Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nadiyah Shofwah Kusumaningati

Kelas / NIM : A (S1 Transfer Akuntansi) / F1319044


Mata Kuliah : Ekonomi Islam

RANGKUMAN MATERI KULIAH


INSTITUSI KEUANGAN SYARIAH NON BANK

Institusi keuangan syariah non bank adalah bidang kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas
di industri asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya,
yang dalam pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Secara umum,
kegiatannya memang tidak memiliki perbedaan dengan institusi keuangan konvensional. Namun
terdapat beberapa karakteristik khusus, dengan produk dan mekanisme transaksi yang
berdasarkan prinsip syariah.
A. PASAR MODAL SYARIAH
Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah
kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan
Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan Efek. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan
dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal
Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. Penerapan prinsip syariah di pasar modal tentunya bersumberkan pada Al Quran dan
Hadits. Beberapa peraturan khusus terkait dengan Pasar Modal Syariah adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efeek Syariah
2. Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
3. Peraturan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek
Syariah
Produk Pasar Modal Syariah
Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah disebutkan bahwa
Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya
yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi landasan pelaksanaannya tidak bertentangan
dengan prinsip - prinsip syariah di Pasar Modal. Sampai dengan saat ini, Efek Syariah yang telah
diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk dan Unit Penyertaan dari
Reksa Dana Syariah.
1. Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan dan dengan
bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari
usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian hasil usaha ini
merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Prinsip syariah
mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau syirkah. Suatu saham dapat
dikategorikan sebagai saham syariah jika saham tersebut diterbitkan oleh:
a. Emiten atau Perusahaan Publik yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya
bahwa kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-
prinsip syariah.
b. Emiten atau Perusahaan Publik yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa
kegiatan usaha Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip
syariah, namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Kegiatan usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
 perjudian dan permainan yang tergolong judi;
 perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
 perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
 bank berbasis bunga;
 perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
 jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian(gharar) dan/atau
judi (maisir), antara lain asuransi konvensional;
 memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau
menyediakan barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa
haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI;
dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat;
 melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
2) Rasio total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%, dan
3) Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
2. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi
syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi merupakan bentuk jamak dari kata "sakk"
dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara itu,
Berdasarkan Peraturan Nomor IX.A.13 Sukuk didefinisikan sebagai Efek Syariah berupa
sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu
(tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu'/undivided share) atas:
a. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
b. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah ada maupun
yang akan ada;
c. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d. aset proyek tertentu (maujudat masyru' muayyan); dan atau
e. kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath ististmarin khashah)
Karakteristik Sukuk
Sebagai salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan
obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan bersama atas
suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai aset yang dijadikan dasar
penerbitan (underlying asset). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek
yang spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang halal.
Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau marjin, sesuai dengan
jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
3. Reksa Dana Syariah
Dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan
sebagai reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya
yang pengelolaannya tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah di Pasar Modal.
Reksa Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang
tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka.
Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang
memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki
waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Sebagai salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang
berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak pada
pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan proses manajemen
portofolio, screeninng (penyaringan), dan cleansing (pembersihan).
Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang
keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
a. Risiko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
b. Risiko Likuiditas
c. Risiko Wanprestasi
d. Risiko politik dan ekonomi
B. ASURANSI SYARIAH
Menurut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Asuransi Syariah
adalah suatu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak
melalui investasi dalam bentuk aset (dana tabarru) yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko tertentu melalui akad atau perjanjian ikatan yang sesuai dengan syariah islam.
Jadi, dalam hal ini perusahaan asuransi syariah bertanggung jawab untuk mengelola dana tabarru
tersebut.
Dalam praktek atau menjalankan kegiatannya, perusahaan asuransi syariah akan
menggunakan prinsip syariah atau prinsip yang sesuai dengan aturan islam yakni prinsip tolong
menolong. Hal ini tentu berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional yang menerapkan
kontrak jual beli.
Sama seperti asuransi konvensional, asuransi syariah juga memiliki banyak jenis produk
seperti asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi kendaraan dan lain
sebagainya.
Keunggulan Asuransi Syariah
1. Pengelolaan dana menggunakan prinsip syariah Islami
Hal ini menjadi salah satu perbedaan yang cukup signifikan antara asuransi konvensional
dan asuransi syariah dimana pengelolaan dana oleh perusahaan asuransi syariah harus
memenuhi prinsip-prinsip syariah. Sebagai contoh, dana tersebut tidak dapat diinvestasikan
pada saham dari emiten yang memiliki kegiatan usaha perdagangan/jasa yang dilarang
menurut prinsip syariah, termasuk perjudian atau kegiatan produksi dan distribusi barang
dan jasa haram berdasarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
2. Transparansi pengelolaan dana pemegang polis
Pengelolaan dana oleh perusahaan asuransi syariah dilakukan secara transparan, baik terkait
penggunaan kontribusi dan surplus underwriting maupun pembagian hasil investasi.
Pengelolaan dana tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan keuntungan bagi pemegang
polis secara kolektif maupun secara individu.
3. Pembagian keuntungan hasil investasi
Hasil investasi yang diperoleh dapat dibagi antara pemegang polis (peserta), baik secara
kolektif dan/atau individu, dan perusahaan asuransi syariah, sesuai dengan akad yang
digunakan. Hal ini berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional yang hasil
investasinya merupakan milik perusahaan asuransi, kecuali untuk produk asuransi yang
dikaitkan dengan investasi.
4. Kepemilikan dana
Pada asuransi konvensional, seluruh premi yang masuk adalah menjadi hak milik
perusahaan asuransi, kecuali premi pada produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi
yang terdapat bagian dari premi yang dialokasikan untuk membentuk investasi/tabungan
pemegang polis. Sedangkan di asuransi syariah, kontribusi (premi) tersebut sebagian
menjadi milik perusahaan asuransi syariah sebagai pengelola dana dan sebagian lagi menjadi
milik pemegang polis secara kolektif atau individual.
5. Tidak berlaku sistem ‘dana hangus’
Dana kontribusi (premi) yang disetorkan sebagai tabarru’ dalam asuransi syariah tidak
hangus meskipun tidak terjadi klaim selama masa perlindungan. Dana yang telah dibayarkan
oleh pemegang polis tersebut akan tetap diakumulasikan di dalam dana tabarru’ yang
merupakan milik pemegang polis (peserta) secara kolektif.
6. Adanya alokasi dan distribusi surplus underwriting
Dalam sektor asuransi syariah, dikenal istilah surplus underwriting yaitu selisih lebih dari
total kontribusi pemegang polis ke dalam dana tabarru' setelah ditambah recovery klaim dari
reasuransi dikurangi pembayaran santunan/klaim, kontribusi reasuransi, dan penyisihan
teknis, dalam satu periode tertentu. Pada asuransi konvensional, seluruh surplus
underwriting ini menjadi milik perusahaan asuransi sepenuhnya namun dalam asuransi
syariah surplus underwriting tersebut dapat dibagikan ke dana tabarru’, pemegang polis
yang memenuhi kriteria, dan perusahaan asuransi sesuai dengan persentase yang ditetapkan
di dalam polis.

C. PEGADAIAN SYARIAH
Pegadaian syariah merupakan sistem menjamin utang dengan barang yang dimiliki yang
mana memungkinkan untuk dapat dibayar dengan uang atau hasil penjualannya. Pegadaian
syariah bisa pula diartikan dengan menahan suatu barang milik penjamin sebagai jaminan atas
sejumlah pinjaman yang diberikan. Tentunya barang penjamin harus mempunyai nilai ekonomis
dan pihak penjamin mendapat jaminan bisa mengambil seluruh ataupun sebagian piutangnya
kembali.
Sistem implementasi pegadaian syariah menyalurkan sejumlah uang pinjaman dengan
jaminan barang. Prosedurnya cukup sederhana. Masyarakat yang ingin menggadai barang yang
dimiliki hanya perlu menunjukkan identitas diri dan barang yang digunakan sebagai jaminan
untuk meminjam uang. Selanjutnya, uang pinjaman akan diberikan dalam waktu relatif singkat.
Sementara untuk melunasi pinjaman masyarakat hanya diharuskan menyerahkan uang kembali
beserta surat bukti pegadaian syariah saja. Prosesnya singkat tidak memakan waktu lama.
Teknik Transaksi Pegadaian Syariah
1. Akad Rahn
Akad rahn menjadi awal berlakunya proses penahanan barang milik peminjam sebagai
jaminan dari uang yang diterima. Karenanya, dengan akad ini pihak pegadaian memiliki hak
menahan barang jaminan untuk uang nasabah. Adapun orang yang menggadaikan disebut
rahin, sedangkan orang yang menerima gadai disebut murtahin. Barang yang digadaikan
disebut marhun dan utang yang diberikan disebut marhun bih.
Dalam hal ini ada syarat atau rukun terkait pelaku dan obyek gadaian yang mesti
dipenuhi. Pelaku harus baligh dan cakap hukum sedangkan obyek yang digadai mesti
memiliki nilai ekonomis, bisa dijual dengan nilai seimbang, bisa dimanfaatkan, jelas, dapat
ditentukan secara spesifik, dan tidak terkait dengan hak kepemilikan orang lain. Demikian
pula dengan marhun bih yang diberikan mesti jelas dengan jatuh tempo yang juga jelas.
2. Akad Ijarah
Ijarah merupakan akad pemindahan hak guna untuk barang dan jasa melalui
pembayaran upah sewa. Hanya saja tidak disertai dengan pemindahan kepemilikan barang
yang dimaksud. Untuk akad ijarah ini terdapat beberapa rukun seperti orang yang berakad
seperti rahin dan murtahin, ada ijab qabul, marhun, dan marhun bih.
Mekanisme pegadaian syariah (Rahn) cukup mudah dipahami. Adapun melalui akad
rahn nasabah memberikan barang jaminan dan selanjutnya pihak pegadaian akan
menyimpan barang jaminan di tempat yang sudah disediakan. Dalam hal ini, pihak
pegadaian dibenarkan untuk mengenakan biaya sewa kepada pihak nasabah dengan jumlah
sesuai kesepakatan bersama sehingga pihak pegadaian mendapatkan keuntungan dari bea
sewa tempat dan bukan bunga dari besar uang yang dipinjamkan.
Di pegadaian syariah ini, semakin besar nilai taksiran barang, maka akan semakin besar
pula pinjaman yang bisa didapat. Jenis-jenis barang berharga yang diterima sebagai jaminan
pegadaian syariah diantaranya perhiasan, kendaraan bermotor, barang elektronik, mesin, dan
barang keperluan rumah tangga seperti barang tekstil atau barang pecah belah. Adapun bila
nasabah ternyata tidak bisa mengembalikan pinjaman, maka barang jaminan kelak akan
dilelang sebagai pengganti.
Mekanisme pegadaian syariah ini dirasa memberi banyak manfaat dan keuntungan.
Salah satunya, bagi masyarakat yang tengah membutuhkan dana mendesak sekiranya bisa
mendapat kemudahan dengan mekanisme pegadaian syariah (Rahn).

Anda mungkin juga menyukai