FIKIH PUASA
1
Fadhilah Puasa
2
“Bukankah setelah keduanya (dua orang syahid, penj) ada sekian-
sekian shalat, dan ia (orang ketiga) mendapati bulan Ramadhan dan
ia berpuasa di dalamnya. Demi Dzat yang jiwaku berada dalam
kekuasaan-Nya, sesungguhnya antara keduanya pasti lebih jauh dari
pada jarak langit dan bumi.” (HR. Baihaqi dan Ibnu Hibban)
Pengertian Puasa
Puasa adalah menahan diri dari semua hal yang bisa membatalkannya,
sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat khusus.
3
tersebut tidak dihukumi kafir, namun dikhawatirkan akhir hayatnya mati
dalam keadaaan su-ul khatimah. Na’udzubillah…
Hukum-Hukum Puasa
4
dan Rajab), puasa 10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah, dan
sebagainya.
B. Tidak terulang tiap tahun, seperti puasa al ayyam al biidh
(“hari-hari putih”, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 pada tiap bulan
hijriyyah), dan puasa al ayyam as suud (“hari-hari hitam”, yaitu
tanggal 28, 29, dan 30 pada tiap bulan hijriyyah).
C. Terulang tiap minggu, seperti puasa hari Senin dan Kamis.
Catatan:
- Puasa sunnah yang paling afdhal adalah puasa Nabi Dawud,
yaitu satu hari puasa satu hari tidak.
3. Makruh, seperti puasa hari Jum’at saja, atau Sabtu saja, atau Ahad
saja. Tidak makruh, jika digabung dengan yang lain, misalnya Jum’at
dengan Sabtu, atau Sabtu dengan Ahad, atau 3 hari berturut-turut
(Jum’at, Sabtu, dan Ahad). Makruh juga puasa tiap hari sepanjang
tahun (puasa dahr) bagi orang yang khawatir puasa tersebut dapat
membahayakan dirinya.
Catatan:
- Kapankah boleh berpuasa pada hari syak (30 Syakban) atau pada
separuh terakhir bulan Syakban?
5
3. Jika separuh terakhir pada bulan tersebut sambung dengan hari
sebelumnya, contohnya, seseorang berpuasa pada tanggal 15
Syakban, maka boleh baginya puasa tanggal 16. Jika boleh puasa
tanggal 16, maka boleh baginya puasa tanggal 17, dan seterusnya
sampai akhir bulan. Namun jika terputus dengan tidak puasa 1 hari,
misalnya tanggal 18 Syakban kemudian dia tidak berpuasa, maka
tanggal 19 dan seterusnya dia tidak boleh berpuasa lagi.
6
Syarat Wajib Puasa
Artinya, jika sudah terpenuhi 5 (lima) syarat ini, seseorang wajib berpuasa,
yaitu:
1. Islam
Dengan demikian, orang kafir tidak dituntut di dunia untuk
berpuasa. Adapun orang murtad, dia wajib meng-qadla puasa yang
ditinggalkan saat dia murtad, jika dia sudah kembali lagi masuk
Islam.
2. Mukallaf
Yaitu baligh dan berakal. Adapun anak kecil, wajib bagi walinya
(orang tua, kakek, dan sebagainya) untuk menyuruhnya berpuasa
saat dia berumur 7 tahun. Jika sudah berumur 10 tahun tidak mau
berpuasa, sang wali wajib memukulnya jika hal tersebut
memungkinkan.
3. Mampu
Baik secara indrawi maupun syar’i. Mampu secara indrawi
maksudnya bukan orang yang sakit parah, atau sulit sembuh, atau
sangat tua. Mampu secara syar’i, artinya bukan orang yang sedang
haid atau nifas.
Allah berfirman:
184 البقرة.سفَرْ فَ ِعدَّةْ ِمنْ أَيَّامْ أ ُ َخ َْر َ ْأَيَّا ًما َمعدُودَاتْ فَ َمنْ كَانَْ ِمنكُمْ َم ِريضًا أَو
َ علَى
“(Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara
kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-
hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
4. Sehat
Karena itu orang yang sakit tidak wajib berpuasa.
Ukuran sakit yang menjadikannya boleh tidak berpuasa: sekira jika tetap
berpuasa, dikhawatirkan sakitnya tambah parah, atau sembuhnya menjadi
lama. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra:
ُ َان أَنْ ي
رواه البخاري. فَلْيُط ِع َما َمكَانَْ ُك ِ ّْل يَومْ ِمس ِكين:صو َما ِْ َخ ال َك ِبي ُْر َوال َمرأ َ ْةُ ال َك ِبي َر ْةُ ّْلَ يَست َ ِطيع
ُْ ُه َْو الشَّي
“Dia (orang yang membayar fidyah, penj) adalah orang laki-laki atau
perempuan lanjut usia, keduanya tidak mampu berpuasa, maka keduanya
memberi makan (untuk) setiap harinya satu orang miskin.” (HR. Bukhari)
5. Muqim
Dengan demikian, puasa tidak wajib bagi orang yang sedang
bepergian jauh (minimal 82 KM) dan perjalanannya merupakan
7
perjalanan yang mubah/boleh, bukan untuk maksiat. Disyaratkan
pula, dia berangkat sebelum terbitnya fajar. Dalilnya adalah Surat al-
Baqarah ayat 184 di atas.
Hukum yang afdhal bagi musafir adalah tetap berpuasa, jika tidak
membahayakan dirinya. Jika membahayakan, maka diutamakan
untuk tidak berpuasa.
Rukun-Rukun Berpuasa
ْسنَ ِة
َّ انْ َه ِذ ِْه ال
َ ضَ ض شَه ِرْ َر َم ِ غدْ عَنْ أَد
ْ ِ َاءْ فَر َ ْصو َم َ ُْنَ َويت
.للِ تَعَالَى
ْ ضاً فَر
8
“Nawaitu shauma ghadin ‘an adaa-i fardli syahri Ramadlaana
haadzihis sanati fardlan lillaahi ta’aala” (saya niat berpuasa besok
untuk menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah
Ta’ala).
Catatan:
Dalam kasus yang bagaimanakah, sah puasa sunnah dengan niat yang
dilakukan setelah terbitnya fajar, meskipun telah melakukan hal yang
dapat membatalkan puasa (telah makan, atau minum, dan sebagainya)?
9
ْط اَلَس َو ِد ُْ َط اَلَبي
ِْ ض ِمنَْ ال َخي ُْ ّللاُ لَكُمْ َو ُكلُوا َواش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَْ لَ ُك ُْم ال َخي
َّْ بَْ َ ش ُرو ُهنَّْ َوابتَغُوا َما َكت ِ فَاْلنَْ بَا
.187 البقرة.ص َيا َْم ِإ َلى اللَّي ِْل ّ ِ ِمنَْ الفَج ِْر ث ُ َّْم أ َ ِتموا ال
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan
Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Namun tidak batal jika hal-hal itu dilakukan karena lupa, atau dipaksa,
atau karena tidak tahu, yang ketidaktahuannya karena udzur.
Wajib Puasa Ramadhan setelah didapati salah satu dari 5 (lima) hal. Dua
hal bersifat umum, dan tiga hal bersifat khusus.
10
Nawawi. Sedang menurut Imam Rafi’i, wajib atas penduduk yang berada di
wilayah tersebut dan juga penduduk yang berada sampai sepanjang jarak
qashar (82 Km).
Menurut Imam Ramli, dia boleh tidak berpuasa, namun dengan cara
yang tidak ditampak-tampakkan di depan umum. Sedang menurut
Imam Ibnu Hajar, dia tetap wajib berpuasa.
2. Jika seseorang melakukan perjalanan, berangkat dari daerahnya di
akhir bulan Syakban dan dia dalam keadaan tidak berpuasa karena di
daerahnya hilal belum terlihat. Setelah sampai di daerah tujuan, dia
mendapati penduduk daerah tersebut sedang berpuasa karena di
wilayah tersebut hilal telah terlihat, bagaimanakah hukumnya? Atau
sebaliknya, dia bepergian dalam keadaan berpuasa karena di
daerahnya hilal telah terlihat, kemudian di daerah tujuan,
penduduknya belum berpuasa, bagaimanakah hukumnya?
11
mendapati mereka belum berpuasa, menurut Imam Ramli dia
membatalkan puasanya. Sedang menurut Imam Ibnu Hajar, dia tidak
boleh membatalkan puasanya, karena puasanya tersebut dibangun
atas keyakinan terlihatnya hilal, maka dia tidak boleh melanggar
keyakinannya tersebut.
Dalam dua contoh kasus di atas, menurut pendapat terkuat, dia wajib
mengikuti apa yang dilakukan oleh penduduk daerah tersebut, karena
saat itu dia menjadi bagian penduduk daerah tersebut.
12
س ُحو ِر؟ ِ َ كَمْ كَانَْ بَينَْ اَلَذ:ُْصالَ ِْة قُلت
َّ انْ َوال َّ سلَّ َْم ث ُ َّْم قَا َْم إِلَى ال
َ علَي ِهْ َو ْ صلَّى
َ ُهللا ّْ ِس َّحرنَا َم َْع النَّب
َ ِي َ َ ْت
متفق عليه. قَدر َخمسِينَْ آيَة:قَا َْل
“Kami sahur bersama Nabi saw kemudian beliau berdiri untuk shalat.
Aku (perawi) bertanya, ‘Berapakah waktu itu jarak antara adzan dan
sahur? Zaid menjawab, ‘Seukuran (membaca) 50 ayat (al-Qur’an).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
4. Berbuka dengan ruthab (kurma muda), jika tidak ada maka dengan
kurma, jika tidak ada maka dengan air zamzam, jika tidak ada maka
dengan air biasa, jika tidak ada maka dengan makanan manis yang
masak tanpa menggunakan api (seperti madu atau kismis), jika tidak
ada maka makanan manis yang masak dengan api. Diriwayatkan
bahwa Nabi saw:
صحيح.اء َ ي فَ ِإنْ لَمْ تَكُنْ فَعَلَى ت َ َم َراتْ فَ ِإنْ لَمْ تَكُنْ َحسا َح
ِْ س َواتْ ِمنَْ ال َم َ ُعلَى ُر َطبَاتْ قَب َْل أَنْ ي
َْ ّص ِل َ طر
ُْ يف
أبي داود
“Berbuka dengan beberapa ruthab (kurma basah) sebelum shalat.
Jika tida ada ruthab, beliau berbuka dengan tamr (kurma kering).
Jika tidak ada maka beliau berbuka dengan air.” (Shahih Abu
Dawud)
5. Berdoa saat berbuka, lafadz yang terpendek adalah: “Allahumma
laka shumtu, wa bika aamantu, wa ‘ala rizqika afthartu”.
Selain teks doa di atas, terdapat riwayat lain tentang doa Rasulullah.
Disebutkan bahwa Nabi saw jika berbuka, membaca doa:
13
8. Mandi di malam hari setiap ba’da Maghrib di bulan Ramadhan,
supaya lebih giat untuk qiyamul lail (tarawih, tadarrus, dan lain-
lain).
9. Melaksanakan shalat Tarawih selama bulan Ramadhan.
متفق عليه.سابْا ً ُغ ِف َْر لَ ْهُ َما تَقَ َّد َْم ِمنْ ذَنبِ ِْه
َ َِمنْ قَا َْم َر َمضَانَْ إِي َمانْا ً َواحت
“Barangsiapa menghidupkan (malam Ramadhan) karena iman dan
mengharap (ridha Allah), maka akan diampuni baginya dosa yang telah
lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Senantiasa melaksanakan shalat Witir. Shalat Witir pada bulan
Ramadhan mempunyai kekhususan hukum yaitu:
a. Disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjama’ah.
b. Disunnahkan bagi imam untuk memperkeras bacaan.
c. Disunnahkan untuk membaca qunut pada separuh kedua
bulan Ramadhan.
11. Memperbanyak bacaan Al-Qur’an.
ْاس ِبال َخي ِرْ َوأَج َو َْد َما يَكُونُْ فِي َر َمضَانَْ ِحينَْ يَلقَاهُْ ِجب ِري ُل
ْ ِ َّسلَّ َمْ أَج َو َْد الن
َ علَي ِْه َو ْ صلَّى
َ ُهللا َ ْكَانَْ النَّ ِبي
رواه البخاري.َْض َعلَي ِْه القُرآن ُْ َويُع ِر
“Rasulullah adalah orang yang paling baik dalam melakukan kebaikan dan
paling baik dalam Ramadhan saat ditemui oleh Jibril dan ia membacakan
al-Qur’an kepada Nabi.” (HR. Bukhari)
12. Memperbanyak melakukan kesunnahan-kesunnahan, seperti
shalat Rawatib, shalat Dhuha, shalat Tasbih, dan sebagainya.
13. Memperbanyak amal-amal shalih, seperti shadaqah, shilaturrahmi,
menghadiri majlis taklim/pengajian, i’tikaf, umrah, menjaga hati dan
anggota tubuh dari perbuatan maksiat, memperbanyak doa, dan
sebagainya.
14. Lebih meningkatkan semangat ibadah pada 10 hari terakhir,
mengejar lailatul qadar pada malam-malam tersebut, terutama pada
tanggal-tanggal ganjilnya. Diriwayatkan dari Aisyah ra:
َ ظ أَه َل ْهُ َو
متفق.ش َّْد ال َمئ َز َْر ِ سلَّ َْم كَانَْ إِذَْا َد َخ َْل العَش َْر اَل َ َو
َْ اخ َْر أَحيَا اللَّي َْل َوأَي َق َ علَي ِْه َو َ ْأَنَّْ النَّ ِب َّي
ْ صلَّى
َ ُهللا
عليه
“Bahwa Nabi saw jika memasuki 10 hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau
menghidupkan malam, membangunkan istri beliau, dan meninggalkan
hubungan suami istri (untuk dipergunakan ibadah). (HR. Bukhari dan
Muslim)
15. Lebih memperbanyak dalam menafkahi keluarganya.
16. Meninggalkan banyak bergurau, terutama yang mengandung
ejekan. Jika diejek oleh seseorang, harus segera ingat bahwa dirinya
sedang berpuasa.
َ فَ ِإنْ ا ُم ُرؤْ شَات َ َم ْهُ أَوْ قَاتَلَ ْهُ فَليَقُلْ إِ ِنّي
َ صائِمْ إِ ِنّي
رواه مسلم.ْصائِم
14
“Jika seseorang menghina atau menengkarinya, maka hendaknya orang
yang berpuasa itu mengatakan. ‘Sesungguhnya aku berpuasa,
sesungguhnya aku berpuasa.” (HR. Muslim)
Demikian pula dengan hukum donor darah. Hukumnya boleh, kecuali bila
dapat menyebabkan tubuh menjadi lemah.
4. Membuang (Jawa: nglepeh) air dari mulut saat berbuka, karena bisa
menghilangkan barakah puasa.
5. Mandi dengan cara berendam, walaupun mandinya merupakan
mandi wajib.
6. Siwak setelah Dzuhur, karena bisa menghilangkan bau mulut.
Menurut Imam Nawawi, hukumnya tidak makruh.
7. Terlalu kenyang saat berbuka atau sahur, dan banyak tidur, serta
melakukan perbuatan yang tidak semestinya. Karena hal tersebut
bisa menghilangkan hikmah puasa.
8. Melakukan keinginan-keinginan yang mubah (boleh), yang biasanya
dilakukan oleh indra penciuman (hidung), indra penglihatan (mata),
indra pendengaran (telinga), dan sebagainya.
15
I. Membatalkan pahala puasa, ada 6 (enam):
1. Ghibah, yaitu menyebutkan sesuatu tentang seseorang ketika
orang tersebut tidak ada, sekiranya dia mendengar, dia akan
merasa tidak suka, walaupun isi pembicaraan itu benar
adanya.
2. Namimah, yaitu menyebarkan berita dengan tujuan terjadinya
fitnah.
3. Bohong.
4. Melihat sesuatu yang diharamkan, atau melihat sesuatu yang
halal namun dengan syahwat.
5. Sumpah palsu.
6. Berkata keji, atau melakukan perbuatan keji.
َْ للِ َحا َجة فِي أَنْ َي َد
رواه البخاري.ُع َط َعا َم ْهُ َوش ََرابَ ْه ْ سَْ َمنْ لَمْ َيدَعْ قَو َْل الزو ِْر َوال َع َم َْل ِب ِْه فَلَي
“Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan keji, maka
tidak ada perlunya bagi Allah, orang itu meninggalkan makanan dan
minumannya.” (HR. Bukhari)
II. Membatalkan puasa, baik membatalkan pahalanya maupun puasa
itu sendiri (karenanya wajib qadla):
1. Murtad, yakni keluar dari Islam, baik dengan niat dalam hati,
perkataan, perbuatan, walaupun perbuatan murtad tersebut
sekejap saja.
2. Haid, nifas, atau melahirkan, walaupun sekejap saja di siang
hari.
3. Gila, walaupun sebentar saja.
4. Pingsan dan mabuk (jika memakan waktu sepanjang siang).
Adapun jika siuman, walaupun sebentar saja, menurut Imam
Ramli sah puasanya. Menurut Ibnu Hajar, batal puasanya jika
mabuknya disengaja, walaupun cuma sebentar.
5. Berhubungan badan, dengan sengaja, tahu bahwa hukumnya
haram, dan tidak dipaksa.
16
3. Wajib di-ta’zir, yaitu menerima hukuman dari
hakim/pemerintah, jika dia tidak bertaubat.
4. Wajib meng-qadla puasanya.
5. Wajib melakukan kaffarah ‘udzma, yaitu salah satu dari 3
hal (secara berurutan, artinya, tidak boleh pindah ke urutan
kedua jika mampu melakukan urutan pertama), yaitu:
a. Membebaskan budak muslim, atau
b. Puasa dua bulan berturut-turut, atau
c. Memberi makanan 60 orang miskin, setiap orang miskin satu
mud.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra,
ْ َهلْ ت َ ِج ُد:سلَّ َمْ فَقَا َْل
َ علَي ِْه َو ْ صلَّى
َ ُهللا َ ِهللا
ْ ْسو َل ُ ار َر َمضَانَْ فاَستَفتَى َر ِْ علَى ام َرأَتِ ِهْ فِي نَ َه ْ أَنَّْ َر ُج
َ ْالً َوقَ َع
رقبه؟
رواه البخاري.ً فَأَط ِعمْ ِس ِت ّينَْ ِمس ِكينْا: قَا َْل.َ ّْل: َهلْ تَست َ ِطي ُْع ِصيَا َْم شَه َري ِن؟ قَا َْل: قَا َْل.َ ّْل:قَا َْل
“Bahwa seorang lelaki berhubungan badan dengan istrinya
pada siang bulan Ramadhan, kemudian ia meminta fatwa
kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda, ‘Apakah engkau
memiliki budak (untuk dimerdekakan)?’ Lelaki itu menjawab,
‘Tidak.’ Nabi bertanya, ‘Apakah engkau mampu berpuasa dua
bulan (berturut-turut)?’ Lelaki itu menjawab, ‘Tidak.’ Nabi lalu
bersabda, ‘Berilah makan 60 orang miskin.” (HR. Bukhari)
Catatan:
- Kaffarah ini wajib atas orang laki-laki, tidak atas wanita, karena
dengan masuknya kemaluan laki-laki, sang wanita sudah menjadi
batal puasanya.
- Kaffarah terulang dengan terulangnya hari. Artinya, jika dia
melakukan hubungan badan tersebut, misalnya, selama dua hari,
maka dia wajib membayar kaffarah dua kali.
17
Beberapa permasalahan penting dalam hal ini:
a. Air ludah tersebut murni, tidak bercampur benda atau materi lain.
b. Air ludah tersebut suci, tidak bercampur benda najis seperti darah.
c. Air ludah tersebut berada di dalam, seperti di mulut atau lidah.
Dengan demikian, jika dia menelan air ludah yang sudah berada di
bagian bibir yang berwarna merah, maka puasanya batal.
18
ada air masuk, batal puasanya, meskipun tidak disengaja, baik
mandi dengan cara menyiramkan air atau menyelam di air.
5. Hukum jika ada air yang tertelan tanpa disengaja saat berkumur
atau memasukkan air ke dalam hidung. Dalam hal ini hukumnya
terperinci:
19
dan melihat itu dia tahu kalau akan mengeluarkan sperma, maka
puasanya batal).
b. Jika keluar karena menyentuh, namun dengan menggunakan
penutup/pembatas.
Catatan:
ْ متفق عليه.صائِمْ َوكَانَْ أَملَ َككُمْ ِ ِإلر ِب ِْه ِ سلَّ َْم يُقَ ِبّ ُْل َويُبَا
َ ش ُْر َو ُه َْو َ علَي ِْه َو ْ صلَّى
َ ُهللا َ ْكَانَْ النَّ ِبي
“Nabi saw mencium dan menyentuh (istrinya) sedangkan beliau dalam
keadaan berpuasa. Dan beliau adalah orang yang paling bisa
mengendalikan syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
20
a. Bagi orang yang tidak berpuasa karena mengkhawatirkan
keselamatan atau kesehatan orang lain, seperti orang hamil
yang menghawatirkan kondisi janinnya, atau wanita
menyusui yang menghawatirkan kondisi bayi yang
disusuinya.
Fidyah adalah satu mud tiap harinya, dari makanan pokok suatu daerah
(beras, gandum, sagu, atau yang lain). Fidyah berulang dengan berulangnya
tahun. Artinya, jika lewat Ramadhan sampai dua kali dia tidak meng-qadla
puasanya, maka tiap hari di mana dia meninggalkan puasa, dia wajib
membayar dua mud, demikian seterusnya.
21
Beberapa kondisi yang tidak membatalkan puasa, walaupun
kemasukan benda lewat lobang yang terbuka dalam tubuh, ada 7,
yaitu:
1. Karena lupa.
2. Karena tidak mengetahui bahwa hal itu dapat membatalkan
puasanya, dan ketidakmengertiannya memang termasuk udzur
(sebagaimana telah dijelaskan).
3. Karena dipaksa (tentang syarat hukum paksaan, telah dijelaskan
dalam Bab Shalat). Rasulullah saw bersabda:
متفق عليه.سقَا ُْه ْ ُصو َم ْهُ فَ ِإنَّ َما أَط َع َم ْه
َ هللاُ َو َْ ِي فَأ َ َك َْل أَوْ ش
َ َرب فَليُتِ ّْم َْ َمنْ نَس
“Barangsiapa lupa, kemudian makan dan minum, maka sempurnakanlah
(teruskan) puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan
minum oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
صحيح ابن ماجة.ض َْع عَنْ أ ُ َّمتِي ال َخ َطْأ َ َوال ِنّسيَانَْ َو َما استُك َر ُهوا َعلَي ِْه
َ هللاَ َو
ْ َّْإِن
“Sesungguhnya Allah tidak menghisab dari umatku: kesalahan, lupa, dan
sesuatu yang dipaksakan padanya.” (Shahih Ibnu Majah)
4. Karena kemasukan melalui aliran ludah yang ada di antara gigi-
giginya.
5. Karena kemasukan debu jalan.
6. Karena kemasukan hamburan ayakan tepung atau sejenisnya.
7. Karena kemasukan lalat yang terbang atau sejenisnya.
Atha’ mengatakan,
ُْ ن ازد ََر َْد ِريق ْهُ ّْلَ أَقُو ُْل يف
أخرجه البخاري.طر ِْ ِإ
“Jika tertelah ludahnya, maka aku tidak mengatakan puasanya batal.” (HR.
Bukhari)
Jika di siang hari seorang anak baligh, atau seorang musafir mukim
(sampai di daerahnya, atau memutuskan untuk tinggal di suatu daerah),
atau seorang yang sakit sembuh, dan mereka semua saat itu dalam
keadaan berpuasa, haram bagi mereka untuk membatalkan puasanya
dan wajib meninggalkan hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Jika seorang wanita suci dari haid atau nifas, atau seseorang sembuh
dari gilanya, atau seorang kafir masuk Islam di siang hari bulan
Ramadhan, mereka dianjurkan untuk meninggalkan hal-hal yang dapat
membatalkan puasa. Dan bagi orang yang gila dan orang kafir tadi, tidak
wajib qadla.
22
Seorang yang murtad (keluar dari Islam), wajib meng-qadla puasa yang
ditinggalkannya selama dia murtad, walaupun di tengah
kemurtadannya, dia gila.
Jika seseorang melihat orang lain yang berpuasa sedang makan, jika
dzahir sifat orang tersebut adalah taqwa, maka disunnahkan untuk
diingatkan, namun jika dzahir sifatnya adalah suka meremehkan
perintah-perintah Allah, maka wajib diingatkan.
23