Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TUTORIAL MINGGU 2

NAMA: ANNISAH ISTIQOMAH

NIM: 170610018

1. GANGGUAN REFRAKSI MATA

Mata normal (emetrop)

a. Miopi

Derajat keparahan:

- Miopia ringan: < -3.00 dioptri


- Miopia sedang: -3.00 sp -6.00 dioptri
- Miopia berat: > -6.00 dioptri
kaca mata membantu membiaskan sinar sehingga jatuh tepat pd retina.

Penatalaksanaan: memberikan koreksi dengan lensa negatif yang memberikan ketajaman


penglihatan maksimal

b. Hipermetropi

- Biasanya bola mata lebih kecil dari normal sinar akan difokuskan di belakang
retina.
- Orang dewasa dg rabun dekat, kadang-kadang tidak mpy keluhan krn matanya
dpt mengimbangi rabun dekatnya dg mengubah kekuatan lensa.
- Keluhan: sukar utk melihat dekat atau mata harus
selalu berakomodasi utk melihat dekat
- Pd anak-anak yg tidak mengeluh kelainan penglihatan, tetapi mengeluh sakit kepala
& tidak berkeinginan membaca mrp isyarat bahwa ia mengalami rabun dekat
berat.
- Kelainan ini dikoreksi dg kaca mata (+), bedah
c. Astigmatisma (silinder)

- Sinar yg masuk mata tidak


dipusatkan pd satu titik, tetapi
tersebar atau menjadi sebuah
garis.
- Terjadi krn permukaan kornea tidak teratur. Mata normal mpy permukaan kornea yg
licin, mpy kelengkungan yg sama pd setiap bagiannya.
- Akibat yg dirasakan pd astigmatisma: seperti melihat pd cermin yg tidak rata.
- Kelainan astigmatisma dapat diturunkan (didapat sejak lahir) atau didapat akibat
peradangan kornea.
- Dikoreksi dg kaca mata silinder,yang akan mengimbangi kelengkungan kornea yg
terganggu.

2. GLAUKOMA
a. Epidemiologi
3 juta masyarakat di Amerika Serikat menderita glaukoma (hanya setengahnya yang
terdiagnosis)
Penyebab kebutaan kedua di Indonesia katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), refraksi
(0,14%)
Dengan peningkatan angka harapan hidup, diperkirakan jumlah penderita glaukoma
di
seluruh dunia akan mencapai 60 juta jiwa pada tahun 2010 dan akan meningkat menjadi 80
juta pada tahun 2020

b. Etiologi dan patofisiologi


Glaukoma adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan saraf pangkal mata yang
berhubungan dengan hilangnya lapang pandangan dimana peningkatan tekanan bola mata
sebagai faktor resiko utama.
- Ketidakseimbangan antara produksi & pembuangan cairan dalam bola mata dan
seiring waktu, peningkatan tekanan bola mata menyebabkan kerusakan pd saraf
mata
- Glaukoma sudut terbuka, Gangguan aliran cairan bola mata melewati trabecular
meshwork - schlemm canal – venous system

- Glaukoma sudut tertutup, Iris perifer memblok trabecular meshwork  sudut bilik
mata
tertutup hambatan aliran bola mata
c. Faktor resiko
- Tekanan bola mata yang tinggi (>20 mmHg)
- Umur Lebih dari 40 tahun
- Riwayat glaukoma di keluarga
- Ras (Afrika)
- Miopia dan hipermetropia
- Menggunakan steroid dalam jangka waktu lama
- Riwayat penyakit diabetes, hipertensi
d. Manifestasi klinis
Akut:
- Tekanan bola mata > 40 mmHg
- Penglihatan kabur
- Mata merah
- Sakit kepala & mata
- Mual muntah
- Pelangi pada cahaya lampu
Kronis:
- Tanpa gejala (mata tenang) sampai terjadi kerusakan berat dari saraf mata
- Timbul perlahan-lahan ( bln- thn )
- Penglihatan semakin menyempit seperti melihat dalam lorong (Tunnel Vision)
- Tidak nyeri
- Tekanan bola mata 20-30 mmHg
e. Pemeriksaan
- Tonometri (tekanan bola mata)
- Tekanan bola mata normal: 10-20 mmHg
- Tekanan bola mata yang tinggi sering sebagai tanda pertama glaucoma
- Oftalmoskopi (saraf mata)
- Perimetri (Lapang pandangan): Luasnya kerusakan saraf optic
- Gonioskopi : Sudut bilik mata & tipe glaucoma (glaukoma sudut terbuka atau
tertutup)
- Optical Coherence Tomography (OCT)
f. Tatalaksana
- Obat-obatan: menurunkan tekanan bola mata : disiplin
- Laser: menurunkan tekanan bola mata dengan meningkatkan drainase cairan bola
mata
•Lasertrabeculoplasty
• Laser iridectomy perifer
- Pembedahan: membuat saluran baru agar cairan dalam bola mata dapat keluar
•Trabeculectomy(ilteringsurgery)
•Iridectomy
• Glaucoma drainage implant

3. KATARAK
a. Epidemiologi

Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%. Katarak
paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%). Menurut hasil survei
Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa
batasan umur.

b. Etiologi
Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme kontrol keseimbangan air
dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau gabungan keduanya.
Faktor risiko:
- Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin, ras,
- Faktor genetik.
- Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok, paparan sinar ultraviolet, status
sosioekonomi, tingkat pendidikan
Klasifikasi berdsarkan usia:
- Katarak congenital, Sepertiga kasus katarak kongenital adalah diturunkan, sepertiga
berkaitan dengan penyakit sistemik, dan sisanya idiopatik. eparuh katarak
kongenital disertai anomaly mata lainnya, seperti PHPV (Primary
Hyperplastic Posterior Vitreous), aniridia, koloboma, mikroftalmos, dan buftalmos
(pada glaukoma infantil)
- Katarak senilis, Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi.
Terdapat tiga jenis katarak senilis:
- Katarak nuklearis, ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna lensa
menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan.
- Katarak kortikal, berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi protein pada
sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan menimbulkan
gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya.
- Katarak subkapsuler
c. Tatalaksana
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan katarak.
d. Komplikasi
Komplikasi selama operasi:
- Pendangkalan kamera okuli anterior
- Posterior Capsule Rupture (PCR)
- Nucleus drop

Komplikasi setelah operasi:

- Edema kornea
- Perdarahan
- Glaukoma sekunder
- Uveitis kronik
- Edema Makula Kistoid (EMK)
- Ablasio retina
4. PENYAKIT MATA KARENA GANGGUAN SISTEMIK
a. Ablasio Retina
1. Epidemiologi
Insiden ablasio retina di Amerika Serikat adalah 1:15.000 populasi dengan
prevalensi 0,3%. Sumber lain menyatakan bahwa insidens ablasio retina di Amerika
Serikat adalah 12,5:100.000 kasus per tahun atau sekitar 28.000 kasus per tahun.
Secara internasional, faktor penyebab ablasio retina terbanyak adalah miopia
40-50%, operasi katarak (afakia, pseudofakia) 30-40%, dan trauma okuler 10-20%.
Ablasio retina lebih banyak terjadi pada usia 40-70 tahun, tetapi bisa terjadi pada anak-
anak dan remaja lebih banyak karena trauma.

2. Etiologi dan patofisiologi


- Karena penyakit lain seperti tumor,peradangan hebat,akibat trauma atau sebagai
komplikasi dari diabetes.
- Terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya
robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina(rhematogen)
atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat
(non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Jaringan
parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma,
infeksi atau pasca bedah.
3. Manifestasi Klinis
- Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang.
- Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang
(floaters)
- Muncul tirai hitam di lapang pandang
- Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala
- Penurunan tajam penglihatan: penglihatan sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas. Pada keadaan yang telah lanjut dapat terjadi
penurunan tajam penglihatan yang lebih berat.
4. Pemeriksaan oftalmologi
- Pemeriksaan visus
- Pemeriksaan lapangan pandang
- Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan laboratorium: untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara


lain glaukoma, diabetes mellitus, maupun kelainan darah.
- Pemeriksaan ultrasonografi, yaitu ocular B-Scan ultrasonografi juga digunakan
untuk mendiagnosis ablasio retina dan keadaan patologis lain yang menyertainya
seperti proliverative vitreoretinopati, benda asing intraokuler.
5. Tatalaksana
Prinsip: untuk melekatkan kembali lapisan neurosensorik ke lapisan epitel pigmen
retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan, dengan cara:
- Scleral Buckling
Untuk mendekatkan sklera pada retina yang robek, menjadikan reposisi
retina lebih dekat ke RPE dengan mengurangi tarikan vitreus pada retina yang
robek.
- Retinopleksi pneumatik
Merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina regmatogenosa
terutama jika terdapat robekan tunggal pada 2/3 superior yang tampak pada
fundus. Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan
gelembung gas ke dalam vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan
retina.
- Vitrektomi
Cara ini bertujuan melepaskan tarikan vitreus, drainase internal cairan
subretinal, tamponade intraokuli (udara, gas, silicon oil, cairan
perfluorokarbon), dan membuat adhesi korioretinal memakai endolaser
photocoagulation atau cryopexy.

b. Retinopati hipertensi
1. Epidemiologi

Sejak tahun 1990, beberapa penelitian epidemiologi telah dilakukan pada


sekelompok populasi penduduk yang menunjukkan gejala retinopati hipertensi dan
didapatkan bahwa kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas karena pada
usia lebih tua, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah semakin menyempit dan kaku, hal
yang sama juga berlaku pada arteriol retina.

2. Klasifikasi di Bagian Ilmu Penyakit Mata RSCM

Tipe Funduskopi

Tipe 1 : Arteri menyempit dan pucat,


arteri meregang dan
Fundus hipertensi dengan atau
percabangan tajam,
tanpa retinopati, tidak
perdarahan ada atau
ada sklerose, dan
tidak ada, eksudat ada
terdapat pada orang
atau tidak ada.
muda.

Tipe 2 : Pembuluh darah mengalami


penyempitan, pelebaran,
Fundus hipertensi dengan atau
dan sheating setempat.
tanpa retinopati
Perdarahan retina, tidak
sklerose senile, pada
ada edema papil
orang tua.

Tipe 3 : Penyempitan arteri, kelokan


bertambah fenomena
Fundus dengan retinopati
crossing, perdarahan
hipertensi dan
multiple, cotton wall
arteriosklerosis,
patches, macula star
terdapat pada orang
figure.
muda.

Tipe 4 : Edema papil, cotton wall


patches, hard exudates,
Hipertensi progresif
soft exudates, star
figure yang nyata.

Mild
Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan
focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam)
dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B).

Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool


spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran
cotton wool spot (panah putih)(B).

3. Patofisiologi
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan darah. Tahap awal,
pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi secara generalisata. Hal ini
merupakan akibat dari peningkatan tonus arteriolus dari mekanisme autoregulasi yang
seharusnya berperan sebagai fungsi proteksi. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat
penyempitan arterioles retina secara generalisata dengan kaliber pembuluh yang menjadi
lebih kecil atau ireguler, arteriol berwarna lebih pucat dan percabangan arteriol yang tajam.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya penebalan
intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media, degenerasi hialin dan fibrosis
(Arteriosklerosis). Dengan terjadinya fibrosis dari dinding pembuluh darah, maka menjadi
tebal dan kurang tembus pandang sehingga kolom darah menjadi sempit, sedikit tidak
teratur, refleks cahaya lebih jelas, warna kolom darah lebih pucat. Dengan bertambahnya
ketebalan dinding arteriola, dapat menekan pada venula yang ada dibawahnya, pada tempat
persilangan arterio-venula yang dikenal sebagai arteriovenous nicking.
Dinding aretriol normal bersifat transparan, sehingga yang terlihat sebenarnya
adalah darah yang mengalir. Pantulan cahaya yang tipis dibagian tengah lumen tampak
sebagai garis refraktif kuning sekitar selebar seperlima dari lebar lumen. Apabila dinding
arteriol diinfiltrasi oleh sel lemak dan kolesterol akan menjadi sklerotik. Dinding pembuluh
darah secara bertahap menjadi tidak transparan dan dapat dilihat, dan refleksi cahaya yang
tipis menjadi lebih lebar. Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteriola bertambah tebal,
sehingga warna kuning dari dinding yang tebal bercampur dengan warna kolom darah,
memberikan warna seperti tembaga, yang dikenal sebagai copper wire arteriola.Jika
bertambah tebal lagi, dapat mengalami kalsifikasi dapat terlihat sebagai garis putih
sepanjang kolom darah (sheating). Jika menutupi kolom darah, maka arteriol akan terlihat
sebagai kawat perak(silver-wire).
4. Diagnosis
- Anamnesis (riwayat hipertensi): penglihatan yang menurun merupakan keluhan
utama, mengeluhkan buram dan seperti berbayang apabila melihat sesuatu,
- pemeriksaan fisik (tekanan darah): tekanan diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol >
140 mmHg , sudah mulai terjadi perubahan pada pembuluh darah retina.
- pemeriksaan oftalmologi (funduskopi),
- pemeriksaan penunjang dengan angiografi fluorosens.
5. Diagnosis banding
- Retinopati Diabetik
- Katarak
- Glaukoma
- Kelainan refraksi
6. Tatalaksana
Tujuan: untuk membatasi kerusakan yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya
komplikasi
- Obati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus
akibat retinopati arterial.
- Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg: obat ACEI (Angiotensin
Converting Enzyme Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri
akibat hipertrofi.
- Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan
- Fotokoagulasi laser : penanganan komplikasi tersebut
7. Komplikasi
- oklusi arteri retina sentralis (CRAO),
- oklusi arteri retina cabang (BRAO),
- oklusi vena retina cabang (BRVO).
8. Prognosis
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan yang
serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses hipertensi kecuali
terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa kasus, komplikasi tetap tidak
dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan darah yang baik.
c. Retinopati diabetik
1. Epidemiologi
Angka kejadian pada semua populasi diabetes meningkat seiring durasi
penyakit dan usia pasien. Jarang terjadi pada anak usia kurang dari 10 tahun, namun risiko
meningkat setelah usia puberitas. Wisconsin Epidemiology Study of Diabetic Retinopathy
(WESDR) melaporkan 99% pasien DM tipe 1 dan 60% pasien DM tipe 2 akan mengalami
retinopati diabetes dalam 20 tahun.
Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2013 menemukan sekitar 6,9% penduduk
Indonesia yang berusia di atas 15 tahun menderita. DM dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo Jakarta mencatat persentase komplikasi kedua terbanyak setelah neuropati
adalah retinopati diabetes.
2. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya penyakit mikrovaskuler diabetes masih belum jelas, namun
keadaan hiperglikemia jangka lama dapat mengubah fisiologi dan biokimia, sehingga
terjadi kerusakan endothelial.
a. Polyol Pathway

b. Advanced glycation end products (AGEs)


AGE merupakan protein atau lemak yang dihasilkan dari reaksi glikasi non-
enzimatik dan oksidasi setelah terpapar gula aldose.
c. Aktivasi Protein Kinase C (Pkc) Pathway
PKC merupakan serine kinase yang berperan dalam transduksi hormonal, neuronal,
dan stimulus growth factor. Keadaan hiperglikemia meningkatkan sintesis diacylglycerol
(DAG), yang merupakan aktivator PKC. PKC β1/2 berperan penting dalam proses
terjadinya retinopati diabetes.

d. Inflamasi
e. stres Oksidasi
3. Manifestasi klinis

4. Pemeriksaan klinis
5. Tatalaksana
- Pengendalian gula darah, hipertensi sistemik, dan hiperkolesterolemia
- Nonproliferatif ringan-sedang: tidak membutuhkan terapi, namun observasi
dilakukan setiap tahun dan dilakukan pengendalian gula darah. Pada
- nonproliferatif berat: perlu pemantauan per 6 bulan untuk mendeteksi tanda-tanda
progresivitas menjadi proliferative.
- proliferatif diberi tindakan laser cito: anretinal photocoagulation, Vitrektomi
6. Prognosis
- Pengendalian gula darah dan pemeriksaan mata berkala sesuai derajat retinopati
diabetes dapat mencegah
kebutaan.
- Terapi vitrektomi dini pada kasus RD proliferatif pasien DM tipe 1 dapat
mempertahankan tajam penglihatan pasien; 2 tahun setelah operasi, 36% pasien
vitrektomi dini dan 12% pasien vitrektomi terlambat memiliki tajam penglihatan 20/
40 atau lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai