Anda di halaman 1dari 38

RESPONSI ILMU BEDAH

FRAKTUR COLLUM FEMUR

Pembimbing
dr. Totot Mudjiono, M.Kes, Sp.OT

Penyusun
Dwi Kurniawan Siswoko
20190420075

SMF ILMU BEDAH ORTHOPEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RSAL dr. RAMELAN
SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Responsi Ilmu Bedah dengan Judul:


Fraktur Collum Femur

Yang disusun oleh:


Dwi Kurniawan Siswoko (20190420075)

Disetujui dan diterima sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik


SMF Ilmu Bedah Orthopedi
RSAL DR Ramelan
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya
Surabaya

Surabaya, 23 maret 2020


Mengetahui,
Dokter Pembimbing

dr. Totot Mudjiono, M.Kes, Sp.OT

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan responsi
yang berjudul Multipel Fraktur Femur. Penyusunan tugas ini merupakan salah
satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF
Ilmu Bedah Orthopedi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Totot Mudjiono, M.Kes,
Sp.OT atas bimbingan dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas responsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan responsi ini jauh
dari sempurna. Penulis memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran
yang membangun. Semoga responsi ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 23 maret 2020

Penulis

ii
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas pasien


Nama : Ny. S.
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 74 tahun
Alamat : Surabaya
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal MRS : 5 maret 2020 pukul 19.21
Tanggal pemeriksaan : 9 Desember 2020 pukul 15.15

1.2 Anamesis
 Keluhan Utama
Rujukan RS Wijaya dengan Keluhan Nyeri pangkal paha kiri dan
tidak bisa digerkan sama sekali
keluhan Tambahan
Badan terasa lemas
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL dengan rujukan dari RS Wijaya
dengan patah tulang. Pasien mengatakan 6 hari yang lalu sebelum datang
ke IGD RSAL dr. Ramelan Surabaya, Saat pasien ingin sholat, tiba - tiba
pasien terpeleset dan terjatuh di kamar mandi dengan posisi terduduk dan
pinggul kiri terbentur lantai, lalu timbul keluhan nyeri pangkal paha kiri dan
tidak bisa digerakan, tidak terdapat luka terbuka pada daerah panggul dan
pangkal paha kiri, tidak ada benturan pada kepala dan bagian tubuh
lainnya. Pasien dibawa ke RS Wijaya dan melakukan pemeriksaan
radiologi pada pasien dan ditemukan adanya patah tulang pada pangkal
paha kiri. selama 3 hari sebelum dirujuk ke RSAL dr. Ramelan Surabaya.

1
 Riwayat Penyakit Dahulu
DM (-)
Asma (-)
Hipertensi (+) sejak 15 tahun yang lalu
Hepatitis (-)
Alergi makanan dan obat (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+)
DM (-)
 Riwayat Penggunaan Obat
Amlodipine
 Riwayat Alergi
-Obat (-)
-Makanan (-)

1.3 Pemeriksaan fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 4-5-6
Vital sign :
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 89x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,6oC axillar
SpO2 : 97%

A. STATUS INTERNISTIK
Kepala/Leher : Anemis (+/+), Ikterus (-/-). Sianosis (-), Dipsnea (-), p
embesaran KGB leher (-/-), pembesaran tiroid (-/-), deviasi trakea (-/-)

Thorax :
2
Pulmo :
I : bentuk simetris, jejas (-)
P : gerak nafas simetris, fremitus raba simetris
P : sonor pada seluruh lapangan paru
A : Ves/Ves, Rh -/-, Wh -/-
Cor :
I : Ictus cordis tidak tampak
P : Ictus cordis tidak teraba
P : batas jantung dalam batas normal
A : S1S2 tunggal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen :
I : flat, jejas (-), massa (-)
A : bising usus (+) normal
P : soepel, nyeri tekan (+), hepar/lien/ginjal tak teraba
P : timpani
Ekstremitas :
Akral hangat kering merah keempat ekstremitas, CRT > 2 detik, edema
tidak ditemukan di keempat ekstremitas.

B. STATUS LOKALIS
Regio femur sinistra

 Look :

3
Terpasang elastic bandage, deformitas (+), edema (-), hematoma (-),
vulnus (-), bone exposure (-), shortening bone (+),
 Feel :
Nyeri tekan (+) dengan punctum maximum di regio femur proximal
sinistra, krepitasi (tidak dievaluasi), hangat (+), pulsasi a. dorsalis pedis
S dan a. tibialis posterior (+) , tes sensibilitas (+).
 Movement :
Active ROM distal terbatas karna nyeri.

1.4 Diagnosa kerja


Suspect Close fraktur collum os femur sinistra

1.5 Pemeriksaan penunjang


A. Laboratorium ( 5 maret 2020) oleh RSAL dr Ramelan Surabaya

Nilai
Parameter Hasil Satuan
Normal
Darah Lengkap
4.00 –
WBC 16,41 10^3/uL
10.00
Neu% 78,9 % 50,0 – 70.0
Lym% 6,1 % 20 – 40
Mon% 11,3 % 3,0 – 12,0
Eos% 3,6 % 0,5 - 5
Bas% 0,4 % 0,0 – 1,0
RBC 2,6 10^6/uL 3,5 – 5,5
HGB 5,0 g/dL 11,0 – 16,0
HCT 17,6 % 37,0 – 54.0
MCV 67,3 fL 80 - 100
MCH 19.3 pg 27 - 34
MCHC 28.5 % 32 - 36
RDW_CV 29,2 % 11,0 – 16,0
PLT 283 10^3/uL 150 – 450
MPV 8,3 fL 6,5 – 12,0

4
0,108 –
PCT 0,236 %
0,282
Kimia
Gula Darah
109 Mg/dl <120
Acak
BUN 16 Mg/dl 10,0 – 24,0
Kreatinin 1,3 Mg/dl 0,6 – 1,5
SGOT - U/I 0 – 35
SGPT - U/I 0 – 37
Albumin - Mg/dl 3,40 – 4,80
135,0 –
Natrium 136,6 Mmol/L
147,0
Kalium 4,59 Mmol/L 3,0 – 5,0

95,0 –
Chlorida 105,6 Mmol/L
105,0

HEMOSTASIS
PPT 14,8 detik 11.0 – 15.0
APTT 29.0 detik 26 - 40
IMMUNOSEROLOGI
Anti HIV Non
Non reaktif
Rapid reaktif
HEPATITIS MARKER
HBsAg
Negatif Negatif
Rapid

B. Foto x-ray Pelvis AP ( 3 maret 2020)

5
Kesimpulan :
-Tampak close fraktur collum os femur sinistra

Kesan :
close fraktur collum os femur sinistra

C. Foto x ray Thorax AP (3 maret 2020)

Kesimpulan :
- Cor : cardiomegali
- Pulmo : Tidak ada kelainan
- Diafragma : Baik
- Sinus : Tajam
- Tulang : Baik
Kesan :
Cardiomegali

6
1.6 Resume
Pasien datang ke IGD RSAL dengan rujukan dari RS Wijaya
dengan patah tulang. Pasien mengatakan 6 hari yang lalu sebelum datang
ke IGD RSAL dr. Ramelan Surabaya, Saat pasien ingin sholat, tiba - tiba
pasien terpeleset dan terjatuh di kamar mandi dengan posisi terduduk dan
pinggul kiri terbentur lantai, lalu timbul keluhan nyeri pangkal paha kiri dan
tidak bisa digerakan, tidak terdapat luka terbuka pada daerah panggul dan
pangkal paha kiri, tidak ada benturan pada kepala dan bagian tubuh
lainnya. Pasien dibawa ke RS Wijaya dan melakukan pemeriksaan
radiologi pada pasien dan ditemukan adanya patah tulang pada pangkal
paha kiri. selama 3 hari sebelum dirujuk ke RSAL dr. Ramelan Surabaya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum penderita tampak sakit
sedang, tensi 130/80 mmHg. Didapatkan deformitas, nyeri tekan, teraba
hangat, namun masih teraba pulsasi a. Dorsalis pedis dan a. Tibialis
posterior, ROM distal terbatas karena nyeri. Foto pelvis AP kesan fraktur
tertutup collum femur sinistra.

1.7 Diagnosis
Close fraktur collum os femur sinistra + anemia

1.8 Tatalaksana
Terapi :
Non medikamentosa :
 Gips
 Bidai
 External Fixation
Medikamentosa :
 Pasien MRS
 Tetracyclin 500 mg 3x1 po
 Inf. RL 20 tpm
 Inj. Omeprazole 2x1
 Inj. Santagesik 3x1
 Transfusi prc 3 bag
Tindakan Operasi :

7
 Hemiarthroplasty Bipolar

Monitoring :
 Keadaan umum, keluhan pasien, TTV
 Awasi terjadinya sindroma kompartemen, perdarahan, syok

Edukasi :
 Edukasi pasien mengenai penyakit yang diderita, hasil pemeriksaan yang
telah dilakukan, rencana pemeriksaan lanjutan dan tatalaksana yang akan
diberikan.
 Penjelasan tindakan operasi yang akan dilakukan, dan komplikasi yang
mungkin terjadi
 Perlunya tindakan imobilisasi sebelum operasi
 Perlunya kontrol dokter spesialis orthopedi setelah KRS

1.9 Follow UP
 10 maret 2020
S: Nyeri tekan pada paha kiri
O: KU: cukup
Tensi: 120/80 mmHG suhu : 36,3oC
Nadi : 85x/ menit RR : 20 x/menit
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Look : tampak terpasang skin traksi, Deformitas (+), oedema (-),
hematoma (-), vulnus (-), bone exposure (-).
Feel : Hangat (+), nyeri tekan (+), AVN distal: dbn
Movement :ROM distal : terbatas karena nyeri
A: close fraktur collum os femur sinistra
P: Inj. Santagesik 3x1 amp
Syr Antasida 3x1
Transfusi Pcr 2 bag
Konsul Anestesiologi untuk rencana operasi

Laboratorium (8 maret 2020) oleh RSAL dr Ramelan Surabaya

8
Nilai
Parameter Hasil Satuan
Normal

9
Darah Lengkap
WBC 7,07 10^3/uL 4.00 – 10.00
Neu% 5,0 % 50,0 – 70.0
Lym% 8,6 % 20 – 40
Mon% 11,8 % 3,0 – 12,0
Eos% 8,1 % 0,5 - 5
Bas% 0,8 % 0,0 – 1,0
RBC 4,26 10^6/uL 3,5 – 5,5
HGB 9,8 g/dL 11,0 – 16,0
HCT 32,4 % 37,0 – 54.0
MCV 76,0 fL 80 - 100
MCH 23,1 pg 27 - 34
MCHC 32.5 % 32 - 36
RDW_CV 24,6 % 11,0 – 16,0
PLT 264 10^3/uL 150 – 450
MPV 8,1 fL 6,5 – 12,0
0,108 –
PCT 2,14 %
0,282
Kimia
Gula Darah
112 Mg/dl <120
Acak
BUN 12 Mg/dl 10,0 – 24,0
Kreatinin 1,2 Mg/dl 0,6 – 1,5
SGOT 19 U/I 0 – 35
SGPT 11 U/I 0 – 37
Albumin 2,75 Mg/dl 3,40 – 4,80
135,0 –
Natrium 140,2 Mmol/L
147,0
Kalium 4,16 Mmol/L 3,0 – 5,0
Chlorida 108,5 Mmol/L 95,0 – 105,0
HEMOSTASIS
PPT 14,9 detik 11.0 – 15.0
APTT 39,0 detik 26 - 40

10
IMMUNOSEROLOGI
Anti HIV Non
Non reaktif
Rapid reaktif
HEPATITIS MARKER
HBsAg Negati
Negatif
Rapid f

 11 maret 2020
S: Nyeri tekan pada paha kiri
O: KU: cukup
Tensi: 120/80 mmHG suhu : 36,5oC
Nadi : 90x/ menit RR : 19 x/menit
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Look : tampak terpasang skin traksi, Deformitas (+), oedema (-),
hematoma (-), vulnus (-), bone exposure (-).
Feel : Hangat (+), nyeri tekan (+), AVN distal: dbn
Movement : ROM distal : terbatas karena nyeri
A: Close fraktur collum os femur sinistra
P: Inj. Santagesik 3x1
Antasida syr 3x1
Rencana operasi (11 maret 2020)

Laboratorium (11 maret 2020) oleh RSAL dr Ramelan Surabaya

Nilai
Parameter Hasil Satuan
Normal
Darah Lengkap
10^3/u 4.00 –
WBC 6,4
L 10.00
50,0 –
Neu% 55,9 %
70.0
Lym% 19,8 % 20 – 40

11
Mon% 12,6 % 3,0 – 12,0
Eos% 10,6 % 0,5 - 5
Bas% 1,1 % 0,0 – 1,0
RBC 5,29 10^6/uL 3,5 – 5,5
11,0 –
HGB 13,0 g/dL
16,0
37,0 –
HCT 40,9 %
54.0
MCV 77,2 fL 80 - 100
MCH 24,5 pg 27 - 34
MCHC 31.7 % 32 - 36
11,0 –
RDW_CV 23,1 %
16,0
PLT 197 10^3/uL 150 – 450
MPV 8,1 fL 6,5 – 12,0
0,108 –
PCT 1,59 %
0,282
Kimia
Gula Darah
112 Mg/dl <120
Acak
Mg/dl 10,0 –
BUN 12
24,0
Kreatinin 1,2 Mg/dl 0,6 – 1,5
SGOT 19 U/I 0 – 35
SGPT 11 U/I 0 – 37
3,40 –
Albumin 2,75 Mg/dl
4,80
135,0 –
Natrium 140,2 Mmol/L
147,0
Kalium 4,16 Mmol/L 3,0 – 5,0
Mmol/L 95,0 –
Chlorida 108,5
105,0
HEMOSTASIS
11.0 –
PPT 14,9 detik
15.0
APTT 39,0 detik 26 - 40
12
IMMUNOSEROLOGI
Anti HIV Non
Non reaktif
Rapid reaktif
HEPATITIS MARKER
HBsAg
Negatif Negatif
Rapid

1.10 Laporan Operasi

Hemiarthroplasty Bipolar (11 Maret 2020)


Diagnosis pra bedah : Close fracture of neck femur sinistra
Diagnosis pasca bedah : Close fracture of neck femur sinistra
Jaringan yang di insisi
Persiapan : Informed consent antibiotik cefazolin 2 gr
Puasa
Posisi pasien : left lateral decubitus
Desinfeksi   : povidone iodine 10% dipersempit dengan duk
steril
Insisi : Anterolateral approach hip s
Temuan operasi : fracture collum femur

Tindakan operasi : Dilakukan partial hip replacement dengan Bipolar


cementless, (stem no 2, cup no 41, head no 22), Rawat pendarahan,
pasang drain, jahit lapis demi lapis
Komplikasi perdarahan : 100 cc
Advice : kontrol foto post OP xray pelvis AP femur
sinistra, Cek Hb post OP, kontrol rehab medik

13
Obat injeksi : inj ketorolac 3x 30 mg, inj cinam 4x 1,5 inj
omeprazole 2x1
Pemeriksaan PA : Tidak
Jenis operasi   : khusus
Status Pasien : Hidup
Tanggal operasi : 11 maret 2020
Jam operasi   : 12.30
Jam operasi selesai : 13.40
Lama Anastesi : 01.30

Left Thigh X-Ray AP/Lateral View post Hemiarthroplasty Bipolar

1.11 Perawatan Ruangan Post Operasi

Follow UP tanggal 11 Maret 2020


S: Nyeri pada luka operasi
O: KU: cukup
Tensi: 130/90 mmHG suhu : 37,2oC

14
Nadi : 90x/ menit RR : 20 x/menit
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Look : tampak terpasang external fixation placement, deformitas (-),
oedema (-), hematoma (-), vulnus (-), bone exposure (-), angulasi (-),
shortening bone (-).
Feel : Hangat (+), nyeri tekan (-), AVN distal: dbn
Movement : ROM distal : masih terbatas karena nyeri
A: Post op H-bipolar – Femur hari ke1
P: Inj cinam 4x1
Inj. Omerazol 1x1
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Syr Antasida 3x1

Foto Keadaan Femur S Post op H- bipolar (11 maret 2020)

 Follow UP tanggal 12 November 2019

S: Nyeri pada luka operasi sudah berkurang


O: KU: cukup
15
Tensi: 130/80 mmHG suhu : 36,5oC
Nadi : 85x/ menit RR : 20 x/menit
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis:
Look : tampak terpasang external fixation, deformitas (-), oedema (-),
hematoma (-), vulnus (-), bone exposure (-), angulasi (-), shortening bone
(-).
Feel : Hangat (+), nyeri tekan (-), AVN distal: dbn
Movement : ROM distal : masih terbatas karena nyeri
A: Post op H- Bipolar hari ke 2
P: Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Cinam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI
Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,
meneruskan berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri.
Caput femoris ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu
bersendi dengan acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah
caput femoris dan dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter
minor) (Chocorda, 2018).

16
Gambar 1.

Area intertrochanter dari femur adalah bagian distal dari collum femur
dan proksimal dari batang femur. Area ini terletak di antara trochanter
mayor dan trochanter minor. Caput femoris dan collum femoris
membentuk sudut (1150- 1400) terhadap poros panjang corpus femoris,
sudut ini bervariasi dengan umur dan jenis kelamin. Corpus femoris
berbentuk lengkung, yakni cembung ke arah anterior. Ujung distal femur,
berakhir menjadi dua condylus, epicondylus medialis dan epicondylus
lateralis yang melengkung bagaikan ulir (Chocorda, 2018)
Caput femoris mendapatkan aliran darah dari tiga sumber, yaitu

17
pembuluh darah intramedular di leher femur, cabang pembuluh darah
servikal asendens dari anastomosis arteri sirkumfleks media dan lateral
yang melewati retinakulum sebelum memasuki caput femoris, serta
pembuluh darah dari ligamentum teres.

Gambar 2. Vaskularisasi femur.3

Pada saat terjadi fraktur, pembuluh darah intramedular dan


pembuluh darah retinakulum mengalami robekan bila terjadi pergeseran
fragmen. Fraktur transervikal adalah fraktur yang bersifat intrakapsuler
yang mempunyai kapasitas yang sangat rendah dalam penyembuhan
karena adanya kerusakan pembuluh darah, periosteum yang rapuh, serta
hambatan dari cairan sinovial (Miller,2012).

18
Sendi panggul dan leher femur ini dibungkus oleh capsula yang di medial
melekat pada labrum acetabuli, di lateral, ke depan melekat pada linea
trochanterika femoris dan ke belakang pada setengah permukaan
posterior collum femur. Capsula ini terdiri dari ligamentum iliofemoral,
pubofemoral, dan ischiofemoral. Ligamentum iliofemoral adalah sebuah
ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti huruf Y terbalik. Dasarnya
disebelah atas melekat ada spina iliaca anterior inferior, dibawah kedua
lengan Y melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica.
Ligament ini berfungsi untuk mencegah ekstensi berlebihan selama
berdiri. Ligamentum pubofemoral berbentuk segitiga. Dasar ligamentum
melekat pada ramus superior ossis pubis, dan apex melekat di bawah
pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligament ini berfungsi untuk
membatasi gerak ekstensi dan abduksi. Ligamentum ischifemoral
berbentuk spiral dan melekat pada corpus ossis ischia dekat margo
acetabuli dan di bagian bawah melekat pada trochanter mayor. Ligament
ini membatasi gerak ekstensi.

Gambar 3. Anatomi ligament pada femur.

2.2 Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas


dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple)
yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur
19
terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana
sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan
infeksi (Rex,2012)

Fraktur collum atau neck (leher) femur adalah tempat yang paling
sering terkena fraktur pada usia lanjut. Ada beberapa variasi insiden
terhadap ras. Fraktur collum femur lebih banyak pada populasi kulit putih
di Eropa dan Amerika Utara. Insiden meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Sebagian besar pasien adalah wanita berusia tujuh
puluh dan delapan puluhan.

Namun fraktur collum femur bukan semata-mata akibat penuaan.


Fraktur collum femur cenderung terjadi pada penderita osteopenia diatas
rata-rata, banyak diantaranya mengalami kelainan yang menyebabkan
kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang, misalnya pada
penderita osteomalasia, diabetes, stroke, dan alkoholisme. Beberapa
keadaan tadi juga menyebabkan meningkatnya kecenderungan terjatuh.
Selain itu, orang lanjut usia juga memiliki otot yang lemah serta
keseimbangan yang buruk sehingga meningkatkan resiko jatuh.

2.3 Mekanisme terjadinya fraktur


a. Low-energy trauma: paling umum pada pasien yang lebih tua.

 Direct: Jatuh ke trokanter mayor (valgus impaksi) atau rotasi


eksternal yang dipaksa pada ekstremitas bawah menjepit
leher osteroporotik ke bibir posterior acetabulum (yang
mengakibatkan posterior kominusi)
 Indirect : Otot mengatasi kekuatan leher femur
b. High-energy trauma: Terjadi patah tulang leher femur pada pasien
yang lebih muda dan lebih tua, seperti kecelakaan kendaraan
bermotor atau jatuh dari ketinggian yang signifikan.
c. Cyclic loading-stress fractures: Terjadi pada atlet, militer, penari balet,
pasien dengan osteroporosis dan osteopenia berada pada risiko
tertentu.

20
Fraktur biasanya disebabkan oleh jatuh biasa, walaupun demikian
pada orang-orang yang mengalami osteoporosis, energi lemah dapat
menyebabkan fraktur. Pada orang-orang yang lebih muda, penyebab
fraktur umumnya karena jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.
Terkadang fraktur collum femur pada dewasa muda juga diakibatkan
oleh aktivitas berat seperti pada atlit dan anggota militer.

2.4 Klasifikasi
Lokasi anatomi:
 Subcapital (paling sering)
 Transcervical
 Basicervical

Gambar 4. Klasifikasi fraktur leher femur mengikut lokasi anatomi.

Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah Garden dimana klasifikasi


ini dibuat berdasarkan pergeseran yang nampak pada hasil sinar-x
sebelum reduksi.
- Garden Type I : fraktur inkomplit, termasuk fraktur abduksi
dimana caput femoris miring ke arah valgus yang berhubungan dengan
collum femoris

- Garden Type II : fraktur komplit, namun tidak terdapat pergeseran

- Garden Type III : fraktur komplit disertai pergeseran parsial

- Garden Type IV: fraktur komplit dengan pergeseran keseluruhan

21
Gambar 5. Klasifikasi Garden;.
Fraktur Garden I dan II dimana hanya terjadi sedikit pergeseran, memiliki
prognosis yang lebih baik untuk penyatuan dibandingkan dengan fraktur
Garden III dan IV. Hal ini tentunya memiliki pengaruh yang penting
terhadap pilihan terapi.
Klasifikasi Pauwel berdasarkan sudut fraktur dari garis horizontal:
 Tipe I : >30 derajat
 Tipe II: 50 derajat
 Tipe III: > 70 derajat

Gambar 6. Klasifikasi Pauwel.


Besarnya kekuatan dengan sudut yang besar akan mengarah
kepada fraktur yang tidak stabil.

2.5 Gambaran klinis


Biasanya terdapat riwayat jatuh, yang diikuti nyeri pinggul. Pada
fraktur dengan pergeseran, tungkai pasien terletak pada rotasi eksternal
dan terlihat pemendekan bila dibandingkan dengan tungkai yang lain.
Namun tidak semua fraktur nampak demikian jelas. Pada fraktur yang
terimpaksi pasien mungkin masih dapat berjalan dan pasien yang sangat
lemah atau cacat mental mungkin tidak mengeluh, sekalipun mengalami
22
fraktur bilateral. Untuk high-energy trauma harus diperiksa sesuai standar
ATLS.

Fraktur collum femur pada dewasa muda biasanya disebabkan


oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian serta sering
dikaitkan dengan cedera multipel. Mendapatkan keterangan yang akurat
mengenai ada atau tidaknya sinkop, riwayat penyakit, mekanisme trauma
dan aktivitas keseharian sangat penting untuk menentukan pilihan terapi.

2.6 Pemeriksaan fisis


Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang
lengkap mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan
mekanisme trauma; pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh,
serta pencitraan menggunakan foto polos sinar-x.
Look (Inspeksi):
 Deformitas: Deformitas dapat timbul dari tulang itu sendiri atau penarikan
dan kekakuan jaringan lunak.
 Sikap anggota gerak: Kebanyakan fraktur terlihat jelas, namun fraktur
satu tulang di lengan atau tungkai atau fraktur tanpa pergeseran mungkin
tidak nampak. Pada gambar bawah ini merupakan contoh pengamatan
sikap anggota gerak bawah yang terlihat memendek disertai rotasi
eksterna.

Gambar 7. Gambaran klinis fraktur collum femur

Feel (Palpasi):
 Nyeri tekan: Tanyakan pada pasien daerah mana yang terasa paling

23
sakit. Perhatikan ekspresi pasien sambal melakukan palpasi.
 Spasme otot: Hal ini bisa terlihat dan teraba dari daerah fraktur dan pada
gerakan sederhana
 Krepitasi: Krepitasi tulang dari gerakan pada daerah fraktur dapat
dirabaPemeriksaan kulit dan jaringan lunak di atasnya: Pada fraktur akut,
terapi tergantung pada keadaan jaringan lunak yang menutupinya.
Adanya blister atau pembengkakan merupakan kontraindikasi untuk
operasi.
implan. Abrasi pada daerah terbuka yang lebih dari 8 jam sejak cedera
harus dianggap terinfeksi dan operasi harus ditunda sampai luka sembuh
sepenuhnya. Bebat dan elevasi menurunkan pembengkakan dan ahli
bedah harus menunggu untuk keadaan kulit yang optimal.
 Neurovaskular distal: Kondisi neurovaskular distal harus diperiksa karena
fraktur apapun dapat menyebabkan gangguan neurovaskular.

implan. Abrasi pada daerah terbuka yang lebih dari 8 jam sejak cedera
harus dianggap terinfeksi dan operasi harus ditunda sampai luka sembuh
sepenuhnya. Bebat dan elevasi menurunkan pembengkakan dan ahli
bedah harus menunggu untuk keadaan kulit yang optimal.
 Neurovaskular distal: Kondisi neurovaskular distal harus diperiksa karena
fraktur apapun dapat menyebabkan gangguan neurovaskular.

Move (Gerakan):
Sebagai skrining cepat, gerakan aktif dari seluruh anggota gerak
diuji pada penilaian awal. Pasien dengan fraktur mungkin merasa sulit
untuk bergerak dan fraktur harus dicurigai jika ada yang nyeri yang
menimbulkan keterbatasan. Manuver yang memprovokasi nyeri
sebaiknya tidak dilakukan. Gerakan sendi yang berdekatan harus
diperiksa pada malunion untuk kasus kekakuan pascatrauma.

24
Pengukuran
Pada fraktur dengan pergeseran atau dislokasi, hal ini nampak
jelas.Pada kasus malunion atau nonunion, penilaian pemendekan atau
pemanjangan sangat penting.
Apparent leg length discrepancy dapat diukur dari xiphisternum ke
maleolus medial dengan menjaga tubuh dan kaki sejajar dengan alas
dan tidak membuat setiap upaya untuk menyamakan sisi panggul. Hal ini
akan memberikan perbedaan fungsional pada panjang kaki.

Gambar 8. Pengukuran Apparent leg length discrepancy.

Gambar 9. True leg length discrepancy.

Raba spina iliaka anterior superior (SIAS) dan atur panggul agar
sejajar (garis yang menghubungkan kedua SIAS tegak lurus dengan
alas).Lalu ukur panjang kaki dari SIAS ke maleolus medial, maka akan
didapatkan true length measurement. Pastikan kaki berada dalam sikap
dan posisi yang sama.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan sinar-x pelvis posisi anteroposterior (AP) dan
sinar-x proksimal femur posisi AP dan lateral diindikasikan untuk kasus
25
curiga fraktur collum femur. Dua hal yang harus diketahui adalah apakah
ada fraktur dan apakah terjadi pergeseran. Pergeseran dinilai dari bentuk
yang abnormal dari outline tulang dan derajat ketidaksesuaian antara
garis trabekula di kaput femur, collum femur, dan supra-asetabulum dari
pelvis. Penilaian ini penting karena fraktur terimpaksi atau fraktur yang
tidak bergeser akan mengalami perbaikan setelah fiksasi internal,
sementara fraktur dengan pergeseran memiliki angka nekrosis avaskular
dan malunion yang tinggi.

2.7 Penatalaksanaan

1. Pertolongan Pertama
Pada penderita fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan
napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur
pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa nyaman dan
mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan ambulans. Bila terdapat
perdarahan dapat dilakukan pertolongan seperti dikemukakan
sebelumnya.

2. Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis, apakah
luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf ataukah
ada trauma alat – alat dalam yang lain
3. Resusitasi

Kebanyakan penderita dengan fraktur multiple tiba di rumah sakit dengan


syok, sehingga diperlukan resusitasi sebelum idberikan terapi pada
frakturnya sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya
(Rasjad, 2015).

PRINSIP PENGOBATAN FRAKTUR:


1. Recognition,diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik dan radiologis. Pada awal pengobatan
perlu diperhatikan :
 Lokalisasi fraktur
26
 Bentuk Fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu.
Restorasi fragmen fraktur sehingga didapati posisi yang dapat diterima.
Pada fraktur intra-artikular diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas serta perubahan osteoartritis di kemudoan hari.
Posisi yang baik adalah :
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna

Fraktur yang tidak memerlukan reduksi seperti fraktur klavikula, iga,


fraktur impaksi dari humerus, angulasi <5⁰ pada tulang panjang anggota
gerak bawah dan lengan atas dan angulasi sampai 10⁰ pada humerus
dapat diterima. Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, over riding
tidak melebihi 0,5⁰ pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima
dimanapun lokalisasi fraktur.

3. Retention; Imobilisasi Fraktur


4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin(Rasjad, 2015).

Prinsip-prinsip umum:
Optimasi pra operasi medis yang cepat : Mortalitas dikurangkan dengan
operasi dalam waktu 48 jam fiksasi yang stabil dan mobilisasi dini.
Pengobatan fraktur leher femur dapat berupa:

a. Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas Non operatif:


Indikasi:
Fraktur nondisplaced pada pasien mampu memenuhi pembatasan
weight bearing.
b. Terapi operatif:
Indikasi: displaced fraktur dan nondisplaced
Fiksasi internal diindikasikan untuk Garden Tipe I, II, III pada pasien
muda,patah tulang yang tidak jelas, dan fraktur displaced pada pasien
27
muda.
Bentuk pengobatan bedah yang dipilih ditentukan terutama oleh lokasi
fraktur (femoralis leher vs intertrochanteric), displacement, dan tingkat
aktivitas pasien.Kemungkinan untuk tidak reduksi adalah pada pasien
dengan stress fracture dengan kompresi pada leher femur dan fraktur
leher femur pada pasien yang tidak bisa berjalan atau komplikasi yang
tinggi.Terapi operatif hampir sering dilakukan pada orang tua karena:
1. Perlu reduksi yang akurat dan stabil
2. Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah
komplikasi
Jenis-jenis operasi:
a. Pemasangan pin
Pemasangan pin haruslah dengan akurasi yang baik karena
pemasangan pin yang tidak akurat ( percobaan pemasangan pin secara
multiple atau di bawah trokanter) telah diasosiasi dengan fraktur femoral
sukbtrokanter.
b. Pemasangan plate dan screw
Fraktur leher femur sering dipasang dengan konfigurasi apex distal
screw atau apex proximal screw.Pemasangan screw secara distal sering
gagal berbanding dengan distal.fiksasi dengan cannulated screw hanya
bisa dilakukan jika reduksi yang baik telah dilakukan. Setelah fraktur
direduksi, fraktur ditahan dengan menggunakan screw atau sliding screw
dan side plate yang menempel pada shaft femoralis.Sliding hip screw
(fixed-angle device) ditambah derotation screw diindikasikan untuk fraktur
cervical basal dan patah tulang berorientasi vertikal. 1,6
c. Artroplasti; dilakukan pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa:
 Eksisi artroplasti
 Hemiartroplasti
Diindikasikan untuk pasien usia lanjut dengan fraktur displaced risiko yang
lebih rendah untuk dislokasi berbanding artroplasti pinggul total, terutama
pada pasien tidak dapat memenuhi tindakan pencegahan dislokasi
(demensia, penyakit Parkinson). Prostesis disemen memiliki mobilitas
yang lebih baik dan kurang nyeri paha; prostesis tidak disemen harus
disediakan untuk pasien yang sangat lemah di mana status pra cedera
28
menunjukkan bahwa mobilitas tidak mungkin dicapai setelah operasi.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan pada fraktur mulai terjadi segera setelah tulang
mengalami kerusakan apabila lingungan untuk penyembuhan memadai
sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi
fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam pentyembuhan, selain
faktor biologis juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam
penyembuhan frkatur. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada tulang
kortikal pada tulang panjang serta tulang kanselosa pada metafisis tulang
panjang atau tulang – tulang pendek, sehingga kedua jenis penyembuhan
fraktur ini harus dibedakan (Rasjad, 2015).
Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri dari liam fase,
yaitu :
1. Fase Hematoma
Apabial terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil
yang melewati kanalikuli dalam sistem haversian mengalami robekan
pada daerah fraktur akan membentuk hematoma diantara kedua sisi
fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan
terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang
terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.
Osteosit dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulakan suatu
daerah cincin avaskular tulang yang mati pada sisi – sisi fraktur setelah
trauma.

2. Fase Proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu
reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel sel
osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus
eksterna serta pada daerah endoesteum membentuk kalus interna
sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis. Apabila terjadi robekan
yang hebat pada periosteum

29
maka penyembuhan sel berasal daru diferensiasi sel sel mesenkimal yang
tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada tahap awal
penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel – sel jaringan
lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan frkatur ini terjadi pertambahan
jumalh dari sel – sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat
pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas.
Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembejuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu kalus dari
fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik.
Pada pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga
merupakan suatu daerah radiolusen.
3. Fase Pembentukkan Kalus
Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap
fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada
kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh
matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam –
garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini
disebut woven bone . Pada pemeriksaan radiologis kalus atau woven
bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.
4. Fase Konsolidasi (Fase Union Secara Radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan – lahan
diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang
menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresopsi secara
bertahap.
5. Fase Remodelling

Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian
yang menyerupasi bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis
medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan – lahan menjadi resobsi
secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan
kalus eksterna secara perlahan –lahan menghilang. Kalus intermediet
berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan
kalus bagian dalam akan mengalam peronggaan untuk membentuk ruang

30
sumsum (Rasjad, 2015).
Artroplasti total Indikasi:
 Untuk pasien usia lanjut yang aktif dengan fraktur displaced.
 Pilihan untuk pasien dengan pra hip arthropathy (OA dan RA).
 Jika pengobatan telah terlambat untuk beberapa minggu dan curiga
kerusakan acetabulum.
 Pasien dengan metastatic bone disease seperti Paget’s Disease
 Hasil fungsional lebih baik daripada hemiarthroplasty
 Tingkat dislokasi lebih tinggi dari hemiarthroplasty.

Gambar 11. Algoritma untuk pengobatan fraktur intracapsular leher femur

2.8 Komplikasi
Komplikasi umum

Pasien yang berusia tua sangat rentan untuk menderita komplikasi


umum seperti thrombosis vena dalam, emboli paru, pneumonia dan ulkus
dekubitus.

31
Nekrosis avaskular

Nekrosis iskemik dari caput femoris terjadi pada sekitar 30 kasus


dengan fraktur pergeseran dan 10 persen pada fraktur tanpa pergeseran.
Hampir tidak mungkin untuk mendiagnosisnya pada saat fraktur baru
terjadi. Perubahan pada sinar-x mungkin tidak nampak hingga beberapa
bulan bahkan tahun. Baik terjadi penyatuan tulang maupun tidak, kolaps
dari caput femoris akan menyebabkan nyeri dan kehilangan fungsi yang
progresif.

Non-union
Lebih dari 30 persen kasus fraktur collum femur gagal menyatu,
terutama pada fraktur dengan pergeseran. Penyebabnya ada banyak:
asupan darah yang buruk, reduksi yang tidak sempurna, fiksasi tidak
sempurna, dan penyembuhan yang lama.

Osteoartritis
Nekrosis avaskular atau kolaps kaput femur akan berujung pada
osteoartritis panggung. Jika terdapat kehilangan pergerakan sendi serta
kerusakan yang meluas, maka diperlukan total joint replacement.

2.9 Prognosis
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang
menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami
fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi
tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi
segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk
penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang
penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting
dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu
faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur(Milier, 2012)

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Solomon, L dkk. Fractures of the Femoral Neck; Apley’s System of Orthopaedic


and Fractures, 8th Ed. Arnold, 2001. Hal: 847-52.
2. Egol, K dkk. Femoral Neck Fractures; Handbook of Fractures, 3rd Ed. Lippincott
Williams & Wilkins, 2002. Hal: 319-28.
3. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier
Saunders, 2010. Hal: 251-7.
4. Rex, C. Examination of Patient withBone and Joint Injuries; Clinical Assessment
and Examination in Orthopedics, 2nd Ed. Jaypee Brothers Medical, 2012. Hal:
17-21.
5. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition.
Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.
6. Skinner, H. Femoral Neck Fractures. Current Essentials Orthopedics.McGraw-
Hill, 2008. Hal: 37
7. Rasjad, C. (2015) Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Keempat. Jakarta: Yarsif
Watampone.

33
34
35

Anda mungkin juga menyukai