Annisa Sri Rahma
Annisa Sri Rahma
Dosen Pembimbing:
Disusun Oleh :
Kls :
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe I dengan baik meskipun banyak
kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu/Bapak Dosen mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Diabetes Melitus Tipe
I. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada
sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun,
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Diabetes Melitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia yang ditandai oleh keadaan
absolut insulin yang bersifat kronik yang dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat.
Protein dan lemak yang disebabkan oleh sebuah ketidak seimbangan atau ketidak adanya
persediaan insulin atau tak sempurnanya respon seluler terhadap insulin ditandai dengan
tidak teraturnya metabolisme(Brunner & Suddarth, 2008).
Penyakit diabetes mellitus ini banyak dijumpai di Amerika Serikat. Penderita
diabetes mellitus sekitar 11 juta atau 6% dari populasi yang ada dan diabetes mellitus
menduduki peringkat ketiga setelah jantung dan kanker Sedangkan di Indonesia penderita
diabetes mellitus ada 1,2 % sampai 2,3% dari penduduk berusia 15 tahun. Sehingga diabetes
mellitus tercantum dalam urutan nomor empat dari proses prioritas pertama adalah penyakit
kardiovaskuler kemudian disusul penyakit serebro vaskuler, geriatrik, diabetes mellitus,
reumatik dan katarak sehingga diabetes melitus ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
(Donna D. ignativius, 2013).
Dalam proses perjalanan penyakit diabetes melitus dapat timbul komplikasi baik akut
maupun kronik komplikasi akut dapat diatasi dengan pengobatan yang tepat antara lain
ketoasidosis. Hiperosmolar non ketotik koma dan toksik asidosis. Sedangkan komplikasi
kronik timbul setelah beberapa tahun seperti mikroangiopati, neuropati, nefropati dan
retinopati dan makro angiopati kardiovaskuler dan peripheral vaskuler (Brunner & Suddarth,
2008).
Perawatan secara umum untuk penderita diabetes melitus diit, olah raga, atau latihan
fisik dan obat hiperglikemia (anti diabetic) dan untuk olah raga atau latihan fisik yang
dianjurkan pada penderita diabetes melitus itu meliputi latihan ringan yang dapat dilakukan
ditempat tidur untuk. penderita di rumah sakit latihan ini tidak memerlukan persiapan khusus
cukup gerak ringan diatas tempat tidur kurang lebih 5 sampai 10 menit misalnya
menggerakkan kedua tangan, ujung jari, kaki dan kepala. Selain itu bisa dilakukan senam,
senam ini harus disertai dengan kemampuan yang harus disesuaikan dengan kemampuan
kondisi penyakit penyerta(Brunner & Suddarth, 2008).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian Diabetes Melitus tipe I ?
2. Apa saja etiologi Diabetes Melitus ipe I ?
3. Apa saja manifestasi klinis Diabetes Melitus tipe I ?
4. Bagaimana patofisiologi dan pathway Diabetes Melitus tipe I ?
5. Bagaimana penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 1 ?
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan teoritis pada pasien Diabetes Melitus tipe I ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang terdapat pada makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien Diabetes Melitus tipe I
2. Tujuan Khusus
3. Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mahasiswa mampu memperoleh gambaran
dan menjelaskan tentang
a. Untuk mengetahui pengertian Diabetes melitus tipe I
b. Untuk mengetahui etiologi diabetes melitus tipe I
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis diabetes melitus tipe I
d. Untuk mengetahui patofisiologi dan pathway Diabetes melitus tipe I
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus tipe I
f. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus tipe I
D. Manfaat
Untuk mengetahui informasi dan menambah wawasan kepada penulis dan pembaca makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti ―mengalirkan atau mengalihkan
(siphon). Melitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai
dengan ketidakadaan absoluti insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap
insulin (Corwin, 2009).
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskular dan neurologis (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa ( Rab, 2008).
Diabetes Melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang
disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikro vaskular, makro vaskuler, dan neuropati.
(Yuliana elin, 2009).
Resistensi insulin merupakan turunnya kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini seutuhnya, yang dapat
diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa maupun glukosa bersama
perangsang sekresi insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami desensitisasi
terhadap glukosa. Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul
sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang diakibatkan karena suatu
infeksi yang menyerang sampai ke dalam jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini
tidak dilakukan perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan faktor-faktor
resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi sudah terlalu parah seperti terjadi
neuropati perifer maka dapat juga dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran
infeksi ke jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang dilakukan pada penderita
ulkus diabetik dengan cara pengangkatan jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut
dapat dilihat, warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah atau
kering.
Anatomi fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus diabetes melitus antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang
dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan
bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.
Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,
yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang tidak tidak
mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di
seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans
berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100-
225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh
lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu
15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. paling tebal
(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.
Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :
1) Epidermis
Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandung juga:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar
keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan
panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah
kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta
yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar
yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu
dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan,
tapak kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.
2) Dermis
Dermis atau kurium merupakan lapisan bawah epidermis dan diatas jaringan
sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang di lapisan atas terjalin rapat (pars
papilaris), sedangkan di bagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan
pars tetucularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan
kelenjar sebasea.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung di bawah dermis. Batas antara
jaringan subkutan dan dermis tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limfosit yang
menghasilkan banyak lemak. Jaringan subkutan mengandung saraf, pembuluh darah
limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar
keringat. Fungsi dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap
trauma dan tempat penumpukan energi.
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s Expert Committee on
the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4 kategori utama diabetes
di dalam (Corwin, 2009), yaitu :
1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus tergantung
insulin (DMTI). Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetic adalah tipe I.
Sel-sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar gula darah.
Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus tak
tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II. Kondisi ini
diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten insulin) atau akibat
penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan pertama adalah dengan diit dan
olah raga, jika kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari 30 tahun
dan pada mereka yang obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat, infeksi,
antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik gangguan
endokrin.
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes.
2. Etiologi
Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015) etiologi diabetes mellitus, yaitu :
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi 3 yaitu :
3. Manifestasi klinis
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
Menurut (Corwin, EJ. 2009), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urine, ekskresi
ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan
(polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan
kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-
asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.
PATHWAY
Umur
Penurunan Penurunan
fungsi indra fungsi
pengecap pankreas
Konsumsi Penurunan
makanan kualitas dan
manis berlebih kuantitas insulin Gaya Hidup
HIPERGLIKEMIA
Pembedahan ( Debridement )
Pengeluaran
Nyeri akut histamin & Adanya perlukaan pada kaki
prosglandin
Luka insisi tidak terawat
Gangguan mobilitas
fisik
Peningkatan leukosit
Resiko infeksi
5. Penatalaksanaan Medis
e) Penyuluhan kesehatan
f) Nutrisi
g) Stress Mekanik
h) Tindakan pembedahan
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak dilakukan atau tidak ada.
Derajat I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan baik.
(Smeltzer & Bare, 2005).
Debridement
Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan
ulkus kaki diabetik yang sudah mengalami neuropatik perifer dan luka sudah masuk pada
jaringan subkutan.Operasi debridement merupakan teknik yang dilakukan untuk
pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus yang dapat terlihat dari warna luka tersebut yaitu
pucat, bahkan hitam karena jaringan sudah mati.
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk mencegah infeksi biasanya yaitu
debridement jaringan nekrotik dan amputasi yang diindikasikan untuk menghentikan atau
menghambat proses infeksi. Terdapat tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah terinfeksi
yaitu infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade 2 ), sedangkan infeksi yang
mengancam tungakai (grade 3 – grade 4) (Dexa Media, 2007).
Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi larutan garam fisiologis atau
larutan lain dan dilakukan dressing atau juga disebut dengan kompres dan dibalut sampai luka
tertutup untuk mencegah risiko infeksi setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007). Adapun
pilihan dalam tindakan untuk debridement tersebut antara lain yaitu :
a. Debridement Mekanik
Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan fisiologis, ultrasonic laser,
untuk membersihkan jaringan nekrotik.
b. Debridement Enzimatik
Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan residu – residu protein yang
terdapat pada luka tersebut
c. Debridement Autolitik
Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka. Proses ini melibatkan enzim
proteolitik endogen yang secara alamiahkan melilitkan jaringan nekrotik dan memacu
granulasi.
d. Debridement Biologi
Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering digunakan pada tindakan debridement
biologi. Karena belatung ini menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan jaringan
nekrotik pada luka ulkus tersebut.
e. Debridement Bedah
Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih cepat dan efisien untuk
menghambat infeksi, antara lain tujuannya, mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat
jaringan nekrotik, menghilangkan kalus dan menghilangkan 0 infeksi lokal.
Post Debridement
a. Definisi
Post debridement merupakan tindakan atau tahapan setelah dilakukan pembedahan yaitu proses
pemulihan pada daerah kaki.
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan
3. Mengurangi infeksi akibat pembedahan
4. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin
5. Mempertahankan konsep diri pasien
6. Mempersiapkan pasien pulang
c. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien post debridement yaitu :
d. Komplikasi
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk
mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan
mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
agama, suku, alamat,status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)
2) Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien)
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien dari
sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan di bangsal.
4) Riwayat kesehatan dahulu
5) Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh pasien tersebut,
seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS berapa kali.
6) Riwayat kesehatan keluarga
7) Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien yang
menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk penyakit yang
menurun.
c. Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya,persepsi pasien
dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.
2) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari – hari, jumlah makanan
dan minuman yang dikonsumsi, jeni makanan dan minuman, waktu berapa
kali sehari, nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang disukai,
penurunan berat badan.
3) Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit ,
mencatat konsistensi,warna, bau, dan berapa kali sehari, konstipasi, beser.
4) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat dingin,
kelelahat/ keletihan), perubahan pola nafas setelah aktifitas, kemampuan
pasien dalam aktivitas secara mandiri.
5) Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan
selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.
6) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan kemampuan mengetahui
tentang penyakitnya
7) Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi diri atau perasaan
tidak percaya diri karena sakitnya.
8) Pola reproduksi dan seksual
9) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,
kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas.
10) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi , komunikasi,
car berkomunikasi
11) Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama sakit,
ketaatan dalam berdo’a dan beribadah.
d. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat
pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat sisa
reaksi obat anestesi.
b. Sistem pernapasan
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler
untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.
c. Sistem kardiovaskuler
Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.
d. Sistem pencernaan
Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius,
setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising usus,
berat badan.
e. Sistem musculoskeletal
Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena
pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat
menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki
yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.
f. Sistem intregumen
Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang tidak
seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka
jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.
2. Diagnosia Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi
dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai dengan
berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai
lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop.
Diabetes Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)).
B. Saran
Daftar Pustaka
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC Jakarta: EGC.
Mansjoer, A dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Nurarif & Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc Panduan penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.
Yogyakarta : Mediaction Jogja.
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2008. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin
& Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sukarmin & Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : Graha Ilmu
Sugondo, S., 2009. Obesitas. In: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.,
Setiasti, S., editors. Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pp 1973.