Anda di halaman 1dari 11

Analisis Hasil

Makhluk hidup dapat menghasilkan bahan organik sekunder (metabolit


sekunder) atau bahan alami melalui reaksi sekunder dari bahan organik primer
(karbohidrat, lemak, protein). Bahan organik sekunder (metabolit sekunder) ini
umumnya merupakan hasil akhir dari suatu proses metabolisme. Bahan ini
berperan juga pada proses fisiologi. Bahan organik sekunder itu dapat dibagi
menjadi tiga kelompok besar yaitu : fenolik, alkaloid dan terpenoid, tetapi pigmen
dan porfirin juga termasuk di dalamnya Salah satu tanaman yang menghasilkan
senyawa metabolit sekunder adalah liligundi/Legundi (Vitex trifolia) dan daun
mundu (Garcinia dulcis) (Ergina, Nuryanti, & Pursitasari, 2014).

Metabolit sekunder berupa molekul-molekul kecil, bersifat spesifik (tidak


semua organisme mengandung senyawa sejenis), mempunyai struktur yang
bervariasi, setiap senyawa memiliki fungsi atau peranan yang berbeda-beda. Pada
umumnya senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri atau
untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada. Metabolit
sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds
dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru (Ergina dkk., 2014).

Pemanfaatan dari zat metabolit sekunder sangat banyak. Metabolit


sekunder dapat dimanfaatkan dalam bidang farmakologi ,diantaranya sebagai
antioksidan, antibiotik, antikanker, antikoagulan darah, menghambat efek
karsinogenik, selain itu metabolit sekunder juga dapat dimanfaatkan sebagai
antiagen pengendali hama yang ramah lingkungan. Beberapa senyawa metabolit
sekunder adalah alkaloid, terpenoid, flavonoid, steroid dan lain-lain. Senyawa
flavonoid yang telah berhasil diisolasi dari berbagai tumbuhan diketahui
mempunyai aktivitas biologi yang menarik, seperti bersifat toksik terhadap sel
kanker, menghambat pelepasan histamin, anti jamur dan anti bakteri. Flavonoid
berfungsi sebagai antibakteri yang membentuk senyawa kompleks terhadap
protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri dan
berfungsi sebagai zat anti inflamasi, anti oksidan, analgesik dan antibakteri.
Sedangkan senyawa terpenoid dapat dijadikan sebagai antimokroba yang ramah
lingkungan..
Antibakteri adalah suatu senyawa yang digunakan untuk mengambat
bakteri. Antibakteri biasanya terdapat dalam suatu organisme sebagai metabolit
sekuder. Mekanisme senyawa antibakteri secara umum dilakukan dengan cara
merusak dinding sel, mengubah permeabilitas membran, mengganggu sintesis
protein, dan menghambat kerja enzim (Pelczar dan Chan, 2008). Senyawa yang
berperan dalam merusak dinding sel antara lain fenol, flavonoid, dan alkaloid.
Senyawa fitokimia tersebut berpotensi sebagai antibakteri alami pada bakteri
patogen, contohnya terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
(Septiani, Dewi, & Wijayanti, 2017)

Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi


tersering di dunia. Tingkat keparahan infeksinya pun bervariasi, mulai dari infeksi
minor di kulit (furunkulosis dan impetigo), infeksi traktus urinarius, infeksi
trakrus respiratorius, sampai infeksi pada mata dan Central Nervous System
(CNS). S. aureus merupakan bakteri gram positif yang mempunyai struktur
dinding sel yang mengandung polisakarida dan protein, serta mempunya
kandungan lipid yang rendah. Staphylococcus aureus juga sering menyebabkan
keracunan makanan karena adanya enterotoksin yang dihasilkan oleh
Staphylococcus aureus yang terdapat pada makanan yang tercemar (Refdanita
dkk, 2004).

` Bakteri Staphylococcus aureus juga dapat menyebabkan infeksi


nosokomial. Staphylococcus aureus merupakan bakteri pemeran utama yang
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial yaitu sebesar 34%. Pengobatan
penyakit infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus tersebut biasanya dilakukan
dengan pemberian antibiotik yang dapat menghambat atau membunuh bakteri.
Antibiotik yang sering digunakan adalah tetrasiklin. Tetrasiklin merupakan
antibiotic yang dapat mengganggu proses sintesis protein dan merupakan
antibiotik pilihan yang mampu menghambat bakteri gram positif maupun gram
negatif. Golongan Staphylococcus memiliki enzim betalaktamase yang dapat
memecah cincin betalaktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi
tidak aktif (Fatimah, Nadifah, & Burhanudin, 2016).
Dampak buruk penggunaan obat yang tidak rasional dan penggunaan
antibiotik yang berlebihan yaitu menyebabkan perubahan ekologi kuman dan
menimbulkan resistensi kuman (Sadikin, 2011). Untuk mengatasi masalah
resistensi bakteri khususnya bakteri patogen, dilakukan penelitian untuk
menemukan sumber antibakteri baru yang berasal dari bahan alam. Dalam
penelitian ini uji daya hambat terhadap S.aureus dilakukan dengan memanfaatkan
metabolit sekunder yang terkandung dalam dua jenis daun berbeda yaitu daun
liligundi/Legundi (Vitex trifolia) dan daun mundu (Garcinia dulcis). Untuk
mengetahui ada tidaknya kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus,
kedua jenis daun tersebut diuji secara dilusi cakram dan diukur zona bening yang
kemungkinan terbentuk.

1. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Mundu

Mundu merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak terdapat di


Jawa dan sebagian Kalimantan, juga tumbuh di Filipina dan Thailand.
Tinggi maksimal tanaman mundu berkisar antara 13 -15 m dengan tajuk
mengerucut ke atas. Kulit batang berwarna coklat dengan getah putih yang
akan berubah coklat pucat saat kering. Batang mundu ditumbuhi oleh
banyak ranting berbentuk hampir persegi empat yang mudah patah.
Tanaman tumbuh di dataran rendah dengan ketinggian 500 mdpl, terutama
di daerah atau hutan yang banyak humusnya. Daun mundu berbentuk bulat
telur sampai dengan lonjong jorong, panjang 10 - 30 cm dan lebar 3,5 - 14
cm. Warna daun hijau pucat saat muda, permukaan atas daun gelap dan
mengkilat, pada bagian bawah terdapat tulang tengan yang menonjol dank
eras, urat-urat daun banyak dan parallel, panjang tangkai daun mencapai 2
cm (Hermanto dkk, 2013)

Manfaat tanaman mundu mulai dari kulit batangnya yang berguna


sebagai pewarna pada anyam-anyaman dan getah buah untuk pewarna
kuning jika dicampur temulawak dan tawas. Selain itu,buah yang matang
dapat dimakan dan dibuat selai, sedangkan bijinyajika dilumatkan dengan
cuka dan garam dapat digunakan sebagai obat pada bengkak-bengkak
kelenjar Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam biji dan daun
mundu diantaranya saponin, flavonoid, dan tanin. Efek farmakologis
mundu diantaranya anti-inflamasi dan antipiretik (Hariana 2006).
Pengujian terhadap kemampuan daya hambat daun mundu dilakukan pada
bakteri S.aureus dan E.coli dengan menggunakan 3 konsentrasi berbeda
yaitu 75%, 50%, dan 25%. Perbedaan konsentrasi ini dimaksudkan untuk
menentukan konsentrasi dengan daya hambat yang baik. Inkubasi yang
dilakukan menunjukkan hasil bahwa terbentuk zona bening pada ketiga
cakram disk dengan diameter yang berbeda. Namun pada media dengan
koloni E.coli tidak ditemukan adanya zona bening yang terbentuk, dari
hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Mundu tidak memilki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri E.coli Zona bening
ditemukan pada koloni S.aureus, diameter diukur dengan menggunakan
jangka sorong dan diperoleh hasil konsentrasi 25 % zona hambat 12,3 mm,
konsentrasi 50% dengan zona hambat 13, 4 mm, dan konsentrasi 75%
memilki zona hambat 14,1 mm.

Berdasarkan data yang dikemukakan oleh Susanto dkk (2012)


ketiga konsentrasi ektrak menghasilkan zona bening dengan rentang nilai
12 - 14 mm, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun Mundu
memiliki respon kuat dalam menghambat aktivitas bakteri terutama jenis
Staphylococcus aureus. Hasil inmi sesuai dengan pelaporan penelitian
sebelumnya yang mengemukakan bahwa ekstrak daun Mundu memiliki
kemapuan sebagai antibakteri. Secara ilmiah, aktivitas antibakteri dari
tanaman G. dulcis telah dilaporkan. Senyawa-senyawa golongan fenol
yang diisolasi dari buah, bunga, dan biji G. dulcis dilaporkan memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
dan bakteri MRSA (Methicilin Resistant Staphylococcus aureus).
Senyawa antibakteri hasil isolasi daun G. dulcis diduga adalah
senyawa golongan terpenoid dengan karakteristik gugus fungsi CH3
(metil), CH2 (metilen), COOH (karboksilat), dan C6H5 (cincin benzen)..
Senyawa terpenoid ini memiliki aktivitas yang cukup tinggi terhadap
bakteri S.aureus dengan nilai KHM mencapai 128 μg/ml (Annan et al.,
2009). Terpenoid mempunyai mekanisme antibakteri dengan cara
pengrusakan membran sel bakteri. Kerusakan membran sel dapat terjadi
ketika senyawa aktif antibakteri bereaksi dengan sisi aktif dari membran
atau dengan melarutkan konstituen lipid dan meningkatkan
permeabilitasnya. Membran sel bakteri terdiri dari fosfolipid dan molekul
protein. Adanya peningkatan permeabilitas maka senyawa antibakteri
dapat masuk ke dalam sel dan dapat melisis membran sel atau
mengkoagulasisitoplasma dari sel bakteri tersebut (Rahman, Haniastuti, &
Utami, 2017). Selain terpenoid, uji fitokimia yang dilakukan menunjukan
daun mundu mengandung senyawa saponin, alkaloid, tanin, fenolik,
flavonoid, triterfenoid, steroid, dan glikosida. Senyawa seperti alkaloid dan
falvonoid juga memilki aktivitas sebagai anti bakteri

Flavonoid merupakan senyawa fenol yang bekerja dengan cara


mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktivitas metabolisme sel
dikatalis oleh suatu enzim yang merupakan protein. Karena flavanoid
memiliki kemampuan untuk membentuk kompleks dengan protein
ekstraseluler terlarut dan dengan dinding sel, sehingga mikroorganisme
tidak dapat melekat dan menginvasi sel (Susanti, 2016). Flavonoid juga
mampu melepaskan energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri
dan menghambat motilitas bakteri (Manik dkk., 2016). Selain itu,
flavonoid juga dapat menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri melalui
penghambatan yang mengakibatkan penggabungan rantai glikan tidak
terhubung silang ke dalam peptidoglikan membran sel sehingga menjadi
satu struktur yang lemah (Sulatstrianah dkk.,2014)

Kandungan alkaloid dalam ekstrak mempunyai kemampuan


antibakteri karena memiliki gugus aromatik kuartener yang mampu
berinterkalasi dengan DNA, selain itu alkaloid juga mampu mengganggu
integritas komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri.
Peptidoglikan merupakan komponen penyusun dinding sel bakteri
sehingga adanya gangguan tersebut akan menyebabkan lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel. Dalam
mekanisme penghambatan oleh metabolir sekunder pada umumnya terjadi
oleh beberapa senyawa yang bekerja bersamaan sesuai dengan
kemampuan setiap senyawa dalam mempengaruhi fisiologi dari bakteri.
Seperti halnya senya flavonoid, alkaloid, dan terpenoid dalam ekstrak daun
mundu saling mempengaruhi sehingga mampu menciptakan aktivitas
penghambatan partumbuhan bakteri S.aureus

2. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Liligundi/Legundi

Tanaman legundi termasuk ke dalam divisi Spermatophtyta, sub


divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, bangsa Lamiales, suku
Verbenaceae, marga Vitex, dan spesies Vitex trifolia L. Bagian tanaman
yang dapat dimanfaatkan adalah biji,daun dan tangkai legundi. Legundi
memiliki rasa pahit,pedas,dan bersifat sejuk. Efek farmakologis legundi
diantaranya sebagai obat influenza, demam, migren, sakit kepala
(cephalgia), sakit gigi,sakit perut, diare, mata merah, rematik,beri, batuk,
luka terpukul, luka berdarah, muntah darah, eksim, haid tidak
teratur,prolapses uteri, dan pembunuh serangga. Akar legundi menpunyai
efek farmakologis mencegah kehamilan dan perawatan setelah bersalin.
Bijinya untuk obat pereda, penyegar badan, dan perawatan rambut. Buah
legundi digunakan untuk obat cacing dan peluruh haid. Sementara itu,
daunnya untuk analgesik, antipiretik, obat luka, peluruh kencing, peluruh
kentut, pereda kejang, menormalkan siklus haid, dan germicide(pembunuh
kuman)

Vitex trifolia mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai


pestisida nabati, bagian tanaman yang dapat digunakan daun dan batang.
Daun legundi mengandung minyak atsiri dan alkaloid. Kandungan
alkaloid pada daun 8,7% dan kandungan minyak atsiri pada daun berkisar
0,28%. Minyak atsiri yang tersusun dari seskuiterpen, terpenoid, senyawa
ester, vitrisin, glikosida flavonoid (persikogenin, artemetin, luteolin,
penduletin, viteksikarpin dan krisosplenol-D) dan komponen non
flavonoid friedelin, β-sitosterol, glukosida dan senyawa hidro-karbon,
selain itu daun legundi mengandung alkaloid, saponin, tanin dan flavonoid
(Lina, 2016)

Uji daya hambat ekstrak daun legundi/liligundi dilakukan terhadap


bakteri S.aureus. Sama halnya dengan pengujian menggunakan ekstrak
daun mundu, pengujian juga dilakukan dengan menggunakan tiga
konsentrasi berbeda. Hasil yang diperoleh adalah terbentuk zona bening,
namun hanya pada konsentrasi 75 %. Pengukuran dengan jangka sorong
diperoleh bahwa diameternya adalah 8,6 mm. Apabila dibandingkan
dengan tabel penggolongan zona hambat, maka dapat dikatakan bahwa
ekstrak daun Liligundi memilki aktivitas penghambatan yang lemah
terhadap S.aureus. Apabila akan dikembangkan sebagai antibakteri maka
memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi dan tentunya hal ini kurang
efektif, karena senyawa antibakteri yang diperlukan adalah senyawa
dengan kemampuan menghambat pertumbuhan antibakteri dengan
konsentrasi terkecil namun menghhasilkan kemampuan hambat yang
besar.

Ekstrak daun liligundi memang memilki aktivitas antibakteri yang


lemah terhadap Staphylococcus aureus namun beberapa penelitian lain
mengemukakan bahwa ekstark daun liligundi memeilki aktivitas
antibakteri yang kuat pada beberapa jenis bakteri lain seperti
Mycobacterium tuberculosis. Menurut Karuniawati dkk (2009) hasil uji
aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak kloroform dan ekstrak
metanol mempunyai kemampuan membunuh Mycobacterium tuberculosis
dengan KHM 2% untuk esktrak kloroform dan KHM 0,5% untuk ekstrak
metanol. Mekanisme aktivitas antibakteri dari legundi dapat dihubungkan
dengan kandungan senyawa yang terdapat dalam legundi, yang
berdasarkan hasil KLT daun legundi mengandung senyawa flavonoid,
minyak atsiri dan saponin. Flavonoid dan minyak atsiri merupakan
senyawa golongan fenolik yang akan membunuh bakteri dengan cara
mengkoagulasi atau mendenaturasi protein protoplasma sel, atau
menyebabkan sel lisis dengan cara mengubah struktur membran sel
sehingga terjadi kebocoran isi sel. Sedangkan mekanisme saponin
diperkirakan dapat merusak membran lipid sehingga dapat menembus
dinding sel dan membunuh bakteri (Karuniawati, Iravati, & Indrayudha,
2009)
DAFTAR PUSTAKA

Annan K, Adu F and Gbedema SY (2009) Friedelin : a Bacterial Resistance


Modulator From Paullinia Pinnata L . Bacterial Resistance Modulator 29(1):
152–159.

Ergina, Nuryanti, S., & Pursitasari, I. D. (2014). UJI KUALITATIF SENYAWA


METABOLIT SEKUNDER PADA DAUN PALADO (Agave angustifolia)
YANG DIEKSTRAKSI DENGAN PELARUT AIR DAN ETANOL
Qualitative Test of Secondary Metabolites Compounds in Palado Leaves
(Agave Angustifolia) Extracted With Water and Ethanol. J. Akad. Kim, 3(3),
165–172.

Fatimah, S., Nadifah, F., & Burhanudin, I. (2016). Uji Daya Hambat Ekstrak
Etanol Kubis ( Brassica oleracea var . capitata f . alba ) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Biologi, 4(2), 102–
106.

Hariana A. 2006. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2.Depok (ID):


Penebar Swadaya

Karuniawati, H., Iravati, S., & Indrayudha, P. (2009). ANTIBACTERIAL


ACTIVITY OF CHLOROFORM AND METHANOL Vitex trifoli Linn.
EXTRACT AGAINST Mycobacterium tuberculosis H37Rv AND THIN
LAYER CHROMATOGRAPHY PROFIL. Jurnal Pharmacon, 10(1), 10–16.

Lina, M. (2016). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Legundi ( Vitex trifolia )


Sebagai Pestisida Nabati Pengendalian Hama Plutella xylostella Pada
Tanaman Sawi ( Brassica juncea ). Jurnal Biologi, 5(4), 34–40.

Manik, D.F., Hertiani, T., dan Anshory, H. 2014. Analisis kolerasi antara
kadar flavanoid dengan aktivitas antibakteri ekstrak etanol dan fraksi-
fraksi daun kersen (Muntingia calaburamL.) terhadap
Staphylococcus aurues. Khazanah, 6(2):1-11.

Rahman, F. A., Haniastuti, T., & Utami, T. W. (2017). Skrining fitokimia dan
aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) pada
Streptococcus mutans ATCC 35668. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia,
3(1), 1. https://doi.org/10.22146/majkedgiind.11325

Refdanita, Maksum, Nurgani, dan Endang.2004. Pola Kepekaan Kuman Terhadap


Antibiotika di Ruang Rawat Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun
2001-2002. Jurnal Kesehatan. vol. 8(2): 41-48.

Sadikin Z. 2011. Penggunaan Obat Rasional, Depertemen Farmakologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia. Jurnal Indon Med assoc. vol. 61(4): 1-5.

Septiani, S., Dewi, E. N., & Wijayanti, I. (2017). AKTIVITAS ANTIBAKTERI


EKSTRAK LAMUN (Cymodocea rotundata) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli (Antibacterial Activities of
Seagrass Extracts (Cymodocea rotundata) Against Staphylococcus aureus
and Escherichia coli). SAINTEK PERIKANAN : Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology, 13(1), 1–6.
https://doi.org/10.14710/ijfst.13.1.1-6

Sulastrianah.,Imran, dan Fitria,E.S.2014.Uji daya hambat ekstrak daun sirsak


(Annona muricata L)dan daun sirih(Piper betle L)terhadap pertumbuhan
bakteri Escherichia coli. Jurnal UHO, 1(1):76-84.

Susanti, N. 2016. Aktivitas antimikroba ekstrak rimpang jeringau terhadap


pertumbuhan Candida albicans. Jurnal Biodjati, 1(1):55-58.

Pelczar MJ, Chan ESC. 2008. Dasar- dasar Mikrobiologi 2. Ratna SH dkk,
penerjemah: Jakarta: UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai