Anda di halaman 1dari 10

ETIKOLEGAL DALAM KASUS ABORSI

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etikolegal

Dosen Pembimbing :

Anis Nur Laili., SSiT., M.Keb

Disusun Oleh :

1. Fany Lukitasari (P27824319009)


2. Fitri Margareta (P27824319010)
3. Hilyatul Kholishah (P27824319012)
4. Husnul Hotimah (P27824319013)
5. Ilyas Aulia Afnan (P27824319015)
6. Nur Aini Arofah (P27824319021)
7. Pinky Maharani (P27824319022)
8. Ririn Novitasari (P27824319025)
9. Sona Laila (P27824319031)
10. Vanda Wahyu Indrawati (P27824319036)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA

PRODI D-III KEBIDANAN BANGKALAN

2019/2020

1
PEMBAHASAN

1. Pengertian Aborsi
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh
Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah
kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus),
sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Di Indonesia, belum ada batasan resmi mengenai aborsi. Dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan Prof. Sutan
Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus
didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai
melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal
bayi yang dikandung itu).
Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara
sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda
(sebelum bulan ke empat masa ikehamilan).
Secara medis, aborsi adalah berakhirnya atau gugurnya
kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan secara mandiri. Tindakan aborsi
mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai
standar profesi medis (Akhmadi, 2009)
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal
dengan istilah “abortus”. Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan
sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini
adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi
kesempatan untuk bertumbuh.
Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992
disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Sedangkan pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk

2
dari tindakan medis tertentu itu, hanya disebutkan syarat untuk melakukan
tindakan medis tertentu.
Dengan demikian pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai
tindakan tertentu untuk menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU
Kesehatan).

2. Penyebab Aborsi (Akhmadi, 2009)


Adapun penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis
adalah:
a) Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu dipikirkan oleh
pihak sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah
meski sedang hamil kalau terlanjur.
b) Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan orang tua dan
keluarga. Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis
anak sangat besar.
c) Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya.
d) Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk menikah dan
mempunyai anak.
e) Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil atau menikah
sebelum waktu tertentu karena terikat kontrak.
f) Tidak senang pasangannya karena korban perkosaan.
Adapun  penyebab lain dari kejadian aborsi ini antara lain adalah
a) Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami istri yang
sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup,
namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena
kontrasepsi yang gagal.
b) Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang
sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan
bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
c) Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban
pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga
menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah

3
(incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri
ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
d) Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda
yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena
pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu
keluarga yang prematur.
e) Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata
berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau
eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
f) Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan
simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks
bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah
bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.

3. Cara aborsi yang sering dilakukan (Akhmadi, 2009):


1) Manipulasi fisik, yaitu dengan cara melakukan pijatan pada rahim
agar janin terlepas dari rahim. Biasanya akan terasa sakit sekali
karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi
oragan dalam tubuh.
2) Menggunakan berbagai ramuan dengan tujuan panas pada rahim.
Ramuan tersebut seperti nanas muda yang dicampur dengan merica
atau obat-obatan keras lainnya.
3) Menggunakan alat bantu tradisional yang tidak steril yang dapat
mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga membahayakan organ
dalam tubuh.

4. Dampak Aborsi (Akhmadi, 2009)


a. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan
neurologis/syaraf di kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah
kematian.

4
b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara tidak steril. Akibat
dari tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami
kemandulan di kemudian hari setelah menikah.
c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek rahim) besar dan penipisan
dinding rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga kemandulan
karena rahim yang robek harus diangkat seluruhnya.
d. Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu timbulnya suatu saluran
yang secara normal tidak ada yaitu saluran antara genital dan
saluran kencing atau saluran pencernaan.

5. Kasus Aborsi
Boyolali - Polres Boyolali menetapkan seorang bidan karena
diduga terlibat dalam praktek aborsi. Tersangka Arin Sugesti (33), bidan
yang bekerja di sebuah rumah sakit di Solo itu membantu menggugurkan
kandungan.Reni.Eka.Saputri. "Saya kasih satu pil (untuk menggugurkan
kandungan)," kata Arin Sugesti di Mapolres Boyolali, di Jl Solo-
Semarang, Mojosongo, Kamis (4/1/2018).
Satu pil tersebut diberikan kepada Reni, pada Selasa (2/1/2018)
pagi. Kemudian pada Selasa malam, warga Dukuh Tegalsari, Desa
Canden, Kecamatan Sambi, Kabupaten Boyolali melahirkan bayi yang
semestinya belum lahir tersebut. "Saya ke sana (rumah Reni), bayinya
sudah keluar. Sudah dalam keadaan meninggal dunia," jelasnya.
Tersangka ini mengaku mendapatkan pil tersebut mengambil dari
rumah sakit sakit tempat dia bekerja. Dia mengaku, pil itu merupakan obat
sisa.  "Ada sisa satu saya ambil," ucap dia. Lebih lanjut Arin mengaku,
sebelumnya dia sama sekali tidak mengenal Reni. Bidan warga Desa
Catur, Kecamatan Sambi, Boyolali itu mengaku
dikenalkan.oleh.seseorang.pria.berinisial. "Saya ditelepon sebelum tahun
baru lalu, katanya ada yang minta dibantu menggugurkan kandungan.
Sebenarnya saya sudah tidak mau," imbuhnya.
Saat meminta bantuan menggugurkan kandungan itu, kata dia,
Reni mengaku usia kandungan baru 2 bulan. Untuk membantu melakukan

5
aborsi tersebut, tersangka mengaku mendapat imbalan dari tersangka Reni
sebesar Rp 4 juta. "Uangnya masih ada sekarang, masih saya bawa,"
imbuhnya.
Setelah bayi itu keluar atau lahir pada Selasa malam lalu, Arin pun
kemudian datang ke rumah Reni. Dia pun mengaku kaget melihat kondisi
bayi yang sudah komplit tersebut. Menurutnya setelah melihat bayi yang
sudah meninggal itu diperkirakan umur kandungan 5 bulan lebih. Atas
perbuatannya tersebut, dia pun kini harus berurusan dengan polisi. Arin
dan Reni sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Boyolali dalam
kasus aborsi tersebut.
Mereka dikenakan Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan,.yakni.pasal.194.  "Dengan berlakukan UU kesehatan (lex
specialist), maka bagi pelaku maupun pembantu aborsi sama-sama
dikenakan ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 194 UU kesehatan.
Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar," kata Aries Andhi. "Dengan berlakukan UU kesehatan (lex
specialist), maka bagi pelaku maupun pembantu aborsi sama-sama
dikenakan ancaman pidana yang diatur dalam Pasal 194 UU kesehatan.
Ancaman hukumannya maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar," kata Aries Andhi.
Selain itu, bagi pelaku aborsi yakni tersangka Reni dikenai Pasal
346 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun. Sedangkan Arin, yang
membantu menggugurkan kandungan juga dikenai Pasal 348 KUHP
dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara. "Kasus ini masih terus kami
kembangkan," tandas Aries.

6. Keterlibatan Bidan Dalam Kasus Ini


Bidan di bayar upah 4 juta rupiah untuk membantu pasien secara
langsung menggugurkan kandungannya yang berusia 2 bulan dengan cara
meberikan sebuah pil yang diambil dari rumahsakit tempatnya bekerja. Pil
tersebut diberikan bidan pada hari selasa dipagi hari dan setelah itu bidan
melakukan kunjungan dimalam hari. Sesampainya disana bidan mendapati

6
bahwa bayi sudah meninggal dalam kondisi komplit yang diduga sudah
berumur lebih dari 5 bulan

7. Hukuman Untuk Kejahatan ini


Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu
sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan
atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau
dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat,
sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan
paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1) orang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia
menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun.
2) Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil,
dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12
tahun, dan jika ibu hamil itu mati diancam 15 tahun
3) Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5
tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7
tahun penjara.
4) Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus
tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan)
ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
praktek dapat dicabut.
5) Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan :
Pasal 15
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk
menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat
dilakukan tindakan medis tertentu.

7
2. Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan :
a. berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan
diambilnya tindakan tersebut;
b. oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai
dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan
pertimbangan tim ahli;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan
atau suami atau keluarganya;pada sarana kesehatan
tertentu.

Pasal 80
“Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)”
Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun
2009 Tentang Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau
janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan;

8
c) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat
dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan
pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
d) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis
dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh Menteri.

Pasal 77
“Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Pasal 194
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

9
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
https://m.detik.com/news/berita-jawa-tengah/d-3799189/bantu-aborsi-bidan-di-
boyolali-ini-mengaku-dibayar-rp-4-juta
https://m.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt538c858f7a71c/jerat-hukum-
bagi-bidan-yang-membantu-aborsi/

10

Anda mungkin juga menyukai