Anda di halaman 1dari 8

C.

03
PERILAKU KORUP DI MATA MAHASISWA

Falasifatul Falah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang
falasifatul.falah@gmail.com

Abstraksi. Salah satu faktor yang mempersulit gerakan perang terhadap korupsi adalah hipokrisi yang
menjangkiti masyarakat dalam menyikapinya; di satu sisi korupsi dihujat, di sisi lain perilaku korup dianggap
sebagai bagian dari budaya yang tidak bisa dilepaskan dari perilaku keseharian masyarakat. Sikap terhadap
korupsi merupakan variabel yang signifikan dalam menentukan perilaku korup itu sendiri. Data penelitian yang
diambil melalui kuesioner pada 126 orang mahasiswa, serta wawancara pada tujuh orang mahasiswa yang lain,
mengungkapkan bahwa mahasiswa menilai perilaku korup yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
memiliki keterlibatan dengan dirinya sebagai hal yang negatif, tetapi bila ada keterlibatan dengan dirinya
mereka cenderung menoleransi. Mahasiswa memang tidak melakukan tindakan korupsi terhadap uang negara,
namun mereka melakukan pelanggaran terhadap hal yang diamanahkan pada mereka; sehingga bila diposisikan
secara setara sesungguhnya mahasiswa juga berpotensi untuk melakukan korupsi yang sama dengan yang
dilakukan oleh pejabat publik. Pendidikan moral perlu dievaluasi, karena pengaruh dari materi yang diberikan
dalam pendidikan moral tersebut ternyata lebih lemah dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sehari-hari.
Perlu ada sinergi antara teori dalam pendidikan moral dengan kenyataan hidup yang diamati dan dialami dalam
keseharian.

Kata kunci : perilaku korup, mahasiswa

Gencarnya wacana tentang pendidikan Pemberantasan Korupsi (KPK) telah


karakter di Indonesia dilatarbelakangi oleh menandatangani nota kesepahaman bersama
keprihatinan terhadap fenomena kemerosotan (MoU) mengenai kerja sama dalam
moral bangsa Indonesia, antara lain dengan pemberantasan tindak pidana korupsi yang
maraknya kasus korupsi yang terjadi di tanah salah satu bentuknya adalah penerapan
air. Mengacu data dari Lembaga Transparansi pendidikan antikorupsi di sekolah secara
Internasional, hingga tahun 2011 Indonesia serentak mulai bulan Juli tahun 2012
masih dipersepsikan sebagai negara yang (Republika Online, Jumat 9 Maret 2012).
sangat korup dengan indeks persepsi korupsi Meskipun demikian, atmosfir pesimisme
2,8 pada skala 0 sampai 10 dan menempati masih menghantui masyarakat, mengingat
peringkat keempat sebagai negara paling fakta yang tersaji di depan publik
korup di Asia (metrotvnews.com, Sabtu, 30 menunjukkan bahwa perlawanan terhadap
Juli 2011). Lingkungan akademik yang korupsi tampaknya belum berhasil
diharapkan menjadi kancah pembentukan menyurutkan perilaku korup yang
karakter generasi mudapun ternyata tidak steril menghinggapi bangsa ini, bahkan munculnya
dari perilaku korup. Berdasarkan laporan pendidikan antikorupsi dipandang sebagai
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tidak respon atas kegagalan pendidikan agama
kurang dari lima perguruan tinggi di Indonesia dalam membentuk akhlak individu yang
dinyatakan bermasalah dan patut diduga bertakwa (suaramerdeka.com, Senin, 12 Maret
terlibat dalam korupsi (Tribunnews.com, 2012).
Selasa, 6 Maret 2012). Salah satu faktor yang mempersulit
Gerakan perang melawan korupsi telah gerakan perang terhadap korupsi adalah
digalakkan selama beberapa tahun terakhir, hipokrisi yang menjangkiti masyarakat dalam
bahkan Kementerian Pendidikan dan menyikapinya; di satu sisi korupsi dihujat, di
Kebudayaan (Kemendikbud) bersama Komisi sisi lain perilaku korup dianggap sebagai

151
Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami @2012 152

bagian dari budaya yang tidak bisa dilepaskan kerugian politik, masyarakat, atau ekonomi.
dari perilaku keseharian masyarakat. Sikap (5) Perbuatan korup terjaga kerahasiaannya di
masyarakat terhadap perilaku korup pantas dalam suatu kesepakatan yang saling
dipertanyakan: benarkah masyarakat menguntungkan dan bersahabat. Konteks
menganggap perilaku korup sebagai tindakan hukum membatasi definisi korupsi sebagai
yang memalukan, ataukah sebaliknya, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan
masyarakat menganggap perbuatan korup oleh pejabat publik; namun Lembaga
adalah kegiatan yang lumrah atau wajar? Transparansi Internasional memperluas
Sikap terhadap korupsi merupakan pengertian korupsi sebagai “penyalahgunaan
variabel yang signifikan dalam menentukan kepercayaan yang diberikan oleh orang lain,
perilaku korup itu sendiri. Merujuk pada untuk kepentingan pribadi” (Wijayanto, 2009).
pendapat Tanzi dan Treisman (dalam Rabl, Merujuk pada ajaran Islam, korupsi adalah
2005), perilaku korup diawali dengan adanya perbuatan melanggar amanah. Definisi dari
keinginan. Keinginan untuk melakukan Lembaga Transparansi Internasional juga
perbuatan korup akan menjadi lebih kuat bila memungkinkan setiap individu baik pejabat
pelakunya memiliki sikap yang positif atau publik maupun anggota masyarakat biasa
menyetujui korupsi, serta bila orang-orang berpotensi melakukan korupsi.
yang dianggap penting oleh pelaku juga Definisi di atas digunakan sebagai dasar
menerima korupsi sebagai perilaku yang untuk memaknai korupsi yang dibahas dalam
disetujui; selanjutnya keinginan itu akan tulisan ini, yaitu sebagai tindakan melanggar
bertransformasi menjadi komitmen untuk amanah dengan sengaja yang dilakukan oleh
bertindak korup, dan intenspun terbentuk individu, pejabat publik maupun anggota
(Heckhausen, dalam Rabl, 2011). masyarakat biasa. Untuk menegaskan batasan
Baron & Byrne (2004) mendefinisikan yang lebih luas tersebut, selanjutnya korupsi
sikap sebagai “evaluasi terhadap berbagai disebut dengan istilah perilaku korup.
aspek dalam dunia sosial”. Pengertian tersebut Sikap terhadap perilaku korup dalam
tidak jauh berbeda dari definisi yang diajukan tulisan ini didefinisikan sebagai respon
oleh Eagly dan Chaiken (dalam Albaraccin evaluatif terhadap pelanggaran amanah yang
dkk, 2005) yang menyatakan bahwa sikap disengaja. Dengan demikian, perbuatan seperti
adalah suatu kecenderungan psikologis yang mengutamakan seseorang dalam proses
mengandung derajat kesetujuan atau rekrutmen tanpa didasari oleh alasan
ketidaksetujuan yang diekspresikan melalui professionalpun dimasukkan dalam kategori
evaluasi terhadap suatu entitas khusus. perilaku korup; demikian pula tindakan yang
Adapun korupsi didefinisikan oleh Rabl dan mendukung perilaku tersebut, yaitu
Ku˝hlmann (dalam Rabl,201) sebagai berikut: memberikan reward atau hadiah. Begitu juga
(1) Korupsi adalah perilaku menyimpang yang pelanggaran amanah dalam konteks akademik,
memanifestasikan diri dalam penyalahgunaan seperti menyontek dan menjiplakpun
suatu fungsi yang diamanatkan oleh orang lain digolongkan dalam perilaku korup.
atau institusi. (2) Penyalahgunaan fungsi ini Subjek dalam tulisan yang membahas
terjadi atas inisiatif seseorang atau orang lain sikap terhadap perilaku korup ini adalah
dalam rangka untuk memperoleh keuntungan mahasiswa, dengan alasan mahasiswa adalah
bagi dirinya sendiri atau bagi pihak ketiga. (3) komponen yang signifikan dalam tubuh
Korupsi terjadi sebagai pertukaran keuntungan bangsa ini. Pertama karena usia yang muda,
dan imbalan antara pihak-pihak yang terlibat berarti para mahasiswa itulah masa depan
dalam hubungan yang bersifat korup. (4) bangsa ini. Kedua, sebagai kaum terdidik,
Korupsi menghasilkan kerusakan atau mahasiswa berpotensi menjadi calon

Seminar Nasional Psikologi Islami


Perilaku Korup di Mata Mahasiswa 153
Falah, F. (hal. 151-158)

pemimpin yang memegang kendali bangsa ini dalam mengevaluasi sistem pendidikan akhlak
di masa depan. Di sisi yang lain, pendidikan di Indonesia, serta memberikan saran bagi
yang telah ditempuh para mahasiswa juga perbaikan pendidikan selanjutnya, baik yang
perlu dievaluasi. Apakah pendidikan selama sudah ada seperti pendidikan agama,
bertahun-tahun itu berhasil membentuk kewarganegaraan, serta pendidikan karakter,
karakter mahasiswa menjadi individu yang maupun yang akan diterapkan seperti
amanah dan pantang korupsi, atau sebaliknya? pendidikan anti korupsi.
Kajian yang muncul dari tulisan ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi

Metode penelitian mencontek beberapa kalimat dari internet


Tulisan ini didasarkan atas data dari studi dalam pembuatan tugas makalah, serta
eksploratif yang memanfaatkan gabungan menjiplak sebuah artikel internet secara utuh.
antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Subjek diminta memutuskan satu dari dua
Data diambil dengan metode kuesioner dan respon sikap yaitu menganggap bentuk
wawancara. perilaku tersebut memalukan, atau
Kuesioner diberikan kepada 126 menganggapnya lumrah/wajar. Data dari
mahasiswa S1 di Perguruan Tinggi A di Kota kuesioner dianalisa dengan tabel frekuensi dan
X dan Perguruan Tinggi B di Kota Y. persentase.
Tujuannya untuk mengungkapkan sikap Data dieksplorasi lebih lanjut melalui
mahasiswa terhadap perilaku korup yang metode wawancara yang dilakukan pada tujuh
terdiri atas penyalahgunaan wewenang, orang yang tercatat sebagai mahasiswa aktif di
perilaku memberi dukungan terhadap Perguruan Tinggi A di Kota X. Wawancara
penyalahgunaan wewenang, perilaku menyuap yang dilakukan merupakan wawancara semi
aparat lalu-lintas, serta perilaku korup dalam terstruktur dengan menggunakan panduan
konteks kegiatan akademik. Penyalahgunaan wawancara yang dikembangkan secara luwes
wewenang terdiri atas: PNS yang melakukan dalam proses pengambilan data
korupsi, penyalahgunaan jabatan anggota
DPR atau pejabat pemerintah, serta Hasil dan pembahasan
memanfaatkan pengaruh seseorang supaya Data menunjukkan bahwa 92,1%
anggota keluarga/kerabat diterima sebagai responden menganggap bahwa korupsi yang
PNS. Perilaku memberi dukungan terhadap dilakukan oleh PNS adalah perbuatan yang
penyalahgunaan wewenang adalah: memalukan, hanya 7,1% yang berpendapat
memberikan “hadiah” sebagai tanda terima bahwa perilaku tersebut lumrah/wajar,
kasih pada orang yang berjasa membuat sedangkan sisanya sebanyak 0,8% tidak
seseorang diterima di tempat kerja, bersikap.
memberikan “hadiah” sebagai tanda terima Tidak jauh berbeda dengan sikap
kasih pada orang yang berjasa membuat mahasiswa terhadap penyalahgunaan jabatan
seseorang diterima di sekolah favorit; serta yang dilakukan oleh anggota DPR atau pejabat
memberikan “hadiah” sebagai tanda terima pemerintah, mayoritas responden, yaitu
kasih pada orang yang berjasa memperlancar sebanyak 89,7%, berpendapat bahwa tindakan
urusan di salah satu kantor pemerintah. tersebut memalukan, hanya 9,5% yang
Perilaku menyuap aparat berbentuk pemberian menganggapnya sebagai perbuatan yang
uang damai pada polisi lalu lintas, sedangkan wajar, sedangkan sisanya sebesar 0,8% tidak
perilaku korup dalam konteks akademik menunjukkan sikap.
adalah: saling memberi contekan waktu ujian,

Surakarta, 21 April 2012


Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami @2012 154

Berbeda dengan sikap responden terhadap nepotisme dalam penerimaan calon pegawai
perilaku memanfaatkan pengaruh dalam negeri sipil, ketiganya sama-sama merupakan
proses rekrutmen CPNS (nepotisme), ternyata bentuk dari penyalahgunaan jabatan, namun
lebih dari separuh responden (53,2%) ternyata mahasiswa bersikap lebih “lunak”
menganggapnya sebagai perbuatan yang pada bentuk perilaku yang ketiga. Peta sikap
wajar, sisanya sebanyak 46,8% menilainya responden pada ketiga bentuk tindakan korup
sebagai tindakan yang memalukan. tersebut disajikan pada Grafik 1.
Meskipun korupsi oleh PNS,
penyalahgunaan jabatan oleh pejabat, serta

Grafik 1. Sikap mahasiswa terhadap penyalahgunaan wewenang

100
80
60
40
20
0
Korupsi oleh PNS Penyalahgunaan jabatan oleh Memanfaatkan pengaruh dalam
Pejabat/DPR rekrutmen CPNS

Lumrah/Wajar Memalukan Tidak berpendapat

Bentuk perilaku lain yang menjadi objek jasa, tetapi juga pihak yang mengambil
untuk disikapi adalah tindakan yang bersifat keuntungan dari penyedia jasa itu, sekaligus
mendukung perbuatan korup, dalam hal ini yang memberi dukungan, meskipun diperhalus
adalah memberi hadiah, yang secara halus dengan istilah “tanda terima kasih”.
disebut sebagai “tanda terima kasih” atas jasa Ternyata 81% mahasiswa menganggap
membantu seseorang diterima bekerja, memberikan “tanda terima kasih” atas jasa
diterima di sekolah favorit, atau diperlancar orang yang membuat kita diterima kerja
urusannya di kantor pemerintah. adalah hal yang lumrah, hanya 19% yang
Menggunakan wewenang untuk menganggapnya memalukan.
memprioritaskan seseorang karena Senada dengan hal tersebut 77,8%
kepentingan pribadi, dan bukan atas dasar mahasiswa menganggap memberi hadiah
profesionalitas, sesungguhnya merupakan sebagai ucapan terima kasih setelah dibantu
pelanggaran atas hak orang lain (yang secara masuk sekolah favorit adalah hal yang wajar,
profesional lebih layak untuk mendapatkan 22,2% menilainya sebagai perbuatan yang
kesempatan tersebut), sehingga dikategorikan memalukan.
sebagai perilaku korup. Merujuk pada ajaran Responden yang mendukung memberikan
Islam, tindakan seperti ini akan menyebabkan “tanda terima kasih” karena dibantu
kemudharatan karena menyerahkan suatu diperlancar urusannya di kantor pemerintah
urusan pada orang yang sesungguhnya bukan besarnya 69%, yang menilainya sebagai hal
ahlinya. Mengacu pada batasan korupsi yang yang memalukan 30,2%, sedangkan sisanya
dipaparkan sebelumnya, maka pelaku yang 0,8% tidak bersikap.
korup bukan hanya pihak yang menyediakan

Seminar Nasional Psikologi Islami


Perilaku Korup di Mata Mahasiswa 155
Falah, F. (hal. 151-158)

Sikap mahasiswa terhadap perilaku seperti yang dideskripsikan di atas, tampak


mendukung penyalahgunaan wewenang pada grafik 2.

Grafik 2. Sikap mahasiswa terhadap perilaku mendukung penyalahgunaan


wewenang

100

80

60

40

20

0
Memberi hadiah karena Memberi hadiah karena Memberi hadiah karena
dibantu diterima kerja dibantu masuk sekolah favorit dibantu urusannya di kantor
pemerintah
Lumrah/Wajar Memalukan Tidak berpendapat

Beralih ke jalan raya, tindakan menyuap yang memalukan, sedangkan sisanya 0,8%
aparat dengan memberikan “uang damai” pada tidak menunjukkan sikap. Peta sikap
polisi lalu-lintas ternyata dianggap mahasiswa terhadap perilaku menyuap aparat
lumrah/wajar oleh 49,2% responden, 50% lalu-lintas tergambar pada grafik 3.
responden masih menilainya sebagai perilaku

Grafik 3. Sikap mahasiswa terhadap perilaku menyuap aparat lalu lintas

Lumrah/Wajar Memalukan Tidak berpendapat

Dunia akademik yang merupakan kancah sebagian dari karya orang lain dinilai lumrah
hidup mahasiswa ternyata tidak steril dari oleh 86,5% responden, hanya 13,5% dari
perilaku korup yang berbentuk saling mereka yang menganggapnya sebagai
menyontek dalam ujian dan menjiplak karya tindakan yang memalukan, bahkan menjiplak
orang lain. Lebih dari separuh responden, keseluruhan karya orang lain masih dinilai
yaitu sebesar 62,7% menganggap saling wajar oleh 32,5% responden, sementara 67,5%
menyontek dalam ujian adalah perbuatan yang responden menganggapnya memalukan. Sikap
lumrah, sisanya 37,3% menganggap mahasiswa terhadap perilaku korup dalam
menyontek itu memalukan. Menjiplak konteks akademik tergambar dalam Grafik 4.

Surakarta, 21 April 2012


Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami @2012 156

Grafik 4. Sikap mahasiswa terhadap perilaku korup dalam konteks akademik

100

80

60

40

20

0
Saling menyontek dalam ujian Menjiplak sebagian Menjiplak keseluruhan

Lumrah/Wajar Memalukan Tidak berpendapat

Selain data yang diperoleh dari kuesioner, arti masih ada usaha untuk menyunting hasil
penulis juga menggali data kualitatif mengenai jiplakan tersebut sehingga tidak 100%
sikap mahasiswa terhadap perilaku korup menjiplak.
melalui wawancara semi terstruktur. Semua Perbuatan korup lain yang dilakukan oleh
subjek yang diwawancara menyatakan bahwa mahasiswa adalah mengkorupsi uang dari
mereka tidak mendengar tentang maraknya orang tua. Ternyata perilaku ini dinilai biasa
kasus-kasus korupsi yang melibatkan beberapa dan membudaya di kalangan mahasiswa.
perguruan tinggi besar baru-baru ini. Sebagian Umumnya yang dikorupsi adalah uang yang
mengakui bahwa mereka tidak peduli dan digunakan untuk membayar kegiatan-kegiatan
“masa bodoh” terhadap kasus-kasus tersebut akademik seperti SPP dan sebagainya.
karena merasa tidak memiliki keterlibatan dan Modusnya dengan tidak memberi tahu orang
tidak merasakan dampaknya. Subjek baru tua bahwa ada sisa dari uang pembayaran, lalu
peduli kalau kasus-kasus tersebut terjadi cukup menggunakan sisa uang tersebut untuk
dekat dengan dirinya. Tidak heran bila para kepentingan pribadi tanpa sepengetahuan
subjek yang diwawancara justru merasa orang tuanya. Bahkan ada mahasiswa yang
mengetahui dan peduli pada beberapa kasus sengaja “menggelembungkan anggaran”
korupsi yang melibatkan kalangan akademik dengan meminta uang untuk biaya studi
yang terjadi di sekitar lingkungannya sendiri. dengan jumlah yang melebihi kebutuhan
Meskipun demikian beberapa subjek sesungguhnya.
menyatakan keprihatinan pada kasus korupsi Para subjek mengatakan bahwa perilaku
yang melibatkan dunia pendidikan karena menyontek, menjiplak dan menggelapkan
menilainya sebagai suatu ironi. uang dari orang tua mulai membudaya sejak
Berbicara mengenai perilaku korup dalam mereka duduk di sekolah menengah, jauh
konteks akademik, seluruh subjek yang sebelum menjadi mahasiswa di perguruan
diwawancara menyatakan bahwa menyontek tinggi. Alasan utama melakukan tindakan-
adalah hal yang lumrah dan biasa di kalangan tindakan tersebut adalah konformitas setelah
mahasiswa, bahkan semua subjek meyakini melihat lingkungannya juga melakukan hal
hampir 100% mahasiswa pernah menyontek. yang sama. Rasa bersalah hanya muncul pada
Menjiplak karya orang lain juga dinilai oleh saat-saat pertama melakukan perbuatan-
para subjek sebagai perbuatan yang lumrah perbuatan tersebut, lambat-laun rasa bersalah
asal tidak dilakukan mentah-mentah, dalam hilang tak berbekas.

Seminar Nasional Psikologi Islami


Perilaku Korup di Mata Mahasiswa 157
Falah, F. (hal. 151-158)

Semua subjek mengakui bahwa mereka perilaku korup tersebut sebagai “pengaruh
tahu, secara teori, tindakan-tindakan tersebut lingkungan”. Perilaku korup yang dianggap
salah tetapi rasa bersalah sudah tidak ada subyek sebagai hal yang memalukan
karena melihat sebagian besar orang umumnya adalah perilaku-perilaku yang tidak
melakukan hal yang sama. Selain itu subjek dirasakan keterlibatannya secara langsung,
juga tetap merasa nyaman dengan perbuatan- seperti perilaku korup pejabat dan PNS.
perbuatan tersebut karena merasa lemahnya Perilaku yang dekat dengan kehidupan sehari-
kontrol dan pengawasan dari pihak lain. hari atau dialami sendiri, pada umumnya lebih
Misalnya dalam urusan menyontek, para ditoleransi dan dianggap sebagai hal yang
subjek cenderung akan melakukan bila merasa wajar. Terjadi bias atribusi, yaitu self-serving
tidak diawasi dan tidak diberi saksi jika bias (bias mengutamakan diri sendiri) yaitu
ketahuan, ketiadaan sanksi semakin “kecenderungan mengatribusi perilaku kita
memperkuat perasaan bahwa itu bukan yang positif pada faktor-faktor internal dan
perilaku yang salah. Demikian pula dalam hal mengatribusi perilaku yang negatif pada faktor
mengkorupsi uang orang tua, para subjek eksternal” (Baron dan Byrne, 2004).
mengakui seandainya orang tua mengecek
penggunaan uang itu, maka mereka tidak akan Simpulan
menggelapkannya. Namun kenyataannya Mahasiswa menilai perilaku korup yang
orang tua tidak mengontrol penggunaan uang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak
tersebut sehingga mahasiswa merasa aman dan memiliki keterlibatan dengan dirinya sebagai
nyaman menggunakan untuk kepentingannya hal yang negatif, tetapi bila ada keterlibatan
sendiri. Para subjek mengaku tidak terbersit dengan dirinya akan cenderung menoleransi.
dalam pikiran mereka bahwa itu adalah Mahasiswa memang tidak melakukan tindakan
amanah. korupsi terhadap uang negara, namun mereka
Pendidikan moral yang diajarkan dalam melakukan pelanggaran terhadap hal yang
Pelajaran Agama, PPKN, dan sebagainya, diamanahkan padanya sehingga bila
dianggap sebagai teori yang tidak signifikan diposisikan secara setara sesungguhnya
dibandingkan dengan perilaku lingkungan mahasiswa juga berpotensi untuk melakukan
yang nyata. Selain itu, apa yang diajarkan korupsi yang sama dengan yang dilakukan
dalam pendidikan moral tersebut tidak oleh pejabat publik. Pendidikan moral perlu
langsung dirasakan efeknya dalam kehidupan dievaluasi, karena materi yang diberikan
sehari-hari sehingga diaggap tidak penting. dalam pendidikan moral tersebut ternyata
Banyak studi yang menyimpulkan bahwa pengaruhnya jauh lebih lemah dibandingkan
baik faktor individu maupun faktor situasional dengan pengaruh lingkungan sehari-hari. Perlu
memberikan kontribusi terjadinya perbuatan ada sinergi antara teori dalam pendidikan
korup (Rabl, 2011). Tetapi pada umumnya moral dengan kenyataan hidup yang diamati
mahasiswa melemparkan tanggung jawab atas dan dialami dalam keseharian.

DAFTAR PUSTAKA

Albarracin, D., Johnson, B. T. & Zanna, M. P. (ed). (2005). The Handbook of Attitudes. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates, Inc.
Baron, R. A., Byrne, D. (2004). Psikologi Sosial. Edisi Kesepuluh Jilid 1 (terjemahan Bahasa
Indonesia). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Surakarta, 21 April 2012


Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami @2012 158

Porta, D. (2004). Political Parties and Corruption: Ten Hypotheses on Five Vicious Circles. Crime,
Law & Social Change 42, 35–60. The Netherlands: Kluwer Academic Publishers.
Rabl, T. (2011). The Impact of Situational Influences on Corruption in Organizations. Journal of
Business Ethics, 100, 85–101.
Wijayanto. (2009). Memahami Korupsi, Dalam Korupsi Mengorupsi Indonesia: Sebab, Akibat, dan
Prospek Pemberantasan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2011/07/30/133089/Indonesia-masih-Keempat-Terkorup-di-
Asia (online); diunduh pada tanggal 9 April 2012 pukul 23:53 WIB
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/12/03/09/m0loux-kemendikbud-
terapkan-kurikulum-pendidikan-antikorupsi (online); diunduh pada tanggal 10 April 2012 pukul
00:01 WIB
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_berita
cetak=180006 (online); diunduh pada tanggal 10 April 2012 pukul 04:13 WIB
http://www.tribunnews.com/2012/03/06/kpk-dalami-korupsi-kampus-universitas-indonesia (online);
diunduh pada tanggal 10 April 2012 pukul 01:06 WIB

Seminar Nasional Psikologi Islami

Anda mungkin juga menyukai