Jl. MH Thamrin No 81
Email: salam@kesan.id
Di antara kedua belas bulan, Ramadhan menjadi salah satu yang paling istimewa. Ia
istimewa karena Al-Qur’an turun di dalamnya dan ibadah puasa diwajibkan selama
satu bulan penuh, sebagaimana firman Allah:
ُاطين َّ ت ال
ِ ش َي ِ َص ِفد
ُ ار َو ُ ت أَب َْو
ِ َّاب الن ُ اب ْال َجنَّ ِة َو
ْ َغ ِلق ُ ت أَب َْو
ْ ضانُ فُتِ َح
َ ِإذَا َجا َء َر َم
Jika datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup,
dan setan-setan dibelenggu (HR. Muslim no. 1079).
Ramadhan juga istimewa karena terdapat lailatulqadar (malam seribu bulan) di
dalamnya. Rasulullah ﷺbersabda:
ِ تَ َح َّر ْوا لَ ْيلَةَ ْالقَد ِْر فِي ْال ِوتْ ِر ِمنَ ْالعَ ْش ِر األ َ َو
َ اخ ِر ِم ْن َر َم
َضان
Carilah lailatulqadar di malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan (HR.
Bukhari no. 2017).
Mengapa kita disuruh mencari malam lailatulqadar? Karena keutamaan beribadah
pada malam tersebut, sebagaimana disampaikan Rasulullah ﷺ:
Karena beberapa ibadah yang khusus pada bulan Ramadhan, masyarakat awam
sering bertanya-tanya seputar ibadah tersebut, mulai dari puasa Ramadhan, Tarawih,
zakat fitrah, dsb.
3
Sudah banyak tulisan-tulisan dan buku yang membahas seputar fikih Ramadhan dan
menjawab berbagai pertanyaan seputar ibadah Ramadhan. Sebagai pelengkap,
KESAN juga ikut menghimpun tanya jawab populer Ramadhan untuk para sahabat.
Harapannya, semoga tulisan kecil ini dapat menjadi buku saku selama Ramadhan
untuk umat Islam, khususnya di Indonesia.
Buku saku ini ditulis dalam format tanya jawab dan kami berusaha menulis
selengkapnya dan seringkasnya. Agar tidak menambah kebingungan, jawaban-
jawaban dari berbagai pertanyaan ini ditulis berdasarkan mazhab yang populer
digunakan masyarakat Indonesia, yaitu mazhab Syafii.
Buku saku ini dibagi ke dalam lima tema pokok dan turunannya, yaitu:
Pertama, seputar puasa Ramadhan (mulai dari niat puasa, pembatal puasa,
keringanan puasa, hingga adab puasa).
Kedua, seputar shalat Tarawih dan Witir (mulai dari jumlah rakaat Tarawih dan Witir
hingga tata cara pelaksanaannya).
Ketiga, seputar ibadah Ramadhan (mulai dari membaca Al-Qur’an, iktikaf, hingga
ziarah kubur).
Keempat, seputar zakat fitrah (niat dan tata caranya).
Kelima, seputar kegiatan pasca Ramadhan (puasa Syawal dan mudik).
Semoga buku saku ini dapat menjawab kebingungan para sahabat dan dapat menjadi
teman ibadah selama Ramadhan. Selamat menyambut bulan suci Ramadhan dan
mendekatkan diri kepada Allah. Terakhir, ada baiknya kita merenungi pesan dari
Rasulullah ﷺberikut ini:
4
BAGIAN PERTAMA
SEPUTAR PUASA RAMADHAN
Pondasi dari seluruh amal adalah niat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
Biasanya, niat ibadah dilakukan bersamaan dengan ibadah tersebut, misalnya wudhu,
shalat, zakat, dsb. Namun, ibadah puasa Ramadhan sedikit berbeda. Niat puasa
Ramadhan dilakukan sebelum kita mengerjakan puasa, yaitu di malam hari setelah
waktu Maghrib, hingga menjelang Subuh.
Hal ini berdasarkan hadis riwayat istri Rasulullah ﷺ, Sayyidah Hafsah ra. bahwa
Rasulullah ﷺbersabda:
Namun, untuk memudahkan, redaksi niat ini yang masyhur dipakai dalam mazhab
Syafii:
لِل تَ َعالَى
ِ ِ سنَ ِة
َّ ان هَ ِذ ِه ال
ِ ضَ ش ْه ِر َر َم
َ ض ِ َص ْو َم َغ ٍد َع ْن أَد
ِ اء فَ ْر َ ُن ََويْت
Aku niat berpuasa esok hari untuk menjalankan fardhu bulan Ramadhan tahun ini
karena Allah Ta’ala.
Dalam ibadah selalu ada rukun (bagian dari ibadah yang harus dikerjakan), syarat
(bagian di luar ibadah yang harus dikerjakan), dan pembatal (hal-hal yang dapat
membatalkan keabsahan ibadah), termasuk puasa Ramadhan.
5
Ada delapan perkara yang membatalkan puasa menurut mazhab Syafii, termasuk di
antaranya muntah dengan sengaja. Berikut ini penjelasan tentang pembatal puasa:
1. Memasukkan sesuatu ke jauf (lubang pada anggota tubuh yang berpangkal ke
organ dalam, seperti mulut, hidung, telinga) dengan sengaja.
Berdasarkan ayat Al-Qur’an:
ض ِمنَ ْال َخي ِْط ْاالَس َْو ِد ِمنَ ْالفَ ْج ِر َ ْ َُو ُكلُ ْوا َوا ْش َربُ ْوا َحتّٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيط
ُ َاال ْبي
Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan
benang hitam, yaitu fajar (QS. Al-Baqarah [2]: 186).
2. Memasukkan sesuatu lewat qubul (lubang kemaluan) atau dubur (lubang anus).
Misalnya untuk pengobatan, memasukkan kateter lewat kemaluan, dll, dianggap
membatalkan puasa karena qubul dan dubur termasuk lubang, sama seperti mulut.
Dilarang melakukan hubungan badan pada siang hari bulan Ramadhan. Hal ini
berdasarkan ayat:
َ ِث ا ِٰلى ن
س ۤا ِٕى ُك ْم ُ َالرف ِ َا ُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَة
َّ الصيَ ِام
Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu (QS. Al-Baqarah [2]:
187).
Dalam ayat tadi, hubungan badan baru diperbolehkan setelah berbuka puasa. Jika
ada yang berhubungan badan dengan sengaja saat berpuasa, maka batal puasanya,
dan ia juga wajib membayar kafarah (denda).
6
Hal ini berdasarkan riwayat pernah ada seorang sahabat mengadu kepada Rasulullah
ﷺkarena telah berhubungan badan dengan istrinya saat puasa, lalu beliau
memberinya tiga pilihan di atas sebagai kafarah (HR. Bukhari no. 6821).
Maka dari itu, menahan syahwat termasuk rukun puasa, dan melampiaskan syahwat
seperti mengeluarkan mani menjadi pembatal puasa.
6. Haid atau nifas.
Perempuan yang mengalami haid atau nifas di tengah puasa maka batal puasanya.
Sebagaimana diterangkan oleh istri Rasulullah ﷺ, Sayyidah Aisyah ra.:
ِصالَة
َّ اء ال
ِ ضَ َص ْو ِم َوالَ نُؤْ َم ُر ِبق
َّ اء ال
ِ ضَ َصيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْ َم ُر ِبق
ِ َُكانَ ي
Kami mengalami haid dan diperintahkan untuk mengqadha (mengganti) puasa, tetapi
tidak diperintahkan untuk mengganti shalat (HR. Muslim no. 335).
7. Gila.
Dalam mazhab Syafii, kegilaan otomatis membatalkan puasa. Karena puasa
diwajibkan bagi muslim yang akil (berakal). Adapun orang gila kehilangan akalnya dan
tidak tahu apa yang ia perbuat.
8. Murtad.
Demikian juga murtad (keluar dari Islam) otomatis membatalkan puasa dalam mazhab
Syafii, karena Islam adalah syarat utama suatu ibadah menjadi sah dan diterima.
Bergosip atau ghibah bukan merupakan pembatal puasa, tetapi dapat mengurangi
pahala orang yang berpuasa, seperti diterangkan oleh Rasulullah ﷺ:
7
Siapa yang tidak meninggalkan perkataan tercela dan mengamalkannya, maka Allah
tidak butuh atas usahanya dalam menahan rasa lapar dan dahaga (HR. Bukhari no.
1903).
Perkataan tercela dalam hadis di atas tidak hanya terbatas pada ghibah, tetapi juga
fitnah, kata-kata kotor, makian, dsb.
Salah satu hal yang membatalkan puasa adalah keluarnya mani karena bersentuhan
kulit, sengaja maupun tidak sengaja, dengan diri sendiri maupun orang lain. Adapun
jika keluarnya mani disebabkan karena mimpi basah, maka hal itu tidak membatalkan
puasa, karena orang yang tidur terbebas dari hukum.
Rasulullah ﷺbersabda:
Makan dan minum adalah hal utama yang membatalkan puasa, tetapi lain halnya jika
seseorang makan dan minum karena lupa. Lupa dapat menggugurkan hukum, tetapi,
ketika teringat sedang berpuasa, maka ia harus berhenti makan. Rasulullah ﷺ
bersabda:
Orang yang memasak untuk berbuka biasanya harus mencicipi makanan agar tidak
keasinan dsb. Bagaimana hukumnya?
Pada dasarnya, jika sesuatu hanya sampai di rongga mulut dan tidak masuk sampai
kerongkongan, maka tidak membatalkan puasa. Sebagaimana berkumur dan
istinsyaq (menghirup air ke hidung) saat berwudhu tidak membatalkan puasa, tetapi
tidak dianjurkan. Rasulullah ﷺbersabda:
8
َ َق ِإالَّ أَ ْن تَ ُكون
صائِ ًما ِ اال ْستِ ْنشَا
ِ َبا ِل ْغ فِي
Hiruplah air dengan dalam saat istinsyaq kecuali jika kamu berpuasa (HR. Abu Dawud
no. 2366, Imam Nawawi menilai hadis ini shahih).
Sama seperti dalam wudhu, mencicipi makanan tidak membatalkan puasa selama
hanya sampai di mulut (dirasakan lidah dan langsung dibuang). Adapun jika tertelan,
maka membatalkan puasa. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati jika ingin mencicipi
makanan yang kita masak untuk berbuka.
7. Bagaimana hukum swab test, suntik, dan tetes mata saat berpuasa?
وم
َ شُ ض َّر ِبأ َ ْن لَ ْم يُ َجا ِو ْز ْال َخ ْي
ُ َالد َماغِ لَ ْم ي
ِ ص ْل إلَى
ِ َلَ ْو لَ ْم ي
Jika (pengobatan lewat hidung) tidak sampai ke otak, maka tidak apa-apa sekiranya
tidak melampaui rongga hidung.
Hal ini sebagaimana juga Rasulullah ﷺyang tidak menganjurkan para sahabat ber-
istinsyaq terlalu dalam ketika berpuasa
9
ِ ط ْع ُم ْالكُ ْح ِل بِ َح ْل ِق ِه ِألَنَّهُ َال َم ْنفَذَ ِمنَ ْال َعي ِْن ِإلَى ْال َح ْل
ق ُ َاال ْكتِ َحا ُل َو ِإ ْن ُو ِجد
ِ ْ ض ُّر
ُ َو َال َي
Tidak masalah memakai celak mata, meski ditemukan rasanya di tenggorokan, sebab
tidak ada akses penghubung dari mata ke tenggorokan.
Namun, dalam keadaan darurat (seperti sakit yang parah di telinga), dan dengan
rekomendasi dokter harus diberikan obat lewat telinga untuk mengurangi rasa
sakitnya, maka tidak apa-apa. Sebagaimana dikutip oleh Al-Habib Abdurrahman bin
Muhammad bin Husain dalam kitabnya, Bughyah Al-Mustarsyidin
9. Bolehkah sikat gigi saat berpuasa?
Menggosok gigi atau bersiwak tidak membatalkan puasa, kecuali jika air yang
digunakan untuk berkumur atau lainnya ikut tertelan. Dalam mazhab Syafii
dimakruhkan bersiwak atau menggosok gigi di siang hari saat berpuasa, berdasarkan
hadis Rasulullah ﷺ:
ٍصالَة
َ اك َم َع ُك ِل ِ َّش َّق َعلَى أ ُ َّمتِي ـ أَ ْو َعلَى الن
ِ اس ـ أل َ َم ْرت ُ ُه ْم بِالس َِو ُ َ لَ ْوالَ أَ ْن أ
Seandainya tidak memberatkan untuk umatku, sungguh aku akan menyuruh mereka
bersiwak setiap hendak shalat (HR. Bukhari no. 887).
10
َّ ساكُ َب ِقيَّةَ ْال َي ْو ِم تَ ْع ِظ ْي ًما ِل ُح ْر َم ِة ال
ش ْه ِر ِ ْ ب َعلَ ْي ِه
َ اْل ْم َ ضانَ َو َج ِ َص ْو َمهُ فِ ْي أَد
َ اء َر َم َ ََم ْن ف
َ َسد
Siapa yang membatalkan puasanya ketika Ramadhan, maka ia tetap wajib menahan
diri (dari hal-hal yang membatalkan puasa) di sisa harinya untuk menghormati
kemuliaan bulan Ramadhan.
Dalam mazhab Syafii, mencumbu atau mencium istri saat puasa Ramadhan
tergantung adanya syahwat atau tidak. Jika membangkitkan syahwat, maka tidak
diperbolehkan. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Hurairah ra.:
ُسأَلَه
َ َص لَهُ َوأَتَاهُ آخ َُر ف َّ ي صلى هللا عليه وسلم َع ِن ْال ُم َباش ََر ِة ِلل
َ صائِ ِم فَ َر َّخ َّ سأ َ َل النَّ ِب
َ ،ًأَ َّن َر ُجال
ش ْي ٌخ َوالَّذِي نَ َهاهُ شَاب َ فَإِذَا الَّذِي َر َّخ.ُفَنَ َهاه
َ ُص لَه
Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi ﷺtentang bercumbu bagi orang yang
berpuasa, lalu beliau memberikan keringanan kepadanya. Ada orang lain datang
kepada beliau dan bertanya mengenai hal serupa, lalu beliau melarangnya. Ternyata
orang yang beliau beri keringanan sudah tua, sedangkan yang dilarang masih muda
(HR. Abu Dawud no. 2387, Imam Nawawi menilai sanad hadis ini bagus).
ٍجرعَ أَ َحد ُكم ُج ْرعةً من ماء ْ ولو، فال تَدَعوه،ٍَّحور أ ُ ْكلةُ بَ َركة
َ َأن ي ُ الس
Sahur adalah makanan yang berkah, maka jangan meninggalkannya walau hanya
dengan seteguk air (HR. Ahmad no. 11396, Imam Suyuti menilai hadis ini shahih).
Melewatkan sahur tidak dapat menjadi alasan yang menggugurkan kewajiban puasa.
Karena sahur hanya upaya muslim untuk menguatkan puasa hingga waktu berbuka.
Jika seseorang tidak sahur, maka ia tetap wajib berpuasa selama tidak ada uzur yang
pasti, seperti sakit atau dalam perjalanan (musafir).
Salah satu uzur syar’i untuk tidak berpuasa adalah hamil dan menyusui. Hal ini
berdasarkan hadis:
11
Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla meringankan setengah shalat bagi musafir dan
meringankan puasa baginya, ibu hamil, dan menyusui (HR. Nasai no. 2275, Imam
Ibnu Hajar Al-Asqalani menilai hadis ini hasan).
Dalam mazhab Syafii, ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir
akan dirinya, atau mengkhawatirkan dirinya sekaligus anaknya, ia hanya wajib meng-
qadha (mengganti) puasa di hari lain, karena ia disamakan kondisinya seperti orang
sakit.
Sementara itu, jika ibu hamil atau menyusui tidak berpuasa karena hanya
mengkhawatirkan anaknya (khawatir keguguran atau asupannya tidak tercukupi),
maka selain wajib meng-qadha puasa, ia juga harus membayar fidyah per hari yang
ditinggalkan.
Hal ini sebagaimana disampaikan Sahabat Ibnu Abbas ra. saat menafsirkan ayat
fidyah:
َ َو ْال ُمدُّ َح ْفنَة ِم ْلء ْاليَدَي ِْن ْال ُمتَ َو ِس
طتَي ِْن
Satu mud adalah cakupan penuh dua telapak tangan pada umumnya.
Fidyah bisa dibayarkan setelah bulan Ramadhan, tetapi lebih utama jika fidyah segera
dibayarkan di dalam bulan Ramadhan tersebut.
12
orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan
seorang miskin (QS. Al-Baqarah [2]: 184).
Dalam ayat itu, ada tiga uzur boleh meninggalkan puasa:
1. sakit,
2. dalam perjalanan (musafir),
3. dan orang tua yang berat berpuasa.
Dari sini bisa kita ketahui bahwa keringanan ibadah datang ketika ada keberatan
dalam pelaksanaannya, termasuk puasa. Maka dari itu, beberapa ulama mutaakhirin
ada yang mengqiyaskan kerja berat dengan uzur meninggalkan puasa yang lain.
Di antaranya adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani yang berkata dalam Nihayah Az-Zain,
“Sama status hukumnya dengan orang sakit adalah buruh tani, petani tambak garam,
buruh kasar, dan orang-orang dengan profesi seperti mereka.”
Namun, Al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain dalam Bughyah Al-
Mustarsyidin menuliskan enam syarat yang harus dipenuhi:
1. Pekerjaan tidak bisa diundur hingga bulan Syawwal.
2. Tidak bisa dikerjakan malam hari.
3. Akan terjadi masyaqqah (kesulitan) jika berpuasa.
4. Berniat puasa di malam hari dan berpuasa di pagi hari, jika merasa berat baru
berbuka puasa.
5. Berniat mencari keringanan hukum saat berbuka.
6. Tidak menyalahgunakan keringanan (misalnya, sengaja bekerja agar bisa tidak
berpuasa).
Salah satu uzur boleh membatalkan puasa adalah bepergian. Sebagaimana firman
Allah:
َ ضا اَ ْو َع ٰلى
ۗ سفَ ٍر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن اَي ٍَّام اُخ ََر ً فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َّم ِر ْي
Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib
mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain (QS.
Al-Baqarah [2]: 184).
Bahkan, ketika terasa berat berpuasa bagi musafir, maka Rasulullah ﷺmenganjurkan
untuk berbuka. Beliau ﷺbersabda:
13
Adapun yang dimaksud bepergian adalah perjalanan jarak jauh sekiranya boleh
meng-qashar shalat. Ulama berbeda pendapat terkait jarak perjalanan ini, karena
perbedaan satuan ukuran yang digunakan di masa lalu dan sekarang.
Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji jarak tempuh ini dikonversikan dalam ukuran kilometer
dengan bilangan 81 kilometer. Ada juga yang berpendapat jarak perjalanan tersebut
adalah 16 farsakh atau sekitar 88 kilometer.
16. Apa saja amalan yang boleh dilakukan saat haid di bulan Ramadhan?
Haid hanyalah penghalang untuk menunaikah beberapa ibadah saja, yaitu shalat,
puasa, membaca Al-Qur’an, thawaf, dan jimak (bersetubuh).
Selain ibadah-ibadah tersebut, masih ada ibadah yang dapat dilakukan muslimah. Di
antaranya adalah merutinkan zikir, menuntut ilmu, baik dengan cara mendatangi
majelis ilmu maupun membaca buku. Mereka juga dapat bersedekah, menolong
sesama, dan lain sebagainya.
Mengenai zikir saat haid, termasuk membaca Al-Qur’an, Syaikh Abu Bakar bin
Muhammad Syatha Ad-Dimyati menjelaskan bahwa apabila perempuan haid
meniatkan membaca Al-Qur’an untuk berzikir, berdoa, atau menjaga hafalan, maka ia
boleh membacanya. Namun, jika dia berniat membaca Al-Qur’an, maka ini tidak
diperbolehkan.
Jika seseorang junub pada malam hari di bulan Ramadhan, kemudian mendapati
waktu fajar dan belum mandi besar, maka tetap sah puasanya. Sebagaimana hadis
yang diriwayatkan Sayyidah Aisyah ra.:
ب ِم ْن َغي ِْر ُحلُ ٍم فَيَ ْغتَ ِس ُل َ َّللا صلى هللا عليه وسلم يُد ِْر ُكهُ ْالفَ ْج ُر فِي َر َم
ٌ ُضانَ َوه َُو ُجن ُ َكانَ َر
ِ َّ سو ُل
صو ُم
ُ َو َي
Rasulullah ﷺpernah mendapati fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub karena
berhubungan badan, lalu beliau mandi dan berpuasa (HR. Muslim no. 1109).
Dalam hadis di atas, Rasulullah ﷺtelah memasuki waktu puasa (fajar) dan belum
mandi besar, lalu beliau ﷺbaru mandi setelahnya.
Rasulullah ﷺmemang pernah bersabda bahwa tidurnya orang yang berpuasa adalah
ibadah:
Dalam mazhab Syafii, perempuan yang suci saat tengah hari puasa tidak diwajibkan
untuk menahan diri hingga terbenamnya matahari. Ia tetap dibolehkan untuk makan
dan minum.
Namun, mazhab Syafii menegaskan, apabila ia hendak menahan diri hingga tiba
waktu berbuka dalam rangka menghormati kemuliaan bulan puasa, maka ia akan
mendapatkan pahala sunnah.
Imam Al-Malibari menyebutkan dalam kitab Fath Al-Mu’in:
15
Namun, hendaknya kita meneladani adab berbuka puasa Rasulullah ﷺ. Beliau ﷺtidak
kalap dan makan berlebihan, tetapi membatalkan puasanya dengan makanan ringan
seperti kurma. Sahabat Anas bin Malik ra. meriwayatkan:
ط َباتٌ فَعَلَى
َ ي فَإِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ُر َ ُت قَ ْب َل أَ ْن ي
َ ص ِل َ َّللاِ صلى هللا عليه وسلم يُ ْف ِط ُر َعلَى ُر
ٍ طبَا َّ سو ُل ُ َكانَ َر
ٍت ِم ْن َماء
ٍ س َوا َ ت فَإِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َح
َ سا َح ٍ تَ َم َرا
Rasulullah ﷺberbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum shalat. Jika tidak ada
ruthab maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada tamr
maka beliau minum seteguk air (HR. Abu Dawud no. 2356, Imam Suyuti menilai hadis
ini hasan).
Tidak berbuka puasa secara berlebihan adalah cara Rasulullah ﷺ. Dengan begitu kita
tidak kekenyangan dan tidak bermalas-malasan untuk beribadah pada malam hari
Ramadhan.
16
BAGIAN KEDUA
SEPUTAR SHALAT TARAWIH DAN WITIR
Ulama yang berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih dua puluh rakaat diikuti
shalat Witir tiga rakaat mendasarkan pendapat ini pada perintah Khalifah Umar bin
Khattab ra. kepada Sahabat Ubay bin Ka’b ra. untuk mengimami shalat Tarawih. Ubay
bin Ka’b kemudian melaksanakan shalat Tarawih dua puluh rakaat (HR. Bukhari no.
2010).
Apa yang dilakukan Ubay bin Ka’b disetujui oleh Umar, dan tidak diingkari oleh
sahabat-sahabat lainnya yang hadir. Imam Ibnu Abdil Barr dan Imam Ibnu Qudamah
menilai bahwa shalat Tarawih dua puluh rakaat sudah menjadi ijma’ para sahabat
yang kemudian diikuti oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin
Hanbal.
Riwayat di atas termasuk hadis mauquf yang disandarkan pada sahabat. Imam Suyuti
berpendapat bahwa jika hadis mauquf tidak berupa perkara ijtihadi dan perawinya
bukan orang yang mudah menerima kabar israiliyat, maka riwayatnya dapat diterima.
Imam Syafii juga lebih condong kepada pendapat ini.
Adapun shalat tarawih delapan rakaat dan tiga rakaat witir diamalkan berdasarkan
sabda Rasulullah ﷺ:
17
Sesungguhnya beliau tidak pernah menambah pada bulan Ramadhan, atau pada
bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat (HR. Bukhari no. 2013).
Adapun Imam Malik berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 20 atau
36 rakaat.
Di masa Rasulullah ﷺ, shalat Tarawih disebut dengan qiyam Ramadhan. Beliau ﷺ
tidak membatasi jumlah rakaat melaksanakannya. Oleh karena itu, melaksanakan
shalat Tarawih dengan 8 rakaat maupun 20 rakaat sama-sama boleh.
Shalat Tarawih termasuk shalat sunnah yang sangat dianjurkan (sunnah muakkad).
Pelaksanaannya dapat dilakukan sendiri maupun berjamaah. Rasulullah ﷺpernah
melaksanakan shalat Tarawih bersama para sahabat di Masjid Nabawi, tetapi tidak
rutin.
Tarawih berjamaah secara rutin baru dimulai pada masa Khalifah Umar bin Khattab
ra. yang memerintahkan seluruh penduduk untuk berkumpul melaksanakan shalat
Tarawih berjamaah diimami Sahabat Ubay bin Ka’b ra.
Sebagian ulama mazhab Syafii lebih mengutamakan shalat Tarawih sendiri karena
Rasulullah ﷺshalat Tarawih sendiri hingga seminggu terakhir bulan Ramadhan.
Namun, Imam Nawawi menilai bahwa Rasulullah ﷺmelakukannya karena khawatir
orang-orang menganggapnya bagian dari shalat fardu, sesuai sabda beliau ﷺ:
َ َخشِيتُ أَ ْن ت ُ ْف َر
ض َعلَ ْي ُك ْم فَتَ ْع ِج ُزوا َع ْن َها
Aku khawatir shalat ini (Tarawih) akan diwajibkan atas kalian dan kalian tidak sanggup
melakukan kewajiban itu (HR. Bukhari no. 924).
18
Sebelum tujuh hari terakhir itu, Rasulullah ﷺmelaksanakan shalat Tarawih di
rumahnya. Setelah itu, barulah Rasulullah ﷺmemimpin shalat Tarawih berjamaah
bersama para sahabat dengan berselang-seling (sehari di masjid, sehari di rumah).
Di malam terakhir Ramadhan, beliau ﷺshalat bersama mereka hingga menjelang
waktu sahur habis.
Shalat Tarawih baru dilaksanakan berjamaah di masjid secara rutin sejak masa
Khalifah Umar bin Khattab ra. Ulama mazhab fikih yang empat menganjurkan untuk
shalat Tarawih berjamaah. Pelaksanaannya boleh di rumah maupun di masjid.
Shalat Witir didirikan dengan bilangan rakaat ganjil. Imam Nawawi menjelaskan
mayoritas ulama mazhab Syafii berpendapat bahwa jumlah rakaat shalat Witir secara
umum adalah minimal satu rakaat dan maksimal sebelas rakaat. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah ﷺ:
Adapun jumlah maksimal shalat Witir terdapat dalam riwayat Sayyidah Aisyah ra.:
Sebagian ulama mazhab Syafii lainnya menyatakan bahwa maksimal rakaat shalat
Witir adalah tiga belas rakaat.
Para ulama mazhab Syafii menyatakan bahwa rakaat minimal shalat Witir yang paling
sempurna adalah tiga rakaat. Inilah yang sering diamalkan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia.
Ulama menyarankan jika seseorang melaksanakan shalat Witir tiga rakaat atau lebih,
maka sebaiknya mengawali dengan dua rakaat setiap kalinya, lalu diakhiri dengan
satu rakaat. Boleh juga melaksanakannya langsung dengan satu tasyahud di akhir
rakaat.
19
5. Bagaimana hukum qunut saat shalat Witir?
Imam Syafii menilai bahwa qunut dalam shalat Witir hukumnya sunnah pada lima
belas hari terakhir bulan Ramadhan. Qunut dilakukan di rakaat terakhir shalat Witir.
Ada beberapa pendapat mengenai posisi saat membaca qunut. Namun, mayoritas
ulama mazhab Syafii mengatakan doa qunut dibaca setelah bangkit dari rukuk.
Adapun bacaannya sama dengan qunut Subuh, yaitu:
َ َوتَ َولَّنِي فِي َم ْن تَ َولَّيْت، َ َو َعافِنِي فِي َم ْن َعافَيْت، َاَللَّ ُهـ َّم ا ْه ِدنِي فِي َم ْن َهدَيْت
َعلَيْك َ ضي َو َال يُ ْق
َ ضى ِ فَإِنَّكَ تَ ْق، َضيْت َ ار ْك ِلي فِي َما أَع
َ َ َوقِنِي ش ََّر َما ق، َطيْت ِ ََوب
علَى النَّبِي ِ ُم َح َّم ٍد َّ صلَّى
َ َُّللا َ ار ْكتَ َربَّنَا َوتَعَالَيْتَ َو
َ َ تَب، َ َو َال يَ ِع ُّز َم ْن َعادَيْت، َإِنَّهُ َال يَ ِذ ُّل َم ْن َوالَيْت
Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana orang-orang yang Engkau beri petunjuk,
berilah aku perlindungan (dari penyakit) sebagaimana orang yang telah engkau
lindungi, uruslah aku sebagaimana orang yang telah Engkau urus.
Berilah berkah apa yang engkau berikan kepadaku, jauhkan aku dari keburukan apa
yang Engkau tetapkan. Sesungguhnya Engkau yang menjatuhkan qadha (ketetapan),
dan tidak satupun yang memberikan hukuman kepada-Mu.
Sesungguhnya orang yang Engkau cintai tidak akan hina dan orang yang Engkau
musuhi tidak akan mulia. Mahasuci Engkau, wahai Tuhan kami dan Engkau
Mahatinggi.
Membaca Al-Qur’an dalam shalat adalah bagian dari sunnah-sunnah shalat. Di bulan
Ramadhan, sebagian masjid melaksanakan shalat Tarawih di mana imam membaca
ayat-ayat Al-Qur’an sambil melihat mushaf.
Sayyidah Aisyah ra. pernah shalat diimami pelayannya yang bernama Dzakwan.
Imam Bukhari menerangkan:
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri suatu kali ditanya tentang pendapatnya mengenai orang
yang mengimami shalat dengan membaca mushaf. Beliau menjawab, “Hal itu sudah
20
ada sejak Islam datang, dan kami lebih memilih untuk membaca Al-Qur’an melalui
mushaf.”
Syaikh Ali Jum’ah berkomentar bahwa membaca Al-Qur’an sambil melihat mushaf
hukumnya boleh. Hal ini berdasarkan riwayat di atas dan tidak adanya dalil yang
melarang membaca Al-Qur’an melalui mushaf.
Namun, beliau menyarankan ada kursi atau tempat yang tinggi untuk meletakkan Al-
Qur’an, agar saat sujud Al-Qur’an tidak diletakkan di lantai.
Tahajud dan Tarawih sama-sama shalat yang dilaksanakan pada malam hari.
Bedanya, Tahajud dilaksanakan setelah tidur walau sejenak, sedangkan Tarawih
boleh dilaksanakan sebelum tidur.
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan bahwa jika seseorang berniat Tahajud, maka
ia sebaiknya mengakhirkan shalat Witirnya setelah Tahajud, dan tetap shalat Tarawih
berjamaah di sepertiga malam pertama.
Mengajarkan anak ibadah secara langsung adalah bagian dari pendidikan anak.
Rasulullah ﷺdahulu sering membawa cucu beliau, Hasan dan Husein untuk shalat di
masjid.
Syaikh Zakariya Al-Anshari menilai bahwa mengajak anak shalat di masjid adalah
tradisi yang baik. Adapun pendapat yang memakruhkan membawa anak ke masjid
tidak bersifat mutlak, tetapi hanya berlaku pada anak-anak yang belum mumayyiz
(mampu membedakan yang baik dan buruk).
Meski demikian, nilai dari mengajarkan anak ibadah dengan membawanya ke masjid
lebih besar daripada pengurangan pahala karena mengerjakan yang makruh.
Adapun jika orang tua membawa anak yang belum mumayyiz untuk shalat Tarawih di
masjid, maka sebaiknya ia memperhatikan pakaian mereka dengan memberikan
pakaian yang aman (misalnya dengan pampers), sehingga tidak mengotori masjid bila
anak buang air.
Selain itu, jika orang tua membawa anak, lebih baik mengusahakan agar anak tidak
ribut dan mengganggu kekhusyukan beribadah. Misalnya dengan membawakan
minum, dot, atau mengambil posisi di saf belakang.
21
BAGIAN KETIGA
SEPUTAR IBADAH RAMADHAN
Dalam kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, Imam Suyuti menuliskan, “Membaca Al-
Qur’an dengan tartil satu juz dalam jangka waktu tertentu lebih baik dari pada
membaca dua juz tetapi tidak tartil.”
Imam Al-Ghazali juga menganjurkan agar umat Islam membaca Al-Qur’an dengan
tartil walaupun tidak memahami isi Al-Qur’an. Membacanya dengan tartil lebih
menunjukkan penghormatan terhadap kalam Allah dan lebih membekas di kalbu
daripada membacanya tergesa-gesa.
Iktikaf berarti berdiam diri di masjid dengan niat beribadah. Pada dasarnya, iktikaf
harus dilaksanakan di masjid. Kegiatan iktikaf biasanya dilakukan di bulan Ramadhan,
terutama pada sepuluh hari terakhir.
Jika terjadi suatu kondisi yang menyebabkan seseorang tidak bisa iktikaf di masjid,
ulama memberikan alternatif lain, yaitu iktikaf di rumah. Dalam qaul qadim (pendapat
lama)-nya, Imam Syafii membolehkan iktikaf di masjid rumah bagi perempuan.
Masjid rumah adalah tempat yang dikhususkan untuk ibadah di dalam rumah. Adapun
bagi laki-laki, sebagian ulama mazhab Syafii membolehkannya, di antaranya adalah
Imam Rafii. Beliau memang mengutamakan iktikaf di masjid, tetapi beliau juga
berkata:
22
Dalil bolehnya iktikaf di rumah bagi laki-laki adalah pemahaman bahwa shalat sunnah
bagi laki-laki lebih utama dilaksanakan di rumah, maka ibadah iktikaf mestinya sama
dengan ibadah shalat sunnah.
Berdasarkan hadis ini, para ulama menghukumi bahwa iktikaf hukumnya juga sunnah
muakkadah bagi perempuan, sebagaimana laki-laki.
Jika seorang perempuan telah menikah, maka ia harus meminta izin kepada suaminya
untuk melaksanakan iktikaf. Jika suaminya mengizinkan, maka ia dapat
melaksanakannya dan suami mendapat pahala karenanya. Imam Nawawi
mengharamkan perempuan untuk iktikaf kecuali dengan izin suaminya.
Iktikaf yang benar adalah iktikaf yang dilakukan sesuai rukun dan syaratnya. Iktikaf
boleh dilakukan kapan saja, akan tetapi waktu yang paling utama adalah sepuluh hari
terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana amalan Rasulullah ﷺ.
Syarat sah iktikaf adalah beragama Islam, berakal, dan suci dari hadas besar. Adapun
tata cara pelaksanaannya sebagai berikut:
Menurut Imam Malik dan qaul jadid Imam Syafii, baik laki-laki maupun perempuan
harus melaksanakan iktikaf di masjid, sesuai ayat Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah [2]: 187)
dan hadis riwayat Sayyidah Aisyah ra. yang sudah disebutkan di bab sebelumnya.
23
Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad membolehkan iktikaf di masjid mana
saja yang didirikan shalat padanya, temasuk masjid al-bayt.
Ada beberapa pendapat ulama mengenai durasi seseorang bisa disebut iktikaf.
Pendapat yang paling kuat dalam mazhab Syafii adalah berdiam di dalam masjid lebih
lama dari durasi tumakninah rukuk dan sujud.
Oleh karena itu, mazhab Syafii menyarankan agar setiap kali memasuki masjid,
hendaklah seseorang berniat iktikaf agar mendapatkan pahalanya. Adapun durasi
minimal yang paling baik untuk iktikaf adalah sehari semalam.
3. Niat
Tidaklah suatu perbuatan disebut ibadah kecuali setelah berniat. Dalam iktikaf,
seseorang harus berniat untuk iktikaf saat memasuki masjid, walaupun sebentar,
seperti untuk melaksanakan shalat fardhu.
Jika seseorang melaksanakan iktikaf, maka hendaknya ia tidak keluar masjid kecuali
ada uzur, seperti buang air kecil, makan, sakit, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai
dengan riwayat Sayyidah Aisyah ra.:
َ ْى َرأ
َّسهُ فَأ ُ َر ِّجلُهُ َو َكانَ الَ َيدْ ُخ ُل ْالبَ ْيتَ إِّال َّ َف يُ ْدنِّي إِّل
َ ي صلى هللا عليه وسلم إِّذَا ا ْعتَ َك ُّ َِّكانَ النَّب
ان َ اْل ْن
ِّ س ِّ ِّل َحا َج ِّة
Jika Nabi ﷺberiktikaf, beliau menjulurkan kepalanya ke dalam rumah, lalu aku
menyisir rambutnya. Dan beliau tidak akan ke rumah kecuali untuk menunaikan
hajatnya (buang air kecil atau besar) (HR. Muslim no. 297).
Jika orang yang sedang beriktikaf keluar dari masjid tanpa uzur tertentu, maka batal
iktikafnya.
6. Memperbanyak amalan
Selama berada di masjid untuk iktikaf, akan lebih baik jika kita mengisinya dengan
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, seperti shalat, berzikir, belajar, dan kegiatan
bermanfaat lainnya untuk meningkatkan amal saleh, terutama di bulan Ramadhan.
24
5. Kapan lailatulqadar?
Lailatulqadar adalah malam yang mulia. Bulan ini memiliki banyak keutamaan, di
antaranya adalah nilai kebaikan yang dikerjakan di malam itu lebih baik daripada
seribu bulan.
Al-Qur’an juga diturunkan pada lailatulqadar, yang berarti ia turun pada bulan
Ramadhan, sesuai firman Allah:
ِّ تَ َح َّر ْوا لَ ْيلَةَ ْالقَد ِّْر فِّي ْال ِّوتْ ِّر ِّمنَ ا ْل َع ْش ِّر األ َ َو
َ اخ ِّر ِّم ْن َر َم
َضان
Carilah lailatulqadar pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan (HR. Bukhari no. 2017).
Sahabat Ibnu Abbas ra. berpendapat lain. Imam Thabari meriwayatkan bahwa Ibnu
Abbas berkata:
Tidak ada suatu malam yang pasti merupakan lailatulqadar dalam hadis-hadis
Rasulullah ﷺ, tetapi kita dapat berusaha mendapatkannya dengan meningkatkan
ibadah di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, terutama pada malam-malam
ganjilnya.
25
Di beberapa wilayah di Indonesia, ada kebiasaan menziarahi kuburan orang tua dan
orang-orang saleh menjelang bulan Ramadhan. Ziarah kubur pernah dilarang pada
zaman Rasulullah ﷺhingga beliau ﷺmenghapus larangan tersebut dan bersabda:
Adapun berziarah ke kuburan orang-orang saleh seperti wali, Imam Ibnu Hajar Al-
Haitami berfatwa, “Berziarah ke makam para wali adalah cara mendekatkan diri
kepada Allah yang mustahab (dianjurkan).”
26
BAGIAN KEEMPAT
SEPUTAR ZAKAT FITRAH
Zakat fitrah adalah salah satu rukun Islam yang dimaksudkan untuk saling berbagi
antar umat Islam, sehingga tidak ada seorang muslim yang kelaparan, lebih-lebih saat
hari raya Idul Fitri di mana semua muslim harusnya bergembira. Allah berfirman:
َ ُ صدَقَةً ت
ط ِه ُرهُ ْم َوتُزَ ِك ْي ِه ْم ِب َها َ ُخذْ ِم ْن اَ ْم َوا ِل ِه ْم
Ambillah zakat dari harta mereka (guna) menyucikan dan membersihkan mereka (QS.
At-Taubah [9]: 103).
Lantas, siapakah yang dimaksud “mereka” dalam ayat di atas? Orang yang wajib
membayar zakat disebut muzakki, dan dalam mazhab Syafii, zakat fitrah wajib
dikeluarkan bagi mereka yang memenuhi tiga kondisi ini:
1. muslim,
2. masih hidup hingga matahari terbenam pada akhir Ramadhan,
3. dan mampu (memiliki makanan pokok melebihi kebutuhannya saat hari raya
Idul Fitri dan malamnya).
Kewajiban zakat fitrah ini tidak hanya berlaku untuk diri sendiri, tetapi mereka yang
menjadi tanggungan kita, seperti anak dan istri. Jadi, misalnya kita adalah kepala
keluarga, meskipun anak kita belum dewasa (akil baligh), kita tetap wajib menunaikan
zakat fitrahnya.
Waktu membayar zakat fitrah dimulai di hari pertama bulan Ramadhan hingga
sebelum shalat Idul Fitri dilaksanakan. Ulama membagi waktu-waktu membayar zakat
menjadi waktu mubah, wajib, sunnah, dan makruh. Jika seseorang membayarnya di
luar waktu ini, maka zakatnya tidak sah dan dianggap sedekah biasa.
Waktu mubah membayar zakat fitrah dimulai di malam pertama bulan Ramadhan
hingga sebelum terbenamnya matahari di hari terakhir bulan Ramadhan.
Waktu wajib membayar zakat fitrah adalah saat terbenamnya matahari di akhir bulan
Ramadhan dan masuknya malam pertama bulan Syawal atau hari raya Idul Fitri.
Waktu sunnah untuk membayar zakat fitrah adalah pagi hari pertama di bulan Syawal
hingga sebelum shalat Idul Fitri dilangsungkan.
27
Sedangkan waktu makruh membayar zakat fitrah adalah selesai shalat Idul Fitri
hingga menjelang matahari terbenam di awal Syawal.
Semua amalan harus disertai dengan niat, begitu pula dengan zakat fitrah. Imam Ibnu
Hajar Al-Haitami menyatakan bahwa jika seseorang akan membayar zakat fitrah ia
dapat berniat dengan lafaz berikut:
Adapun jika seseorang berzakat untuk orang lain, seperti orang tua berzakat untuk
anak dan sebaliknya, maka niatnya adalah sebagai berikut:
Zakat fitrah pada dasarnya berbentuk makanan pokok dengan ukuran 1 sha’, seperti
riwayat dari Sahabat Ibnu Umar ra.:
Satuan sha’ sudah tidak lagi digunakan, maka dari itu, ulama berbeda pendapat dalam
konversi ke ukuran yang masih dipakai. Dalam mazhab Syafii, 1 sha’ dihitung sebesar
lima sepertiga rithl Iraq, berdasarkan keterangan dari Imam Malik bin Anas.
Adapun 1 rithl Irak kurang lebih sebesar 408 gram. Maka 1 sha’ sama dengan 2176
gram. Kira-kira sebanyak itulah jumlah zakat fitrah yang harus dikeluarkan dalam
mazhab Syafii.
Namun, untuk kehati-hatian, ada baiknya melebihkan timbangan zakat fitrah menjadi
2,5-3 kilogram makanan pokok, sebagaimana yang dicantumkan oleh Badan Amil
Zakat Nasional (Baznas).
28
5. Bolehkah mengganti zakat fitrah dengan uang?
Ulama berbeda pendapat mengenai hukum membayar zakat fitrah dengan uang.
Mayoritas ulama mazhab Maliki, Imam Abu Hanifah, dan Imam Sufyan Ats-Tsauri
membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang.
Sementara itu, Imam Syafii tidak membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan
uang. Namun, Syaikh Wahbah Zuhaili menganggap pendapat yang membolehkan
membayar zakat fitrah dengan uang lebih kuat. Dasarnya adalah ketetapan Sahabat
Muadz bin Jabal ra. kepada penduduk Yaman untuk mengganti zakat makanan
dengan pakaian.
Pembayaran zakat dengan uang juga sejalan dengan tujuan pembayaran zakat, yaitu
memenuhi kebutuhan orang yang berkekurangan, sedangkan kebutuhan setiap orang
berbeda-beda. Dengan membayar zakat menggunakan uang, mereka bisa
membayarkannya kepada sesuatu yang benar-benar mereka butuhkan.
Membayar zakat fitrah dengan uang disesuaikan dengan harga makanan pokok di
daerah masing-masing. Berdasarkan SK Ketua BAZNAS No. 7 Tahun 2021 tentang
Zakat Fitrah dan Fidyah untuk wilayah Ibukota DKI Jakarta Raya dan Sekitarnya,
ditetapkan bahwa nilai zakat fitrah setara dengan uang sebesar Rp40.000,-/hari/jiwa.
Orang yang berhak menerima zakat disebut mustahik zakat. Allah telah menetapkan
bahwa penerima zakat haruslah salah satu di antara delapan golongan. Hal ini
tercantum dalam firman Allah:
ب َو ْال ٰغ ِر ِميْنَ َو ِف ْي ِ ﻌٰم ِﻠيْنَ َﻋﻠَ ْي َها َو ْال ُم َؤلﻔَ ِة قُﻠُ ْوبُ ُه ْم َو ِفﻰ
ِ الر َقا ِ اِن َما الصدَ ٰقتُ ِل ْﻠﻔُقَ َرا ِء َو ْال َمسٰ ِكي ِْن َو ْال
َّللاُ َﻋ ِﻠ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم ضةً ِمنَ ه
َّللاِ َِۗو ه َ َّللا َواب ِْن السبِ ْي ِۗ ِل فَ ِر ْي
ِ سبِ ْي ِل ه
َ
Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para
amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan)
para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berutang, untuk jalan
Allah dan untuk orang-orang yang sedang dalam perjalanan (yang memerlukan
pertolongan), sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana (QS. At-Taubah [9]: 60).
Anak yatim secara khusus tidak termasuk ke dalam kategori ashnaf (golongan)
mustahik zakat yang delapan. Dengan demikian, seorang anak yatim tidak dapat
menerima zakat kecuali ia juga termasuk ke dalam ashnaf yang di atas.
Dahulu, anak yatim mendapat bagian dari harta ghanimah (rampasan perang).
Namun, kondisi saat ini yang sudah damai menyebabkan anak-anak tak lagi
mendapat bagian tersebut.
29
Jika ada anak yatim yang tidak terpenuhi kebutuhannya, maka orang yang berzakat
dapat memberikan zakatnya kepada mereka melalui wali anak tersebut, karena
mereka adalah orang yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan mereka.
Waktu zakat fitrah dimulai sejak bulan Ramadhan, dan berakhir saat matahari
terbenam di awal bulan Syawal. Sebagaimana dijelaskan di pertanyaan sebelumnya,
membayar zakat fitrah di luar waktu tersebut membuat zakatnya tidak sah.
Harta yang dibayarkan setelah matahari terbenam di awal bulan Syawal dihitung
sebagai sedekah biasa, dan orang yang telat membayarkannya dihitung tidak
menunaikan wajib zakat Ramadhan tahun itu.
30
BAGIAN KELIMA
SEPUTAR IBADAH PASCA RAMADHAN
Berdasarkan hadis ini, mazhab Hanafi, Syafii, dan Hanbali sepakat bahwa puasa
Syawal hukumnya sunnah muakkad. Puasa ini dilakukan di bulan Syawal selain pada
hari raya Idul Fitri. Karena diharamkan berpuasa pada hari raya.
Puasa Syawal boleh dilakukan secara berturut-turut maupun secara terpisah selama
masih di bulan Syawal. Hal tersebut tidak mengurangi keutamaan puasa enam hari di
bulan Syawal, sebagaimana yang dijelaskan Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab
Tuhfah Al-Muhtaj.
Saat mudik, seorang muslim akan menemui banyak kesulitan dalam menunaikan
shalat pada waktunya. Oleh karena itu, syariat memberi beberapa rukhshah
(keringanan) bagi musafir.
Musafir boleh menjamak shalat di waktu shalat pertama atau yang terakhir. Menjamak
shalat di waktu shalat yang pertama disebut jamak taqdim. Dan menjamaknya di
waktu yang terakhir disebut jamak ta’khir.
Jika shalat dijamak ke akhir waktu (jamak ta’khir), maka musafir harus berniat untuk
menjamak shalat di waktu shalat pertama. Misalnya, kita dalam perjalanan mudik dan
masuk waktu Zuhur, jika ingin menjamak ta’khir, maka sebelum masuk waktu Asar,
kita harus berniat dalam hati ingin menjamak ta’khir shalat Zuhur.
31
Adapun mengenai cara shalatnya, kita boleh melakukan shalat yang pertama lebih
dulu, baru kemudian dilanjutkan dengan shalat kedua, baik dalam jamak taqdim
maupun ta’khir.
Kedua, musafir boleh melaksanakan shalat qasar. Qasar adalah meringkas jumlah
rakaat shalat empat rakaat menjadi dua rakaat. Shalat yang boleh diqasar hanya
shalat Zuhur, Asar, dan Isya.
Ketiga, shalat hurmah al-waqt atau untuk menghormati waktu, yaitu shalat yang
dilakukan seseorang karena tidak dapat memenuhi syarat sah shalat ketika masuk
waktunya. Syarat sah shalat yaitu suci dari hadas dan najis, menghadap kiblat,
menutup aurat, dan masuk waktu shalat.
Jika orang yang shalat tidak dapat memenuhi syarat sah ini sampai berakhirnya waktu
shalat, maka ia tetap harus melaksanakan shalat di waktu tersebut untuk menghormati
waktu shalat (hurmah al-waqt). Konsekuensinya, orang ini harus mengqadha
(mengganti) shalat setelah keadaannya kembali bisa melaksanakan shalat secara
normal.
Misalnya, seorang musafir memasuki waktu shalat sedang ia sedang berada di atas
kendaraan. Dia tidak bisa shalat menghadap kiblat dan tidak bisa melaksanakan rukuk
dan sujud dengan sempurna. Dalam situasi ini, orang tersebut tetap melaksanakan
shalat di atas kendaraan, lalu mengqadha shalat saat situasinya sudah
memungkinkan untuk memenuhi syarat-syarat shalat.
Hal ini juga berlaku untuk orang yang shalat dengan pakaian bernajis dan tidak bisa
membersihkan atau menggantinya sebelum waktu shalat habis, maka ia shalat lalu
mengqadha shalat setelah pakaiannya bersih.
32
PENUTUP
Untuk mengetahui jawaban yang lebih rinci lagi, sahabat bisa meneruskan membaca
kitab-kitab fikih yang fokus membahas seputar puasa, zakat, dan ibadah Ramadhan
lainnya, dan bertanya kepada guru-guru yang mumpuni keilmuannya.
Adapun segala sesuatunya tidak ada yang sempurna, termasuk buku saku ini. Segala
ketidaksempurnaan datangnya dari manusia, dan kebenaran hanya milik Allah, Tuhan
yang memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Jika sahabat memiliki usul, masukan, dan saran, silakan sampaikan melalui email
salam@kesan.id.
33
Tentang KESAN
Aplikasi KESAN adalah aplikasi karya anak negeri didesain untuk menemani dan
menjadi referensi ibadah umat Islam. Aplikasi KESAN gratis, lengkap, dan tanpa
iklan agar ibadah semakin khusyuk dan tidak terganggu.
Seperti sahabat yang baik, KESAN akan mengingatkanmu untuk menunaikan
ibadah wajib maupun sunnah sesuai dengan pilihan dan kebiasaan yang ingin
kamu bentuk.
KESAN mempunyai fitur Al-Qur’an dan Tafsir, Doa, Zikir & Shalawat, Hadispedia,
Hikmah Harian, Tanya Kiai, Jadwal Shalat, Arah Kiblat, Kalender Hijriah, Kitab
Kuning, Haji & Umrah, Artikel Harian, Konten Premium, Tanya Tutor dan lain-lain.
Selain itu, KESAN juga memiliki Marketplace Halal untuk memasarkan produk,
jasa, & UMKM-mu.
Aplikasi KESAN telah digunakan oleh lebih dari 700 ribu pengguna di dalam dan
luar negeri. Aplikasi KESAN tersedia di Google Playstore dan Apple Store.
Jika ada saran, masukan, atau ingin menghubungi KESAN, silakan kirim email
ke salam@kesan.id atau kunjungi website KESAN di http://www.kesan.id/.
34
Karya KESAN Lainnya
(Klik untuk mendownload)
Doa Setelah
Baca Yasin