Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS TIPE I”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing:

Rosliana Dewi Dewi, SKp., M.H.Kes., M.Kep.

Disusun Oleh :

Annisa sri rahma (32722001D18017)

Kls :

2A DIPLOMA III KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI


TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe I dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu/Bapak Dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe
I. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Sukabumi, 17 April 2020

Penyusun,
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes Melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai oleh keadaan
absolut insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat.
Protein dan lemak yang disebabkan oleh sebuah ketidak seimbangan atau ketidak adanya
persediaan insulin atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan
tidak teraturnya metabolisme(Brunner & Suddarth, 2008).
Penyakit diabetes mellitus ini banyak dijumpai di Amerika Serikat. Penderita
diabetes mellitus sekitar 11 juta atau 6% dari populasi yang ada dan diabetes mellitus
menduduki peringkat ketiga setelah jantung dan kanker Sedangkan di Indonesia penderita
diabetes mellitus ada 1,2 % sampai 2,3% dari penduduk berusia 15 tahun. Sehingga diabetes
mellitus tercantum dalam urutan nomor empat dari proses prioritas pertama adalah penyakit
kardiovaskuler kemudian disusul penyakit serebro vaskuler, geriatrik, diabetes mellitus,
reumatik dan katarak sehingga diabetes melitus ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
(Donna D. ignativius, 2013).
Dalam proses perjalanan penyakit diabetes melitus dapat timbul komplikasi baik akut
maupun kronik komplikasi akut dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat antara lain
ketoasidosis. Hiperosmolar non ketotik koma dan toksik asidosis. Sedangkan komplikasi
kronik timbul setelah beberapa tahun seperti mikroangiopati, neuropati, nefropati dan
retinopati dan makro angiopati kardiovaskuler dan peripheral vaskuler (Brunner & Suddarth,
2008).
Perawatan secara umum untuk penderita diabetes melitus diit, olah raga, atau latihan
fisik dan obat hiperglikemia (anti diabetic) dan untuk olah raga atau latihan fisik yang
dianjurkan pada penderita diabetes melitus itu meliputi latihan ringan yang dapat dilakukan
ditempat tidur untuk. penderita di rumah sakit latihan ini tidak memerlukan persiapan khusus
cukup gerak ringan diatas tempat tidur kurang lebih 5 sampai 10 menit misalnya
menggerakkan kedua tangan, ujung jari, kaki dan kepala. Selain itu bisa dilakukan senam,
senam ini harus disertai dengan kemampuan yang harus disesuaikan dengan kemampuan
kondisi penyakit penyerta(Brunner & Suddarth, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Diabetes Melitus tipe I ?
2. Apa saja etiologi Diabetes Melitus ipe I ?
3. Apa saja manifestasi klinis Diabetes Melitus tipe I ?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway Diabetes Melitus tipe I ?
5. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1 ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan teoritis pada pasien Diabetes Melitus tipe I ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang terdapat pada makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Melitus tipe I
2. Tujuan Khusus
3. Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa mampu memperoleh gambaran
dan menjelaskan tentang
a. Untuk mengetahui pengertian Diabetes melitus tipe I
b. Untuk mengetahui etiologi diabetes melitus tipe I
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis diabetes melitus tipe I
d. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway Diabetes melitus tipe I
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus tipe I
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus tipe I
D. Manfaat
Untuk mengetahui informasi dan menambah wawasan kepada penulis dan pembaca makalah.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―mengalirkan atau mengalihkan
(siphon). Melitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketidakadaan absoluti insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikro vaskular, makro vaskuler, dan neuropati.
(Yuliana elin, 2009).
Resistensi insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang dapat
diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desensitisasi
terhadap glukosa. Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul
sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan karena suatu
infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini
tidak dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor
resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi
neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi.

Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita
ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut
dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau
kering.

Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus diabetes melitus antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5


cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang
pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.

Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,
yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak
mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

Gambar 1. 1 anatomi fisiologi pankreas

b. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal
(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.
Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :

1) Epidermis
Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar
keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan
panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah
kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta
yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar
yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu
dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan,
tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.
2) Dermis
Dermis atau kurium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas terjalin rapat (pars
papilaris), sedangkan di bagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan
pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limfosit yang
menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah
limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar
keringat. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap
trauma dan tempat penumpukan energi.

Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia


Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on
the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes
di dalam (Corwin, 2009), yaitu :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetic adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun
dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.

2. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI) tipe 1


Diabetes yang tergantung pada insulin diandai dengan penghancuran sel-sel beta
pankreas yang disebabkan oleh :
a) Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe
I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.
b) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
c) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Disebabkan oleh kegagalan terlatif beta dan resisten insulin. Secara pasti
penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung
insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai
dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya
jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi
penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan System Transport
glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama
dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar
tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen
bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa,
tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik

Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :

a) < 140 mg/dL → normal


b) 140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
c) > 200 mg/dL → diabetes

3. Manifestasi klinis

Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:

a) Gejala awal pada penderita DM adalah


1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel
mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat
pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini
penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang muncul
1) Prningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus,
gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal,
lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur
terutama candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein.
Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
a. Kelemahan tubuh

b. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh sel


melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
c. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
d. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
e. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia.
4. Patofisiologi dan Pathway

Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun.

Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urine, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

PATHWAY

Umur

Penurunan Penurunan
fungsi indra fungsi
pengecap pankreas

Konsumsi Penurunan
makanan kualitas dan
manis berlebih kuantitas insulin Gaya Hidup

HIPERGLIKEMIA

Penurunan glukosa Kerusakan vasskuler dalam sel


Cadangan Neuropati perifer
lemak dan
protein turun
Resiko ULKUS
BB turun ketidakstabilan
kadar glukosa darah Kerusakan integritas kulit

Pembedahan ( Debridement )
Pengeluaran
Nyeri akut histamin & Adanya perlukaan pada kaki
prosglandin
Luka insisi tidak terawat
Gangguan mobilitas
fisik
Peningkatan leukosit

Resiko infeksi

Gambar 2.1 pathway Sumber : (Mutaqqin, 2008)

5. Penatalaksanaan Medis

Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita setelah menjalani


tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang. a.
Medis

Menurut Sugondo (2009 ) penatalaksaan secara medis sebagai berikut :

1. Obat hiperglikemik Oral


2. Insulin
Ada penurunan BB dengan drastis
Hiperglikemik berat
Munculnya ketoadosis diabetikum
Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3. Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang bertujuan untuk
mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat, tindakannya antara lain :
a. Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus diabetikum.
b. Neucrotomi
c. Amputasi
4. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksanaan medis secara keperawatan yaitu :
a) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan – jalan
sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara mandiri dan
optimal.
d) Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali sesudah makan dan
pada malam hari.

e) Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi penderita


ulkus Diabetes melitus supaya penderita mampu mengetahui tanda gejala
komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.

f) Nutrisi

Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka debridement, karena


asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy yang dikeluarkan.

g) Stress Mekanik

Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah seperti bedrest,


dimana semua pasien beraktivitas di tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap
hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan (medikasi)
untuk mengetahui perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah
dilakukan operasi debridement tersebut. (Smeltzer & Bare, 2005)

h) Tindakan pembedahan

Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :

Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajat I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan baik.
(Smeltzer & Bare, 2005).

 Debridement
Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan
ulkus kaki diabetik yang sudah mengalami neuropatik perifer dan luka sudah masuk pada
jaringan subkutan.Operasi debridement merupakan teknik yang dilakukan untuk
pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus yang dapat terlihat dari warna luka tersebut yaitu
pucat, bahkan hitam karena jaringan sudah mati.
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah infeksi biasanya yaitu
debridement jaringan nekrotik dan amputasi yang diindikasikan untuk menghentikan atau
menghambat proses infeksi. Terdapat tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah terinfeksi
yaitu infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade 2 ), sedangkan infeksi yang
mengancam tungakai (grade 3 – grade 4) (Dexa Media, 2007).
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam fisiologis atau
larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan kompres dan dibalut sampai luka
tertutup untuk mencegah risiko infeksi setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007). Adapun
pilihan dalam tindakan untuk debridement tersebut antara lain yaitu :
a. Debridement Mekanik
Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis, ultrasonic laser,
untuk membersihkan jaringan nekrotik.
b. Debridement Enzimatik
Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan residu – residu protein yang
terdapat pada luka tersebut
c. Debridement Autolitik
Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka. Proses ini melibatkan enzim
proteolitik endogen yang secara alamiahkan melilitkan jaringan nekrotik dan memacu
granulasi.
d. Debridement Biologi
Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering digunakan pada tindakan debridement
biologi. Karena belatung ini menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan jaringan
nekrotik pada luka ulkus tersebut.
e. Debridement Bedah
Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih cepat dan efisien untuk
menghambat infeksi, antara lain tujuannya, mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat
jaringan nekrotik, menghilangkan kalus dan menghilangkan 0 infeksi lokal.
Post Debridement

a. Definisi

Post debridement merupakan tindakan atau tahapan setelah dilakukan pembedahan yaitu proses
pemulihan pada daerah kaki.

b. Tujuan perawatan post debridement

Tujuan dari dilakukannya perawatan post debridement yaitu :

1. Mempercepat penyembuhan
2. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
3. Mengurangi infeksi akibat pembedahan
4. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin
5. Mempertahankan konsep diri pasien
6. Mempersiapkan pasien pulang
c. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien post debridement yaitu :

1. Nyeri pada kaki akibat insisi pembedahan


2. Perdarahan kecil akibat pembedahan
3. Kelemahan
4. Konstipasi

d. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada pasien post debridement yaitu :

1) Gangguan perfusi jaringan akibat penurunan aliran darah ke kaki.


a. Infeksi
Infeksi bedah merupakan penyulit pembedahan yang sering dijumpai pada praktek sehari –
hari infeksi dapat terbatas di tempat pembedahan, luka insisi atau menyebar secara sistematik
(sepsis). Infeksi dapat terjadi apabila dalam perawatanluka post debrid ulkus tidak dilakukan
secara multidisiplin, dan tidak teliti dalam memberikan antiseptik maupun penggunaab alat
medikasi.
b. Kerusakan integritas kulit akibat pembedahan
Kerusakan integritas kulit akibat dehisiensi luka.Dehisiensi luka merupakan luka yang
terbuka di bagian tepi – tepi luka. Faktor penyebab terjadinya infeksi karena penutupan luka
tidak rapat atau tidak benar.
c. Perawatan pasca bedah
1) Perawatan post pembedahan
a. Memonitor tanda – tanda vital pasien , kesadaran ,dan input output pasien.
b. Observasi balutan post operasi pada tungkai kaki.
c. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril
d. Makanan
Setelah dilakukan pembedahan pasien biasanya tidak diperbolehkan makan terlebih
dahulu. Dan setelah diperbolehkan pasien makan sesuai diit yang telah diberikan.
2) Mobilisasi
Pasien setelah menjalani operasi biasanya diposisikan untuk bedrest dan aktivitas di tempat
tidur dengan dibantu keluarga dan perawat.
3) Pemenuhan kebutuhan eliminasi.
Untuk kebutuhan BAK diperkenankan untuk di tempat tidur menggunakan pispot jika tidak
menggunakan DC kateter dan dihitung berapa jumlah keluarannya.Begitu juga untuk BAB
dilakukan di atas tempat tidur menggunakan pispot.
4) Proses penyembuhan luka
Menurut Sjamsuhijajat & Jong (2005) proses penyembuhan luka dibagi beberapa fase antara
lain :
a) Fase inflamasi
Fase ini dihitung dari waktu terjadinya luka sampai dengan kira-kira hari ke lima.
Sel-sel darah baru akan berkembang dan menjadi melkaukan proses penyembuhan.
b) Fase proliferasi
Fase ini juga disebut fase fibroplasias dimana berlangsung pada akhir fase pertama /
inflamasi sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini serat akan terbentuk dan
dihancurkan kembali sebagai penyesuaian diri dengan luka dan biasanya cenderung
mengerut. Biasanya luka kemerahan dan muncul benjolan halus yang disebut jaringan
granulasi.
c) Fase penyudahan proses pematangan diantaranya penyerapan kembali jaringan yang
berlebih, pengerutan sesuai gravitasi, dan jaringan baru mulai terbentuk. Waktu yang
diperlukan pada fase ini bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
5) Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi pada pasien post debridement ulkus ini diharapkan sebagai berikut :
1. Tidak timbul nyeri selama dilakukan perawatan luka
2. Luka pada insisi tanpa infeksi
3. Tidak timbul komplikasi
4. Kriteria luka bagus
5. Pasien setelah pulang dari rumah sakit diharapkan :
a. Mengetahui tentang pengobatan/perawatan lanjutan yang harus dijalani
b. Mengetahui jenis diit yang harus dilakukan
c. Mengetahui jenis terapi obat/non obat yang diberikan.

6. Konsep Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DIABETES MELITUS

1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :

a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari
sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien tersebut,
seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
6) Riwayat kesehatan keluarga
7) Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang
menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien
dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman, waktu berapa
kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai,
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin,
kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan
pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui
tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan
tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi,
car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit,
ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa
reaksi obat anestesi.
b. Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler
untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
c. Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
d. Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius,
setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus,
berat badan.
e. Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena
pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat
menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki
yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.
f. Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka
jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

2. Diagnosia Keperawatan

Menurut Nanda, (2013), diagnosa keperawatan yang muncul antara lain :

1. Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan


2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi debridement
3. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement
4. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut
5. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan penurunan berat badan.

3. Intervensi Keperawatan

1) Diagnosa I : Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan


Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam maslaah
nyeri
berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a. Skala nyeri berkurang (0-10) menjadi 4
b. pasien terlihat rileks atau nyaman
c. Pasien mampu mengontrol nyeri
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
Rasional : dengan adanya tirah baring akan mengurangi nyeri
b. Kaji nyeri menggunakan metode (PQRST) meliputi skala, frekuensi nyeri, dll
Rasional : pengkajian dari frekuensi, skala, waktu, dapat dipertimbangkan
untuk tindakan selanjutnya.
c. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional : teknik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri dan membuat relaks
d. Monitor Tanda – tanda vital
Rasional : mengetahui perkembangan kesehatan pasien
e. Kolaborasi untuk pemberian analgetik
Rasional : pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
2) Diagnosa II : kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka akibat post operasi
debridement
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
masalah gangguan integritas kulit dapat teratasi
Kriteria Hasil :
a. Integritas kulit yang baik dapat dipertahankan
b. Luka sembuh sesuai kriteria
c. Tidak ada luka atau lesi
d. Perfusi jaringan baik
e. Menunjukkan proses penyembuhan luka
Intervensi :
a. Anjurkan pasien memakai pakaian yang longgar
Rasional : udara tidak lembab jadi tidak menyebabkan kuman tumbuh
b. Hindari dari kerutan tempat tidur
Rasional : meminimalkan perlukaan, atau nyeri tekan
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Rasional : mencegah kuman maupun bakteri berkembang di sekitar
lingkungan
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi), miring kanan, miring kiri setiap 2 jam
Rasional : menghindari adanya tekanan dalam waktu yang lama
e. Monitor perkembangan kulit pada luka post debridement setiap hari.
Rasional : perkembangan pada kulit / luka lebih baik
f. Mengobservasi luka : perkembangan, tanda – tanda infeksi, kemerahan,
perdarahan, jaringan nekrotik, jaringan granulasi.
Rasional : proses penyembuhan luka terkontrol
g. Lakukan teknik perawatan luka dengan prinsip steril
Rasional : luka terkontrol dari infeksi.
h. Kolaborasi pemberian diit kepada penderita ulkus dm.
Rasional : glukosa darah pasien terkontrol
3) Diagnosa III : Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post debridement
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan resiko
infeksi dpat dicegah dan teratasi.
Kriteria Hasil :
a. Pasien bebas dari tanda gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah lekosit dalam batas normal
d. Menunjukkan perilaku hidup sehat
Intervensi :
a. Pertahankan teknik aseptif
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
Rasional : mencegahterjadinya infeksi
c. Monitor tanda dan gejala infeksi
Rasional : merencanakan tindakan untuk menghambat tanda gejala infeksi
d. Meningkatkan intake nutrisi
Rasional : mecegah terjadinya kelemahan/ kelelahan pada pasien
e. Berikan perawatan luka pada area epiderma
Rasional : membersihkan luka, mencegah resiko infeksi
f. Observasi kulit, membrane mukosa terhadap kemerahan, panas , drainase
Rasional : mengetahui perkembangan penyembuhan luka
g. Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
Rasional : mengetahui kondisi luka
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.
Rasional : merencanakan pencegahan bakteri patologi / anaerob menyerang
pada insisi pembedahan
4) Diagnosa IV : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut pada kaki.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Pergerakan / aktivitas pasien bertambah dan tidak terbatasi
c. Pasien mampu memenuhi kebutuhan secara mandiri
Intervensi :
a. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi setiap hari
Rasional : mengetahui kemampuan pasien dalam aktivitasnya sehari – hari
b. Monitoring tanda – tanda vital pasien sebelum dan sesudah latihan
Rasional : mencegah penurunan status kesehatan pasien
c. Bantu klien menggunakan tongkat saat berjalandan cegah terhadap cidera
Rasional : mencegah cidera
d. Damping dan bantu pasien dalam pemenuhan ADLs
Rasional : kebutuhan ADLs pasien terpenuhi
e. Mendekatkan alat / barang yang dibutuhkan pasien
Rasional : pasien tidak kesulitan dalam kebutuhan fasilitasnya
f. Kolaborasi dengan keluarga untuk pemenuhan ADLs paisen
Rasional : memaksimalkan nafsu makan, dan kebutuhan ADLs yang lainnya
5) Diagnosa V : Ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah berhubungan dengan
hiperglikemia
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam kadar
glukosa dalam dara darah stabil
Kriteria Hasil :
a. Kadar glukosa dalam darah normal (80 – 100 mg/dL)
b. Berat badan ideal atau tidak mengalami penurunan
Intervensi :
Menurut Nanda NIC NOC (2013), intervensi yang muncul yaitu :
a. Kaji faktor yang menjadi penyebab ketidakstabilan glukosa
Rasional : untuk mengetahui tanda gejala ketidakstabilan glukosa
b. Pantau keton urine
Rasional : terjadi atau tidak komplikasi ketoadosis diabetik
c. Gambarkan mengenai proses perjalanan penyakit
Rasional : memberikan sebuah gambaran tetang masalah yang dialami pasien
d. Pantau tanda gejala terjadinya hipoglikemi dan hiperglikemi
Rasional : upaya untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah
e. Memberikan penyuluhan mengenai penyakit ulkus diabetik, diit, obat, resep
Rasional : merencanakan, melakukan program penyuluhan, pasin
melaksanakan program diet, dan menerima obat resep

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat


maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam
rencana keperawatan (Nursallam, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai dengan
berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai
lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop.
Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)).

B. Saran
Daftar Pustaka

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Jakarta: EGC.

Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Yogyakarta : Mediaction Jogja.

Price & Wilson (2008). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.

Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni

Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin
& Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu

Yuliana Elin, Andrajat Retnosari, 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : ISFI

Sugondo, S., 2009. Obesitas. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.,
Setiasti, S., editors. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp 1973.

Anda mungkin juga menyukai