Anda di halaman 1dari 48

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR LANSIA

2.1.1 Definisi Lansia

Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah

seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia

merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki

tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan

lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau

proses penuaan. Usia lanjut adalah hal yang harus diterima sebagai

suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri

dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Supraba,

2015). Menurut Fatmawati (2010) lanjut usia adalah proses alamiah

dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomis,

fisiologis dan biokimia pada tubuh yang akan berpengaruh pada

fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menurut WHO dan

Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah

usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi

merupakan proses yang berangsur- angsur mengakibatkan perubahan

yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang

berakhir dengan kematian (Padila, 2013:6).

8
9

2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia

Menurut Depkes RI 2003 (dalam Hanifullah, 2015) ada lima

klasifikasi pada lansia yaitu sebagai berikut:

1. Pra lansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45-59

tahun.

2. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih.

3. Lansia resiko tinggi, yaitu orang yang berusia 70 tahun atau lebih/

dengan masalah kesehatan.

4. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan

pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari

nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam Maryam

(2011) lansia diklasifikasikaan menjadi empat kelompok meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age) yakni kelompok usia 45 sampai 59

tahun,

2. Usia lanjut ( elderly) yakni antara 60-74 tahun,

3. Usia lanjut tua ( old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun

4. Usia sangat tua ( very old)yaitu usia diatas 90 tahun

2.1.3 Teori Lanjut Usia

Teori Lanjut Usia menurut Stanley & Beare (2011) yaitu teori

- teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa terjadi penuaan :


10

2.1.3.1 Teori Biologis

Teori biologi menjelaskan proses fisik penuaan,

termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan,

panjang usia, dan kematian.

2.1.3.2 Teori Genetika

Teori sebab-akibat yang menjelaskan bahwa penuaan

dipengaruhi oleh gen dan dampak lingkungan pada

pembentukan kode genetik.

2.1.3.3 Teori Wear- and -Tear

Teori yang mengungkapkan bahwa akumulasi

sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis

DNA, sehingga mendorong malfungsi molekuler dan

akhirnya malfungsi organ tubuh.

2.1.3.4 Riwayat Lingkungan

Teori ini menjelaskan faktor-faktor yang dapat

membawa perubahan dalam proses penuaan misalnya

karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan

infeksi.

2.1.3.5 Teori Imunitas

Teori ini menjelaskan suatu kemunduran dalam

sistem imun yang berhubungan dengan penuaan.


11

2.1.3.6 Teori Neuroendokrin

Teori yang terjadi pada struktur dan perubahan pada

tingkat molekul dan sel yang nampak mengagumkan dalam

beberapa situasi. Bahwa salah satu area neurologi yang

mengalami gangguan secara universal akibat penuaan

adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,

memproses, dan bereaksi terhadap perintah.

2.1.3.7 Teori Psikososiologis

Teori ini menjelaskan perhatian pada perubahan

sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai

lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis.

2.1.3.8 Teori Kepribadian

Teori ini menjelaskan bahwa aspek– aspek

pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau

tugas spesifik lansia

2.1.4 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia dapat berupa :

2.1.4.1 Perubahan fisik

Sel tubuh lebih sedikit jumlahnya dan besar

ukurannya serta cairan tubuh berkurang jumlahnya demikian

pula cairan intracellular. Perubahan pada sistem persyarafan


12

terjadi penurunan hubungan persyarafan yang cepat dan

mengecilnya syaraf panca indera (Nugroho, 2012). Pada

sistem pendengaran terjadi presbiakusis (gangguan pada

pendengaran), membran timpani menjadi atropi dan

menyebabkan oteosklerosis serta terjadinya pengumpulan

cerumen. Sistem penglihatan terjadi sfingter pupil timbul

sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih

berbentuk sferis (bola) selain itu terjadi peningkatan ambang

pengamatan sinar, menurunnya lapang pandang dan

menurunnya daya membedakan warna biru dan hijau

(Nugroho, 2012). Perubahan pada sistem kardiovaskular

lansia terutama pada katup jantung menebal dan menjadi

kaku dengan menurunnya kemampuan jantung memompa

darah 1 % setiap tahun sesudah umur 20 tahun. Hilangnya

elastisitas pembuluh darah dan tekanan darah meninggi

akibat resistensi dari pembuluh darah perifer (Nugroho,

2012).

Pada sistem respirasi lansia pada otot-otot

pernafasan mengalami kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia. Paru-paru kehilangan

elastisitas, alveoli melebar dan jumlahnya berkurang.

Kemampuan batuk pun berkurang. Perubahan pada sistem

gastrointestinal lansia berubah dengan terjadinya kehilangan

gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, hati


13

mengecil. Sensitivitas lapar menurun, asam lambung

menurun. Peristaltik usus lemah dan terjadi konstipasi

dengan fungsi absorpsi melemah (Nugroho, 2012).

Perubahan pada sistem Genitourinaria yaitu dengan

terjadinya ginjal yang mengecil dan nefron menjadi atropi,

otot vesika urinaria melemah dan pada pria mengalami

pembesaran kelenjar prostat sedangkan pada wanita

mengalami atropi vulva. Kulit pada lansia mengalami

kehilangan jaringan lemak, rambut menipis berwarna

kelabu, elastisitasnya berkurang, kuku jari mengeras dan

menjadi rapuh. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan

fungsinya (Nugroho, 2012).

Perubahan pada sistem muskuloskeletal yaitu terjadi

kehilangan densitas (cairan) dan makin rapuhnya tulang,

menjadi kifosis, pinggang, lutut dan jari-jari pergerakan

terbatas, diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek

(tingginya berkurang), persendian membesar dan menjadi

kaku. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi

serabut otot sehingga lansia bergerak lamban, otot-otot kram

dan tremor. Perubahan ini juga akan menyebabkan laju

metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal

berkurang sehingga kekuatan otot berkurang dan otot

menjadi lebih mudah capek serta kecepatan kontraksi akan

melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga


14

dijumpai berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak

(Nugroho, 2012).

2.1.4.2 Perubahan psikologi ( mental)

Lansia sadar akan kematian, mengalami penyakit

kronis dan ketidakmampuan dalam mobilisasi. Lansia juga

mengalami perubahan memori dan kenangan serta

perubahan IQ ( Intellegentia Quantion) serta perubahan

terhadap gambaran diri dan konsep diri.

2.1.4.3 Perubahan sosial ekonomi

Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitas

yang dikaitkan dengan peranannya dalam pekerjaan. Jika

mengalami pensiun, lansia akan mengalami kehilangan

finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan

kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2012)

2.2 KONSEP DASAR TEKANAN DARAH

2.2.1 Definisi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamik yang

sederhana dan mudah dilakukan pengukurannya. Tekanan darah

menggambarkan situasi hemodinamik seseorang saat itu.

Hemodinamik adalah suatu keadaan dimana tekanan dan aliran darah

dapat mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan

(Muttaqin, 2012). Tekanan darah diukur dalam satuan milimeter


15

merkury (mmHg) dan direkam dalam dua angka, yaitu tekanan

sistolik ( ketika jantung berdetak) terhadap tekanan diastolik ( ketika

jantung relaksasi). Tekanan darah sistolik merupakan jumlah tekanan

terhadap dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau

menekan darah keluar dari jantung. Tekanan diastolik merupakan

jumlah tekanan dalam arteri sewaktu jantung beristirahat. Aksi pompa

jantung memberikan tekanan yang mendorong darah melewati

pembuluh- pembuluh. Setiap jantung berdenyut, darah dipompa

keluar dari jantung kedalam pembuluh darah, yang membawa darah

ke seluruh tubuh. Jumlah tekanan dalam sistem penting untuk

mempertahankan pembuluh darah tetap terbuka ( LeMone dan Burke,

2010).

2.2.2 Regulasi Tekanan Darah

Muttaqin (2012) mengatakan faktor utama yang

mempengaruhi tekanan darah adalah curah jantung, tekanan pembuluh

darah perifer dan volume atau aliran darah. Faktor-faktor yang

meregulasi (mengatur) tekanan darah bekerja untuk periode jangka

pendek dan jangka panjang. Regulasi tekanan darah dibagi menjadi:


16

1. Regulasi Jangka Pendek terhadap Tekanan Darah

Regulasi jangka pendek ini diatur oleh:

a) Sistem Persarafan

Sistem persarafan mengontrol tekanan darah dengan

mempengaruhi tahanan pembuluh perifer. Tujuan utamanya

adalah:

1) Mempengaruhi distribusi darah sebagai respon terhadap

peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang lebih spesifik.

2) Mempertahankan tekanan arteri rata-rata (MAP) yang

adekuat dengan mempengaruhi diameter pembuluh darah

menyebabkan perubahan yang bermakna pada tekanan

darah. Penurunan volume darah menyebabkan konstriksi

pembuluh darah seluruh tubuh kecuali pembuluh darah

yang memperdarahi jantung dan otak, tujuannya adalah

untuk mengalirkan darah keorgan-organ vital sebanyak

mungkin.

b) Peranan Pusat Vasomotor

Pusat vasomotor yang mempengaruhi diameter

pembuluh darah adalah pusat vasomotor yang merupakan

kumpulan serabut saraf simpatis. Peningkatan aktivitas

simpatis menyebabkan vasokontriksi menyeluruh dan

meningkatkan tekanan darah. Sebaliknya penurunan aktivitas

simpatis memungkinkan relaksasi otot polos pembuluh darah

dan menyebabkan penurunan tekanan darah sampai pada nilai


17

basal. Pusat vasomotor dan kardiovaskular akan bersama-sama

meregulasi tekanan darah dengan mempengaruhi curah jantung

dan diameter pembuluh darah. Impuls secara tetap melalui

serabut eferen saraf simpatis (serabut motorik) yang keluar dari

medulla spinalis pada segmen T1 sampai L2, kemudian masuk

menuju otot polos pembuluh darah terutama pembuluh darah

arteriol sehingga selalu dalam keadaan konstriksi sedang yang

disebut dengan tonus vasomotor. Derajat konstriksi bervariasi

untuk setiap organ. Umumnya serabut vasomotor

mengeluarkan epinefrin yang merupakan vasokonstriktor kuat.

Akan tetapi, pada otot rangka beberapa serabut vasomotor

mengeluarkan asetilkolin yang menyebabkan dilatasi pembuluh

darah ( Price, 2012).

c) Refleks Baroreseptor

Refleks baroresptor merupakan reflek paling utama

dalam menentukan kontrol regulasi dan denyut jantung dan

tekanan darah (Heather, et, al, 2013). Mekanisme reflek

baroreseptor dalam meregulasi perubahan tekanan darah adalah

dengan cara melakukan fungsi reaksi cepat dari baroreceptor,

yaitu dengan melindungi siklus selama fase akut dari

perubahan tekanan darah. Pada saat tekanan darah arteri

meningkat dan meregang, reseptor-reseptor ini dengan cepat

mengirim impulsnya ke pusat vasomotor dan menghambatnya


18

yang mengakibatkan terjadi vasodilatasi pada ateriol dan vena

sehingga tekanan darah menurun (Muttaqin, 2012).

d) Refleks Kemoreseptor

Apabila kandungan oksigen atau pH darah turun atau

kadar karbondioksida dalam darah meningkat, maka

kemoreseptor yang akan diarkus aorta dan pembuluh pembuluh

besar dileher mengirim impuls ke pusat vasomotor dan

terjadilah vasokontriksi yang membantu mempercepat darah

kembali ke jantung dan ke paru (Muttaqin, 2012). Dengan

meningkatnya tekanan darah akan mengakibatkan peningkatan

pada potensial aksi ke pusat pengontrolan kardiovascular

(Cardiovascular Control Center: CCC). CCC direspon oleh

menurunnya imput simpatis dan meningkatnya parasimpatis ke

dalam jantung. Keadaan ini menyebabkan menurunnya cardiac

output. CCC ini juga menurunkan input simpatis kedalam

pembuluh darah, terjadilah vasodilatasi yang menyebabkan

tahanan perifer yang rendah, sehingga menyebabkan penurunan

tekanan darah. Mekanisme kompensasi ini akan memberikan

respon kepada baroreseptor untuk mengembalikan tekanan

darah dalam keadaan normal dan sebaliknya ( Joohan, 2011).

e) Pengaruh Pusat Otak Tertinggi

Reflek yang meregulasi tekanan darah diintegrasikan

pada batang otak (medula) dengan memodifikasi tekanan darah


19

arteri melalui penyaluran kepusat medularis (Heather, et, al,

2013).

f) Kontrol Kimia

Kadar oksigen dan karbondioksida membantu

meregulasi tekanan darah melalui refleks kemoreseptor,

sejumlah kimia darah juga mempengaruhi tekanan darah

dengan bekerja langsung pada otot polos atau pusat vasomotor

(Muttaqin, 2012).

Hormon yang paling penting dalam tekanan darah

adalah sebagai berikut:

1. Hormon yang dikeluarkan medula adrenal selama

masa stress adalah non epinefrin dan epinefrin yang

dilepaskan oleh kelenjar adrenal ke dalam darah. Kedua

hormon ini mengakibatkan respons “fight or flight”

sehingga mempengaruhi diameter pembuluh darah dan

rangsangan simpatis ( Joohan, 2011)

2. Faktor natriuretik atrium. Dinding atrium jantung

mengeluarkan hormon peptide yang disebut dengan faktor

natriuretik atrial yang menyebabkan volume darah dan

tekanan darah menurun. Hormon ini adalah antagonis

aldosteron dan menyebabkan ginjal mengeluarkan garam

dan air yang lebih banyak dari tubuh dengan demikian

volume darah akan menurun. Hormon ini juga


20

menyebabkan dan menurunkan pembentukan cairan

serebropinalis di otak (Muttaqin, 2012).

3. ADH (hormon antidiuretik). Hormon ini diproduksi

di hipotalamus dan merangsang ginjal untuk menahan air

mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air yang

berpengaruh dalam peningkatan volume dan menurunkan

osmolaritas cairan ekstra selulue (CES). Akibatnya dapat

berpengaruh terhadap hemeostasis tekanan darah ( Joohan,

2011).

4. Agiotensin II terbentuk akibat adanya renin yang

dikeluarkan oleh ginjal saat perfusi ginjal tidak adekuat.

Hormon ini menyebabkan vasokonstriksi yang hebat.

Sehingga demikian terjadi peningkatan tekanan darah yang

cepat. Hormon ini juga merangsang pengeluaran aldosteron

yang akan meregulasi tekanan darah untuk jangka yang

panjang melalui penahanan air (Lovastin, 2011).

5. Nitric Okside (NO) disebut juga dengan

endothelium derived relaxing factor (EDRF), merupakan

vasokonstriktor yang dikeluarkan oleh sel endotel akibat

adanya peningkatan kecepatan aliran darah dan adanya

mulekul-mulekul seperti asetilkolin, bradikinin dan

nitrigliserin. Hormon ini bekerja melalui cyclic GMP

second messenger, hormon ini sangat cepat dihancurkan

dan efek vasodilatasinya sangat singkat (Lovastin, 2011).


21

g) Alkohol

Konsumsi alkohol menyebabkan penurunan tekanan

darah melalui penghambat pengeluaran ADH dan penekanan

pada pusat vasomotor, sehingga menyebabkan vasodilatasi

terutama pada kulit (Lovastin,2011). Yang akan memproduksi

angiotensin II, sebuah vasokonstriktor kuat yang akan

mengakibatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan

kecepatan aliran darah ke ginjal sehingga perfusi ginjal

meningkat. Angiotensin II juga merangsang korteks adrenal

untuk mengeluarkan aldosteron, suatu hormon yang

mempercepat absorbsi garam dan air yang berdampak pada

peningkatan tekanan darah (Muttaqin, 2012).

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan

tekanan darah diantaranya adalah usia, ras, jenis kelamin, stress,

medikasi, variasi diural, olah raga dan hormonal (Sudoyo, et, al,

2009).

1. Usia

Tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Menurut

WHO (2007) adanya hubungan yang positif antara umur dengan

tekanan darah disebagian populasi, tekanan darah sistolik

cenderung meningkat pada usia anak-anak, remaja dan dewasa

untuk mencapai nilai rata-rata 140 mmHg. Tekanan darah

diastolik juga cenderung meningkat dengan bertambahnya usia.


22

Ramalah (2013) menyatakan tekanan darah secara bertahap

dengan bertambahnya umur akan terus meningkat setelah usia 60

tahun. Namun demikian, penting untuk melihat klasifikasi tekanan

darah normal agar memudahkan dalam mengevaluasi kondisi

pasien.

2. Ras

Kajian populasi menunjukkan bahwa tekanan darah pada

masyarakat berkulit hitam lebih tinggi dibandingkan dengan

golongan suku lainnya. Suku atau ras mungkin berpengaruh pada

hubungan antara umur dan tekanan darah. Orang Afrika-Amerika

lebih tinggi dibanding orang Eropa-Amerika. Kematian yang

dihubungkan dengan hipertensi juga lebih banyak pada orang

Afrika-Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi

diyakini hubungan antara genetik dan lingkungan (Koizer et al,

2008).

3. Jenis Kelamin

Berdasarkan Miller (2010) menunjukkan bahwa perubahan

hormonal yang sering terjadi pada wanita menyebabkan wanita

lebih cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini juga

menyebabkan resiko wanita untuk terkena penyakit jantung

menjadi lebih tinggi.


23

4. Stress

Ansietas, takut, nyeri dan stress emosi mengakibatkan

stimulus simpatis secara berkepanjangan yang berdampak pada

vasokonstriksi, peningkatan curah jantung, tahanan vaskular

perifer dan peningkatan produksi renin. Peningkatan renin

mengaktivasi mekanisme angiotensin dan meningkatakan skresi

aldosteron yang berdampak pada peningkatan tekanan darah

(Lewis, et al, 2012).

5. Medikasi

Banyak pengobatan yang secara langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi tekanan darah. Beberapa obat

antihipertensi seperti diuretik, penyakit beta adrenergic, penyekat

saluran kalsium, vasodilator dan ACE inhibitor langsung

berpengaruh pada tekanan darah (Muttaqin, 2012).

6. Kemoreseptor

Kemoreseptor yang terletak di arteri karotis dan aorta,

yang berkaitan erat tetapi berbeda dengan baroreseptor, peka

terhadap kadar oksigen rendah atau asam tinggi dalam darah.

Fungsi utama kemoreseptor ini adalah untuk secara rileks

meningkatkan aktivitas pernafasan sehingga lebih banyak oksigen

masuk atau lebih banyak karbondioksida pembentuk asam yang

keluar. Reseptor tersebut juga secara rileks meningkatkan tekanan

darah sengan mengirimkan impuls eksitatori ke pusat

kardiovaskuler (Lewis, et al, 2012).


24

7. Olah Raga

Perubahan mencolok sistem kardiovaskular pada saat

berolahraga, termasuk peningkatan aliran darah otot rangka,

peningkatan bermakna curah jantung, penurunan resistensi perifer

total dan peningkatan sedang tekanan arteri rata-rata (Muttaqin,

2012).

8. Zat vasoaktif

Zat-zat vasoaktif yang dikeluarkan dari sel endotel

mungkin berperan dalam mengatur tekanan darah. Inhibisi

eksperimental enzim yang mengkatalis NO (Nitric Oxide)

menyebabkan peningkatan cepat tekanan darah. Hal ini

mengisyaratkan bahwa zat kimia ini dalam keadaan normal

mungkin menimbulkan vasodilatasi (Muttaqin, 2012).

9. Natriuretic factors atau Atrial Natriuretic Paptide

Atrial Natriuretic Paptide (ANP) dilepaskan dari miosit

atrial akibat respon dari stimulus reseptor renggang akibat volume

yang berlebihan. Pelepasan ANP mengakibatkan peningkatan

filtrasi glomerolus, eksteri natrium dan air dan vasodilatasi.

Sebagai tambahan, ANP menghambat sekresi renin, aldosteron

dan vasopresssin. Kondisi ini mengakibatkan penurunan tekanan

darah (Lewis, et al, 2012).


25

2.2.4 Pengukuran Tekanan Darah

Tekanan darah arteri dapat diukur baik secara langsung

maupun tidak langsung. Metode langsung menggunakan insersi

kateter arteri dan metode tidak langsung paling umum menggunakan

sphigmanometer dan stetoskop (Potter & Perry, 2010). Manset yang

dapat dikembangkan dipasang melingkar pada lengan bagian atas

(lebarnya minimal 40% dari lingkar lengan) dibawah kontrol

manometer, dipompa kira-kira 30 mmHg diatas nilai saat pulsasi

radialis yang teraba menghilang. Stetoskop diletakkan diatas arteri

brakialis pada lipat siku, dibawah sisi manset, dan tekan manset

kemudian diturunkan perlahan-lahan (2-4 mmHg/detik). Terjadinya

bunyi pertama yang sinkron dengan nadi bunyi ketukan yang jelas,

(fase 1) korotkof adalah tekanan darah sistolik. Normalnya bunyi ini

awalnya lemah (fase 2) sebelum menjadi keras (fase 3) kemudian

menjadi redup pada (fase 4), da seluruhnya menghilang pada (fase 5).

Fase 5 ini digunakan sebagai tekanan darah diastolik (Potter & Perry,

2010).

2.3 KONSEP DASAR HIPERTENSI

2.3.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang

mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang di bawah oleh darah

terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Di katakana

tekanan darah tinggi jika tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
26

lebih. Atau tekanan diastolk mencapai 90 mmHg atau lebih atau

keduanya (Khasanah, 2012).

Hipertensi merupakan penyakit degenerative yang banyak di

derita bukan hanya oleh usia lanjut saja, bahkan saat ini sudah

menyerang orang dewasa muda. Bahkan diketahui bahwa 9 dari 10

orang yang menderita hipertensi tidak dapat diidentifikasi penyebab

kematiannya. Itulah sebabnya hipertensi di juluki sebagai “Pembunuh

Diam-Diam) ( silent killer ) (Zauhani, Zainal, 2012). Hipertensi

merupakan penyebab terbesar dari kejadian stroke, baik tekanan darah

sistolik maupun diastoliknya (Rudianto, 2013). Penyakit tekanan

darah tinggi atau hipertensi, adalah salah satu jenis penyakit

pembunuh paling dahsyat di dunia saat ini. Usia merupakan salah satu

faktor resiko hipertensi. Lebih banyak dijumpai bahwa penderita

penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi pada usia senja (Deni

Damayanti, 2013).

Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa

hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan

darah yang tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko

terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan kardiovaskuler

seperti stroke, gaga ginjal,serangan jantung dan kerusakan ginjal

(Sutanto, 2010).
27

2.3.2 Klasifikasi Hipertensi

Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua

yaitu sekunder dan primer. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal

merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui (Sustrani,

dkk, 2010). Penderita hipertensi sekunder ada 5%-10% kasus. Pada

hipertensi ini penyebab dan patofisiologinya sudah diketahui sehingga

dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan (Tandra dan

Utama, 2011). Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah

adanya kelainan dan keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal

(gagal ginjal kronik, glomerolus nefritis akut), kelainan endoktrin

(tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta bisa diakibatkan oleh

penggunaan obatobatan (kortikosteroid dan hormonal) (Azam, 2010).

Sedangkan hipertensi primer atau esensial hipertensi yang

tidak atau belum di ketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih

90% dari seluruh hipertensi Penyebab spesifiknya tidak diketahui,

terdapat sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya

seperti genetik, sistem renin-angiotensin, peningkatan Na dan Ca

intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti

obesitas, alkohol, merokok, jenis kelamin, dan usia ( Roadhah, 2012).

Tabel 2.3 Klasifikasi hipertensi menurut WHO

Tekanan Darah Tekanan Darah


Kategori
Sistolik Diastolik
Normal Dibawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg

Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg


28

Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg


(Hipertensi Ringan )
Stadium 2 160-179 mmHg 100-109 mmHg
(Hipertensi
Sedang )
Stadium 3 180-209 mmHg 100-119 mmHg
(Hipertensi Berat )
Stadium 4 210 mmHg atau 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi lebih
Maligna)
(Sumber: Roadhah, 2012)
Hipertensi sistolik terisolasi adalah hipertensi dengan tekanan

sistolik sama atau lebih dari 160 mmHg, tetapi tekanan diastolik

kurang dari 90 mmHg.Hipertensi sistolik terisolasi umumnya

dijumpai pada usia lanjut (Mansjoer, dkk, 2013). Sistolik akan

meningkat sejalan dengan usia, sedangkan diastolik akan meningkat

sampai usia 55 tahun kemudian menurun lagi (Sustrani, dkk, 2013)

2.3.2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasar Penyebabnya

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2

golongan, yaitu:

1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak

diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik.

Terdapat 95% kasus. Banyak faktor yang

mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,

hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-

angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan

Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan

risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia


29

(Kapita Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2012).

2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar

5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti

penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular

renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom cushing,

feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang

berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain (Kapita

Selekta Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2012).

2.3.2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut Tingkat Kliniknya

1. Hipertensi benigna didefinisikan sebagai hipertensi tanpa

komplikasi, biasanya dalam waktu yang lama dari tingkat

keparahan ringan sampai sedang.

2. Hipertensi maligna adalah kenaikan tekanan darah

(tekanan diastolik lebih dari 140 mmHg) yang

dihubungkan dengan papiledema, perdarahan retina dan

eksudat (Ignatavicius, 1991 dalam Promkes Bangli, 2012).

2.3.2.3 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan World Health Organisation

1. Tingkat I : tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala

dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler.


30

2. Tingkat II : tekanan darah meningkat dengan gejala

hipertropi kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-

gejala kerusakan atau gangguan alat atau organ lain.

3. Tingkat III : tekanan darah meningkat dengan gejala-

gejala yang jelas dari kerusakan dan gangguan fatal dari

target organ

2.3.3 Manifestasi Klinis

Menurut Martha (2012), Hipertensi sulit disadari oleh

seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus. gejala-

gejala yang mungkin diamati antara lain yaitu:

1. Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala.

2. Sering gelisah.

3. Wajah merah.

4. Tengkuk terasa pegal.

5. Mudah marah.

6. Telinga berdengung.

7. Sukar tidur.

8. Sesak nafas.

9. Rasa berat di tengkuk.

10. Mudah lelah.

11. Mata berkunang-kunang.

12. Mimisan.
31

2.3.4 Patogenesis

Hipertensi terjadi melalui terbentuknya angiotensin II dari

angiotensin I oleh Angiotencin Converting Enzime (ACE). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi dalam hati.

Selanjutnya, oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal)akan diubah

menjadi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah

yang memiliki peranan kunci untuk menaikkan tekanan darah melalui

aksi utama.

Pertama, dengan meningkatkan sekresi hormon antidiuretik

(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar

pituitary) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan

volume urine. Meningkatnya ADH menyebabkan urin yang

diekskresikan keluar tubuh sangat sedikit (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya,

volume cairan ekstraselulur akan ditingkatkan dengan cara menarik

cairan dari bagian intraseluler. Dan kemudian terjadi peningkatan

volume darah, sehingga tekanan darah akan meningkat.

Kedua, dengan menstimulasi sekresi aldosteron (hormone

steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal) dari korteks

adrenal. Pengaturan volume ekstraseluler oleh aldosteron dilakuakan

dengan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

mereabsorsinya dari tubulus ginjal. Pengurangan ekskresi NaCl


32

menyebabkan naiknya konsentrasi NaCl yang kemudian diencerkan

kembali dengan cara peningkatan volume cairan ekstraseluler, maka

terjadilah peningkatan volume dan tekanan darah. Terjadi peningkatan

tekanan darah dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Meningkatnya kerja jantung yang memompa lebih kuat sehingga

volume cairan yang mengalir setiap detik bertambah besar.

2. Arteri besar kaku, tidak lentur, sehingga pada saat jantung

memompa darah melalui arteri tersebut tidak dapat mengembang.

Darah kemudian akan mengalir melalui pembuluh yang sempit

sehingga tekanan naik. Menebal dan kakunya dinding arteri pada

orang yang berusia lanjut dapat terjadi karena arteriklerosis

(penyumbatan pembuluh arteri). Peningkatan tekana darah

mungkin juga terjadi karena adanya ransangan saraf atau hormone

didalam darah, sehingga arteri kecil mengerut untuk sementara

waktu.

3. Pada penderita kelainan fungsi ginjal, terjadi ketidakmampuan

membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. volume

darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga naik

(Ira Haryani, 2014).

2.3.5 Faktor penyebab Hipertensi

2.3.5.1 Usia

Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi

karena dengan bertambahnya usia maka risiko hipertensi


33

menjadi lebih tinggi. Insiden hipertensi yang makin

meningkat dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh

perubahan alamiah dalam tubuh yang mempengaruhi

jantung, pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada usia

kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri

koroner dan kematian prematur. Semakin bertambahnya

usia, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar

40 % dengan kematian sekitar 50% di atas umur 60 tahun.

Arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan

darah meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang pada umur

lima puluhan dan enam puluhan. Kenaikkan tekanan darah

seiring bertambahnya usia merupakan keadaan biasa.

Namun apabila perubahan ini terlalu mencolok dan disertai

faktor-faktor lain maka memicu terjadinya hipertensi dengan

komplikasinya.

2.3.5.2 Jenis kelamin

Faktor jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya

penyakit tidak menular tertentu seperti hipertensi, di mana

pria lebih banyak menderita hipertensi. dibandingkan

wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmHg untuk peningkatan

darah sistolik. pria mempunyai tekanan darah sistolik dan

diastolik yang tinggi dibanding wanita pada semua suku.


34

Badan survei dari komunitas hipertensi mengskrining satu

juta penduduk Amerika pada tahun 1973-1975 menemukan

rata-rata tekanan diastolik lebih tinggi pada pria dibanding

wanita pada semua usia.

2.3.5.3 Riwayat keluarga

Individu dengan riwayat keluarga memiliki penyakit

tidak menular lebih sering menderita penyakit yang sama.

Jika ada riwayat keluarga dekat yang memiliki faktor

keturunan hipertensi, akan mempertinggi risiko terkena

hipertensi pada keturunannya. Keluarga dengan riwayat

hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar

empat kali lipat. Data statistik membuktikan jika seseorang

memiliki riwayat salah satu orang tuanya menderita

penyakit tidak menular, maka dimungkinkan sepanjang

hidup keturunannya memiliki peluang 25% terserang

penyakit tersebut. Jika kedua orang tua memiliki penyakit

tidak menular maka kemungkinan mendapatkan penyakit

tersebut sebesar 60%.

2.3.5.4 Konsumsi garam

Garam dapur merupakan faktor yang sangat berperan

dalam patogenesis hipertensi. Garam dapur mengandung

40% natrium dan 60% klorida. Konsumsi 37 gram natrium

perhari, akan diabsorpsi terutama di usus halus. Pada orang


35

sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah-ubah

sesuai sirkulasi efektifnya dan berbanding secara

proporsional dengan natrium tubuh total. Volume sirkulasi

efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada

ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan.

Natrium diabsorpsi secara aktif, kemudian dibawa oleh

aliran darah ke ginjal untuk disaring dan dikembalikan ke

aliran darah dalam jumlah yang cukup untuk

mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan

natrium yang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang

dikonsumsi, dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini

diatur oleh hormon aldosteron yng dikeluarkan kelenjar

adrenal. Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai selain

garam dapur adalah penyedap masakan atau monosodium

glutamat (MSG). Pada saat ini budaya penggunaan MSG

sudah sampai pada taraf sangat mengkhawatirkan, di mana

semakin mempertinggi risiko terjadinya hipertensi.

2.3.5.5 Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor yang

berhubungan dengan hipertensi, sebab rokok mengandung

nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap

oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian

akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan

memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas


36

epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh

darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena

tekanan darah yang lebih tinggi. Karbon monoksida dalam

asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah.

Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah meningkat

karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan

oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh

lainnya.

2.3.5.6 Obesitas

Penelitian dan beberapa studi yang dilakukan dunia

telah menemukan bahwa berat badan berhubungan dengan

tekanan darah. Berdasarkan Framingham Heart Study,

sebanyak 75% dan 65% kasus hipertensi yang terjadi pada

pria dan wanita secara langsung berkaitan dengan kelebihan

berat badan dan obesitas. Namun tidak semua jenis

kegemukan berhubungan dengan hipertensi. Ada dua jenis

kegemukan, yaitu kegemukan sentral dan kegemukan

perifer. Pada kondisi kegemukan sentral lemak mengumpul

disekitar perut atau dalam kata lain, buncit. Sedangkan

kegemukan perifer adalah kegemukan yang merata

diseluruh tubuh. artinya lemak menyebar rata diseluruh

bagian tubuh. Meskipun demikian obesitas sentral

merupakan fakror penentu yang lebih penting terhadap

peningkatan tekanan darah. Dibandingkan dengan kelebihan


37

berat badan perifer. Dan hipertensi lebih banyak ditemukan

pada orang dengan kegemukan sentral dibandingkan perifer

(Putu Yuda, 2011).

2.3.5.7 Kurangnya aktifitas fisik

Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas

tekanan darah. Pada orang yang tidak aktif melakukan

kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi denyut

jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot

jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin

keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin

besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri

sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan

kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga

dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan

menyebabkan risiko hipertensi meningkat.

2.3.5.8 Mengkomsumsi lemak tinggi

Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat

kaitannya dengan peningkatan berat badan yang berisiko

terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga

meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan

kenaikan tekanan darah. Kandungan bahan kimia dalam

minyak goreng terdiri dari beraneka asam lemak jenuh

(ALJ) dan asam lemak tidak jenuh(ALTJ). Minyak goreng


38

yang tinggi kandungan ALTJ-nya hanya memiliki nilai

tambah gorengan pertama saja. Penggunaan minyak goreng

lebih dari satu kali pakai dapat merusak ikatan kimia pada

minyak, dan hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan

kolesterol yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan

aterosklerosis dan hal yang memicu terjadinya hipertensi

dan penyakit jantung.

2.3.5.9 Kebiasaan minum-minuman beralkohol

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah

telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah

akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga

peningkatan kadar kortisol, dan peningkatan volume sel

darah merah serta kekentalan darah berperan dalam

menaikan tekanan darah. Alkohol hanya mengandung energi

tanpa mengandung zat gizi lain, kebiasaan minum alkohol

dapat mengakibatkan kurang gizi, penyakit gangguan hati,

kerusakan saraf otak dan jaringan serta dapat mengakibatkan

hipertensi apabila konsumsi terlalu banyak Orang-orang

yang minum alkohol terlalu sering atau terlalu banyak, akan

cenderung memiliki tekanan darah yang tinggi dari pada

individu yang tidak mengkonsumsi alkohol. Berlebihan

mengkonsumsi alcohol ( >2gelas bir/wine/whiskey/hari)

merupakan faktor risiko hipertensi.Diperkirakan konsumsi

alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari


39

semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih

minuman berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat

hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana dan mengapa

alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui

dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam

jangka panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan

akan merusak jantung dan organ-organ lain.

2.3.6 Komplikasi

Stroke Hipertensi menjadi berbahaya bukan hanya karena

tekanan darah yang berlebihan saja, tapi karena penyakit-penyakit lain

yang ikut menyertainya. Penyakit-penyakit tersebut dapat muncul atau

diperparah dengan meningkatnya tekanan darah dalam tubuh kita.

Berikut adalah daftar penyakit yang terkait dengan hipertensi:

2.3.6.1 Atherosclerosis

Darah mengalir dalam tubuh kita melalui pembuluh

darah sehingga peningkatan pada tekanan darah dapat

memengaruhi kondisi pembuluh darah itu sendiri, dan

kekakuan pada pembuluh darah arteri sehingga

memungkinkannya untuk menjadi rusak. Efek lanjutan dari

kerusakan ini adalah gangguan sirkulasi darah yang

mengarah pada serangan jantung dan stroke.

2.3.6.2 Gagal jantung


40

Jantung berfungsi untuk memompa darah keseluruh

tubuh. jika jantung memberikan tekanan yang terlalu tinggi

untuk mengalirkan darah maka diperlukan kerja elstra dari

otot jantung. Kondisi ini menyebabkan otot jantung menjadi

lebih tebal, seperti halnya binaragawan yang sering berlatih

maka ototnya menjadi besar. Tetapi jika jantung bekerja

terlalu keras dalam jangka waktulama, maka lama-kelamaan

otot jantung akan kelelahan dan tidak mampu bekerja

memompa darah secara opimal. Hal ini disebut gagal

jantung. Jantung yang seharusnya memompa darah untuk

beredar berkeliling seluruh tubuh, akhirnya tidak mampu

lagi dan mengakibatkan darah menumpuk diberbagai organ.

Jika menumpuk di paru-paru, maka mengakibatkan pare-

paru tergenang dan menjdikan kesulitan/sesak napas, jika

menumpuk di hati akan menyebabkan gangguan fungsi hati

dalam menetralkan racun, jika menumpuk di tangan dan

kaki akan menyebabkan pembengkakan.

2.3.6.3 Gangguan ginjal

Ginjal adalah suatu tempat transit pembuluh-

pembuluh darah yang membentuk anyamab berupa saringan.

Peningkatan tekanan darah juga dapat menyebabkan

pembuluh darah di ginjal semakin menyempi dan melemah.

Hal ini dapat mengganggu kerja ginjal secara normal


41

sebagai penyaring berbagai zat yang diperlukan tubuh atau

zat yang harus dibuang (Putu Yuda, 2011).

2.3.7 Penatalaksanaan Hipertensi

Tujuan pengobatan pasien hipertensi adalah target tekanan

darah yaitu < 140/90 mmHg dan untuk individu berisiko tinggi seperti

diabetes melitus, gagal ginjal target tekanan darah adalah < 130/80

mmHg, penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan

menghambat laju penyakit ginjal. Pada umumnya penatalaksanaan

pada pasien hipertensi meliputi dua cara yaitu (Yogiantoro, 2006).

1. Farmakologis

Pengobatan farmakologis hipertensi biasanya meliputi

beberapa jenis obat antara lain :

a. Deuretik

Merupakan golongan obat hipertensi dengan proses

pengeluaran cairan tubuh via urine.tetapi karena potassium

kemungkinan keluar dari cairan urine ,maka pengontrolan

konsumsi potassium perlu di lakukan.

b. Beta – blocker

Merupakan obat yang di pakai dalam pengontrolan

tekanan darah melalui proses memperlambat detak jantung dan

memperlebar (vasodilatasi) pembuluh darah.


42

c. Vasodilator

Merupakan salah satu obat yang dipakai dalam

pengontrolan darah tinggi atau hipertensi melalui proses

relaksasi pembuluh darah yang juga memperlebar pembulu

darah (Ayu Astika, 2013).

2. Non Farmakologis

Terapi non farmakologis terdiri dari menghentikan

kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, konsumsi

alkohol berlebih, asupan garam dan asupan lemak, latihan fisik

serta meningkatkan konsumsi buah dan sayur.

a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat

berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu,

manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan

kontrol hipertensi.

b. Meningkatkan aktifitas fisik

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena

hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu,

aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak > 3x/hari penting

sebagai pencegahan primer dari hipertensi.


43

c. Mengurangi asupan natrium

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka

perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter.

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat,

sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari

dapat meningkatkan risiko hipertensi.

e. Konsumsi pisang ambon

Pisang adalah buah yang mengandung tinggi kalium,

penelitian menerangkan bahwa kalium dapat menjaga

kesehatan sistem peredaran darah dengan cara mengontrol

aktivitas elektrik jantung dan menurunkan tekanan darah

(Schmidt, 2012).

Pisang mengandung angiotensin converting enzyme alami

atau ACE inhibitor alami. ACE menghasilkan zat yang disebut

angiotensin-2 yang berakibat pada penyempitan pembuluh

darah dan meningkatkan tekanan didalamnya. Konsumsi

pisang telah terbukti untuk menghentikan terjadinya

penyempitan pembuluh darah. ACE inhibitor menurunkan

tekanan darah dengan memblokade produksi hormon

angiotensin II yang menyebabkan kontriksi pembuluh darah.

Dengan demikian ACE inhibitor dapat memperlebar pembuluh


44

darah sehingga akan mengurangi tekanan darah (Palmer and

William, 2007).

2.4 KONSEP DASAR BUAH PISANG AMBON

2.4.1 Definisi Buah Pisang Ambon

Penelitian yang dilakukan oleh Adrogue dan Madias (2007)

menyatakan bahwa pisang memiliki kandungan kalium yang tinggi

dan asupan regular dalam diet dapat membantu mengurangi risiko

stroke hingga 40%. Menurut penelitian lainnya oleh Tobing (2011)

asupan pisang yang telah matang dan tanpa diolah terlebih dahulu

dapat menurunkan tekanan darah.

Pisang buah (Musa paradisiaca L.) merupakan buah yang sangat

digemari oleh masyarakat karena memiliki cita rasa yang khas,

harganya relatif murah, dan teksturnya yang lembut sehingga sering

juga digunakan sebagai bahan makanan tambahan pada bayi. Selain

itu, pisang juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, meliputi

vitamin, mineral, dan karbohidrat.

Sekitar 100 g pisang tanpa diolah, diperkirakan mengandung 122

kkal; 1,30 g protein; 0,37 g lemak; 27 g karbohidrat; 0,6 mg zat besi;

0,14 mg seng, 457 ug β-karoten dan 400 mg kalium. Persetiap 60-120

mmol/hari atau 1200-2400 mg/hari dapat menurunkan tekanan sistolik

dan diastolik 4,4 dan 2,2 mmhg pada penderita hipertensi dan 1,8 dan

0,1 pada orang normal. Dalam penelitian ini diberikan 2 buah pisang
45

atau seberat dengan 200 gram buah pisang ambon yang mengandung

800 mg/44,4 mmol kalium yang dapat menurunkan sistolik dan

diastolik 3,2 mmhg dan 1,5 mmhg tekanan darah. Pisang kaya akan

mineral seperti kalium, magnesium, fosfor, besi, dan kalsium, juga

mengandung vitamin C, B kompleks, B6 dan serotonin yang aktif

sebagai neurotransmiter dalam kelancaran fungsi otak.

Pisang merupakan salah satu tanaman yang mudah tumbuh di

Indonesia. Sekitar 50% produksi pisang di Asia berasal dari Indonesia

dan tidak terbatas oleh musim. Berdasarkan kegunaannya, pisang

dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pisang serat (Musa textilis L.),

pisang hias, dan pisang buah (Musa paradisiaca L.). Terdapat lebih

dari 230 jenis pisang buah di Indonesia dan dibagi dalam 4 golongan.

Kandungan pisang dapat dipengaruhi oleh kondisi tanah, iklim, jenis

pisang dan kecepatan tumbuh tanaman.

Mengingat pentingnya kalium dalam metabolisme tubuh dan

pisang memiliki kandungan kalium yang tinggi, maka penelitian

tentang kadar kalium pada berbagai jenis pisang dipandang perlu

sehingga dapat mengganti suplemen kalium. Pisang yang dimaksud

adalah pisang yang dapat dimakan dan termasuk pisang komersial,

yakni banyak digemari masyarakat dan banyak dijual dipasaran antara

lain pisang raja bulu, ambon putih, ambon lumut dan nangka. Masing-

masing pisang tumbuh dalam satu daerah yang sama dengan

kematangan penuh untuk menghindari kesalahan dalam perbandingan

kadar kalium.
46

Berdasarkan hasil penelitian Dayanand et al. (2015) di Nepal

penderita hipertensi yang mengonsumsi 2 buah pisang sehari

mengalami penurunan tekanan darah secara signifikan yang

disebabkan oleh kandungan kalium yang lebih tinggi pada pisang.

Penelitian yang sama juga ditunjukkan oleh Tryastuti et al. (2012).

bahwa penderita hipertensi berusia 60-75 tahun yang mengonsumsi 2

buah pisang ambon setiap hari mengalami penurunan tekanan darah,

rata-rata penurunan tekanan darah sistolik adalah 11,70 mmHg dan

rata-rata penurunan tekanan darah diastolik adalah 3,450 mmHg.

Hasil penelitian Tangkilisan Et al (2013) juga menunjukkan terjadi

penurunan tekanan darah setelah responden diberikan terapi diet

pisang ambon sebanyak 3 buah sehari selama satu minggu, masing-

masing penurunan rerata tekanan darah sistolik maupun diastolik

ialah sebesar 9,545 mmHg dan 9,091 mmHg.

2.4.2 Kandungan Pisang Ambon

Pisang mempunyai kandungan gizi sangat baik, antara lain

menyediakan energi yang cukup tinggi di bandingkan buah-buahan

lain. Pisang kaya mineral seperti kalium,magnesium,fosfor,besi dan

kalsium. Pisang juga mengandung vitamin yaitu C, B komplek, B6

dan serotonon yang aktif sebagai neurotransmitter dalam kelancaran

fungsi otak (Supriyono, 2012).

Menurut Kesner (2013) menurunkan tekanan darah tidak

hanya mengurangi makanan yang mengandung natrium tetapi juga


47

meninggakatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan yang

mengandung tinggi kalium,karena kalium akan mempercepat ekskresi

natrium dalam tubuh. Salah satu buah yang populer di masyarakat dan

mengandung kalium tinggi adalah pisang ambon (Musa paradisiaca

L).

Adapun kandungan dalam pisang ambon yaitu:

1. Magnesium

Kandungan mineral ini tidak kalah penting untuk tubuh

khususnya untuk kesehatan jantung dalam satu buah pisang segar

mengandung magnesium sebanyak 27 mg (Wardhany, 2014).

2. Fosfor

Setiap 100 gram pisang mengandung 22 mg fosfor. Fungsi

mineral ini hampir mirip dengan kalsium (Wardhany, 2014).

3. Mangan dan tembaga

Pisang Ambon mempunyai sedikit unsur mangan 13%

AKG dan tembaga 18%AKG yang bersifat antioksidan dan

membantu kadar gula darah (Wardhany, 2014).

4. Kalsium

Dalam 1 buah pisang atau setara 100 gram buaah pisang

ambon segar terdapat 5 mg kalsium yang mana berfungsi untuk

pertumbuhan tulang (Wardhany, 2014).


48

5. Vitamin B

Dalam 1 buah pisang atau setara 100 gram buaah pisang

ambon segar terdapat vitamin B1, B2, B3, B5 dan B6 yang mana

vitamin ini baik untuk metabolisme tubuh. Diantara semua vitamin

B, kandungan yang terbanyak dalam pisang adalah vitamin B6

(Wardhany, 2014).

6. Folat

Pada 100 gr buah pisang segar terdapat 20 mikrogram

asam folat sehingga dianjurkan untuk dikonsumsi oleh ibu hamil

meskipun kandungannya kecil karena membantu perkembangan

sel-sel otak janin (Wardhany, 2014).

7. Zat besi

Tubuh memerlukan zat besi untuk pengangkutan sel darah

merah. dalam 100 gr buah pisang segar tedapat 0,26 mg zat besi

(Wardhany, 2014).

8. Vit C

Vitamin C membantu mengatur gula darah dan

memperbaikijaringan tubuh. Selain itu, vit c bermanfaat sebagai

antioksidan sehingga dapat meningkatkan sistem imun dalam

tubuh (Wardhany, 2014).


49

9. Kalium

Dan dalam 100 gram buah pisang terdapat 358 gram

kalium. Kalium dan natrium adalah elektrolit yang terdapat dalam

buah pisang dan memiliki fungsi saling berhubungan karena

kalium membantu fungsi peran mineral dalam metabolisme tubuh.

Mengkonsumsi buah pisang segar dapat mencukupi 23%

kebutuhan kalium harian kita dimana kebutuhan kalium perhari

bagi usia diatas 19 tahun adalah 4,7 gram per hari. Kalium

mengurangi beban cairan ekstra dan menurunkan tekanan darah

(Wardhany, 2014).

10. Natrium

Bagi penderita hipertensi buah pisang adalah buah yang

aman untuk dikonsumsi karena dalam 100 gram buah pisang

ambon hanya mengandung 1 mg natrium. Buah pisang dapat

membantu mencegah tekanan darah tinggi dan melindungi tubuh

dari aterosklerosis karena memperkecil beban kerja tekanan darah

(Wardhany, 2014)

2.4.3 Prosedur Pelaksaan Konsumsi Pisang Ambon

a. Prosedur

1. Siapkan 200 gr atau setara 2 buah pisang ambon yang sudah

masak untuk di konsumsi sebanyak 2 kali dalam satu hari.


50

2. Makanlah pisang ambon yang pertama setelah sarapan atau di

pagi hari

3. Lalu pisang ke-2 di makan setelah makan saat malam hari

4. Setelah pisang ambon di makan habis chek (√) check lis yang

sudah di berikan

5. Lakukan konsumsi diet pisang ambon tersebut selama 7 hari

b. Tahap Kerja

1. Memberikan informed consent dan check list

2. Di lakukan pengukuran tekanan darah menggunakan

tensimeter sebelum intervensi di berikan.

3. Menginformasikan kepada klien prosedur konsumsi pisang

ambon

4. Ukur kembali tekanan darah setiap hari selama 7 hari

pemberian konsumsi diet pisang ambon, apabila tekanan

darah turun dari batas normal maka konsumsi pisang ambon

dapat di hentikan.

2.5 Pengaruh Pisang Ambon Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada

Penderita Hipertensi

Pisang merupakan buah yang tinggi kalium yang dapat berfungsi

untuk vasodilatasi, mengatur denyut jantung serta mengatur keseimbangan

cairan dalam tubuh sehingga dapat membantu menurunkan tekanan darah,

sedangkan pada stroberi mengandung flavonoid yang merupakan antioksidan

yang kuat. Flavonoid akan menghambat kerja angiotensin converting enzim

(ACE) yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat


51

menurunkan tekanan darah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti

apakah kombinasi pisang ( Musaparadisiaca, Linn) dapat digunakan sebagai

terapi komplemen untuk menurunkan tekanan darah.

Natrium dan kalium merupakan mineral makro yang mempunyai

hubungan erat dalam berbagai jaringan tubuh. Dari penelitian yang dilakukan

oleh beberapa ahli gizi didapatkan bahwa peningkatan jumlah penderita

hipertensi ternyata ada hubungannya dengan perubahan rasio natrium dan

kalium dalam makanan yang dikonsumsi. Rasio Na : K yang dianjurkan

adalah 1 : 1

Buah Pisang Ambon mengandung kalium yang akan menyebabkan

dilatasi pembuluh darah, menghambat sekresi renin, mengurangi kepekaan

terhadap vasokonstriktor endogen dan peningkatan ekskresi natrium.

Mekanisme kerja kalium dalam menurunkan tekanan darah bisa melalui

beberapa cara, antara lain sebagai berikut :

1. Menurunkan pengeluaran aldosteron, sehingga ekskresi Na dan air

oleh ginjal meningkat, sehingga cairan atau volume intravaskuler

menurun, maka tekanan darah akan ikut menurun pula. (Guyton et al.,

20010)

2. Menurunkan potensial membran pada dinding pembuluh darah

sehingga akan terjadi relaksasi pada dinding pembuluh darah yang

akhirnya akan menurunkan tekanan darah. (Guyton et al., 20010)

3. Kalium bisa mempengaruhi system renin angiotensin, dimana kalium

menghambat pengeluaran Renin yang seharusnya mengubah

angiotensinogen menjadi angiotensinI, karena adanya blok pada


52

system ini maka pembuluh darah akan mengalami ,etvasodilatasi

sehingga tekanan darah akan turun. (Guyton et al.,2010)

Penurunan tekanan darah disebabkan karena pisang ambon

banyak mengandung tinggi kalium dan rendah natrium. Kalium

membantu menjaga tekanan osmotik diruang intrasel sedangkan

natrium menjaga tekanan osmotik dalam ruang ekstrasel sehingga

kadar kalium yang tinggi dapat meningkatkan ekskresi natrium dalam

urin (natriuresis), sehingga dapat menurunkan volume darah dan

tekanan darah, namun sebaliknya penurunan kalium dalam ruang

intrasel menyebabkan cairan dalam ruang intrasel cenderung tertarik

keruangan ekstrasel dan retensi natrium dikarenakan respon dari tubuh

agar osmolalitas pada kedua kompartemen berada pada titik

ekuilibrium namun hal tersebut dapat meningkatkan tekanan darah

(Winarno, 2009). Selain itu pisang ambon juga memiliki aktivitas

Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACE-I) di dalam tubuh.

Sesuai dengan namanya, zat ini menghambat kerja enzim angiotensin

pada proses peningkatan tekanan darah sehingga baik untuk penderita

hipertensi (Sarkar C, 2005).

Penurunan tekanan darah terjadi karena dalam pisang mengandung

tinggi kalium yang dapat menyebabkan penurunan tekanan darah.

Pisang dikenal sebagai buah yang tinggi kalium yang dapat

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dengan cara

hiperpolarisasi dari otot polos pembuluh darah. Selain itu kalium

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan ekskresi ion Natrium dari


53

dalam tubuh yang diikuti dengan peninngkatan pengeluaran cairan

dari dalam tubuh sehingga volume darah berkurang. Volume darah

yang berkurang menyebabkan penurunan tekanan darah (Sarkar C,

2005).

Menurut hasil penelitian dari Eny Sutria dkk dalam jurnal yang

berjudul Pengaruh Komsumsi Pisang Ambon Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas

Kecamatan Pasimasunggu Kabupaten Selayar, menunjukkan bahwa

semua responden pada kelompok perlakuan mengalami penurunan

tekanan darah selama diberikan intervensi konsumsi pisang ambon

selama lima hari berturutturut. Selanjutnya untuk mengetahui hasil

perbandingan antara tekanan darah pretest dan post test pada

kelompok perlakuan dilakukan Uji Wilcoxon Signed Ranks Test

untuk tekanan darah sistol dan diastol. Hasil Uji Wilcoxon Signed

Ranks Test untuk tekanan darah sistole didapatkan p value= 0.018

atau p= <0.05 artinya ada pengaruh signifikan terhadap penurunan

tekanan darah sistol pada kelompok intervensi. Uji Wilcoxon Signed

Ranks Test yang selanjutnya untuk mengetahui perbedaan tekanan

darah diastol pre dan posttest kelompok intervensi menunjukkan

pvalue = 0.004 atau p<0.05 artinya ada pengaruh signifikan atau

perbedaan bermakna terhadap penurunan tekanan darah diastol pada

kelompok intervensi.

Dan hasil penelitian yang dilakukan Siti Fatmawati dkk dalam

jurnal berjudul Pengaruh Pemberian Pisang Ambon (Musa


54

Paradisiaca S) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia

Penderita Hipertensi kepada 6 reponden dengan pemberian pisang

ambon, rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian pisang

ambon adalah 158.33 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik

sesudah pemberian pisang ambon adalah 133.33 mmHg (penurunan

rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 25 mmHg). Hal ini juga terjadi

pada rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian

pisang ambon adalah 96.67 mmHg dan 83.33 mmHg (penurunan

tekanan darah diastolik sebesar 13,34 mmHg). Berdasarkan hasil uji

Wilcoxon signed test diperoleh bahwa ada pengaruh pemberian pisang

ambon terhadap penurunan tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi di Panti Sosial Tresna Werda Yayasan Al Kautsar Palu.

Hasil penelitian yang dilakukan kepada reponden dengan pemberian

pisang ambon, rata-rata tekanan darah sistolik sebelum pemberian

pisang ambon adalah 158.33 mmHg dan rata-rata tekanan darah

sistolik sesudah pemberian pisang ambon adalah 133.33 mmHg

(penurunan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 25 mmHg). Hal ini

juga terjadi pada rata-rata tekanan darah diastolik sebelum dan

sesudah pemberian pisang ambon adalah 96.67 mmHg dan 83.33

mmHg (penurunan tekanan darah diastolik sebesar 13,34 mmHg).

Sebagian besar responden terjadi penurunan tekanan darah karena

mengonsumsi pisang ambon sebanyak 3 buah (303 mg) per hari (pagi,

siang dan sore) selama seminggu. Penurunan ini disebabkan karena


55

kombinasi kalium yang tinggi dan natrium yang rendah dalam pisang

ambon yang berperan penting dalam menurunkan tekanan darah.

Anda mungkin juga menyukai