Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU

TUGAS

KEPERAWATAN BENCANA

DOSEN: SARI ARIE LESTAR,S.kep.,Ns.,M.kes

OLEH :

NAMA : RINI WIDIYA SARI

NIM : P201701070

KELAS : J2 KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kehadirat Allah SWT, sebagai penguasa yang Akbar bagi
seluruh alam semesta karena atas rahmat dan berkat-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul “Pelayanan Kesehatan Korban Bencana”, dengan waktu yang telah
ditentukan.
Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini
sehingga belum begitu sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Sehingga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Akhirnya semoga Allah SWT, senantiasa memberikan
petunjuk kepada kita semua agar apa yang kita cita-citakan menjadi sukses.

Kolaka utara, 6 april 2020


Penyusun

Rini widiya sari


DAFTAR ISI
Halaman Sampul
Kata Pengantar...............................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.................................................................................
2. Rumusan Masalah…………………………………………….........
3 . Tujuan..............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penanggulangan system gawat darurat...........................................
B. Peran perawat dalam bencana…………..........................................
C. Aspek etika penanganan bencana....................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................
3.2 Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia telah dinyatakan sebagai salah satu negara paling rawan bencana. Menurut
International Strategy for Disaster Reduction (ISDR), Indonesia menduduki urutan ke-7 di
antara negara-negara yang rawan bencana. Kenyataan terus menunjukkan bagaimana
Indonesia tetap rentan terhadap bencana baik yang disebabkan oleh alam seperti gempa
bumi, tsunami, gunung meletus dan lainnya maupun non alam seperti banjir, penyakit
menular, kebakaran hutan dan lainnya, serta bencana sosial berupa konflik sosial di berbagai
daerah (Tukino, 2013).
Berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa Bencana alam adalah bencana
yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara
lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
tanah longsor (Tondobala, 2011).
Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan,
gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya derajat kesehatan atau
pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau
wilayah yang terkenah (Efendi dan Makhfudli, 2009).
Bencana merupakan fakta yang tidak dapat dihindari akan tetapi dapat diantisipasi atau
diminimalkan dampaknya. Pembagian peran yang jelas antara berbagai pihak yang terlibat
dan pemanfaatan media komunikasi dapat mempercepat penyebaran informasi,
memperlancar komunikasi dan koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat sehingga
diharapkan dapat meminimalkan risiko bencana baik risiko kerusakan ataupun kehilangan
(Rahmawati, 2014).
Bencana yang terjadi membawa sebuah konsekuensi untuk mempengaruhi manusia
dan / atau lingkungannya. Kerentanan terhadap bencana dapat disebabkan oleh kurangnya
manajemen bencana yang tepat, dampak lingkungan, atau manusia sendiri. Kerugian yang
dihasilkan tergantung pada kapasitas ketahanan komunitas terhadap bencana (Ulum, 2013).
Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk,
termasuk kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah terj adi bencana adalah
pelayanan kesehatan terhadap korban bencana. Untuk penanganan kesehatan korban
bencana, berbagai piranti legal (peraturan, standar) telah dikeluarkan. Salah satunya adalah
peraturan yang menyebutkan peran penting Puskesmas dalam penanggulangan bencana
(Departemen Kesehatan RI, 2007; Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan, 2006; Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat
Jenderal Departemen Kesehatan, 2001 dalam Widyatun dan Fatoni, 2013).
Salah satu kendala yang sering dijumpai dalam upaya penanggulangan krisis di daerah
bencana adalah kurangnya SDM (sumber daya manusia) kesehatan yang dapat difungsikan
dalam penanggulangan krisis akibat bencana. Kondisi tersebut memang sudah ada sejak
sebelum terjadinya bencana atau karena adanya tenaga kesehatan yang menjadi korban
bencana (Ismunandar, 2013).
2. Rumusan masalah
a. Sistem penanggulangan bencana terpadu
b. System pelayanan kesehatan
c. Aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana

3. Tujuan
a. Bagaimana system penanggulangan bencana
b. Apa system pelayanan kesehatan
c. Apa aspek etik dan legal keperawatan bencana
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem penanggulangan terpadu


SPGDT-B (dalam keadaan bencana) adalah kerja sama multi sector,multi profesi,multi disiplin
yang terpadu dalam bentuk pelayanan gawat darurat pra-RS, di RS & antar RS sebagai
peningkatan/eksalasi dari kegiatan pelayanan sehari hari (melakukan upaya menyelamatkan
korban sebanyak-banyaknya )

1. Tugas system penanggulangan terpadu


a. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana,penanganan tanggapan darurat,rehabilitasi,dan rekontrusi
secara adil dan setara
b. Menetapan standarisasi dan kebutuhan penyelanggaraan penanggulangan bendana
beradasarkan peraturan perundang-undangan
c. Menyampaikan informasi kegitan kepada masyarakat
d. Melaporkan penyelanggaraaan penanggulangan bencana kepada presiden setiap sebulan
sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondiri darurat bencana
e. Menggunaan dan mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara
f. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
g. Menyusun pedoman pembentukan BPBD
B. Sistem pelayanan kesehatan

Berdasarkan Efendi dan makhfudli (2009), Berikut ini merupakan akibat-akibat


bencana yang dapat muncul baik langsung maupun tidak langsung terhadap bidang
kesehatan.
a. Korban jiwa, luka, dan sakit (berkaitan dengan angka kesakitan dan kematian).
b. Adanya pengungsi yang pada umumnya akan menjadi rentan dan berisiko mengalami
kurang gizi, tertular penyakit, dan menderita stress.
c. Kerusakan lingkungan sehingga kondisi menjadi darurat dan menyebabkan keterbatasan
air dan sanitasi serta menjadi tempat perindukan vektor penyakit.
d. Sering kali sistem pelayanan kesehatan terhenti, selain karena rusak, besar kemungkinan
tenaga kesehatan setempat juga menjadi korban bencana.
e. Bila tidak diatasi segera, maka derajat kesehatan semakin menurun dan berpotensi
menyebabkan terjadinya KLB.

 Dampak Bencana Terhadap Kesehatan


Salah satu dampak hencana terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk dapat
dilihat dari herhagai permasalahan kesehatan masyarakat yang terjadi. Bencana yang diikuti
dengan pengungsian herpotensi menimhulkan masalah kesehatan yang sehenamya diawali
oleh masalah hidang/sektor lain. Bencana gempa humi, hanjir, longsor dan letusan gunung
herapi, dalam jangka pendek dapat herdampak pada korhan meninggal, korhan cedera herat
yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risik penyakit menular, kerusakan fasilitas
kesehatan dan sistem penyediaan air (Pan American Health Organization, 2006). Timhulnya
masalah kesehatan antara lain herawal dari kurangnya air hersih yang herakihat pada
huruknya kehersihan diri, huruknya sanitasi lingkungan yang merupakan awal dan
perkemhanghiakan heherapa jenis penyakit menular (Widyatun dan Fatoni, 2013).
Dampak bencana yang ditimbulkan dapat berupa kematian masal, terganggunya
tatanan sosiologis dan psikologis masyarakat, pengangguran, kemiskinan, kriminalitas,
keterbelakang-an, dan hancurnya lingkungan hidup masyarakat. Begitu besarnya risiko yang
ditimbulkan oleh bencana ini, maka penanganan bencana menjadi sangat penting untuk
menjadi perhatian dan tugas kita bersama (Kurniayanti, 2012).
Terjadinya bencana alam maupun bencana yang ditimbulkan oleh manusia itu sendiri
akan mengakibatkan dampak (akibat buruk) yang akan dirasakan oleh manusia itu sendiri,
yaitu berupa kerusakan lingkungan, kerusakan ekosistem alam, budaya sosial maupun
kerugian finansial serta korban jiwa (simangunsong, 2009).
Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga merupakan awal dari proses terjadinya
penurunan derajat kesehatan yang dalam jangka panjang akan mempengaruhi secara
langsung tingkat pemenuhan ~kebutuhan gizi korhan hencana. Pengungsian tempat ttnggal
(shelter) yang ada sering tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga secara langsung maupun
tidak langsung dapat menurunkan daya tahan tuhuh dan hila tidak segera ditanggulangi akan
menimhulkan masalah di hidang kesehatan. Sementara itu, pemherian pelayanan kesehatan
pada kondisi hencana sering menemui hanyak kendala akihat rusaknya fasilitas kesehatan,
tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terhatasnya tenaga
kesehatandan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat menimhulkan dampak lehih huruk
hila tidak segera ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Sekretariat Jenderal
Departemen Kesehatan, 2001).
Dampak bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif herheda-heda, antara lain
tergantung dari jenis dan hesaran hencana yang terjadi. Kasus cedera yang memerlukan
perawatan medis, misalnya, relatif lehih hanyak dijumpai pada hencana gempa humi
dihandingkan dengan kasus cedera akihat hanjir dan gelomhang pasang. Sehaliknya, hencana
hanjir yang terjadi dalam waktu relatif lama dapat menyehahkan kerusakan sistem sanitasi
dan air bersih, serta menimhulkan potensi kejadian luar biasa (KLB) penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui media air (water-borne diseases) seperti diare dan leptospirosis. Terkait
dengan hencana gempa humi, selain dipengaruhi kekuatan gempa, ada tiga faktor yang dapat
mempengaruhi hanyak sedikitnya korhan meninggal dan cedera akihat hencana ini, yakni:
tipe rumah, waktu pada hari terjadinya gempa dan kepadatan penduduk (Pan American
Health Organization, 2006).
Pengaruh bencana yang terjadi tiba-tiba tidak hanya menyebabkan banyak kematian,
tetapi juga gangguan sosial besar-besaran dan kejadian luar biasa (KLB) penyakit epidemi,
serta kelangkaan bahan pangan sehingga orang yang selamat sepenuhnya bergantung pada
bantuan luar. Pengamatan sistematis yang dilakukan terhadap pengaruhbencana alam
padakesehatan manusia menghasilkan berbagai kesimpulan,baik tentang pengaruh bencana
pada kesehatan maupun tentang cara yang paling efektif untuk menyediakan bantuan
kemanusiaan (Machmud, 2009).

 Persiapan sumber daya manusia (Sdm) Kesehatan Menuju Lokasi Bencana


Alam
Menurut Machmud (2009), pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM
kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis yang meliputi:
1. Tim Reaksi Cepat
2. Tim PenilaianCepat (TimRHA)
3. Tim Bantuan Kesehatan Sebagai koordinator Tim adalah Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota (mengacu Surat Kepmenkes nomor 066 tahun 2006).
Tim Reaksi Cepat
1. Tim yang diharapkan dapat segera bergerak dalam waktu 0-24 jam setelah ada informasi
kejadian bencana, terdiri dari :
Pelayanan Medik :
a. DokterUmum/BSB
b. Dokter Sp. Bedah
c. Dokter Sp. Anestesi
d. Perawat Mahir (Perawat bedah, gadar)
e. Tenaga Disaster Victims Identification(DVI)
f. Apoteker/Ass. Apoteker
g. Sopir Ambulans
2. Surveilans Epidemiolog/Sanitarian
3. Petugas Komunikasi
Tim RHA
Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul dalam
waktu kurang dari 24 jam, terdiri dari:
1. DokterUmum : 1org
2. Epidemiolog : 1org
3. Sanitarian : 1org
Tim BantuanKesehatan
Tim yang diberangkatkan berdasarkan kebutuhan setelah Tim Reaksi Cepat dan
TimRHA kembali dengan laporan hasilkegiatanmereka di lapangan, terdiri dari:
1. Dokter Umum
2. Apoteker dan Asisten Apoteker
3. Perawat (D3/S1 Keperawatan)
4. Perawat Mahir
5. Bidan(D3 Kebidanan)
6. Sanitarian (D3 Kesling/ S1Kesmas)
7. Ahli Gizi (D3/D4 Kesehatan/ SI Kesmas)
8. Tenaga Surveilans (D3/D4 Kes/ SI Kesmas)
9. Entomolog(D3/D4Kes/ S1Kesmas/ S1Biologi)
Kebutuhan tenaga kesehatan selain yang tercantum di atas, disesuaikan dengan jenis
bencana dan kasus yang ada, misal:
 Gempa bumi
 Banjir Bandang/tanah longsor
 Gunung meletus
 Tsunami
 Ledakan bom/kecelakaan industri
 Kerusuhan massal
 Kecelakaan transportasi
 Kebakaran hutan

 Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan


Pengungsi
Menurut Widyatun dan Fatoni (2013), Berdasarkan SK Menkes Nomor
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut standar minimal yang
harus dipenuhi meliputi berbagai aspek :
1. Pelayanan kesehatan, termaksut pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi
dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu pusat kesehatan
pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang, sedangkan rumah sakit
untuk 200.000 sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan
partisipasi rumah sakit swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun
intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah
umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan ketenagaan.
Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan telah
menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000
pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang),
dokter ( 1 orang), paramedis ( 4-5 orang), asisten apoteker ( 1 orang), teknisi
laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi (2-4 orang),
asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk
mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan
kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting
diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahah
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana, termasuk kaum
perempuan, untuk memastikan kebutuhankebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok ukur
kunci yang perlu diperhatikan adalah:
a. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
b. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,satu kran air untuk
80-100 orang,
c. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah tangga atau
menurut j enis kelamin,
d. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat pengungsian,
e. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan lubang
sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman atau tempat
pengungsian,
f. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
g. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman atau
tempat pengungsian.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan
keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia, misalnya,
setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2 Kebutuhan sandang juga
perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-
anak serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.
 Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan
Pengungsi
Menurut Widyatun dan Fatoni (2013), Berdasarkan SK Menkes Nomor
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut standar minimal yang
harus dipenuhi meliputi berbagai aspek :
1. Pelayanan kesehatan, termaksut pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan reproduksi
dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu pusat kesehatan
pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang, sedangkan rumah sakit
untuk 200.000 sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat memanfaatkan
partisipasi rumah sakit swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal maupun
intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah
umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan ketenagaan.
Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan telah
menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000
pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang),
dokter ( 1 orang), paramedis ( 4-5 orang), asisten apoteker ( 1 orang), teknisi
laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi (2-4 orang),
asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi,
kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk
mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan
kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting
diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahah
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu, pengelolaan
bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana, termasuk kaum
perempuan, untuk memastikan kebutuhankebutuhan dasar korban bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok ukur
kunci yang perlu diperhatikan adalah:
5. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
6. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,satu kran air untuk
80-100 orang,
7. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah tangga atau
menurut j enis kelamin,
8. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat pengungsian,
9. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan lubang sampah
umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman atau tempat pengungsian,
10. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
11. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman atau tempat
pengungsian.
12. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan
keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia, misalnya,
setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2 Kebutuhan sandang juga
perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-
anak serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.

 Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana Dan Penanganan


Pengungsi
Menurut Widyatun dan Fatoni (2013), Berdasarkan SK Menkes Nomor
1357/Menkes/SK/XII/200 1 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi. Dalam dokumen tersebut standar minimal yang
harus dipenuhi meliputi berbagai aspek :
1. Pelayanan kesehatan, termaksut pelayanan kesehatan masyarakat, kesehatan
reproduksi dan kesehatan jiwa. Terkait dengan sarana pelayanan kesehatan, satu pusat
kesehatan pengungsi idealnya digunakan untuk melayani 20.000 orang, sedangkan
rumah sakit untuk 200.000 sasaran. Penyediaan pelayanan kesehatan juga dapat
memanfaatkan partisipasi rumah sakit swasta, Balai Pengobatan Swasta, LSM lokal
maupun intemasional yang terkait dengan bidang kesehatan.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan
masalah umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan
ketenagaan. Berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan
telah menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-
20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-
10 orang), dokter ( 1 orang), paramedis ( 4-5 orang), asisten apoteker ( 1 orang),
teknisi laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0 orang), pengawas sanitasi (2-
4 orang), asisten pengawas sanitasi (10-20 orang).
3. Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans
gizi, kualitas dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin
untuk mengetahui sasaran pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur
dan kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut
penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui kebutuhan bahan makanan pada tahah
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya. Selain itu,
pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban bencana,
termasuk kaum perempuan, untuk memastikan kebutuhankebutuhan dasar korban
bencana terpenuhi.
4. Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia,
pengelolaan limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok
ukur kunci yang perlu diperhatikan adalah:
5. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
6. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,satu kran air untuk
80-100 orang,
7. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah tangga atau
menurut j enis kelamin,
8. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat pengungsian,
9. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan lubang
sampah umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman atau tempat
pengungsian,
10. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
11. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman atau
tempat pengungsian.
12. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan
keluarga, sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia,
misalnya, setidaknya tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2 Kebutuhan
sandang juga perlu memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk
balita dan anak-anak serta pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.

C. Aspek etik dan legal dalam keperawatan bencana


Etik merupakan disiplin ilmu yang membahas mengenai masalah tingkah laku dan moral
yang
kompleks. Kita sebagai dokter ataupun tenaga kesehatan ini merupakan pekerjaan moral. Ada
beberapa tipe etika yaitu etika normative, etika deskriptif, meta-etik. Etika normative merupakan
etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh
manusia. Etika ini merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia dapat bertindak
secara baik dan dapat menghindarkan hal-hal yang buruk, yang sesuai dengan kaidah atau norma
yang disepakati dan berlaku dimasyarakat. Sedangkan untuk etika deskriptif merupakan suatu
etika yang menelaah secara kritis dan rasional mengenai sikap dan perilaku manusia, serta apa
yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai suatu yang bernilai. Etika ini membahas
mengenai fakta secara apa adanya yaitu mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta
yang terjkait dengan situasi dan realitas yang membudidaya.
Ada beberapa aspek spesifik manajemen bencana yang melibatkan masalah etika yaitu :
➢ Penggunaan intervensi militer pada pertolongan bencana
➢ Bantuan untuk memindahkan populasi
➢ Hubungan antara respon bencana untuk perkembangan populasi
➢ Biaya bencana, ataupun pertimbangan dan penggunaan pada sumber dana untuk
bnecana
Pernyataan ataupun deklarasi serta respon terhadap suatu bencana Tugas tenaga medis dalam
keadaan kegawatdaruratan dan bencana yaitu :
➢ Menyiapkan pertolongan pada kegawatdaruratan terhadap pasien yang luka dan kronik
➢ Rehabilitasi social seperti makanan, komunikasi, informasi, keluarga korban,
keamanan, biaya nasional maupun internasional
➢ Rehabilitasi pasien untuk kehidupan yang normal seperti pada masalah pendidikan dan
kesehatan.
Terdapat beberapa perbedaan antara keadaan gawat darurat dengan pelayanan kesehatan
ditempat biasa, yaitu :
 Primary care physicians :
➢ pasien memutuskan sendiri untuk pergi ke dokter
➢ pasien mempunyai hak untuk menentukan dan memilih dokter
➢ pasien percaya kepada dokter dan perawat
➢ pasien mempunyai cukup waktu untuk berdiskusi bersama dokter
➢ dokter dapat berkonsultasi kepada pasien, keluarga pasien, dan dokter lainnya.
 Emergency praktise :
➢ Seringanya pasien dibawa oleh ambulance
➢ Pasien tidak dapat menentukan dan memilih dokter
➢ Tenaga kesehatan harus member kepercayaan kepada pasien
➢ Keutusan dibuat secara cepat
➢ Dokter mempunyai keputusan terhadap apa yang dilakukannya
Konsekuensi dari masalah etika dapat bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Apabila
dilihat dari jangka pendek yaitu dapat berasal dari keluhan pasien taupun keluarga pasien yang
merupakan masalah legl, situasi yang berada dibawah tekanan, serta kerja tim yang buruk yang
merupakan tanggung jawab dari sikap institusi. Dalam jangka panjang dapat menjadi beban
moral,
konsekuensi yang legal, dan dapat menurunkan kepercayaan komunitas. Bagaimana cara
menerapkan masalah etik dalam keadaan gawat darurat atau bencana yaitu dengan pendekatan
tradisional dengan triase ataupun etika pada keadaan gawat darurat.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bencana alam merupakan sebuah musibah yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya. Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang dapat
dilakukan oleh perawat.
B. Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan
tanggap
bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual namun harus
memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana

DAFTAR PUSTAKA
Efendi Ferry Dan Mukhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunikasi Teori Dan Praktik
Dalam Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta.

Ismunandar. 2013. Kesiapan Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu Dalam Penanganan
Korban Bencana. Volume 8 No.3. Poltekkes Kemenkes Palu. Sulawesi Tengah

Kurniayanti Ari Mizam. 2012. Peran Tenaga Kesehatan Dalam Penanganan Manajemen
Bencana. Vol 01. No 01. STIKES Widyagama Husada. Jawa Timur.

Anda mungkin juga menyukai