Anda di halaman 1dari 31

BAHASA INDONESIA KELAS TINGGI

DISUSUN OLEH :

Nama : Boy Febri H Situmorang

NPM : 1801010152

Prodi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Dosen Pengampu : Juni Agus Simaremare,S.Pd.,M.Si

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR (PGSD)

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

PEMATANGSIANTAR

2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kelimpahan dan
rahmat, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada
kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih kepada dosen saya karena
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Diharapkan pembaca
makalah ini dapat memahami pembahasan dan penjelasan mengenai prinsip dasar
pembelajaran Bahasa Indonesia yang dituangkan dalam makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini bisa memberikan kontribusi positif dalam
proses belajar mengajar dan membantu menambah pengetahuan bagi pembaca. Saya
sadar masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu saya
mohon maaf, apabila ada informasi yang salah dan kurang tepat. Saya mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah ini agar saya dapat memperbaikinya
kembali.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan

1.1 Latar belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

Bab II Pembahasan

2.1 Pembelajaran bahasa berbasis Pengembangan Sikap


A. Pengertian Sikap
B. Unsur-unsur dan Fungsi Sikap
a. Pentingnya penilaian sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
b. Sikap dan Objek Sikap yang Perlu Dinilai dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
c. Manfaat Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

2.2 Pembelajaran bahasa berbasis Keterampilan


A. Keterampilan menyimak (listening skills)
B. Keterampilan berbicara (speaking skills)
C. Keterampilan membaca (reading skills)
D. Keterampilan menulis (writing skills)
E. Pembelajaran bahasa berbasis Pengetahuan Dan Karakter

2.3 Pembelajaran bahasa berbasis pengetahuan dan karakter

A. Ciri-ciri pembelajaran berbasis karakter


B. Tahapan-tahapan pembelajaran berbasis karakter

Bab III Penutup


Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam


kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid
dengan guru, maupun sebaliknya. Komunikasi yang berupa pembicaraan itu dapat
dilakukan secara langsung, melalui telepon, sms, atau melalui surat. Pembicaraan
secara langsung juga dapat terjadi dalam pembelajaran, salah satunya
pembelajaran bahasa Indonesia. Pujiastuti mengatakan bahwa pembelajaran
bahasa diarahkan untuk membentuk kompetensi komunikatif. Komunikasi adalah
proses yang memerlukan sebuah kode untuk menjalin pembicaraan dengan orang
lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan
pembicaraan. Untuk partisipan yang kedudukannya berbeda tentu diperlukan
kode yang berbeda, untuk situasi resmi dan tidak resmi juga diperlukan kode yang
berbeda. Akan tetapi, jika dikaji secara mendalam, di samping faktor-faktor
tersebut terdapat juga sejumlah faktor lain yang turut menentukan pemilihan
kode bahasa, salah satunya adalah faktor sikap.

Walgito mengungkapkan bahwa sikap merupakan sesuatu yang diperoleh


seseorang melalui interaksi dengan suatu objek sosial atau peristiwa sosial. Sikap
tidak dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk melalui proses belajar di dalam
suatu konteks sosial tertentu. Oleh karena itu, sikap dapat dipelajari dan dibentuk
melalui interaksi dengan objek sosial atau peristiwa sosial. Faktor yang
mengubah sikap antara lain adalah perasaan, pengetahuan, pengalaman, dan
motif. Keempat hal di atas merupakan produk interaksi yang juga ditentukan
oleh kondisi lingkungan saat itu. Berkaitan dengan bahasa, pembentukan sikap
terhadap bahasa pada seseorang erat kaitannya dengan latar belakang dan gejala
yang timbul dalam lingkungan sekitarnya. Hal ini berhubungan dengan status
bahasa tersebut di lingkungan, termasuk di dalamnya status ekonomi dan
politik. Penggunaan bahasa yang berstatus tinggi dianggap menimbulkan
prestise, atau sebaliknya. Pernyataan tersebut mengimplikasikan bahwa sikap
seseorang terhadap suatu bahasa erat hubungannya dengan status ekonomi, status
politik, dan status bahasa itu sendiri. Perubahan status ekonomi, politik, dan
bahasa kiranya ikut mempengaruhi sikap seseorang terhadap suatu bahasa. Sikap
bahasa sendiri berkaitan langsung dengan sikap penuturnya dalam memilih dan
menetapkan bahasa.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, terdapat


beberapa rumusan masalah yang muncul. Beberapa rumusan masalah yang
ada adalah sebagai berikut
1. Pembelajaran bahasa berbasis Pengembangan Sikap
2. Pembelajaran bahasa berbasis Keterampilan
3. Pembelajaran bahasa berbasis Pengetahuan Dan Karakter

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk menjelaskan Pembelajaran bahasa berbasis Pengembangan


Sikap.
2. Untuk menjelaskan Pembelajaran bahasa berbasis Keterampilan
3. Untuk menjelaskan Pembelajaran bahasa berbasis Pengetahuan Dan
Karakter.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran bahasa berbasis Pengembangan Sikap

A. Pengertian Sikap

Sikap adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam mengkaji atau
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang ada pada
seseorang akan membawa pada warna dan corak pada tindakan baik menerima,
maupun menolak dalam menanggapi sesuatu hal yang ada di luar dirinya.

Menurut Ahmadi sikap adalah kesiapan merespon yang bersifat positif


atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten. Pendapat ini memberikan
gambaran bahwa sikap merupakan reaksi mengenai objek atau situasi yang relatif
stagnan yang disertai dengan adanya perasaan tertentu dan memberi dasar pada
orang tersebut untuk membuat respon atau perilaku dengan cara tertentu
yang dipilihnya. Sedangkan menurut Secord dan Backman dalam Azwar bahwa
sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi)
dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap satu aspek dilingkungan
sekitarnya.

Sikap (attitude) menurut Purwanto merupakan suatu cara bereaksi


terhadap suatu perangsang. Suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara
tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapinya. Dalam hal ini,
sikap merupakan penentuan penting dalam tingkah laku manusia untuk bereaksi.
Oleh karena itu, orang yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek atau
situasi tertentu ia akan memperlihatkan kesukaaan atau kesenangan (like),
sebaliknya orang yang memiliki sikap negatif ia akan memperlihatkan
ketidaksukaan atau ketidaksenangan (dislike).

Berpijak dari beberapa pendapat tentang definisi sikap, maka dapat


disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan atau kesediaan seseorang
baik berupa perasaan, pikiran dan tingkah laku untuk bertindak dengan cara
tertentu terhadap suatu objek atau situasi tertentu. Jadi yang dimaksud sikap
peserta didik terhadap pembelajaran di sini adalah keadaan dalam diri peserta
didik baik berupa perasaan, pikiran dan tingkah laku untuk bertindak atau
memberikan reaksi terhadap pembelajaran. Keadaan tersebut terbentuk atas dasar
pengetahuan, perasaaan dan pengalaman yang dimilikinya.

Dalam teori fungsional yang dikembangkan oleh Katz dinyatakan bahwa


untuk memahami bagaimana sikap seseorang menerima dan menolak perubahan
haruslah berangkat dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa yang
dimaksudkan oleh Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi
individu yang bersangkutan.

Sikap terbentuk atas dasar pengalaman dalam hubungannya dengan objek di luar
dirinya. Sikap seseorang akan bertambah kuat atau sebaliknya tergantung pada
pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi saat sekarang dan oleh harapan-
harapan di masa yang akan datang. Pada dasarnya sikap itu merupakan faktor
pendorong bagi seseorang untuk melakukan kegiatan.

Untuk dapat memahami sikap perlu diketahui ciri-ciri yang melekat pada sikap.
Menurut Gerungan ciri-ciri sikap atau attitude adalah:

1) Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau


dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan
objeknya.

2) Attitude itu dapat berubah-ubah, karena itu attitude dapat dipelajari orang;
atau sebaliknya, attitude-attitude itu dapat dipelajari, karena attitude-attitude
itu dapat dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang
itu.

3) Attitude itu tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu
terhadap suatu objek.
4) Objek attitude itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude itu dapat berkenaan
dengan satu objek saja, tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek
yang serupa.

5) Attitude mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan.

B. Unsur-unsur dan Fungsi Sikap

Susanta menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu:


kognitif, afektif dan konatif.Komponen kognitif adalah pengetahuan dan
keyakinan seseorang mengenai suatu obyek sikap, misalnya Anton yakni makanan
berlemak dapat menyebabkan stroke. Komponen afektif berisi perasaan seseorang
terhadap obyek sikap, misalnya Anton tidak suka makanan berlemak. Komponen
konatif adalah kecenderungan melakukan sesuatu terhadap obyek sikap, misalnya
Anton tidak akan membeli makanan berlemak.

Sejalan dengan pendapat di atas, Travers, Gagne, dan Cronbach yang dikutip
Ahmadi mengungkapkan tiga unsur yang terdapat dalam sikap, yaitu:

a) Komponen cognitive, berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang


didasarkan pada informasi yang berhubungan dengan objek.

b) Komponen affective, menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu


emosi yang berhubungan dengan objek. Objek di sini dirasakan sebagai
menyenangkan atau tidak menyenangkan.

c) Komponen behavior atau conative, melibatkan salah satu predisposisi


(keadaan mudah terpengaruh) untuk bertindak terhadap objek.

Berdasarkan pendapat tersebut, sikap seseorang akan menjadi kuat disebabkan


suatu kepercayaan atau kesadaran yang tinggi tentang sesuatu melalui proses
psikologis antara ketiga unsur tersebut.

Adapun fungsi sikap menurut Ahmadi adalah sebagai berikut:


a) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.

b) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku.

c) Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

d) Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian.

C. Cara Mengukur Sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna mempelajari sikap dan perilaku
manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran
(measurement) sikap. Berbagai teknik dan metode telah dikembangkan oleh para
ahli guna mengungkap sikap manusia dan memberikan interprestasi yang valid.

Menurut Azwar terdapat beberapa metode pengungkapan (mengukur) sikap,


diantaranya:

1) Observasi perilaku

2) Pertanyaan langsung

3) Pengungkapan langsung

4) Skala sikap

5) Pengukuran terselubung

Dalam metode pengukuran terselubung (covert measures), objek pengamatan


bukan lagi perilaku yang tampak didasari atau sengaja dilakukan oleh seseorang
melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bers.

a) Pentingnya penilaian sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Secara umum, semua mata pelajaran memiliki tiga domain tujuan. Tiga
domain tujuan itu adalah: peningkatan kemampuan kognitif; peningkatan
kemampuan afektif; dan peningkatan keterampilan berhubungan dengan berbagai
pokok bahasan yang ada dalam mata pelajaran. Namun demikian, selama ini
penekanan yang sangat menonjol, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam
pelaksanaan penilaiannya, diberikan pada domain kognitif. Domain afektif dan
psikomor agak terabaikan. Dampak yang terjadi, seperti yang menjadi sorotan
masyarakat akhir-akhir ini, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan
yang kurang memiliki sikap positif sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, dan
kurang terampil untuk menjalani kehidupan dalam masyarakat lingkungannya.
Oleh karena itu, kondisi ini perlu diperbaiki. Domain kognitif, afektif, dan konatif
atau psikomotor perlu mendapat penekanan yang seimbang dalam proses
pembelajaran dan penilaian. Dengan demikian, penilaian sikap perlu dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, dan hasil penilaiannya perlu dimanfaatkan dan ditindak-
lanjuti.

Menyadari kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran


dan penilian di kelas, seperti telah diuraikan di atas, dalam kurikulum 2013 selain
menggariskan kompetensi yang berkaitan dengan sikap dalam berbagai mata
pelajaran, juga menggariskan kompetensi lintas kurikulum. Dalam kompetensi
lintas kurikulum tersebut sangat kental nuansa afektifnya. Walaupun kurikulum
2013 belum efektif berlaku untuk seluruh sekolah di inonedia, namun ide-ide
dasarnya seperti kesetaraaan penilaian sikap dengan penilaian domain lainnya
perlu dipahami dan diimplementasikan saat ini. Hal ini penting dalam rangka
penyempurnaan dan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang ada, baik
pada kurikulum yang berlaku saat ini maupun dalam pelaksanaan pengajaran dan
penilaiannya.

Penilaian sikap merupakan salah satu proses penting dalam proses


pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Hakikat penilaian sikap
dalam pendidikan adalah proses dalam melakukan justifikasi terhadap nilai dari
suatu program. Menurut Nitko (1983:27), penilaian atau evaluasi dalam bidang
pendidikan adalah suatu proses memberi pertimbangan tentang nilai berkaitan
dengan murid, metode mengajar, atau program pengajaran. Seperti telah
dijelaskan di atas, sikap merupakan salah satu aspek dari tujuan pendidikan yang
perlu dinilai perkembangannya. Oleh karena itu, eksistensi penilaian sikap
memiliki peranan penting seperti hanya penilaian aspek kogintif dan psikomotor.

b) Sikap dan Objek Sikap yang Perlu Dinilai dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia

Secara umum, penilaian sikap dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat


dilakakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap sebagai berikut:

1) Sikap terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa perlu memiliki sikap
positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif, dalam diri siswa akan
tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan
akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu,
guru perlu menilai tentang sikap siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.

2) Sikap terhadap guru mata pelajaran. Bahasa Indonesia. Siswa perlu memiliki
sikap positif terhadap guru, yang mengajar suatu mata pelajaran. Siswa yang tidak
memiliki sikap positif terhadap guru, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang
diajarkan. Dengan demikian, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap guru
pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

3) Sikap terhadap proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa juga perlu


memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses
pembelajaran disini mencakup: suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan
teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit siswa yang merasa kecewa
atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung, namun mereka
tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa
mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung dengan perasaan yang kurang
nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi taraf penyerapan materi pelajarannya.

4) Sikap terhadap materi dari pokok-pokok bahasan yang ada dalam


pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa juga perlus memiliki sikap positif terhadap
materi pelajaran yang diajarkan, sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran.
5) Sikap berhubungan dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam
diri siswa melalui materi tertentu.. Misanya: untuk menanamkan nilai kerja sama,
kekeluargaan, hemat, dan sebagainya dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Dengan demikian, untuk mengetahui hasil dari proses pembelajaran dan
internalisasikan nilai-nilai tersebut perlu dilakukan penilaian sikap.

6) Sikap berhubungan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum, seperti yang


diuraikan di atas. Kompetensi-kompetensi tersebut relevan juga untuk
diimplementasikan dalam proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2006 dan
Kurikulum 2013 yang masih berlaku.

c) Pengukuran dan Instrumen Penilaian Sikap dalam Pembelajaran


Bahasa Indonesia

Pengukuran sikap dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan


beberapa cara. Cara-cara tersebut antara lain melalui: observasi perilaku,
pertanyaan langsung, laporan pribadi, dan penggunaan skala sikap.

Cara-cara tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Observasi perilaku

Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam


sesuatu hal. Misalnya orang yang biasa minum kopi, dapat dipahami sebagai
kecenderungannya yang senang kepada kopi. Oleh karena itu, guru dapat
melakukan observasi terhadap siswa yang dibinanya. Hasil observasi, dapat
dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.

Observasi menurut Arifin, Zainal bila dilihat dari teknis pelaksanaannya dapat
ditempuh melalui tiga cara, yaitu :

1. Observasi langsung, yaitu observasi yang dilakukan secara langsung terhadap


objek yang diselidiki.

2. Observasi tak langsung, yaitu observasi yang dilakukan melalui perantara, baik
teknik maupun alat tertentu.
3. Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.

Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku cacatan


khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan siswa selama di sekolah
(Critical Incidents Record). Catatan dalam lembaran buku tersebut, selain
bermanfaat dalam merekam perilaku siswa dan menilai perilaku siswa, sangat
bermanfaat pula dalam penilaian sikap siswa, serta dapat menjadi bahan dalam
penilaian perkembangan siswa secara keseluruhan.

Selain itu, dalam observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek (Checklists),
yang memuat perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan muncul dari siswa pada
umumnya, atau dalam keadaan tertentu.

1. Pertanyaan langsung

Kita juga dapat menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan
dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan siswa tentang kebijakan yang
baru diberlakukan di sekolah tentang "Peningkatan Ketertiban". Berdasarkan
jawaban dan reaksi yang tampil dari seseorang dalam memberi jawaban dapat
dipahami sikap orang itu terhadap objek sikap tertentu. Di sekolah, guru juga
dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina siswa.

2. Laporan pribadi

Penggunaan teknik ini di sekolah, misalnya: siswa diminta membuat ulasan yang
berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal,
yang menjadi objek sikap. Misalnya, siswa diminta menulis pandangannya
tentang "Kerusuhan Antaretnis" yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari
ulasan yang dibuat oleh siswa tersebut dapat dibaca dan pahami kecenderungan
sikap yang dimilikinya.

Teknik ini agak sukar digunakan dalam mengukur dan menilai sikap siswa secara
klasikal. Guru memerlukan waktu lebih banyak untuk membaca dan memahami
sikap seluruh siswa.
3. Penggunaan skala sikap

Ada beberapa model skala yang dikembangkan oleh para pakar untuk mengukur
sikap. Pada bagian ini akan diuraikan Skala Diferensiasi Semantik (Semantic
Differential Techniques), karena teknik ini praktis dan murah diimplementasikan.
Teknik ini memiliki dua kelebihan dibadingkan dengan berbagai teknik lain.
Pertama, teknik ini dapat digunakan dalam berbagai bidang. Kedua, teknik ini
sederhana dan mudah diimplementasikan dalam pengukuran dan penilaian sikap,
termasuk dalam pengukuran dan penilaian sikap siswa di kelas.

Langkah-langkah pengembangan skala dengan teknik ini sebagai berikut.

a). Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya, misalnya


"Mata Pelajaran Bahasa Indonesia".

b). Memilih dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan
objek penilaian sikap. Misalnya: menarik; penting; menyenangkan; mudah
dipelajari; dan sebagainya.

c). Memilih kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.

d). Menentukan rentang skala pasangan bipolar dan penskorannya.

e). Pengembangan skala sikap, berdasarkan objek dan konsep-konsep yang


relevan, seperti telah diuraikan di atas sebagai berikut.

Membicara pengukuran dan instrumen penilaian sikap tak lengkap kalau tidak
membahas Skala Likert. Langkah-langkah pengembangan Skala Likert (Likert
Scales) seperti dikemukakan Fernandes dan Popham. secara ringkas dapat dirinci
sebagai berikut.

a. Menentukan objek sikap yang akan dikembangkan skalanya. Misalnya


"Penghijauan Lingkungan Sekolah".

b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)

c. Menulis butir-butir pernyataan, dengan memperhatikan kaidah sebagai berikut:


a. menghindari kalimat yang mengandung banyak interpretasi;
b. rumusan pernyataan hendak singkat;
c. satu pernyataan hendaknya hanya mengandung satu pikiran yang lengkap;
d. sedapat mungkin, pernyataan hendaknya dirumuskan dalam kalimat yang
sederhana;
e. menghindari penggunaan kata-kata: semua, selalu, tidak pernah, dan
sejenisnya;
f. menghindari pernyatan tentang fakta atau dapat diinterpretasikan sebagai
fakta (misalnya: Kebun Raya letaknya di Bogor).

c. Manfaat Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Secara terperinci, hasil pengukuran dan penilaian sikap dalam kelas dapat
dimanfaatkan untuk hal-hal sebagai berikut.

1. Pembinaan siswa.

Pembinaan siswa dapat dilakukan baik secara pribadi maupun secara klasikal.
Secara pribadi, misalnya bagi siswa-siswa tertentu yang menonjol sikap negatif
dalam hal-hal tertentu, perlu diadakan pembinaan khusus, dengan memberi
nasehat, pemahaman yang benar tentang sesuatu hal, atau mungkin perlu
pembinaan dari guru Bimbingan dan Penyuluhan.

Pembinaan secara klasikal, dapat dilakukan, apabila secara umum siswa memiliki
sikap negatif terhadap objek sikap tertentu. Pembinaan sikap siswa, baik secara
pribadi maupun klasikal, perlu memperhatikan teori pembentukan dan perubahan
sikap. Sebagian dari teori itu telah dijelaskan pada bagian awal dari naskah
pedoman ini.

2. Perbaikan proses pembelajaran

Hasil pengukuran dan penilaian sikap dapat dimanfaatkan pula untuk


perbaikan proses pembelajaran. Misalnya, secara umum siswa menunjukkan sikap
negatif terhadap pokok bahasan atau mata pelajaran tertentu, ada kemungkinan
siswa belum dapat menyerap dengan benar materi pelajaran dan belum dapat
memahami dengan benar konsep-konsepnya. Oleh karena itu, siswa belum dapat
mempersepsikan dengan benar tentang objek sikap pokok bahasan atau mata
pelajaran sebagai yang ditanyakan, sehingga meberi respon negatif dalam
memberi jawaban. Dalam hal ini, guru perlu mengkaji lebih mendalam dan
mungkin perlu memberikan perhatian khusus dan penekanan-penekanan tertentu
dalam proses pembelajaran.

3. Peningkatan profesionalisme guru

Hasil pengukuran dan penilaian sikap dapat dimanfaatkan pula dalam rangka
pembinaan profesionalisme guru. Berdasarkan hasil`pengukuran dan penilaian
sikap, guru dapat memperoleh informasi tentang kekuatan dan kelemahan yang
dimilikinya berdasarkan persepsi siswa. Informasi tersebut sangat bermanfaat
dalam rangka melakukan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pribadi
dan kemampuan profesional guru.

2.2 Pembelajaran bahasa berbasis Keterampilan

1. Aspek Keterampilan Bahasa

Keterampilan bahasa (language skills) mencakup empat keterampilan berikut.

1. Keterampilan menyimak (listening skills)


Menyimak merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan
yang bersifat reseptif. Dengan demikian, menyimak tidak sekadar kegiatan
mendengarkan tetapi juga memahaminya. Ada dua jenis situasi dalam menyimak,
yaitu situasi menyimak secara interaktif dan situasi menyimak secara
noninteraktif. Menyimak secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap muka
dan percakapan di telepon atau yang sejenisnya. Dalam menyimak jenis ini, kita
bergantian melakukan aktivitas menyimak dan berbicara. Oleh karena itu, kita
memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta
lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya
berbicara agak lebih lambat. Kemudian, contoh situasi-situasi mendengarkan
noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, khotbah, atau menyimak
dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi menyimak noninteraktif tersebut,
kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa pembicara
mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa meminta pembicaraan
diperlambat.

Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika


kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus
mampu menguasai beberapa hal berikut:

a. menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya


ingat jangka pendek (short-term memory);
b. berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti dalam bahasa
target;
c. menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara, intonasi,
dan adanya reduksi bentuk-bentuk kata;
d. membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar;
e. mengenal bentuk-bentuk kata khusus (typical word-order patterns);
f. mendeteksi kata-kata kunci yang mengidentifikasi topik dan gagasan;
g. menebak makna dari konteks;
h. mengenal kelas-kelas kata (grammatical word classes);
i. menyadari bentuk-bentuk dasar sintaksis;
j. mengenal perangkat-perangkat kohesif (recognize cohesive devices);
k. mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, preposisi,
dan unsur-unsur lainnya.

2. Keterampilan berbicara (speaking skills)

Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan


yang bersifat produktif. Sehubungan dengan keterampilan berbicara ada tiga jenis
situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi
berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat
telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan menyimak,
dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat
meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian,
ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya alam berpidato di hadapan
umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan
interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar
dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat
dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau
televisi.

Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam


berbicara. Seorang pembicara harus dapat:

a. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar


dapat membedakannya;
b. menggunakan tekanan dan nada serta intonasi yang jelas dan tepat
sehingga pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara;
c. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang
tepat;
d. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi
komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan
pendengar;
e. berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents)
jelas bagi pendengar;
f. berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna
menjelaskan ide-ide utama;
g. berupaya agar wacana berpautan secara selaras sehingga pendengar mudah
mengikuti pembicaraan.
3. Keterampilan membaca (reading skills)

Membaca merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam tulis


yang bersifat reseptif. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara
tersendiri, terpisah dari keterampilan menyimak dan berbicara. Tetapi, pada
masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali
keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan
menyimak dan berbicara.

4. Keterampilan menulis (writing skills)

Menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam tulis


yang bersifat produktif. Menulis dapat dikatakan keterampilan berbahasa yang
paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena
menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan
juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur
tulisan yang teratur.

Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam


menulis, penulis perlu untuk:

a. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan;


b. memilih kata yang tepat;
c. menggunakan bentuk kata dengan benar;
d. mengurutkan kta-kata dengan benar;
e. menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca;
f. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju;
g. mengupayakan ide-ide atu informasi utama didukung secara jelas oleh ide-
ide atau informasi tambahan;
h. mengupayakan terciptanya paragraf dan keseluruhan tulisan koheren
sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang
disajikan;
i. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi
mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis.

Hubungan Antar aspek Keterampilan berbahasa 

1.    Hubungan antara Menyimak dan Berbicara

Menyimak dan Berbicara merupakan dua kegiatan yang saling terkait dan
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam kegiatan sehari-hari
Menyimak(mendengarkan) dan berbicara berlangsung dalam waktu yang
bersamaan. Kedua kegiatan ini merupakan proses yang terjadi antara dua orang
atau lebih dengan sebuah media yang disebut Bahasa yang dimiliki dan dipahami
bersama.

Hubunganya adalah:

1. keduanya merupakan kegiatan komunikasi tatap muka langsung dua arah


2. ujaran biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru (imitasi)
3. kata-kata anak biasanya ditentukan oleh stimulan yang ditemui (misal
kehidupan desa tau kota)
4. ujaran anak mencerminkan pemakaian bahasa disekitarnya baik di rumah,
sekolah atau lingkungan masyarakat
5. anak dapat memahami kalimat lebih panjang dan rumit daripada kalimat
yang diucapkannya
6. meningkatkan menyimak berarti meningkatkan kualitas keterampilan
berbicara
7. ujaran anak baik dan benar bila terbiasa menyimak ujaran yang baik dan
benar
8. berbicara dengan alat peraga membantu penyimak menangkap informasi
2.    Hubungan antara Menyimak dan Membaca

1. Keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi


2. Perbedaan keduanya, menyimak menerima informasi dari sumber lisan,
membaca dari sumber tertulis
3. Keterampilan menyimak mempengaruhi keberhasilan membaca efektif
4. Pengajaran membaca disampaikan oleh guru secara lisan
5. Anak yang kesulitan membaca lebih banyak belajar dengan menyimak
6. Menyimak pemahaman lebih mudah diikuti oleh anak daripada membaca
pemahaman
7. Anak membutuhkan bimbingan dalam menyimak
8. Kosakata simak yang terbatas berkaitan dengan kesukaran membaca
9. Ada korelasi antara kosakata baca dan kosakata simak
10. Pendengaran yang kurang baik merupakan salahsatu penyebab
ketidakpahaman dalam  membaca
11. Menyimak sesuatu secara mendadak tidak lebih baik daripada membaca
12. Terdapat hubungan antara tujuan menyimak dan kegiatan membaca

3.    Hubungan antara Menyimak dan Menulis

1. Bahan informasi yang digunakan dalam menulis didapatkan melalui


kegiatan menyimak.
2. Menyimak dapat menimbulkan kreatifitas menulis
3. Dengan melakukan kegiatan menyimak dengan baik maka seseorang akan
memiliki pengetahuan yang luas sehingga dengan mudah penyimak dapat
menulis dengan baik
4. Keterampilan menulis mendorong seseorang untuk menggunakan kaidah
berfikir dalam kegiatan menyimak

4.     Hubungan antara Berbicara dan Membaca

1. Performansi atau penampilanmembaca berbeda dengan kecakapan bahasa


lisan
2. Ujaran tunaaksara/buta huruf dapat mengganggu pelajaran membaca bagi
anak
3. Ujaran membentuk suatu dasar bagi pembelajaran membaca dan membaca
membantu meningkatkan bahasa lisan
4. Kosakata khusus mengenai bahan bacaan perlu dipahami sebelum
memulai aktifitas membaca

5.     Hubungan antara Berbicara dan Menulis

1. Keduanya merupakan alat untuk mengekspresikan makna


2. Ujaran merupakan dasar bagi ekspresi tulis
3. Diskusi dapat dilakukan sebelum seseorang menulis tentang topik yang
belum dikuasainya
4. Ekspresi tulis lebih terstruktur, tetap, dan jelas dibandingkan ekspresi lisan
5. Membuat catatan dan bagan atau kerangka ide yang akan disampaikan
dalam suatu pembicaraan akan membantu seseorang dalam mengutarakan
idenya kepada pendengar

6.     Hubungan antara Membaca dan Menulis

Hubungan antara membaca dan menulis yaitu membaca adalah merupakan proses
awal yang melatih dan meningkatkan keterampilan bahasa lisan sehingga mampu
mengembangkan keterampilan bahasa tulis dalam bentuk karya sastra.  Secara
garis besar hubungan antara membaca dan menulis adalah sebagai berikut :

1. Membaca (reseptif) dan menulis (produktif)


2. Menulis adalah kegiatan menyampaikan gagasan, pesan, informasi,
sedangkan membaca adalah kegiatan memahami gagasan, perasaan,
informasi dalam tulisan
3. Sebelum menulis, seringkali peulis melakukan aktifitas membaca
4. Dalam kegiatan membaca, seringkali pembaca menulis atau membuat
catatan, bagan, rangkuman, atau komentar
5. Seringkali kita menulis apa yang kita baca dan membaca apa yang kita
tulis.

2.3 Pembelajaran bahasa berbasis Pengetahuan Dan Karakter

Pembelajaran mengandung makna adanya kegiatan mengajar dan belajar,


di mana pihak yang mengajar adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang
berorientasi pada kegiatan mengajarkan materi yang berorientasi pada
pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sebagai sasaran
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen
lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Pada tataran
sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya
sekolah, yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang
dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus
berlandaskan nilai-nilai tersebut. Dalam dunia pendidikan formal selalu
berlangsung kegiatan pembelajaran atak kegiatan relajar mengajar.

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan


sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan
yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan , penguasaan kemahiran dan tabiat , serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses
untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses
pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di
manapun dan kapanpun. Pembelajaran adalah pemberdayaan potensi peserta didik
menjadi kompetensi. Kegiatan pemberdayaan ini tidak dapat berhasil tanpa ada
orang yang membantu. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar Kunci pokok pembelajaran itu ada pada seorang guru
tetapi bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedangkan
siswa tidak aktif, pembelajaran menuntut keaktifan kedua pihak. Suatu
pembelajaran bisa dikatakan berhasil secara baik jika guru mampu mengubah diri
peserta didik serta mampu menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk
belajar sehingga pengalaman yang diperoleh peserta didik selama proses
pembelajaran itu dapat dirasakan manfaatnya.

Belajar adalah suatu aktivitas yang disengaja dilakukan oleh individu agar
terjadi perubahan kemampuan diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak
mampu melakukan sesuatu, menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak
yang tadinya tidak terampil menjadi terampil. Sedangkan menurut Dimyati dan
Mudjiono Belajar merupakan tindakan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya proses belajar.

Hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat menunjukkan bahwa,


kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri
dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan ditentukan
hanya sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill.
Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak
didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Soft skill merupakan bagian
keterampilan dari seseorang yang lebih bersifat pada kehalusan atau sensitivitas
perasaan seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya. Mengingat soft skill lebih
mengarah kepada keterampilan psikologis maka dampak yang diakibatkan lebih
tidak kasat mata namun tetap bisa dirasakan. Akibat yang bisa dirasakan adalah
perilaku sopan, disiplin, keteguhan hati, kemampuan kerja sama, membantu orang
lain dan lainnya.
Soft skill sangat berkaitan dengan karakter seseorang. Menyadari
pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas
dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal
dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu,
gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian
peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Agar peserta didik memiliki karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter
secara memadai.
Teori Humanistik, menjelaskan bahwa pembelajaran adalah memberikan
kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya
sesuai dengan minat dan kemampuannya. Arikunto mengemukakan
“pembelajaran adalah suatu kegiatan yang mengandung terjadinya proses
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap oleh subjek yang sedang
belajar”. Lebih lanjut Arikunto mengemukakan bahwa “pembelajaran adalah
bantuan pendidikan kepada anak didik agar mencapai kedewasaan di bidang
pengetahuan, keterampilan dan sikap”. Sedangkan menurut Dalam Undang-
undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa
“pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dari berbagai pendapat pengertian
pembelajaran di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat mengajar dan
siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru secara sistematik
dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan
yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran merupakan
proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui
saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/ media
dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Proses yang
akan dikomunikasikan adalah isi ajaran ataupun didikan yang ada dalam
kurikulum, sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku
dan media.
Demikian pula kunci pokok pembelajaran ada pada guru (pengajar), tetapi
bukan berarti dalam proses pembelajaran hanya guru yang aktif sedang siswa
pasif. Pembelajaran menuntut keaktifan kedua belah pihak yang sama-sama
menjadi subjek pembelajaran. Jadi, jika pembelajaran ditandai oleh keaktifan guru
sedangkan siswa hanya pasif, maka pada hakikatnya kegiatan itu hanya disebut
mengajar. Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,
kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama,
lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan
mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran,
emosi dan motivasinya (perasaannya).
Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan
keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark”
atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan
dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
a) Adapun ciri-ciri pembelajaran berbasis karakter sebagai berikut:
1. Motivasi belajar
Motivasi dapat dikatakan sebagai serangkaina usaha untuk menyediakan kondisi
kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatau, dan
bila ia tidak suka, maka ia akan berusaha mengelakkan perasaan tidak suka itu.
Jadi, motivasi dapat dirangsang dari luar, tetapi motivasi itu tumbuh di dalam diri
seseorang. dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang/siswa yang menimbulkan
kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan
belajar sehingga tujuan yang dihendaki dapat dicapai oleh siswa.
2. Bahan belajar
Yakni segala informasi yang berupa fakta, prinsip dan konsep yang diperlukan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selain bahan yang berupa informasi, maka
perlu diusahakan isi pengajaran dapat merangsang daya cipta agar menumbuhkan
dorongan pada diri siswa untuk memecahkannya sehingga kelas menjadi hidup.
Aktualisasi Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar Menuju Peserta
Didik yang Berkarakter.
b) Tahapan-tahapan pembelajaran berbasis karakter
1. Pendahuluan
Berdasarkan Standar Proses, pada kegiatan pendahuluan, guru:
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari;
c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai; dan
d. menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
Ada sejumlah cara yang dapat dilakukan untuk mengenalkan nilai, membangun
kepedulian akan nilai, dan membantu internalisasi nilai atau karakter
pada tahap pembelajaran ini. Berikut adalah beberapa contoh.
a. Guru datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
b. Guru mengucapkan salam dengan ramah kepada siswa ketika memasuki
ruang kelas (contoh nilai yang ditanamkan: santun, peduli)
c. Berdoa sebelum membuka pelajaran (contoh nilai yang ditanamkan:
religius)
d. Mengecek kehadiran siswa (contoh nilai yang ditanamkan: disiplin)
e. Mendoakan siswa yang tidak hadir karena sakit atau karena halangan
lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: religius, peduli) f. Memastikan
bahwa setiap siswa datang tepat waktu (contoh nilai yang ditanamkan:
disiplin)
f. Menegur siswa yang terlambat dengan sopan (contoh nilai yang
ditanamkan: disiplin, santun, peduli)
g. Mengaitkan materi/kompetensi yang akan dipelajari dengan karakter
h. Dengan merujuk pada silabus, RPP, dan bahan ajar, menyampaikan butir
karakter yang hendak dikembangkan selain yang terkait dengan SK/KD

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pada tahap eksplorasi peserta


didik difasilitasi untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dan
mengembangkan sikap melalui kegiatan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Pada tahap elaborasi, peserta didik diberi peluang untuk memperoleh pengetahuan
dan keterampilan serta sikap lebih lanjut melalui sumber-sumber dan
kegiatankegiatan pembelajaran lainnya sehingga pengetahuan, keterampilan, dan
sikap peserta didik lebih luas dan dalam. Pada tahap konfirmasi, peserta didik
memperoleh umpan balik atas kebenaran dan kelayakan dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperoleh oleh siswa. Pembelajaran mengandung
makna adanya kegiatan mengajar dan belajar, di mana pihak yang mengajar
adalah guru dan yang belajar adalah siswa yang berorientasi pada kegiatan
mengajarkan materi yang berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap,
dan keterampilan siswa sebagai sasaran pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran akan mencakup berbagai komponen lainnya, seperti
media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran. Pada tataran sekolah, kriteria
pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah, yaitu
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbolsimbol yang dipraktikkan oleh
semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah harus berlandaskan nilai-
nilai tersebut. Tugas-tugas penguatan (terutama pengayaan) diberikan untuk
memfasilitasi peserta didik belajar lebih lanjut tentang kompetensi yang sudah
dipelajari dan internalisasi nilai lebih lanjut.
Bab III
Penutup
Kesimpulan

Sikap adalah salah satu istilah yang sering digunakan dalam


mengkaji atau tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang
ada pada seseorang akan membawa pada warna dan corak pada tindakan baik
menerima, maupun menolak dalam menanggapi sesuatu hal yang ada di luar
dirinya.
Pembelajaran bahasa berbasis Keterampilan terdiri atas beberapa
bagian, yaitu:
 Keterampilan menyimak (listening skills)
 Keterampilan berbicara (speaking skills)
 Keterampilan membaca (reading skills)
 Keterampilan menulis (writing skills
 Pembelajaran bahasa berbasis Pengetahuan Dan Karakter
Daftar Pustaka

https://edukasipembelajaranindra.blogspot.com/2018/11/makalah-pembelajaran-
bahasa-indonesia.html?m=1
http://kumpulanskripdanmakalah.blogspot.com/2018/01/kurikulum-pembelajaran-
bahasa-indonesia.html?m=1
http://sdnegeripurwamekar.blogspot.com/2012/02/makalah-prinsip-prinsip-
pembelajaran.html?m=1
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/www.bintinrosida.co
m/makalah-pentingnya-lingkungan-dalam-pembelajaran-bahasa-
indonesia_551b0383813311627f9de402
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2018/04/makalah-pembelajaran-
bahasa-kurtilas.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai