HASIL PENELITIAN
Berdasarkan dari Luas wilayah Kecamatan Jejangkit tersebut terdapat batas-batas dengan
wilayah lain yaitu :
Sebelah Utara : Kecamatan Cerbon
Sebelah Timur : Kec. Simpang Empat (Kab. Banjar)
Sebelah Selatan : Kec. Sei Tabuk (Kab. Banjar)
Sebelah Barat : Kecamatan Mandastana.
Keadaan penduduk di Kecamatan Jejangkit terdiri dari berbagai suku, diantaranya suku
banjar, bakumpai, dayak, dan jawa. Sebagian besar penduduk Kecamatan Jejangkit
menganut agama islam. Berdasarkan data dari 7 desa di Kecamatan Jejangkit, jumlah
penduduk sebesar 6.543 jiwa.
Adapun visi dari Puskesmas Jejangkit Marabahan yaitu ”Terwujudnya masyarakat
kecamatan jejangkit yang mandiri untuk hidup sehat”. Misi puskesmas jejangkit marabahan
yaitu :
4.1.1 Meningkatkan akses dan kualits pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan
memadai
4.1.2 Menggerakkan dan memberdayaka masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat
4.1.3 Meningkatkan ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
No Usia f %
1 Remaja Awal (18-21 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (30-60 Tahun) 21 33,3
Total 63 100
4.2.2 Pendidikan
Tabel 4.2 Karakteristik berdasarkan Pendidikan di Puskesmas jejangkit Marabahan
No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100
4.2.3 Pengetahuan
Tabel 4.3 Karakteristik berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,
3 Baik 12 19,1
Total 63 100
4.2.4 Pekerjaan
Tabel 4.4 Karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga (IRT) 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100
4.2.5 Pendapatan
Tabel 4.5 Karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pendapatan f %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100
Berdasarkan Tabel 4.5 pada karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendapatan terbanyak ibu balita pada yaitu rendah
adalah 36 orang (57,1%).
No Usia f %
1 Remaja Akhir (18-20 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (31-60 Tahun 21 33,3
Total 63 100,0
4.3.1.2 Pendidikan
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendidikan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan
No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,7
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100,0
No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,7
3 Baik 12 19,1
Total 63 100
4.3.1.4 Pekerjaan
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan
No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100
No Pendapatan F %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100
No Pemberian Makanan F %
Pendamping ASI (MP-ASI)
1 Diberikan 38 60,3
2 Tidak diberikan 25 39,7
Total 63 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ibu yang berpendidikan secara baik
dalam pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu sekolah dasar
(SD) sebanyak 30,2%, sedangkan yang berpendidikan sekolah menengah
pertama (SMP) sebanyak 37,5%, dan yang berpendidikan sekolah menengah
atas (SMA) sebanyak 75,0%.
Hasil penelitian pendidikan ibu yang paling banyak kurang baik dalam
memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu pada ibu yang
berpendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 69,8%. terhadap pemberian
makanan pendamping ASI tamatan sekolah dasar (SD) sebanyak 30 orang
(69,8%).
Berdasarkan Tabel 4.14 menujukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,000) < (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pendidikan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pengetahuan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI.
Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,324) > (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,496) maka
nilai menandakan hampir tidak ada kolerasi / hubungan antara pekerjaan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI.
Berdasarkan Tabel 4.16 menujukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,003) < (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pendapatan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,365) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pendapatan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Faktor Usia
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir (18-20 tahun)
sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun) sebanyak 28 orang (44,5%), dan
dewasa madya (30-60 tahun) sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian besar usia ibu di
area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia dewasa awal (21-30
tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).
Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai kolerasi
koefisien sebesar (0,369) maka nilai menandakan ada kolerasi/hubungan antara usia ibu
terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan bahwa umur ibu
yang kurang dari 30 tahun dimana usia tersebut ibu lebih suka memberikan makanan
pendamping ASI secara instan.
Usia dewasa awal merupakan usia bagi seseorang untuk dapat memotivasi diri
memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya. Usia adalah lamanya hidup seseorang
sejak lahir yang dinyatakan dengan tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap
dan pola pikir seseorang (Notoadmodjo, 2010).
Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,317) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan antara
pendidikan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini berpengaruh
terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena mempengaruhi cara berfikir dan
berperilaku.
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku melalui
pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan umur (proses
perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seorang untuk lebih mudah
menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoadmojo,2010).
Sedangkan menurut (Pangemanan, 2014) Bahwa pendidikan bagi seorang ibu sangat
penting dan tepat terutama dalam merawat anak. Secara emosional ibu yang sudah siap
untuk melahirkan anak dan siap untuk menyusui akan memberikan ASI secara ekslusif
kepada bayinya sehingga pemberian MPASI dapat dilakukan secara tepat sesuai
kebutuhan anak. Pendidikan ibu akan memberikan dampak terhadap perlindungan dan
kelangsungan hidup anak, melalui pemberian nutrisi yang cukup sesuai tumbuh
kembang anak. Keterbatasan pendidikan ibu akan menyebabkan keterbatasan dalam
penanganan terhadap gizi keluarga, dan balitanya.
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir
dan perilaku (Nauli, 2012).
Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berpendidikan rendah yaitu SD (Sekolah
Dasar), hal ini menyebabkan kemampuan ibu dalam menyerap informasi yang diterima
kurang dimengerti terhadap informasi yang diberikan. Ibu dengan tingkat pendidikan
rendah akan cenderung lebih kuat mempertahankan tradisi dan budaya yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru dalam hal
pemberian makanan yang tepat pada bayi.
Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan anatara
pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan kebutuhan baik diri
maupun orang lain.
Pengetahuan dibagi menjadi tiga macam, yaitu tahu bahwa, tahu bagaimana, dan tahu
akan. “Tahu Bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa
sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau ini memang demikian adanya, bahwa apa yang
dikatakan memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis,
peengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam.
Sedangkan “tahu bagaimana” adalah menyangkut bagaimana seseorang melakukan
sesuatu. Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan
kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu. “Tahu Akan” adalah jenis pengetahuan
yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui
pengalaman atau pengenalan pribadi. Berkaitan dengan penelitian bahwa sebagian
besar responden belum sepenuhnya mengetahui dan memahami dengan baik, hal
tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki subjek tentang MPASI
belum memenuhi ketiga macam tersebut (Bakhtiar, 2012).
Pendidikan ibu yang rendah memungkinkan seorang ibu kurang dalam mengadopsi
pengetahuan yang baru dan akan menghambat perkembangan sikap seorang ibu
terhadap informasi khususnya hal-hal yang berhubungan tentang makanan pendamping
ASI.
Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan tidak ada korelasi/hubungan anatara
pekerjaan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memenuhi makanan tambahan
pada balita.
Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,365) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan pendapatan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan
tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan yang
menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar. Pendapatan
menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika dibandingkan dengan
pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi
bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka
daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk
perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar Tingkat
penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Penurunan
prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi menengah
ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan
dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik (Nauli,
2012).
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir (18-20
tahun) sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun) sebanyak 28 orang
(44,5%), dan dewasa madya (30-60 tahun) sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian
besar usia ibu di area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia
dewasa awal (21-30 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).
Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
kolerasi koefisien sebesar (0,369) maka nilai menandakan ada kolerasi/hubungan
antara usia ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan
bahwa umur ibu yang kurang dari 30 tahun dimana usia tersebut ibu lebih suka
memberikan makanan pendamping ASI secara instan.
Hasil dari penelitian menunjukkan ada hubungan faktor usia ibu terhadap
hubungan pemberian makanan pendamping ASI. Karena faktor usia ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan memiliki kategori yang kurang baik, hal ini
disebabkan karena pada faktor usia, usia ibu yang paling banyak yaitu pada usia
21-30 tahun (dewasa awal). Hal ini juga yang mempengaruhi terhadap pemberian
makanan pendamping asi balita usia 6-24 bulan.
Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,317) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
antara pendidikan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini
berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena
mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku.
Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan faktor pendidikan ibu terhadap
hubungan pemberian makanan pendamping ASI. Karena faktor pendidikan ibu di
area puskesmas jejangkit marabahan memiliki kategori kurang baik dengan
tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 69,8%. Hal ini berpengaruh
terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku.
Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
anatara pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan.
Hal ini berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan kebutuhan
baik diri maupun orang lain.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan besar terhadap
seseotang untuk melakukan tindakan. Tingkat pengetahuan seseorang
berpengaruh terhadap kebutuhan baik diri maupun orang lain. (Jurnal
keperawatan dan kebidanan aisyiyah, vol.14,No.1,juni 2018).
Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan tidak ada
korelasi/hubungan anatara pekerjaan terhadap makanan pendamping ASI balita
usia 6-24 bulan. Hal ini berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk
memenuhi makanan tambahan pada balita.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan
dengan makanan pendamping ASI. Karena faktor pekerjaan ibu paling banyak
kategori ibu rumah tangga sebanyak 88,9%, dan aktivitas ibu setiap harinya guna
memberikan makanan pendamping asi pada balita.
Pekerjaan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan pemberian
makanan pendamping ASI. Pekerjaan ibu merupakan faktor yang bersifat
memproteksi, artinya ibu yang tidak bekerja akan lebih mendukung dalam
pemberian ASI dibandingkan ibu yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang
tidak bekerja di luar rumah (IRT) akan memiliki banyak waktu dan kesempatan
untuk bersama anaknya dibandingkan ibu yang bekerja (Syerlia et al, 2011).
Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,365) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
pendapatan terhadap pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan.
Hal ini berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli
untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan
yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika
dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan
makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan (Nauli, 2012).
4.6.1 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pendidikan keperawatan dan
dapat menambah pengetahuan serta informasi dalam mengetahui gaktor yang
mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASi balita usi 6-24 bulan.
4.6.2 Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian yang lain mengenai
faktor pemberian makanan pendamping ASI.
4.6.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi petugas kesehatan di
puskesmas maupun orang tua terutama ibu balita dalam upaya pemberian
makanan pendamping ASI yang tepat .