Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS

BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

OLEH :

SILFIA MEGA SAPUTRI


(17.069)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN KAMPUS V TRENGGALEK


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

A. DEFINISI
Bayi yang mengalami Berat Badan lahir Rendah (BBLR) adalah jika berat bayi
tersebut kurang dari angka 2500 gram atau 2,5 kg tanpa melihat periode waktu bayi berada
dalam rahim (gestasi). BBLR dapat terjadi dikarenakan usia kehamilan yang kurang dari
usia normal yaitu 37 minggu dan berat bayi pun lebih rendah dari bayi pada umumnya.
(Manuaba, 2007).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Amru, Sofian, 2012).
Pembagian kehamilan menurut WHO, 1979 dalam Manuaba, 1998 adalah sebagai berikut :
1. Preterm : umur hamil kurang dari 37 minggu (259 hari).
2. Aterm : umur hamil antara 37 sampai 42 minggu (259 – 293 hari).
3. Post-term : umur hamil di atas 42 minggu (294 hari).

B. ETIOLOGI
1. Faktor ibu
a. Gizi saat hamil kurang
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat
d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok)
e. Faktor pekerja yang terlalu berat
2. Faktor kehamilan
a. Hamil dengan hidramnion
b. Hamil ganda
c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi hamil: pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah dini
3. Faktor janin
a. Cacat bawaan infeksi dalam rahim
4. Faktor gangguan
a. Pertukaran zat antara ibu dan janin

C. MANIFESTASI KLINIS
a. Sebelum bayi lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus, dan lahir
mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
c. Pergerakan janin pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih lambat walaupun
kehamilannya sudah agak lanjut
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut seharusnya. Sering
dijumpai kehamilan dengan oligradramnion gravidarum atau perdarahan
anterpartum.
b. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retardasi intrauterin
b. Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan intrauterine
d. Bayi premature kurang smpurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya
c. Selain itu ada gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
a. Berat kurang dari 2500 gram.
b.  Panjang kurang dari 45 cm.
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm.
d. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
e. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
f. Kepala lebih besar.
g. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
h. Otot hipotonik lemah.
i. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea.
j. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus.
k. Kepala tidak mampu tegak.
l. Pernapasan 40 – 50 kali / menit.
m. Nadi 100 – 140 kali / menit.

D. APGAR SKOR
Apgar skor adalah penilaian sederhana yang dilakukan untuk memastikan kondisi bayi yang
baru lahir apakah dalam kondisi baik atau perlu penanganan medis. Metode ini dilakukan
pada menit ke 1 dan menit ke 5 setelah kelahirannya.
NILAI
TANDA 0 1 2 SKOR
Lambat <
Denyut jantung (pulse) Tidak ada >100
100
Usaha nafas Lambat, tidak Menangis
Tidak ada
(respiratory) teratur dengan keras
Fleksi pada
Tidak ada
ekstremitas,
Tonus otot (activity) gerakan sama Gerakan aktif
gerakan
sekali
lemah
Kepekaan reflek Menangis
Tidak ada Merintih
(gremace) kuat
Warna (apperence) Biru pucat Tubuh merah Seluruhnya
muda,
ekstremitas merah muda
biru
JUMLAH SKOR
Klasifikasi :
Asfiksia ringan (APGAR Skor 7-10)
Asfiksia sedang (APGAR Skor 4-6)
Asfiksia berat (APGAR Skor 0-3)

E. BALLARD SKOR
A. PENILAIAN MATURITAS FISIK
TANDA -1 0 1 2 3 4 5 SKOR
Seperti
Permukaa kertas
Merah Merah n Pecah- perka Seperti
Lengket seperti muda mengelup pecah, men, kulit
, rapuh, agar / halus, as dengan daerah pecah- ,pecah-
Kulit
transpar gelatin, vena- / tanpa pucat, pecah pecah,
an transpar vena ruam, vena dalam, berkerip
an tampak vena jarang tidak ut
jarang ada
vena
Umum
Tidak Banyak Menghil nya
Lanugo Jarang Menipis
ada sekali ang tidak
ada
Tumit
Lipatan Lipata
ibu jari
>50 mm, Garis- melintang n pada
Permukaan kaki 40- Lipatan
tidak garis hanya seluru
Plantar 50 mm pada 2/3
ada merah pada h
Kaki = -1, anterior
lipatan tipis bagian telapa
<40 mm
anterior k kaki
= -2
Areola Areola Sreola
Areola
Hampir datar, terangka penuh,
Tidak berbintil,
Payudara tidak tidak t, punca
teraba puncak 1-
teraba ada puncak k 5-10
2 mm
puncak 3-4 mm mm
Kelopak Pinna
Kelopak Pinna
menyat sedikit Keras Kartila
terbuka, memutar
u. melengk dan go
Daun pinna penuh,
Longgar ung, terbentu tebal.
Telinga datar, lunak,
= -1 , lunak, k recoil Teling
tetap tapi sudah
ketat = recoil segera a kaku
terlipat rekoil
-2 lambat
Testis
pada Testis Testis
Skrotum Testis di
Skrotu kanal menuju tergant
Kelamin kosong, bawah,
m datar, bagian ke bawah, ung,
(Laki-laki) rugae rugae
halus atas, rugae rugae
samar jelas
rugae sedikit dalam
jarang
Kelamin Klitoris Klitoris Klitoris Labia Labia Labia
(Perempuan menonj menonjo menonjo mayora mayora mayor
) ol, labia l, labia l, labia dan besar, a
datar minora minora minora labia menut
kecil membes sama- minora upi
klitoris
sama dan
ar kecil
menonjol labia
minora
JUMLAH SKOR

B. PENILAIAN MATURITAS NEUROMUSKULAR

Catatan : UMUR GESTASI *)


JUMLAH SKOR MINGGU
Diperiksa bagian kanan
-10 20
dan kiri -5 22
Posisi bayi terlentang 0 24
5 26
Nilai dapat dipercaya bila 10 28
diperiksa pada 48 jam 15 30
20 32
pertama 25 34
Jumlahkan skor dan lihat 30 36
35 38
table umur gestasi 40 40
45 42
*) Lingkari jumlah skor
dan umur yang diperoleh 50 44

pada tabel
F. KOMPLIKASI
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut
Mitayanti, 2009 yaitu :
1.    Sindrom aspirasi mekonium (menyababkan kesulitan bernapas pada bayi).
2.    Hipoglikemia simtomatik.
3.    Penyakit membrane hialin disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna,sehingga
alveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam
alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negative yang tinggi untuk yang berikutnya.
4.    Asfiksia neonetorom.
5.    Hiperbulirubinemia
G. MASALAH YANG MUNGKIN TERJADI PADA BAYI PREMATUR
a. Ketidakstabilan suhu tubuh
Ketidakstabilan suhu tubuh terjadi karena:
a. Peningkatan hilangnya panas
b. Kurangnya lemak sub kutan
c. Rasio luas permukaan terhadap berat badan yang besar
d. Produksi panas berkurang akibat lemak coklat yang tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil
b. Hipoglikemia
a. Keadaan hasil pengukuran kadar glukosa darah kurang 45 mg/dl (2,6 mmol/L)
a. Gejala yang tampak adalah tremor, bayi lemah, apatis, letargi, keringat dingin,
sianosis, kejang, apneu.
c. Hiperbilirubin atau icterus
a. Perubahan warna tubuh menjadi kuning pada kulit, mukosa, konjungtiva.
b. Kadar bilirubin sebesar 12 mg/dl dalam satu hari/24 jam
c. Gejalanya bayi tidur terus menerus, tidak mau menghisap ASI dari ibu
d. Bola mata akan berputar kearah atas
e. Bayi terlihat mengantuk
H. PATHWAY
Pathway BBLR :

Faktor ibu : Faktor kehamilan : Faktor janin : Faktor gangguan :


a. Gizi saat hamil kurang a. Hamil dengan hidramnion a. Cacat bawaan infeksi a. Pertukaran zat antara
b. Umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 b. Hamil ganda dalam rahim ibu dan janin
tahun c. Perdarahan antepartum
d. Komplikasi hamil: pre-
c. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat eklampsia/eklampsia,
d. Penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, ketuban pecah dini
Retardasi pertumbuhan
gangguan pembuluh darah (perokok)
intrauterin
e. Faktor pekerja yang terlalu berat

Dinding otot rahim bagian bawah lemah

Bayi lahir premature

(BBLR)
Permukaan tubuh relative Jaringan lemak subkutan Penururan daya tahan Fungsi organ-organ tubuh
lebih luas tipis tubuh belum baik

Kehilangan panas Risiko infeksi Hati Paru-paru Otak Usus


Penguapan Pemaparan melalui kulit
berlebih dengan Konjugasi Imaturitas
suhu luar bilirubin Pertumbuhan dinding sentrum- Peristaltic belum
Kehilangan belum baik dada belum sempurna, sentrum vital sempurna
cairan vaskuler imatur paru
Kehilangan
panas hiperbilirubin Pengosongan
Reflek menelan
lambung belum baik,
Insuf belum sempurna
Dehidrasi mudah kembung
Risiko pernafasan
Ikterus neonatus
ketidakseimbangan
Disfungsi
suhu tubuh
Ketidakefektifan motilitas
pola nafas gastrointestinal

Ketidakseimbangan
Diskontinuitas
nutrisi kurang dari
pemberian ASI
kebutuhan tubuh
I. URAIAN PATHWAY
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Amru, Sofian, 2012). BBLR disebabkan oleh faktor ibu, faktor
kehamilan, faktor janin, dan faktor gangguan. Faktor ibu antara lain gizi saat hamil kurang,
umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat,
penyakit menahun ibu: hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok), faktor
pekerja yang terlalu berat. Faktor kehamilan antara lain hamil dengan hidramnion, hamil
ganda, perdarahan antepartum, komplikasi hamil: pre-eklampsia/eklampsia, ketuban pecah
dini. Faktor janin yaitu cacat bawaan dalam rahim, dan faktor gangguan yaitu gangguan
pertukaran zat antara ibu dan janin.
Masalah yang dapat terjadi pada bayi dengan BBLR adalah permukaan tubuh
relative lebih luas, jaringan lemak subkutan tipis, penurunan daya tahan tubuh, dan fungsi
organ-organ tubuh belum baik. Permukaan tubuh yang relative lebih luas dapat
menyebabkan penguapan yang erlebihan dan mengakibatkan bayi kehilangan cairan
berlebih. Permukaan tubuh yang relative luas dan jaringan lemak subkutan tipis
menyebabkan bayi kehilangan panas melalui kulit sehingga memunculkan masalah
keperawatran resiko ketidakseimbangan suhu tubuh.
Pada BBLR dapat terjadi penurunan daya tahan tubuh sehingga bayi akan rentan
terkena infeksi dan memunculkan masalah keperawatan resiko infeksi. Fungsi organ-organ
tubuh pada BBLR juga belum matur antara lain hati, paru-paru, otak dan usus. Fungsi organ
hati yang belum baik mengakibatkan fungsi hati dalam melakukan konjugasi bilirubin
terganggu dan menyebabkan hiperbilirubin pada bayi sehingga memunculkan masalah
keperawatan ikterus neonatus. Pada fungsi paru-paru BBLR yang belum matur menjadikan
pertumbuhan dinding dada dan vaskuler belum matur yang menyebabkan insufisiensi
pernafasan dan memunculkan masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas. Pada otak
yang belum matur terjadi imaturitas pusat-pusat vital yang menyebabkan reflek menelan
belum sempurna sehingga memunculkan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh dan diskontinuitas pemberian ASI. Pada organ usus yang
belum matur menyebabkan peristaltik belum sempurna dan dinding lambung lunak sehingga
menyebabkan pengosongan lambung belum baik dan menjadikan menjadikan perut bayi
mudah kembung sehingga memunculkan masalah keperawatan disfungsi motilitas
gastrointestinal.
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan glukosa darah terhadap hipoglikemia.
2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan.
3. Titer torch sesuai indikasi.
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi.
5. Pemantauan elektrolit.
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan (mis : fhoto thorak)
K. PENATALAKSANAAN
a. Medis
a. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
b. Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
d. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat
Penanganan secara umum :
a. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar perawatan
yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih besar. Semua
perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator.
b. Pelestarian suhu tubuh
Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam mempertahankan suhu
tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal suhu rectal dipertahankan
antara 35,50 C s/d 370C.Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu
lingkungan dimana suhu normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic
yang minimal. Bayi berat rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka,
juga memerlukan pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus
diatas 25 0 C, bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300C untuk bayi
dengan berat kurang dari 2000 gram
c. Incubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator. Prosedur
perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“. Sebelum
memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu dihangatkan,
sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C untuk bayi yang
lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini memungkinkan
pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi pakaian, observasi
terhadap pernafasan lebih mudah.
d. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm BBLR,
akibat tidak adanya alveolo dan surfaktan. Konsentrasi O2yang diberikan sekitar 30-
35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o2 yang tinggi dalam masa yang
panjangakan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi yang dapat
menimbulkan kebutaan.
e. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang kurang
berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan terhadap infeksi.
Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun khusus, cuci tangan
sebelum dan sesudah merawat bayi.
f. Pemberian makan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah terjadinya
hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama, dapat diberikan
melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap dan menelannya
lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih banyak kalori,
dibandingkan dengan bayi preterm.
L. ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Identitas klien
2) Identitas orang tua
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Apgar skore
f. Pemeriksaan cairan amnion
g. Pemeriksaan plasenta
h. Pemeriksaan tali pusat
i. Pengkajian fisik :
1) Aktivitas / istirahat
2) Sirkulasi
3) Pernafasan
4) Neurosensory
5) Makanan/cairan
6) Genitounaria
7) Keamanan
8) Suhu tubuh
9) Pengkajian kulit
10) Pengkajian psikologis
11) Pemeriksaan reflex
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan
ekspansi paru
b. Diskontinuitas pemberian ASI b/d prematuritas
c. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d prematuritas, ketidakadekuatan/imatur
aktivitas peristaltic dalam system gastrointestinal
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
menerima nutrisi, imaturitas peristltik gastrointestinal
e. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d kegagalan mempertahankan suhu tubuh,
penurunan jaringan lemak subkutan
f. Resiko infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat
g. Ikterus neonatus b/d bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi
c. INTERVENSI
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d imaturitas otot-otot pernafasan dan penurunan
ekspansi paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
jalan nafas dan pola nafas klien adekuat dengan kriteria hasil :
 Pernafasan adekuat 30-60 x / menit
 Tidak ada pernafasan cuping hidung
 TTV dalam rentang normal
 Tidak ada retraksi intercostal
 Pola nafas regular
Intervensi :
1) Observasi TTV, cuping hidung, dan retraksi dada
Rasional : sebagai acuan dalam penatalaksanaan tindakan
2) Berikan terapi O2
Rasional : mensuplai O2 dalam tubuh
3) Posisikan klien semi fowler
Rasional : memberikan rasa nyaman dan menjaga kepatenan jalan nafas
4) Jaga kepatenan jalan nafas
Rasional : agar tidak ada sumbatan pada jalan nafas
b. Diskontinuitas pemberian ASI b/d prematuritas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien dapat menerima ASI secara teratur, dengan kriteria hasil :
 Pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam keadaan normal
 Tetap mempertahankan laktasi
 Kemampuan menetek bayi baik
Intervensi :
1) Posisikan bayi semi fowler
Rasional : memudahkan bayi menelan dan mencegah terjadinya aspirasi jika
terjadi refluks
2) Letakan dot diatas lidah bayi
Rasional : mengetahui kesiapan bayi untuk memulai menyusui
3) Monitor atau evaluasi reflex menelan sebelum memberikan susu
Rasional : menentukan metode pemberian makanan yang tepat
4) Instruksikan dan demonstrasikan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan
mulut bayi
Rasional : kebersihan mulut penting untuk mencegah bakteri berkembangbiak di
area mulut
c. Disfungsi motilitas gastrointestinal b/d prematuritas, ketidakadekuatan/imatur
aktivitas peristaltic dalam system gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapakan
motilitas gastrointestinal berfungsi dengan baik, dnegan kriteria hasil :
 Tidak ada distensi abdomen
 Tidak ada nyeri abdomen
 Peristaltic usus normal
 Tidak mual muntah
Intervensi :
1) Monitor TTV
Rasonal : mengetahui keadaan umum px
2) Monitor status cairan dan elektrolit
Rasional : mencegah defisit cairan
3) Monitor bising usus
Rasional : mengetahui jumlah peristaltic usus
4) Kaji tanda-tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Rasional : mengetahui resiko disfungsi motilitas gastrointestinal
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan
menerima nutrisi, imaturitas peristaltik gastrointestinal
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien adekuat dengan kriteria hasil :
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1) Beri makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : memberikan kesempatan pada lambung untuk mengosongkan
sehingga tidak terjadi perasaan penuh pada perut
2) Timbang BB dan pantau hasil laboratorium
Rasional : dapat digunakan untuk melakukan intervensi yang akurat sesuai
dengan kondisi klien
3) Sajikan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : meningkatkan selera makan klien untuk memenuhi kebutuhan tubuh
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman saat makan
Rasional : suasana yang nyaman membantu meningkatkan keinginan klien
untuk makan
5) Berikan health education tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional : klien dapat mengontrol masukan nutrisi yang adekuat sesuai
kebutuhan yang digunakan sebagai cadangan energy untuk beraktivitas.
6) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan kebutuhan kalori harian yang
adekuat
Rasional : mencukupi kalori sesuai kebutuhan klien, memudahkan menentukan
intervensi yang sesuai dan mempercepat proses penyembuhan.
e. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b/d kegagalan mempertahankan suhu tubuh,
penurunan jaringan lemak subkutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
suhu tubuh klien normal dengan kriteria hasil :
 Suhu tubuh 36,5 – 37,5 C
 Akral hangat
 Warna kulit merah muda
 CRT < 2 detik
 RR 30-60 x / menit
Intervensi :
1) Monitor TTV tiap 3 jam
Rasional : mengetahui tanda-tanda hipotermi
2) Monitor warna kulit
Rasional : mengetahui tanda-tanda hipotermi
3) Monitor tanda-tanda hipotermi
Rasional : mencegah hipotermi yang berlanjut
4) Selimuti bayi
Rasional : menjaga suhu tubuh tetap hangat
5) Pertahankan pakaian bayi tetap kering
Rasional : menjaga suhu tubuh tetap hangat
6) Monitor kebutuhan cairan bayi
Rasional : mencegah dehidrasi dan memenuhi kebutuhan cairan klien
7) Tunda mandi jika masih ada tanda-tanda hipotermi
Rasional : mengurangi resiko hipotermi
f. Resiko infeksi b/d pertahanan imunologis tidak adekuat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
 Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
 Luka tampak kering dan bersih
 Mencapai penyembuhan luka tepat waktu, bebas eksudat purulent dan deman
 Penyembuhan luka rapat dan baik
Intervensi :
1) Kaji luka terhadap adanya robekan kulit
Rasional : mengidentifikasi keberadaan faktor pencetus masuknya kuman
penyebab infeksi
2) Kaji tanda-tanda vital
Rasional : sebagai indikator untuk intervensi selanjutnya
3) Jelaskan pentingnya cuci tangan yang baik dan benar kepada indvidu yang
kontak dengan klien
Rasional : mencegah kontaminasi silang
g. Ikterus neonatus b/d bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
icterus tertangani dengan kriteria hasil :
 Bayi tidak terlihat kuning
 Hasil darah rutin untuk bilirubin normal
Intervensi :
1) Jemur bayi jika terlihat kuning (15-30 menit)
Rasional : mengurangi warna kuning pada bayi
2) Periksa darah rutin untuk hiperbilirubin, jika hasilnya dibawah 7 mg% ulang
keesokan harinya
Rasional : memastikan apakah kadar bilirubinnya sudah berkurang
3) Berikan minum yang banyak
Rasional : mencegah dehidrasi
d. IMPLEMENTASI
a. Implementasi keperawatan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dimana
perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap
klien, serta mencatat tindakan perawatan dan respon klien terhadap tindakan
tersebut.
b. Implementasi yang dilakukan perawat diruang perawatan neonatus berupa
dukungan respirasi, termoregulasi, nutrisi, hidrasi, perlindungan terhadap infeksi,
perawatan kulit, pemberian obat, managemen nyeri, menerapkan asuhan
perkembangan dan memberikan dukungan psikologis kepada orang tua.
e. EVALUASI
a. Evaluasi merupakan tahapan kelima dari proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien
b. Evaluasi meliputi dua komponen yaitu penilaian kondisi atau situasi dan penilaian
adanya perubahan
c. Keberhasilan tindakan keperawatan pada bayi premature dinilai dari kestabilan
TTV, kemampuan bayi bernafas, nutrisi yang adekuat dilihat dari peningkatan berat
badan, respon aktivitas bayi, dan interaksi orang tua terhadap bayi premature.
DAFTAR PUSTAKA

Amru, Sofian (2012) dalam Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc (Edisi Revisi Jilid 1 ed.). Jogjakarta: Mediaction
Jogja.

Manuaba, I. B. (1998). Ilmu Kebidanan penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan
bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba (2007) dalam Agustin, S., Setiawan, B. D., & Fauzi, M. A. (2019, Maret). Klasifikasi Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) Pada Bayi Dengan Metode Learning Vector Quantization (LVQ). Jurnal
Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, 3. http://j-ptiik.ub.ac.id.

Mochtar, R. (1998). Sinopsis Obstetri (2 ed.). Jakarta: EGC.

Prawirohardjo, S. (1994). Ilmu Kebidanan (Ketiga ed.). Jakarta: P.T Gramedia.

WHO (1979) dalam Manuaba, I. B. (1998). Ilmu Kebidanan penyakit kandungan dan keluarga
berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai