyakit lain. Bila

klinis, bakteriologis dan radiologis tidak ada perbaikan padahal penderita sudah

diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan

imunologis pada penderita tersebut.

KEGAGALAN PENGOBATAN PADA KEHAMILAN 6

a. Obat

 Paduan obat tidak adekuat

 Dosis obat tidak cukup

 Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan yang dianjurkan

 Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya

 Terjadinya resistensi obat

b. Drop out

 Kekurangan biaya pengobatan

 Merasa sudah sembuh

 Malas berobat/ kurang motivasi

c. Penyakit

 Lesi paru yang terlalu luas/ sakit berat

 Penyakit lain yang menyertai tuberkulosis

 Adanya gangguan imunologis pada kehamilan


Penanggulangan terhadap kasus-kasus yang gagal pada kehamilan, antara lain: 6,11

a. Terhadap penderita yang sudah berobat secara teratur:


- Menilai kembali apakah paduan obat sudah adekuat mengenai dosis dan cara pemberiannya.

- Lakukan tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila sudah dicoba dengan obat tetapi gagal maka pertimbangkan pengobatan dengan

pembedahan terutama pada penderita dengan kavitas.

b. Terhadap penderita dengan riwayat pengobatan yang tidak teratur:

- Teruskan pengobatan selama lebih 3 bulan dengan evaluasi bakteriologis tiap bulan.

- Nilai kembali tes resistensi kuman terhadap obat.

- Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan obat yang masih sensitif.

PENANGANAN BAYI BARU LAHIR YANG DARI IBU YANG MENDERITA


TUBERKULOSIS

Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis harus dipisahkan segera

setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologis ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya

tahan tubuh yang cukup. Sebanyak 50% bayi baru lahir dari ibu yang menderita tuberkulosis

aktif menderita tuberkulosis pada tahun pertamanya, maka profilaksisnya dengan memberikan

isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan

foto thorax dan tes tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi

Bacil Calmatte Geurine (BCG).16

Vaksi BCG merupakan termasuk golongan kuman hidup yang dilemahkan dari

Mycobacterium bovis yang telah dikembangkan 50 tahun yang lalu. Semua bayi yang baru lahir

harus divaksinasi pada hari pertama kelahiran dengan dosis 0,1 ml intrakutan pada regio deltoid.

Setelah 6 bulan, papul merah tadi dapat mengecil, berlekuk dengan jaringan parut seumur

hidup.16
PROGNOSIS

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan adekuat.

Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi

efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang terjadi pada bayi

yang baru lahir. Pada wanita hamil dengan tuberkulosis aktif yang diobati secara adekuat, secara

umum tuberkulosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan. Prognosis pada

wanita hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil 6.


BAB V

KESIMPULAN

Tuberkulosis tidak mempengaruhi kehamilan dan kehamilan tidak mempengaruhi

manifestasi klinis dan progesivitas penyakit bila diterapi dengan regimen yang tepat dan adekuat.

Pemberian regimen yang tepat dan adekuat ini akan memperbaiki kualitas hidup ibu, mengurangi

efek samping obat-obat tuberkulosis terhadap janin dan mencegah infeksi yang terjadi pada bayi

yang baru lahir.

Bayi baru lahir yang sehat dari ibu yang menderita tuberkulosis harus dipisahkan segera

setelah lahir sampai pemeriksaan bakteriologis ibu negatif dan bayi sudah mempunyai daya

tahan tubuh yang cukup. Sebaiknya bayi baru lahir dilakukan pemeriksaan foto thorax dan tes

tuberkulin. Apabila hasil negatif, pada usia 6 minggu dilakukan vaksinasi Bacil Calmatte

Geurine (BCG).16

Obat anti tuberkulosis yang diberikan dibagi dalam 2 golongan yaitu obat lini pertama

dan lini kedua. Obat lini pertama, kecuali Streptomisin dapat digunakan pada tuberkulosis pada

kehamilan. Penggunaan streptomisin dan obat lini kedua (kanamisin, etionamid, kapreomisin)

sebaiknya dihindari pada wanita hamil karena efek samping yang akan terjadi pada janin, kecuali

dalam keadaan resistensi beberapa obat. 1,2

Pada wanita hamil dengan tuberkulosis aktif yang diobati secara adekuat, secara umum

tuberkulosis tidak memberikan pengaruh yang buruk terhadap kehamilan. Prognosis pada wanita

hamil sama dengan prognosis wanita yang tidak hamil 6.


DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC,
2005.
2. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.
3. Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.
Obstetri Patologi. Bandung: Elstar, 1982.
4. Sofie Rifayani, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi RSHS,
Bagian Pertama (Obstetri). Edisi 2. Bagian Obgin RSHS. 2005.
5. Sulaiman Sastrawinata, dkk. Obstetri Patologi. Cetakan Pertama. EGC: Jakarta. 2005.
6. Cuningham, F.Gary.2005.Obtetri William. Jakarta. EGC Mansjoer, Arif. 2001.
7. Kapita Selekta Kedokteran 1. Jakarta. Media Aesculapsus. Mochtar, Rustam. 1998.
8. Sinopsis Obstetri. Jakarta, EGC Prawirohardjo, Sarwono. 2008.
9. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT.Bina Pustaka Somantri, Irman. 2007.
10. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta.
Salemba Medika http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru/

Anda mungkin juga menyukai

  • Cnneoal ND
    Cnneoal ND
    Dokumen2 halaman
    Cnneoal ND
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Cnskzmama
    Cnskzmama
    Dokumen2 halaman
    Cnskzmama
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Lroqlkxn
    Lroqlkxn
    Dokumen2 halaman
    Lroqlkxn
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Oeitncn
    Oeitncn
    Dokumen2 halaman
    Oeitncn
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Vjsnwmal
    Vjsnwmal
    Dokumen2 halaman
    Vjsnwmal
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Ynskapql
    Ynskapql
    Dokumen2 halaman
    Ynskapql
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Cnneoal ND
    Cnneoal ND
    Dokumen2 halaman
    Cnneoal ND
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • WahanaPeriode3 2021
    WahanaPeriode3 2021
    Dokumen30 halaman
    WahanaPeriode3 2021
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Pemeiem
    Pemeiem
    Dokumen7 halaman
    Pemeiem
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Okbcbemah
    Okbcbemah
    Dokumen2 halaman
    Okbcbemah
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Mel
     Mel
    Dokumen1 halaman
    Mel
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Pendnejmaba
    Pendnejmaba
    Dokumen1 halaman
    Pendnejmaba
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Palenbxiqka
    Palenbxiqka
    Dokumen1 halaman
    Palenbxiqka
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Okbcbemah
    Okbcbemah
    Dokumen2 halaman
    Okbcbemah
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Memtro
    Memtro
    Dokumen15 halaman
    Memtro
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Enxiek
    Enxiek
    Dokumen22 halaman
    Enxiek
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Log Forensik Revisi 2019
    Log Forensik Revisi 2019
    Dokumen31 halaman
    Log Forensik Revisi 2019
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Ni 865
    Ni 865
    Dokumen10 halaman
    Ni 865
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • 4 Mfod 9
    4 Mfod 9
    Dokumen2 halaman
    4 Mfod 9
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 Rencana Penatalaksanaan Holistik Dan Komprehensif: 1.1. Axis 1 (Aspek Personal)
    Bab 6 Rencana Penatalaksanaan Holistik Dan Komprehensif: 1.1. Axis 1 (Aspek Personal)
    Dokumen12 halaman
    Bab 6 Rencana Penatalaksanaan Holistik Dan Komprehensif: 1.1. Axis 1 (Aspek Personal)
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Epe 0304 I
    Epe 0304 I
    Dokumen5 halaman
    Epe 0304 I
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Bed Side Teaching Psoriasis
    Bed Side Teaching Psoriasis
    Dokumen25 halaman
    Bed Side Teaching Psoriasis
    yogidj
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen25 halaman
    Bab Ii
    opo ya
    Belum ada peringkat
  • 3 Inxix 8 en
    3 Inxix 8 en
    Dokumen18 halaman
    3 Inxix 8 en
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Cncjdro
    Cncjdro
    Dokumen3 halaman
    Cncjdro
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Memtro
    Memtro
    Dokumen15 halaman
    Memtro
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Ujian: Disusun Oleh
    Laporan Kasus Ujian: Disusun Oleh
    Dokumen19 halaman
    Laporan Kasus Ujian: Disusun Oleh
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • 2886 - Kirim Ke Dr. Tri
    2886 - Kirim Ke Dr. Tri
    Dokumen2 halaman
    2886 - Kirim Ke Dr. Tri
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat
  • Senam Hamil PDF
    Senam Hamil PDF
    Dokumen2 halaman
    Senam Hamil PDF
    Kelvin Pangestu
    Belum ada peringkat