Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SYOK HIPOVOLEMIK DAN ANAFILAKTIJ


Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : keperawatan kritis

Dosen Pembimbing Dessy R.Harista ,S.kep.,Ns.,M.kep

Disusun Oleh :

1. Nur faizah
2. Nur azizah
3. Yulia binti z.u
4. Femas aditya

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAZHATUT THULLAB

SAMPANG

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


2019/2020

2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala
kenikmatanh, hidayah serta maunahnya kepada kita. Sholawat rangkaian salam kepada
junjungan nabi Muhammad SAW yang telah merubah pola pikir manusia menjadi pola pikir
yang islami.
Adapun makalah ini berjudul “MAKALAH SYOK HIPOVOLEMIK DAN
ANAFILAKTIK" Yang merupakan kewajiban penulis untuk menyusunnya dalam rangka
proses perkuliahan.
Penyusun menyadari sepenuhnya dalam penulisan makalah ini tentu banyak sekali
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis
butuhkan untuk perbaikan penulisan agar lebih baik lagi nantinya.
Sebuah kata terimakasih, kami sampaikan kepada dosen mengampu saya yang telah
mampu memberi pandangan yang baik bagi saya, sehingga memberikan penjelasan tentang
tentang apa yang kurang dimengerti oleh saya pribadi. Jika dalam penulisan makalah ini
terdapat sebuah kesalahan, baik dalam penyusunan atau dari segi penulisan, saya minta
maaf, karena hanyalah ini batasan kemampuan saya, dan semoga makalah ini bisa
bermamfaat bagi para pembaca.

Sampang 15 April 2020

Penulis;

DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR....................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................1

1.3 Tujuan....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................3

2.1. Definisi................................................................................................................,...................3

2.2.Epidemiologi.............................................................................................................................3

2.3.etiologi......................................................................................................................................4

2.4.patofisiologi..............................................................................................................................4

2.5.manifestasi klinis .....................................................................................................................5

2.6.diagnosis...................................................................................................................................6

2.7.prevensi.....................................................................................................................................7

2.8.prognosis...................................................................................................................................8

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan..............................................................................................................................12

3.2.saran.........................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik) atau
akibat respons imun (syok anafilaktik).
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan oksigenasi
jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok hemorragic) atau
cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab terjadinya syok
hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma maupun perdarahan
karena obsetri. Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang
paling banyak dibandingkan syok lainnya.Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada
negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah
kehilangan darah karena kecelakaan kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok hipovolemik
pada wanita karena khasus perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan 99% terjadi pada
negara berkembang. Sebagian besar penderita meninggal setelah beberapa jam terjadi
perdarahan karena tidak mendapat perlakuan yang tepat dan adekuat.1 Penatalaksanaan syok
hipovolemik dapat dilakukan mulai dari saat terjadinya kejadian, apabila pasien mengalami
trauma, untuk menghindari cedera lebih lanjut vertebra servikalis harus diimobilisasi,
memastikan jalan napas yang adekuat, menjamin ventilasi, memaksimalkan sirkulasi dan
pasien segera dipindahkan ke rumah sakit. Keterlambatan saat pemindahan pasien ke rumah
sakit sangat berbahaya. Salah satu terapi yang tepat untuk penatalaksanaan syok hipovolemik
adalah terapi cairan yang akan berdampak pada penurunan angka mortalitas pasien. Akan
tetapi terapi cairan yang tidak tepat akan menyebabkan pasien mengalami edema paru dan
gangguan elektrolit.
1
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui definsi, epideminologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
diagnosis, pencegahan dan manajemen, serta prognosis syok hipovolemik.
1.3 rumusan masalah
definsi, epideminologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, pencegahan dan
manajemen, serta prognosis syok hipovolemik.?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Syok secara tradisional sering diartikan sebagai hipoksia pada jaringan karena kurangnya
perfusi. Syok umumnya dikatakan sebagai hipoksia, namun kata disoksia lebih tepat
digunakan. Hipoksia merujuk kepada kurangnya oksigenasi, sedangkan disoksia adalah
kondisi dimana metabolism sel dibatasi oleh penyebaran oksigen yang kurang atau
abnormal. Pada tingkat seluler, kondisi hipoksia akan menyebabkan kegagaln fungsi
mitokondria, perubahan pada membran sel, pelepasan radikal bebas, produksi sitokin, dan
mengakibatkan beberapa reaksi inflamasi.2 Hypovolemic shock atau syok hipovolemik
dapat didefinisikan sebagai berkurangnya volume sirkulasi darah dibandingkan dengan
kapasitas pembuluh darah
total. Hypovolemic shock merupakan syok yang disebabkan oleh kehilangan cairan
intravascular yang umumnya berupa darah atau plasma. Kehilangan darah oleh luka yang
terbuka merupakan salah satu penyebab yang umum, namun kehilangan darah yang tidak
terlihat dapat ditemukan di abdominal, jaringan retroperitoneal, atau jaringan di sekitar
retakan tulang. Sedangkan kehilangan plasma protein dapat diasosiasikan dengan penyakit
seperti pankreasitis, peritonitis, luka bakar dan anafilaksis.
2.2 Epidemiologi
Menurut WHO cedera akibat kecelakaan setiap tahunnya menyebabkan terjadinya 5 juta
kematian di seluruh dunia. Angka kematian pada pasien trauma yang mengalami syok
hipovolemik di rumah sakit dengan tingkat pelayanan yang lengka mencapai 6%. Sedangkan
angka kematian akibat trauma yang mengalami syok hipovolemik di rumah sakit dengan
peralatan yang kurang memadai mencapai 36%. Dalam sebuah penelitian yang dilaksanakan
oleh Yamaguchi dan Hopper (1964), dari 10 kasus ada 3 kasus dimana pasien mengalami
syok yang disebabkan oleh komplikasi dari sindrom nefrotik. Di Indonesia sendiri, angka
kematian penderita hypovolemic shock akibat Demam Berdarah dengan ranjatan (dengue
shock syndrome) yang disertai dengan perdarahan yaitu berkisar 56 sampai 66 jiwa ditahun
2014.3
2.3 Etiologi
3
Syok hipovolemik merupakan syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume
plasma di intravaskuler. Syok ini dapat terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma
yang menyebabkan perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan
dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat. Kasus-kasus syok
hipovolemik yang paling sering ditemukan disebabkan oleh perdarahan sehingga syok
hipovolemik dikenal juga dengan syok hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh
berbagai trauma hebat pada organ-organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan luka
ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.2
2.4 Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian
pada beberapa organ: 4-5
2.4.1 Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk
meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung
dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktus
ngastrointestinal. Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan
otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan
energi. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi
tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata (mean
arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke organ akan turun
drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.4-5
2.4.2 Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan
kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh
yang mengatur perfusi serta substrak lain.4-5

2.4.3 Kardiovaskular

4
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel
dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup.
Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume
sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian
ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan
frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.4-5
2.4.4 Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka terjadi peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang matdi dalam
usus. Hal ini memicu pelebaran pembuluh darah serta peningkatanmetabolisme dan
bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung. 4-52.4.5
GinjalGagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak
terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis dan
pemberian obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras
angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan
garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen
meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan
aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.
4-5
2.5 Manifestasi Klinis
Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang:
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi
pernapasan.
 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan
darah sekitar 10%
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)

5
 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea,
penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler,
dan anxietas ringan .
 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang
menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya
meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah
sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti
kebingungan atau agitasi.
 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah
jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan
tekanan darah sistolik.
 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan
untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada respon awal terhadap
cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan
nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak
ada) urine yang keluar, penurunan status mental (kehilangan kesadaran), dan
kulit dingin dan pucat.
 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
2.6 Diagnosis
Hypovolemic shock diakibatkan umumnya karena kehilangan darahb ataupun cairan
tubuh pada tubuh manusia yang mengakibatkan jantung kekurangan darah untuk disirkulasi
sehingga dapat mengakibatkan kegagalan organ. Kehilangan darah ini dapat diakibatkan
karena trauma akut dan perdarahan, baik secara eksternal ataupun internal. Gejala-gejala
yang dimiliki bergantung pada persentase darah yang hilang dari seluruh darah yang dimiliki
pasien, namun ada beberapa gejala umum yang dimiliki oleh seluruh penderita hypovolemic
shock. Pada umumnya, pasien yang menderita hypovolemic shock memiliki tekanan darah

6
yang rendah (dibawah 100mmHg) dan suhu tubuh yang rendah pada bagian-bagian tubuh
perifer. Tachycardia (diatas 100 bpm), brachycardia (dibawah 60 bpm), dan tachypnea juga
umumnya terjadi pada pasien-pasien yang menderita hypovolemic shock.
Kandungan haemoglobin yang relatif kurang (<=6g/l) pada darah juga dapat menjadi
pertanda adanya perdarahan dan dapat membantu dalam mendeteksi hypovolemic shock.
Pasien juga umumnya memiliki kegangguan kesadaran dan mengalami
kebingungan/kemarahan yang diakibatkan oleh gangguan pada sistem saraf akibat
kurangnya darah.6 Pasien yang menderita hypovolemic shock dibagi menjadi tiga kategori
berdasarkan persentase volume darah yang hilang dari seluruh tubuh pasien, dan gejala yang
dialami oleh tiap kategori pasien disajikan dalam tabel berikut:7Persentase darah yang
hilang dari seluruh volume darah pasienGejala yang dimiliki pasien<15% Respons
tachycardia minimPerubahan TD umumnya
tidak signifikan15-40%
Tachycardia Hypotensi
Periferal Hypofusion
Kesadaran pasien terganggu
>40% Kemampuan tubuh menkompensasi
kehilangan darah sudah pada
batasnya (Haemodynamic
compensation pada ambang batas)
Kesadaran pasien terganggu
Tachycardia

2.7 Prevensi dan Manajemen


2.7.1 Manajemen dan Terapi
Ketika mendapati seseorang yang menunjukan gejala gejela hipovolemia maka yang
pertama harua dilakukan adalah mencari bantuan medis,sembari menunggu bantuan
medis datang Berikan pertolongan pertama pada penderita hipovolemia, perlu digaris
bawahi bahwa penangan pertama yang tepat pada penderita hipovolemia sangat
dibutuhkan karena dapat menghindari kematian pada penderita. Berikut hal hal atau
langkah langkah untuk memberi pertolongan pertama pada penderita: 8
7
1. Jangan memberi cairan apapun pada mulut penderita contoh memberi minum
2. Periksa ABC (airway, breathing, circulation)
3. Buat pasien merasa nyaman dan hangat, hal ini dilakulan agar mencegah
hipotermia pada pasien
4. Bila ditemukan adanya cedera pada kepala, leher atau punggung jangan
memindahkan posisinya
5. Apabila tampak adanya perdarahan eksternal maka segera lakukan penekanan
pada lokasi perdarahan dengan menggunakan kain atau handuk, hal ini
dilakukan untuk meminimalisir volume darah yang terbuang. Jika dirasa perlu
kain atau handuk dapat diikatkan
6. Jika ditemukan benda tajam masih menancap pada tubuh penderita jangan
dicabut hal ini ditakutkan akan menyebabkan perdarahan hebat
7. Beri sanggaan pada kaki 45° atau setinggi 30 cm untuk meningkatkan
peredaran darah. Saat akan dipindahkan ke dalam ambulans usahakan posisi
kaki tetap sama
8. Jika adanya cedera pada kepala atau leher saat akana dinaikan menuju ambulan
berulah penyangga khusus terlebih dahulu
2.7.2 Field Care
Saat bantuan medis datang dan penderita dibawa menggunakn ambulan, berikan
oxygen pada pasien untuk mempertahankan suplai oksigen ke jaringan. Terapi cairan
intravena biasanya dilakukan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, nmun cairan
intravena todak dapat mengankut darah sehingga tetap disarankan untuk segera
mendapatkan transfusi darah. Selain oemberian cairan intravena sering pula
dilakukan metode permissive hypotension metode ini diutamakan bagi penderita
trauma atau yang lebih dikenal sebagai terapi cairan restriktif, metode ini digunakan
agar tekanan darahbsistolik meningkattanpa mencapai tekanan darah normal dengan
tujuan pencegahan terlarutnya faktor pembekuan secara berlebih.9
2.8 Prognosis
Pada umumnya, Hypovolemic shock dapat menyebabkan kematian meskipun sudah
diberikan penanganan medis. Faktor usia juga merupakan faktor yang mempengaruhi
Hypovolemic shock, biasanya orang-orang yang sudah lanjut usia jika mengalami
8
Hypovolemic shock akan sulit ditangani dan disembuhkan. Hypovolumic shock dapat
disembuhkan jika segera diberikan penanganan atau tindakan meskipun tidak menutup
kemungkinan dapat menyebabkan kematian terhadap orang tersebut. Hypovolemi shock
biasanya tergantung dari hal-hal berikut: 10
1. Banyaknya darah yang hilang
2. Kecepatan penggantian cairan tubuh
3. Kondisi kesehatannya
4. Penyakit atau luka yang menyebabkan perdarahan
2.9 Definisi
definisi anafilaksis dinyatakan sebagai +suatu reaksi hipersensitivitasgeneral atau
sistemik yang serius dan mengancam nyawa dan - sebuah reaksi alergiyang serius dengan
onset cepat dan dapat menyebabkan kematian.berdasarkan European Academy of
Allergology and Clinical Immunology Nomenclature Committee mendefinisikan bahwa
anafilaksis adalah reaksihipersensitivitas yang berat, mengancam nyawa, bersifat general
atau sistemik. & al inidikarakteristikan oleh progresivitas perburukan yang cepat dan
mengancam nyawa pada jalan napas dan'atau pernapasan dan'atau sirkulasi dan umumnya
disertai perubahan pada kulit dan mukosa. menyatakan bahwa istilah reaksi anafilaktoid
telah dieliminasi,dan semuaepisode klinis yang menyerupai reaksi yang dimediasi " disebut
anafilaksis. merekomendasikan anafilaksis terbagi menjadi reaksi imunologis dan
non/imunologis0termasuk reaksi anafilaktoid 1 dan reaksi imunologis dibagi menjadi reaksi
akibat pelepasan mediator basofil'sel mast yang dimediasi " dan yang terjadi
melaluimekanisme imunologis lain 0misalnya transfusi darah1.

2.10 Epidemiologi
Pendataan global yang sebenarnya mengenai kejadian anafilaksis dari segala jenis
pencetus pada populasi umum masih belum diketahui karena kurangnya pengenalanoleh
pasien dan tenaga kesehatan dan
2.11 Underdiagnosis
oleh profesional kesehatan.(elain itu dapat pula disebabkan oleh kasus yang tidak
dilaporkan, penggunaan variasidefinisi kasus, penggunaan pengukuran angka kejadian
yang berbeda seperti insidenatau prevalensi, dan
9
2.12 undercoding
merupakan problematika dalam penelitianepidemiologi. Walaupun demikian,
anafilaksis merupakan kasus yang tidak jarangterjadi dan angka kejadiannya yang
cenderung meningkat walaupun terdapat perbedaan secara geografis. Prevalensi dunia
terjadinya kasus anafilaksis adalahsekitar 2,23/45 kasus. Dalam kondisi pelayanan
kesehatan, anafilaksis dianggap sebagai penyebab kematian yang jarang terjadi. ingkat
kefatalan anafilakasisterkadang tidak terdiagnosis karena tidak adanya riwayat yang
detail dari keluarga,investigasi kasus kematian yang tidak lengkap, kurangnya temuan
patologis yang spesifik pada pemeriksaan postmortem, dan kurangnya tes laboratorium
yangspesifik. $nsiden anafilaksis diperkirakan 6/7'62.222 penduduk dengan mortalitas
sebesar 6/7'6 juta penduduk. (ementara di $ndonesia, khususnya di !ali, angka kematian
dari kasusanafilaksis dilaporkan 4 kasus'62.222 total pasien anafilaksis pada tahun 4223
danmengalami peningkatan prevalensi pada tahun 422* sebesar ) kasus'62.222 total
pasien anafilaksis.
2.13 Etiologi/ Pencetus Spesifik Anfilaksis
reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan antigen
yangdianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. (el darah putih
kemudianmemproduksi antibodi dalm hal ini adalah $g" yang bersirkulasi pada peredaran
darahdan bereaksi dengan benda asing yang masuk. Perlekatan antigen/antobodi
inimerangsang pelepasan mediator/mediator seperti histamin dan menyebabkan
berbagaireaksi dan gejala pada berbagai organ dan jaringan.

Anafilaksis terhadap MakananMakanan merupakan penyebab tersering anafilaksis


dalam kasus rawat jalan,dan alergi makanan menyumbang 725 kasus fatal anafilaksis.
Makanantersering yang menyebabkana anafilaksis termasuk kacang/kacangan,
ikan,kerang, susu sapi, kedelai, dan telur. !iji wijen belakangan ini pundiidentifikasikan
sebagai penyebab yang signifikan pada anafilakasis yangdiinduksi makanan. &al yang
sering terjadi berhubungan dengan anafilakasidiinduksi makanan yang fatal - reaksis pada
umumnya terutama akibatgolongan kacang/kacangan 9 organ yang terkena terutama
berupa manifestasikulit dan respirasi, pasien pada umumnya adalah remaja dan dewasa
muda9 pasien memiliki riwayat alergi makanan sebelumnya dan asma9 dan gagaldalam
10
pemberian epinefrin secara tepat. 8eaksi anafilaksis bifasik dapat terjadi pada lebih dari
435 kasus fatal. Pasien dengan alergi makanan sebaiknyawaspada pada label kandungan
makanan yang akan dikonsumsi. 7.4Anafilaksis akibat lateks alami(ensitisasi lateks
terjadi akibat reaktivitas yang dimediasi $g" terhadap beberapa antigen dari

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

11
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
menuju ke organ-organ vital tubuh, sehingga mengakibatkan disfungsi organ dalam tubuh.
Salah satunya adalah syok hipovolemik, syok hipovolemik. Syok hipovolemik merupakan
syok yang terjadi akaibat berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Syok ini dapat
terjadi akibat perdarahan hebat (hemoragik). Perdarahan akan menurunkan tekanan
pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal
inilah yang menimbulkan penurunan curah jantung (heart pulse rate). Ketika heart pulse rate
turun, ketahanan vaskular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik
guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti
otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal.
Kebutuhan energi untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi
kedua sel organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Jika hal ini terus berlanjut
maka satu persatu organ tubuh akan mati dan berujung dapat menyebabkan kematian.
3.2 Saran
Bagi korban yang terkena syok, utamanya syok yang bersifat hipovolemik harus
mendapatkan penangana secara langsung, Karena jika tidak dapat ditangani secara cepat dan
tepat, maka satu persatu organ mengalami disfungsi dan mati sehingga berujung pada
kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kakunsi, Yane D., Killing, Maykel, and Deetje, Supit. Hubungan pengetahuan perawat
dengan penanganan pasien syokhipovolemik di ugd rsud pohuwato. Buletin Sariputra.
2015;5(3):90-96.
12
2. Lamm, Ruth L., and Coopersmith, Craig M. 2012. Comprehensive Critical Care:Adult.
Chapter 10. Illinois: Society of Critical Care Medicine.

3. Yamauchi, Hiroshi, and Hopper, James. Hypovolemic shock and hypotension as a


complication in the nephrotic syndrome. Annals of Internal Medicine. 1996;60:242-254.

4. Wijaya, IP. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed VI. Interna Publishing.
Jakarta.

5. Worthley. IG, Shock: A Review of pathophysiology and management. Department of


critical care medicine. Flinders medical centre. Adelaide. 2000;2:55-65.

6. Queensland Ambulance Service. 2016. Clinical Practice Guidelines:


Trauma/Hypovolaemic Shock. Queensland;. Diakses pada [13 Oktober 2016]. Tersedia
pada [https://ambulance.qld.gov.au/docs/clinical/cpg/CPG_Hypovolaemic%20shoc
k.pdf]

7. Pascoe S, Lynch J. 2016. Management of Hypovolaemic Shock in the Trauma Patient.


Diakses pada [13 Oktober 2016]. Tersedia pada
[http://www.aci.health.nsw.gov.au/__data/assets/pdf_file/0006/195171/HypovolaemicSh
ock_FullReport.pdf]

8. First Aid Guide and Emergency Treatment Instructions. Saporo fire bureau. Available at
[https://www.city.sapporo.jp]. Diakses pada [10 oktober 2016].

13

Anda mungkin juga menyukai