Wilayah
"Rural- UrbanEconomicl-lngkages"
Memperkuat
Dalann
Konsep& [lrgensinya
Pembangunan Desa
(Bagian Terakbir dari Dua Twlisan)
*)
ANroNtusTerucaN
Ir. Antonius Tarigan, M.Si adalahKastLbditKelembagaanKerja Sama
Pembangunan,Direktornt Kerja SamaPembangttnanSektoraldan Daerah,
Kantor Mencg PPNlBap1.tenas I Mahasiszua Program Doktor Unioersitas
IndonesiaKonsentrasiKebiiakanPublik-red
Perdesaan
InteruensiPemerintahDalamStrategiPembangunan
Sejalan dengan strategi pembangunan perdesaanseperti yang telah dipaparkan pada bagian
pertama dari tulisan ini, maka tahapan intervensi pemerintah dalam pengembangan ekonomi di
daerah dapat dilihat pada Gambar-4 (Haeruman, 2001).
EFGH
40 I
Peran
Dunia Usaha
Pemerintah
\ &
30 Masyarakat
J
\
20
10
PM PK DS
Dari gambar 4 tersebut, peran pemerintah relatif dominan pada saat tahap pemberdayaan
masyarakat (Daerah ABIE) dan mengalami pergeseran ketika memasuki tahap pengembangan
kemitraan (Daerah BCf). Namun tetap dalam kerangka keqa partnership sebagaimana yang ditegaskan
Paoletto (dalam Wang, 2000) yaitu kerjasama diantara kelompok kepentingan,.bertumpu pada
kesepahaman tentang kekuatan dan kelemahan, bekerjasama untuk mencapai tujuan melalui
komunikasi dan efektifitas yang terus menerus.
Akhirnya peran pernerintah akan sangat minimal (sebatasfasilitasi, advokasi, mediasi) (Daerah
CDIK) pada sait memasuki tahap peningkatan daya saing, dimana pada tahap ini peran swasta dan
masyaiakat akan sangat dominan <lalam menggerakkan roda perekonornian daerah (Daerah GHKD.
Untuk itu sangat dibutuhkan kejelian pemerintah mengidentifikasi dan melihat tahap perkembangan
masyarakat perdesaan tersebut dengan tidak rirelupakan tingkat intervensi pemerintah yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, Uphoff (1986) menyebutkun upuUlta kelembagaan dari
pemerintah mauPun swasta berfungsi kuat dan dapat mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan
(diperdesaan), maka bantuan dari pihak luar sesuai bagi pengembangan kelembagaan tersebut adalah
assistance.Sementara itu, apabila kelembagaan lokal belum berpengalaman yang berarti kemampuan
untuk mengambil inisitiaf masih lemah, maka peranan dari pihak luar untuk mengembangkan
kelembagaan yang demikian adalah dalam bentuk t'acilitation. Apabila kelembagaan sangat lemah
kapasitasnya, niaka strategi yang tepat untuk mengembangkan kelembagaan tersebut melalui cara
promotion. Artinya, pada tahap awal pihak luar haruslah memiliki peranan yang pro-aktif dalam
menumbuhkan kemampuan kelemb agaan.
Konsep keterkaitan (ekonomi) desa-kota merupakan sarana yang sangat penting dalam
Perencanaan daerah bagi semua stakeholders (pemerintah, swasta, masyarakat) khususnya sejak
dikeluarkannya UU 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Asumsi tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek
pertimbangan diantaranya adalah :
Pada awalnya, konsep KDK memberikan gambaran mengenai pengembangan ekonomi di daerah,
dan bagaimana hal tersebttt dilaksanakan. Konsep KDK membantu untuk mengidentifikasikan
rintangan-rintangan dan permasalahan-permasalahan yang mungkin menghambat pasar lokal,
serta identifikasi terhadap kesempatan-kesempatan atau peluang-peiuang dalam meningkatkan
produksi, pekerjaan, dan pendapatan. Dengan demikian, konsep KDK merupakan upaya untuk
mengidentifikasikan kegiatan dan intervensi dalam menrperkuat pasar dan mempromosikan
pertumbuhan ekonomi daerah, hal ini dapat dilakukan melalui inisiatif masyarakat perdesaan.
Denga4 adanya penekanan terhadap pasar yang dihubungkan dengan produksi lokal
(perdesaan), konsep KDK secara langsung berkaitan dengan pendekatan pasar dalam upaya
pengembangan suatu daerah. Lebih lanjut, strategi berbasis pasar ditujukan untuk memperkuat
daerah agar lebih kornpetitif dengan daerah lainnya sehingga dapat meningkatkan produktivitas
dan pendapatannya.
Dengan adanya fokus pada pasar di tingkat regional/daerah, konsep KDK dapat digunakan
sebagai pelengkap dalam upaya penyusunan kembali pengaturan secara struktural pada tingkat
nasional. Saat penyusunan kebijakan-kebijakan makro ekonomi menjadi cukup penting dalarn
upaya promosi pengembangan ekonomi perdesaan khususnya, dibutuhkan tindakan-tindakan
di tingkat regional dalam mengatasi hambatan-hambatan dan menciptakan peluang-peluang
bagi produsen dan pedagang dalam memanfaatkan insentif dari adanya kebijakan secara mikro.
Pendekatan KDK menyarankan tindakan-tindakan dan intervensi-intervensi apa yang sesuai
dan dapat mendukung penguatan pengaturan secara struktural.
Konsep KDK menawarkan alat perencanaan praktis bagi pelaku lokal (perdesaan).
2 6 - p"r.n.un"anPembanlunan
No.3VApril- tuni2003
I
I
Pembangunan
Wilavah
U|@Sl. i. r#
a.HubunganDesa-KotaDalamRencanaPembangunanIXThailand
Sampai dengan tahun 2000,jumlah penduduk Thailand yang hidup di wilayah perkotaan
mencapai 21-,6Voyang menunjukkan relatif rendahnya tingkat urbanisasi. Tidak sedikit pula penduduk
yang menetap di wilayan perkotaan tetapi masih terregistrasi sebagai penduduk desa. Hal itu
didukung oleh fasilitas transportasi yang sudah sangat memadai sehingga memPermudah mobilitas
penduduk. Tingkat urbanisasi tertinggi hanya terdapat di Kota Metropolitan Bangkok di mana
54,9%penduduk kota berdiam (UN, 2001 : 101).Dengan demikian, pembangunan perdesaan yang
diikuti oleh kebijakan desentralisasi ekonomi dan pengendalian migrasi dari desa menuju kota
Bangkok merupakan hal-hal penting yang menjadi kebijakan Pemerintah Thailand.
Salah satu tema penting dalam Rencana Pembangunan Sosial Ekonomi IX (2002 - 2006) adalah
"Restrukturisasi Manajemen menuju Pembangunan Desa dan Kota yang Berkelanjutan". Salah satu
fokusnya adalah bagaimana menjamin proses urbanisasi dan pembangunan desa yang berkelanjutan
untuk mengurangi kesenjanganantara wilayah perdesaan dan perkotaan (DCO, 2000:2; DCO, 2001:5).
Unttrk menjamin keberlanjutan teSsebut,terdapat 4 target utama, yaitu : (1) Pemberdayaan
masyarakat
danpembangunankota-kotayang memenuhikriterialayakhuni.Tekanan kebijakan pembangunan diletakkan
pudu urpuk pemberdayian untuk membentuk fundasi yang kokoh bagi perkdmbangan suatu
masyarakat. Target utamanya adalah mobilisasi partisipasi dari semua stakeholdersdalam uPaya
pembangunan masyarakat; (2) Pengentasankemiskinandi wilayah perdesaandan kota melalui partisipasi.
Pendekatan yang digunakan bersifat holistik dan tidak hanya ditekankan pada peningkatan
pendapatan..Prioritas diberikan pada pemberdayaan kaum miskin. Untuk itu diperlukan dukungan
hukum dan kebijakan untuk menjamin akseskaum miskin terhadap pelayanan publik serta membuka
peluang bagi mereka untuk mendayagunakan sumberdaya alam lokal dengan pola yang berkelanjutan
dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku; (3) Pembentuknnhubungan antara pembangunan
desadan kota. Perekonomian masyarakat desa perlu diperkuat untuk mewujudkan keadilan ekonomi
yang berkelanjutan. Untuk itu bisa dikembangkan suatu klaster ekonomi yang menghubungkan
wilayall desa dan kota dan dijalankan dengan memperhatikan potensi ekonomi, preferensi, dan
fungsi setiap wilayah; (4) Manajemenpembangunanwilayah-fungsi-partisipasisecaraterpadu' Untuk itu
diperlukan langkah-langkah capucity.building untuk membekali pemerintah atau organisasi
administrasi lokal dengan SDM yang handal serta sistem manajemen yang efektif dalam memfasilitasi
proses desentralisasi.
Secaraadministratif, Laos terbagi atas beberapa propinsi, kabupaten dan kecamatan. Tetapi
tidak ada pembedaan administrasi antara desa dan kota. Absennya pembedaan tersebut seringkali
menyulitkan dalam menentukan intervensi yang tepai dengan kemungkinan memberikan intervensi
yang sama di atas wilayah yang sebenarnya memiliki karakter yang berbeda. Belakangan pemerintah
telah membuat perbedaan tersebut yang dipicu oleh dinamika urbanisasi dan pembangunan ekonomi.
Sejalan dengan derap pembangunan yang makin tingg, pemerintah telah mengambil kebijakan
untuk meningkatkan investasi di bidang infrastruktur kota yang juga disponsori oleh ADB. HaI itu
diikuti oleh kebijakan untuk mengembangkan pemerintah kabupaten sehingga mereka dapat
mengelola fasilitas infrastruktur tersebut. Terdapat 5 badan khusus yang menangani masalah ini
yang disebut sebagai l-IrbanDeaelopmentAdninistration Authority. Tugasnya adalah menangani
pembauran antara wilayah kota dengan daerah pedesaan tertentu. Badan ini telah berhasil membuat
pembedaan antara wilayah kota dan desa.
Untuk Program Investasi Tahun 2000 - 2003, Pen-rerintahmemberi prioritas pada penguatan
hubungan desa-kota dengan mengadopsi strategi pembangunan kota yang sesuai. Penekanan khusus
diberikan pada pembangunan kota-kota kecil yang memiliki hubungan yang kuat dengan wilayah
pedesaan yang sekaligus bisa berperan sebagai pusat pasar dan jasa bagi masyarakat dan
perekonomian desa. Tujuan jangka menengah dan panjangnya adalah menjadikan kota-kota kecil
tersebut sebagaiwahana untuk mendukung pembangunan desa dan produksi pertanian.
Pada tahun 2000 - 2001 lalu, pemerintah telah menvusun Draft National Urban and Rural Basic
Infrastructure DeaelopntentStrategy NURBIDS) sebagai bagian dari strategi pengentasan kemiskinan
hingga tahun 2020 mendatang. Tujuannya adalah untuk mencapai pembangunan regional yang
seimbang yang didasarkan pada strategi pusat pertumbuhan kota. Di sini kota dijadikan sentral
pertumbuhan beberapa daerah di sekitarnya yang disebut dengan klaster. Hubungan antara desa
kota diharapkan mampu berperan optimal dalam pengentasankemiskinan di wilayah pedesaan
maupun kota mengingat semakin meningkatnya urbanisasidi satu sisi dan mayoritas penduduknya
yang berdiarn di desa di sisi lain.
LAHANPERTANIAN
Ditingkatkecamatan, PARUL
hubungan jar ingan
m engor ganisasi atau
antarakelompokPetani/Produsen
denganKlT.Per hatiankhusus diber ikan
kepada pengembangan hubungan atau
jaringankerjaantaraprodusen dan
pasardenganm emfasilitasi tr ansaksi
di antar am er eka.
bisnis
2 8 - pur"n*nuan Pembangunan
l{o. 3vApril - Juni2003
1 Pembangunan
I Wilavah
.
,,,.-, rl, j..!ffi
penyebabnya adalah lemahnya hubungan antara wilayah pedesaan dengan jaringan pasar yang luas
yang umumnya terdapat di perkbtaan.
PARUL dilaksanakan dengan mengintroduksi pendekatan pasar dalam penguatan ekonomi
lokal melalui pembentukan kemitraan tripartit berbasis komoditas di beberapa daerah (propinsi
dan kabupaten) di bawah koordinasi pemerintah lokal, terutama Bappeda. Menjadi tugas Forum
Kemitraan itu untuk mengidentifikasi berbagai hambatan yang dihadapi dalam pengembangan
komoditas ekspor tertentu, memobilisasi sumberdaya, serta memperbaiki hubungan dan kerangka
kerja ekonomi antara produsen di wilayah perdesaanserta para pedagang (eksporter) di wilayah kota.
Untuk memperkuat hubungan tersebut, PARUL bekerja di tingkat propinsi maupun kabupaten.
Di tingkat propinsi ada Cluster Development Partnership (CDP) yang menyatukan berbagai aktor
dalam komoditas yang sama, seangkan di tingkat kabupaten ada Kabupaten Implementation Kit
(KIT) yang juga merupakan kumpulan stakeholders yang terlibat dalam pengembangan komoditas
tertentu pula. PARUL memfasilitasi kemitraan ini untuk mengembangkan rencana aksi dan
memperkuat kapasitasnya dalam menangani berbagai hambatan dan tantangan yang dihadapi dalam
upaya pengembangan suatu komoditas.
Di tingkat kecamatan, PARTIL mengorganisasi hubungan atau jaringan antara kelompok petani/
produsen dengan KIT. Perhatian.khususdiberikan kepada pengembangan hubungan atau jaringan
kerja antara produsen dan pasar dengan memfasilitasi transaksi bisnis di antara mereka.
Daftar Bacaan
1. Bendavid-Val, Avrom, 1983. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners, New York: Praeger
- 29
No.3VApril - Juni ZOOS
Pembangunan
Percncanaan
Pembangunan
Wilayah
;;*:.
2. Bendavid-Val, Avrom, 1991. Rural Area Development Planning : Principles, Approaches and Tools of Economic
Analysis, Training Materials for Agricultural Planning 27/'I and 2. Rome: FAO Economic and Social Policy
Department (2 vols).
3. Bintoro, Bambang.S. 2002.Paradigma Baru Dalam Pengelolaan Potensi dan Pembangunan Daerah. Disampaikan
Dalam Acara Lokakarya Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Ekonomi Daerah, Propinsi Banten.
4. Douglass, Mike, 1988. "A Regional Network Strategy for Reciprocal Rural-Urban Lingkages : An Agenda for
Policy Research With Reference to Indonesia ", Third World Planning Review, Vol. 20 No. 1 (February 7998),pp.
1-35.
5. Development Communication Office (2000), The Ninth Plan Development Vision Framework, Dez.telopment
News
Bulletin, Vol. 15, No. 8, August 2000.
6. Hanafiah, T. 1989. Strategi Pembangunan Wilayah Perdesaan- Kerangka Pemikiran Bagi Pembangunan Desa
Terpadu. Jurusan llmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
7. Haeruman, H, Js dan Eriyatno. 2001. Kemitraan Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Bunga Rampai). Yayasan
Mitra Pembangunan Desa dan Business Innovation Center of Indonesia-
8. International Labour Organisation (ILO),2002. ASIST-AP (Advisory Support, Information Services and Training),
Infonnal.ion Brochure, w ww.ilo.org /asist
9. Kammeier, H. Detlef, and Erfried Neubauer, 1985. Settlement Development Study West Pasaman, Padang (West
Sumatra, Indonesia) : Area Development Programme (ADP /GTZ).
10. Lipton, Michael, 1977.Why Poor People Stay Poor : A Study of Urban Bias in World Development, Cambridge,
Harvard University Press.
11. Lo, Fu-Chen (ed.), 1981.Rural-Urban Relations and Regional Development. Hong Kong: Maruzen Asia (Regional
Development Series, vol 5).
72. Lo, Fu-Chen, and Kamal Salih (eds.), 1978. Growth Pole Strategy and Regional Development Policy : Asian
Experiences and Alternative Approaches. Oxford : Pergamon Press.
13. Rondinelli, Dennis, 1985. Applied Methods of Regional Analysis : The Spatial Dimensions of Development Policy,
Boulder, Colorado : Westview Press.
1.4. Roucek, S. Joseph and Warren, Roland R. "sociology, an tntroduction", Littlefield, Adam & Co, Peterson, New
Jersey,1962.
15. Sen, Amartya ,1.999. Beyoncltlrc Crisis, DeaelopmentStrategiesin Asia.
76. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional, Bab IX
Pembangunan Daerah.
17. UN Economic and Social Commision for Asia and the Pacific (ESCAP),2001. Reducing Disparities : Balanced
Development od Urban and Rural Areas and Regions within the countries of Asia and The Pacific, New York :
United Nations.
18. Usman, Sunyoto, Hastu P dan Bayu Krisna M. Diskusi Terbatas Strategi Pembembangan Perdesaan Bappenas,2T
Agustus 2002.s
1.9. Uphoff, N., 1986. Local Institutional Development. An Analytical Sourcebook With Cases. Kumarian Press, Con-
necticut.USA.
3 0 - P"r.n".n"an Pembangunan
l{o. 3 V April- Juni2003