Anda di halaman 1dari 6

TUGAS REKAYASA LINGKUNGAN

PERMASALAHAN AIR

Disusun oleh :
Ferdian Adam (1741320028)
Jami’atulail Rahma P (1741320009)
Moh Syifaul I (1741320111)
Mulia Ramadhania Hasim (1741320110)

POLITEKNIK NEGERI MALANG


JURUSAN TEKNIK SIPIL
D-IV MANAJEMEN REKAYASA KONSTRUKSI
Jl. Soekarno Hatta No. 9. Malang – 65141 Jawa Timur – Indonesia
Telp : 0341-404423, 404425 Fax : 0341-404423
Tahun pelajaran 2019 – 2020
A. PENYEBAB PERMASALAHAN AIR
a. Manajemen
Musim kemarau yang kini telah melanda negeri kita, membuat sebagian
wilayah di tanah air mengalami kekeringan yang berkepanjangan. Ketika
berkunjung ke tempat kerabat di daerah Pacitan, Jawa Timur, saya pernah harus
ikut mengantre air, karena memang pada musim kemarau sangat langka.
Antrean yang mengular panjang terjadi berhari-hari demi mendapatkan
kebutuhan pokok manusia itu Sebagian masyarakat di sana yang memiliki lahan
yang lumayan luas,
akhirnya membangun “embung” atau semacam bak terbuka untuk
menampung air hujan pada musim penghujan. Kalau sudah penuh, bak tersebut
ditutup agar kotoran tidak masuk ke air. Itulah persediaan air ketika musim ke-
marau tiba. Namun satu hal yang tidak diprediksi masyarakat, penampungan air
semacam ini justru berisiko jadi tempat nyamuk berkembang biak. Makanya tak
heran bila musim kemarau, banyak kasus demam berdarah dan kadang malah
menjadi kasus luar biasa (KLB).
Terkadang, penduduk lokal harus berjalan puluhan kilometer untuk
mendapatkan sumber air. Sungai-sungai dan bendungan banyak mengering.
Untuk mengairi sawah dan ladang pun kadang masyarakat bahu-membahu
membuat sumur agar pertanian mereka bisa terus berlangsung. Gagal panen aki-
bat kemarau panjang pun sering menghantui para petani. Kalau sudah begitu,
tentu mereka akan mengalami kerugian yang tidak sedikit.
Jika di beberapa tempat di Indonesia banyak mengalami kesulitan
memperoleh air, di beberapa tempat lain banyak pula yang malah kelebihan air
bersih meski pun musim kemarau tengah melanda. Contohnya di Kota Palang-
karaya, Kalimantan Tengah, yang memang ketersediaan airnya cukup tinggi
bahkan bisa berlebih-lebih bila keran terus dibuka. Sayangnya, air dari sumur
tanah itu tidak memenuhi kualitas yang diharapkan. Air berwarna merah dan
terasa lengket. Kata penduduk setempat, air rawa gambut memang seperti itu.
Pada akhirnya, dibantu oleh pemerintah daerah, akhirnya diberikanlah
penyuluhan dan pelatihan membuat alat penyulingan tradisional agar bisa
menghasilkan air yang layak untuk dikonsumsi. Beda lagi di Halmahera, bila
ratusan tahun lalu penduduk setempat bebas memperoleh air bersih karena air
mengalir dari hutan-hutan alami, namun saat ini kehadiran pertambangan nikel
membuat mereka kesulitan memperoleh air bersih.
Perusahaan itu membuka lahan pertambangan di lahan hutan
pedalaman, sehingga sumber air sungai yang mengalir ke pemukiman penduduk
menjadi kotor, keruh dan berwarna cokelat. Bahkan penduduk yang meng-
gunakan air sungai untuk mandi kadang-kadang mengalami kulit gatal dan
sering sakit perut bila digunakan untuk air minum. Pentingnya manajemen
pengelolaan air tampaknya menjadi kata kunci untuk masalah air saat ini. Tanpa
manajemen yang jelas dan terstandar, air bisa menjadi sumber masalah besar di
kemudian hari. Banyak permasalahan air yang dihadapi, di satu sisi ada daerah
yang kekurangan air, di daeah lain ada yang kelebihan air namun tak layak
konsumsi, ada pula yang memiliki debit air melimpah namun kondisinya sudah
rusak dan tercemar.

b. Sumber Masalah
Setidaknya, ada dua permasalahan besar saat ini yang dihadapi oleh
negara kita, yakni pertama adalah buruknya tata kelola air. Kedua, rendahnya
partisipasi masyarakat untuk melindungi sumber-sumber air baku. Buruknya
tata kelola air dapat terlihat jelas pada kondisi tidak meratanya populasi manusia
dan jumlah stok air yang ada. Seperti di Pulau Jawa yang memiliki jumlah pen-
duduk terbanyak, tetapi total potensi ketersediaan air di sana sangat minim.
Berbeda dengan Pulau Kalimantan, Pulau Papua, dan Pulau Sumatra
yang masih memiliki potensi air besar, tetapi jumlah penduduknya masih
sedikit. Menurunnya kualitas air adalah masalah utama yang kini tengah
dihadapi oleh hampir semua pulau di Indonesia. Apalagi bila pertumbuhan
jumlah penduduknya melaju cepat, maka kualitas dan mutu air pun pastilah ter-
ganggu. Salah satu penyebab menurunnya kualitas air ini adalah cemaran dari
pabrik dan industri.
Selain itu, meski belum bisa diidentifikasi secara ilmiah, namun
cemaran yang menyebabkan turunnya kualitas air juga ditengarai bersumber
dari pertanian dan perikanan itu sendiri. Misalnya pada lahan persawahan padi,
petani saat ini sangat gemar menebarkan pupuk buatan di area tanaman padi
mereka. Selain itu, juga tiap beberapa waktu dilakukan penyemprotan bahan
kimia untuk menghalau hama pengganggu tanaman. Disadari atau tidak, bahan
kimiawi hasil pabrik ini mencemari air yang mengalir ke persawahan dan jatuh
di saluran irigasi atau sungai di sekitarnya.
Penduduk yang juga menggunakan produk air dari irigasi atau sungai itu
pada akhirnya akan mengalami dampak buruk dari cemaran pupuk buatan dan
obat kimia pemberantas hama tersebut. Jelas, dalam hal ini partisipasi
masyarakat dalam menjaga kualitas air pun sangat minim. Terkadang, ma-
syarakat banyak menuntut secara berlebih agar para pemilik perusahaan memin-
dahkan usahanya ke daerah lain, namun mereka sendiri sebenarnya juga turut
serta memperburuk kualitas air di lingkungannya. Belum lagi masyarakat yang
masih gemar membuang sampah di aliran sungai karena kurangnya rasa peduli
mereka pada pentingnya menjaga lingkungan hidup
.
c. Solusi
Untuk mengatasi permasalahan langkanya air, kualitas air, dan cemaran
air, maka salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi
beban sungai dan saluran air. Hal utama yang perlu dilakukan adalah melakukan
perbaikan menyeluruh dan intensif pada daerah aliran sungai (DAS), mulai dari
hulu sungai hingga ke hilir sungai.
Perbaikan ini harus disertai dengan pengawasan ketat dari aparat,
petugas negara dan masyarakat, terutama dalam hal pengelolaan limbah dari
pabrik dan industri yang ada di sekitar aliran sungai. Harus ada larangan dan
sanksi yang tegas dari pemerintah pusat dan daerah yang dibantu oleh
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan kepolisian kepada pabrik dan
industri yang tidak mengelola dan memfilter limbah perusahaannya terlebih
dahulu sebelum dibuang ke sungai. Harus ada kewajiban bagi semua pabrik dan
industri agar memiliki tempat pengelolaan limbah sendiri yang sudah terstandar
dan wajib tetap diawasi penggunaannya oleh pihak yang berwenang.
Tantangan lainnya yang justru lebih besar sebenarnya ada pada
minimnya kesadaran masyarakat sekitar sungai pada pengelolaan limbah rumah
tangga. Gemarnya masyarakat langsung membuang limbah rumah tangga ke
aliran air membuat mutu dan kualitas air sangat jauh berkurang. Contoh paling
nyata ada pada kali Ciliwung yang mengalir di daerah Jakarta hingga ke muara
laut di Jakarta Utara. Kotornya kondisi air yang kadang menghitam dan bau
adalah salah satu tanda tingginya cemaran air sungai.
Masyarakat harus selalu diedukasi agar tidak sembarangan membuang
sampah dan limbah rumah tangga langsung ke aliran sungai. Pemkot DKI
sebenarnya sudah pula memiliki Perda yang bisa menjerat pelaku pembuangan
sampah ke badan sungai. Namun seperti biasa, aturan yang dibikin hanya
sebatas tegas di atas kertas semata, namun dalam pelaksananya hampir tidak
pernah diwujudkan. Upaya Pemkot DKI yang berjibaku membersihkan sungai
tampaknya akan menjadi sia-sia jika pelaku industri dan masyarakat yang meru-
pakan sumber pencemaran itu sendiri tidak tersentuh oleh upaya hukum.
Hal ini tentu menjadi contoh buruk bagi kota-kota lainnya di Indonesia,
misalnya Kota Medan dengan sungai Deli. Hal yang sama dapat kita temukan
di sungai Deli yang beberapa tahun terakhir ini sangat kotor, cokelat kadang
kehitaman dan mengeluarkan bau busuk yang menusuk hidung. Pemkot Medan,
aparat, KLH dan pihak terkait harus bersinergi dan tidak pantang mundur serta
bertindak tegas menghadapi para pemilik industri dan masyarakat yang mem-
buang limbahnya ke sungai Deli tanpa diproses lebih dulu.
Aturan lingkungan hidup harus benar-benar ditegakkan. Pelaku-pelaku
pencemaran, terutama dari kalangan industri harus diseret ke meja hijau agar
menimbulkan efek jera pada pelaku industri lainnya. Termasuk masyarakat
yang seenaknya membuang limbah rumah tangga ke dalam badan sungai. Tidak
bisa tidak, agar bisa menyelamatkan sungai dan sumber air kita dari pencemaran
dan kelangkaan, maka harus ada kerjasama dari unsur pemerintah, pelaku usaha
dan masyarakat, ditambah tindakan tegas dari aparat negara.
Sebab bila hanya bersandar pada salah satu pihak, maka kondisi
cemaran air dan langkanya sumber air tidak akan pernah bisa teratasi. Sinergi
keempat pihak inilah modal utama kita dalam menjaga kualitas lingkungan air
pada khususnya dan kualitas lingkungan hidup pada umumnya.
B. KEJADIAN PADA DAS YANG TIDAK TERKENDALI
1. Pembangunan Permukiman di daerah rawan longsor
2. Pembangunan permukiman menyebabkan erosi semakin tinggi
3. Pada musim kemarau air sungai nyaris kering
4. Banjir bandang
5. Pendangkalan sungai dan muara
6. Daerah banjir meluas
7. Peresapan air berkurang karena daerah resapan dibangun permukiman
8. Muka air tanah turun
9. Mata air kering
10. Terjadi instrusi air laut / air laut mengisi air tanah
11. Degradasi hutan akibat illegal logging dan perambahan hutan tidak terkendali
untuk permukiman, pertanian, industry, dan sebagainya
12. Pencemaran air akibat limbah industry
13. adanya monopoli pengelolaan sumber daya air

Anda mungkin juga menyukai