Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Sejarah Revolusi Hijau

Sejarah Revolusi Hijau diperkenalkan pertama kali oleh William Gaud pada 1968. Mantan Direktur
USAID, lembaga donor milik pemerintah Amerika Serikat ini, membandingkan masifnya perubahan di
bidang pertanian itu dengan Revolusi Merah di Soviet dan Revolusi Putih di Iran, dua perubahan
besar secara politik di dua negara musuh bebuyutan Amerika Serikat itu.

Perubahan yang oleh Gaud disebut revolusi itu dimulai dari Meksiko. Negara di Amerika Latin ini
mengubah sistem pertaniannya secara radikal pada 1945. Salah satu alasannya adalah karena
berbanding terbaliknya pertambahan jumlah penduduk dengan kapasitas produksi gandum.
Penduduk terus bertambah sementara produksi gandum terus berkurang. Mereka pun menggenjot
pertaniannya melalui riset, penyuluhan, dan pembangunan infrastruktur yang didanai beberapa
lembaga besar lainnya. Hasilnya, dari semula mengimpor gandum pada 1943, negara ini bisa
memenuhi kebutuhan gandumnya pada 1956. Delapan tahun kemudian, Meksiko bahkan sudah
mengekspor gandum ke negara lain.

Karena perubahan itu dianggap berhasil maka beberapa lembaga besar kemudian membawa
teknologi yang sama ke berbagai dunia. Kalau di Meksiko mereka fokus pada gandum, maka di
belahan dunia lain mereka fokus pada padi. Salah satunya dengan mendirikan International Rice
ResearchInstitute (IRRI) di Los Banos, Filipina. Dari pusat riset padi ini lahir padi varietas baru
bernama International Rice (IR) seperti IR 64 dan IR 36 yang disebar ke dunia, termasuk Indonesia.
Produk mereka inilah yang menjangkau hampir separuh penduduk dunia dan kemudian
menggantikan padi lokal, termasuk di Indonesia.

IRRI yang mempunyai kantor perwakilan di 14 negara mulai bekerjasama dengan Indonesia pada
tahun 1972, melalui Balai Litbang Pertanian Departemen Pertanian (Deptan). Deptan yang
seharusnya jadi kepanjangan tangan pemerintah ternyata kemudian hanya jadi kepanjangan tangan
korporasi dan lembaga internasional.

B.     Latar Belakang

Latar belakang munculnya revolusi Hijau adalah karena munculnya masalah kemiskinan yang
disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat pesat tidak sebanding dengan
peningkatan produksi pangan. Sehingga dilakukan pengontrolan jumlah kelahiran dan meningkatkan
usaha pencarian dan penelitian binit unggul dalam bidang Pertanian. Upaya ini terjadi didasarkan
pada penelitian yang dilakukan oleh Thomas Robert Malthus.

Konsep Revolusi Hijau yang di Indonesia dikenal sebagai gerakan Bimas (bimbingan masyarakat)
adalah program nasional untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya swasembada beras.
Tujuan tersebut dilatarbelakangi mitos bahwa beras adalah komoditas strategis baik ditinjau dari
segi ekonomi, politik dan sosial. Gerakan Bimas berintikan tiga komponen pokok, yaitu penggunaan
teknologi yang sering disabut Panca Usaha Tani, penerapan kebijakan harga sarana dan hasil
reproduksi serta adanya dukungan kredit dan infrastruktur. Gerakan ini berhasil menghantarkan
Indonesia pada swasembada beras. Gerakan Revolusi Hijau yang dijalankan di negara – negara
berkembang dan Indonesia dijalankan sejak rejim Orde Baru berkuasa.

Revolusi hijau mendasarkan diri pada empat pilar penting: penyediaan air melalui sistem irigasi,
pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan
organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui
penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan berlipat ganda
dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada tempat-tempat tertentu,
suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi.

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Revolusi Hijau

Revolusi Hijau adalah sebutan tidak resmi yang dipakai untuk menggambarkan perubahan
fundamental dalam pemakaian teknologi budidaya pertanian yang dimulai pada tahun 1950-an
hingga 1980-an di banyak negara berkembang, terutama di Asia. Hasil yang nyata adalah tercapainya
swasembada (kecukupan penyediaan) sejumlah bahan pangan di beberapa negara yang sebelumnya
selalu kekurangan persediaan pangan (pokok), seperti India, Bangladesh, Tiongkok, Vietnam,
Thailand, serta Indonesia. Norman Borlaug, penerima penghargaan Nobel Perdamaian 1970, adalah
orang yang dipandang sebagai konseptor utama gerakan ini.

B.     Perkembangan Revolusi Hijau, Teknologi Dan Industrialisasi

Kebijakan modernisasi pertanian pada masa Orde baru dikenal dengan sebutan Revolusi Hijau.
Revolusi Hijau merupakan perubahan cara bercocok tanam dari cara tradisional ke cara modern.
Revolusi Hijau (Green Revolution) merupakan suatu revolusi produksi biji-bijian dari hasil penemuan-
penemuan ilmiah berupa benih unggul baru dari berbagai varietas, gandum, padi, dan jagung yang
mengakibatkan tingginya hasil panen komoditas tersebut.

Tujuan Revolusi hijau adalah mengubah petani-petani gaya lama (peasant) menjadi petani-petani
gaya baru (farmers), memodernisasikan pertanian gaya lama guna memenuhi industrialisasi
ekonomi nasional. Revolusi hijau ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungan para
petani pada cuaca dan alam karena peningkatan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
peningkatan produksi bahan makanan.

Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menggalakan revolusi hijau ditempuh dengan
cara :

1.      Intensifikasi Pertanian

Intensifikasi Pertanian di Indonesia dikenal dengan nama Panca Usaha Tani yang meliputi :

a.       Pemilihan Bibit Unggul

b.      Pengolahan Tanah yang baik

c.       Pemupukan

d.      Irigasi
e.       Pemberantasan Hama

2.      Ekstensifikasi Pertanian

Ekstensifikasi pertanian, yaitu Memperluas lahan tanah yang dapat ditanami dengan pembukaan
lahan-lahan baru (misal mengubah lahan tandus menjadi lahan yang dapat ditanami, membuka
hutan, dsb).

3.      Diversifikasi Pertanian

Usaha penganekaragaman jenis tanaman pada suatu lahan pertanian melalui sistem tumpang sari.
Usaha ini menguntungkan karena dapat mencegah kegagalan panen pokok, memperluas sumber
devisa, mencegah penurunan pendapatan para petani.

4.      Rehabilitasi Pertanian

Merupakan usaha pemulihan produktivitas sumber daya pertanian yang kritis, yang membahayakan
kondisi lingkungan, serta daerah rawan dengan maksud untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
di daerah tersebut. Usaha pertanian tersebut akan menghasilkan bahan makanan dan sekaligus
sebagai stabilisator lingkungan.

C.     Pelaksanaan Penerapan Revolusi Hijau

Pemerintah memberikan penyuluhan dan bimbingan kepada petani. Kegiatan pemasaran hasil
produksi pertanian berjalan lancar sering perkembangan teknologi dan komunikasi. Tumbuhan yang
ditanam terspesialisasi atau yang dikenal dengan monokultur, yaitu menanami lahan dengan satu
jenis tumbuhan saja. Pengembangan teknik kultur jaringan untuk memperoleh bibit unggul yang
diharapkan yang tahan terhadap serangan penyakit dan hanya cocok ditanam di lahan tertentu.

         Petani menggunakan bibit padi hasil pengembagan Institut Penelitian Padi Internasional
(IRRI=International Rice ResearchInstitute) yang bekerjasama dengan pemerintah, bibit padi unggul
tersebut lebih dikenal dengan bibit IR.

         Pola pertanian berubah dari pola subsistensi menjadi pola kapital dan komersialisasi.

         Negara membuka investasi melalui pembangunan irigasi modern dan pembagunan industri
pupuk nasional.

         Pemerintah mendirikan koperasi-koperasi yang dikenal dengan KUD (Koperasi Unit Desa).

Di Indonesia, penggunaan pupuk dan pestisida kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah
proyek ambisius Orde Baru untuk memacu hasil produksi pertanian dengan menggunakan teknologi
modern, yang dimulai sejak tahun 1970-an. Memang Revolusi Hijau telah menjawab satu tantangan
ketersediaan kebutuhan pangan dunia yang terus meningkat. Namun keberhasilan itu bukan tanpa
dampak dan efek samping yang jika tanpa pengendalian, dalam jangka panjang justru mengancam
kehidupan dunia pertanian.
Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah
mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan
lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat menikmati swasembada beras. Namun pada dekade 1990-
an, petani mulai kelimpungan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot,
ketergantungan pemakaian pupuk yang semakin meningkat dan pestisida tidak manjur lagi, dan
harga gabah dikontrol pemerintah.

Bahan kimia sintetik yang digunakan dalam pertanian, pupuk misalnya telah merusak struktur, kimia
dan biologi tanah. Bahan pestisida diyakini telah merusak ekosistem dan habitat beberapa binatang
yang justru menguntungkan petani sebagai predator hama tertentu. Disamping itu pestisida telah
menyebabkan imunitas pada beberapa hama. Lebih lanjut resiko kerusakan ekologi menjadi tak
terhindarkan dan terjadinya penurunan produksi membuat ongkos produksi pertanian cenderung
meningkat. Akhirnya terjadi inefisensi produksi dan melemahkan kegairahan bertani. Revolusi hijau
memang pernah meningkatkan produksi gabah. Namun berakibat:

a)      Berbagai organisme penyubur tanah musnah

b)      Kesuburan tanah merosot / tandus

c)      Tanah mengandung residu (endapan pestisida)

d)     Hasil pertanian mengandung residu pestisida

e)      Keseimbangan ekosistem rusak

f)       Terjadi peledakan serangan dan jumlah hama.

Revolusi Hijau bahkan telah mengubah secara drastis hakekat petani. Dalam sejarah peradaban
manusia, petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Petani merupakan komunitas mandiri. Namun dalam
revolusi hijau, petani tidak boleh mem-biakkan benih sendiri. Bibit yang telah disediakan merupakan
hasil rekayasa genetika, dan sangat tergantung pada pupuk dan pestisida kimia —yang membuat
banyak petani terlilit hutang.

Akibat terlalu menjagokan bibit padi unggul, sekitar 1.500 varietas padi lokal telah punah dalam 15
tahun terakhir ini. Meskipun dalam Undang-Undang No. 12/1992 telah disebutkan bahwa “petani
memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudi-dayaannya”, tetapi ayat
tersebut dimentahkan lagi oleh ayat berikutnya, yakni “petani berkewajiban berperan serta dalam
mewujudkan rencana pengembangan dan produksi budidaya tanam” (program pemerintah). Dengan
begitu, kebebasan petani tetap dikebiri oleh rezim pemerintah. Dapat dipastikan bahwa Revolusi
Hijau hanya menguntungkan para produsen pupuk, pestisida, benih, serta petani bermodal kuat.

Revolusi Hijau memang membuat hasil produksi pertanian meningkat, yang dijadikan tolak ukur
sebagai salah satu keberhasilan Orde Baru. Namun, di balik itu semua, ada penderitaan kaum petani.
Belum lagi kerusakan sistem ekologi pertanian yang kerugiannya tidak dapat dinilai dengan uang.
Mitos akan kehebatan Revolusi Hijau lahir karena ditopang oleh teknologi yang dikembangkan dari
sistem ilmu pengetahuan modern, mulai dari genetika sampai kimia terapan. Pantas jika
MasanobuFukuoka, pelopor pertanian alami di Jepang, pernah berkata: “Peranan ilmuwan dalam
masyarakat itu analog dengan peranan diskriminasi di dalam pikiran-pikiran Anda sendiri.”. Telah
terbukti bahwa penerapan Revolusi Hijau di Indonesia memberi dampak negatif pada lingkungan
karena penggunaan pestisida dan pupuk kimia.
Dan Revolusi Hijau di Indonesia tidak selalu mensejahterakan petani padi salah satu masalah yang
dihadapi oleh pemerintah Orde Baru adalah produksi pangan yang tidak seimbang dengan
kepadatan penduduk yang terus meningkat. Oleh karena itu pemerintah Orde Baru memasukkan
Revolusi Hijau dalam program Pelita. Revolusi Hijau ini dilaksanakan secara nasional.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Hasil dari suatu metode tentunya mempunyai dampak positif dan negatif, begitu juga dengan
Revolusi hijau berikut ini merupakan dampak positif dan negatif dari revolusi hijau.

Dampak positif revolusi hijau:

Produksi padi dan gandum meningkat sehingga pemenuhan pangan (karbohidrat) meningkat. Salah
satu contohnya bagi bangsa indonesia sendiri adalah Indonesia yang tadinya pengimpor beras
menjadi mampu swasembada beras.

Dampak Negatif Revolusi Hijau antara lain :

         Penurunan produksi protein, dikarenakan pengembangan serealia (sebagai sumber


karbohidrat) tidak diimbangi pengembangan pangan sumber protein dan lahan peternakan diubah
menjadi sawah.

         Penurunan keanekaragaman hayati.

         Penggunaan pupuk terus menerus menyebabkan ketergantungan tanaman pada pupuk.


Penggunaan peptisida menyebabkan munculnya hama strain baru yang resisten.

Revolusi hijau juga mendapatkan kritik dari pihak pihak yang mempunyai kesadaran akan kelestarian
lingkungan karena telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah. Oleh mereka yang
mendukung revolusi industri, mereka menyebutkan bahwa kerusakan tersebut bukan karena
revolusi industri tapi karena akses dalam penggunaan teknologi yang tidak memandang kaidah-
kaidah yang sudah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

http://army-as.web.id/2010/11/makalah-revolusi-hijau/

http://ridwanaz.com/umum/biologi/revolusi-hijau-pengertian-revolusi-hijau- dan-dampak-nya/

http://arifpemimpi.blogspot.com/2011/10/info-revolusi-hijau-sejarah.html

http://kampus.okezone.com/read/2011/03/11/95/433941/bacteri-sakazakii- dan-inkonsistensi-
intelektual-kita
http://blog.ub.ac.id/hierra/2011/05/13/revolusi-hijau-2/

Anda mungkin juga menyukai