Anda di halaman 1dari 2

 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sembelit atau konstipasi


2. Untuk mengetahui regimen terapi untuk mengatasi sembelit atau konstipasi
3. Untuk mengetahui penggolongan obat untuk mengatasi sembelit atau konstipasi
4. Untuk mengetahui pembagian jenis-jenis obat untuk mengatasi sembelit atau
konstipasi

 Penyakit Sembelit (Konstipasi)

Laksansia atau pencahar bekerja dengan cara menstimulasi gerakan peristaltik


dinding usus sehingga mempermudah buang air besar (defikasi) dan meredakan
sembelit. Tujuannya adalah untuk menjaga agar tinja (feces) tidak mengeras dan
defikasi menjadi normal. Makanan yang masuk ke dalam tubuh akan melalui
lambung, usus halus, dan akhirnya menuju usus besar/ kolon. Di dalam kolon inilah
terjadi penyerapan cairan dan pembentukan massa feses. Bila massa feses berada
terlalu lama dalam kolon, jumlah cairan yang diserap juga banyak, akibatnya
konsistensi feses menjadi keras dan kering sehingga dapat menyulitkan pada saat
pengeluaran feses. Konstipasi merupakan suatu kondisi di mana seseorang mengalami
kesulitan defekasi akibat tinja yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh maupun
gangguan refleks defekasi yang mengakibatkan frekuensi maupun proses pengeluaran
feses terganggu(Azalia dan Udin, 1995). Konstipasi dapat terjadi karena beberapa
faktor, diantaranya:
1. Kurangnya memakann makanan atau minuman yang mengandung banyak air.
2. Kurangnya memakan makanan yang mempunyai massa yang dapat memperbesar
isi usus, seperti kebiasaan kurang makan sayuran (makanan berserat).
3. Ketegangan saraf atau stress yang dapat menghambat motilitas usus.
4. Efek samping obat-obat lain, seperti opioid, antikolinergik, antasid nonsistemik.
5. Sering menahan defekasi secara sengaja.
6. Penggunaan pencahar yang terlalu sering dan sembarangan menyebabkan defekasi
normal tidak dapat berlangsung tanpa disertai dengan pemberian pencahar (Staf
Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,
2009)
Frekuensi defekasi/ buang air besar (BAB) yang normal adalah 3 sampai 12
kali dalam seminggu. Namun, seseorang baru dapat dikatakan konstipasi jika ia
mengalami frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu, disertai konsistensi
feses yang keras, kesulitan mengeluarkan feses (akibat ukuran feses besar-besar
maupun akibat terjadinya gangguan refleks defekasi), serta mengalami sensasi rasa
tidak puas pada saat BAB. Orang yang frekuensi defekasi/ BAB-nya kurang dari
normal belum tentu menderita konstipasi jika ukuran maupun konsistensi fesesnya
masih normal. Konstipasi juga dapat disertai rasa tidak nyaman pada bagian perut dan
hilangnya nafsu makan. Konstipasi sendiri sebenarnya bukanlah suatu penyakit, tetapi
lebih tepat disebut gejala yang dapat menandai adanya suatu penyakit atau masalah
dalam tubuh (Dipiro, et al, 2005), misalnya terjadi gangguan pada saluran pencernaan
(irritable bowel syndrome), gangguan metabolisme (diabetes), maupun gangguan
pada sistem endokrin (hipertiroidisme).

DAPUS:
Azalia, Arif dan Udin Sjamsudin. 1995. Obat lokal. Dalam: Ganiswara S., Rianto
Setiabudi, Purwantyastuti, Frans D., dan Nafrialdi. Farmakologi dan Terapi.
Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Dipiro, J.T., et al. 2005. Pharmacotherapy Handbook. Sixth Edition. USA: The Mc.
Graw Hill Company.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai