Anda di halaman 1dari 22

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


Puskesmas Jejangkit terletak di Desa Jejangkit Pasar Kecamatan Jejangkit Kabupaten Barito
Kuala. Kecamatan Jejangkit merupakan daerah dataran rendah atau daerah pasang surut,
dengan luas wilayah adalah 219 km2 yang terdiri dari 7 (tujuh) desa.
Tabel 1. Wilayah Kecamatan Jejangkit Kabupaten Barito Kuala
No Nama Desa Luas Wilayah Jarak dengan ibu kota
Kecamatan
1 Jejangkit Muara 12 km2 1,1 km
2 Jejangkit Pasar 20 km2 0,5 km
3 Jejangkit Barat 21 km2 4,2 km
4 Jejangkit Timur 120 km2 7,3 km
5 Bahandang 18 km2 9,5 km
6 Sampurna 18 km2 7,5 km
7 Cahaya Baru 10 km2 8,3 km

Berdasarkan dari Luas wilayah Kecamatan Jejangkit tersebut terdapat batas-batas dengan
wilayah lain yaitu :
 Sebelah Utara : Kecamatan Cerbon
 Sebelah Timur : Kec. Simpang Empat (Kab. Banjar)
 Sebelah Selatan : Kec. Sei Tabuk (Kab. Banjar)
 Sebelah Barat : Kecamatan Mandastana.

Keadaan penduduk di Kecamatan Jejangkit terdiri dari berbagai suku, diantaranya suku
banjar, bakumpai, dayak, dan jawa. Sebagian besar penduduk Kecamatan Jejangkit
menganut agama islam. Berdasarkan data dari 7 desa di Kecamatan Jejangkit, jumlah
penduduk sebesar 6.543 jiwa.
Adapun visi dari Puskesmas Jejangkit Marabahan yaitu ”Terwujudnya masyarakat
kecamatan jejangkit yang mandiri untuk hidup sehat”. Misi puskesmas jejangkit marabahan
yaitu :
4.1.1 Meningkatkan akses dan kualits pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau dan
memadai
4.1.2 Menggerakkan dan memberdayaka masyarakat untuk berprilaku hidup bersih dan sehat
4.1.3 Meningkatkan ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan

4.2 Karakteristik Responden


4.2.1 Usia
Tabel 4.1 Karakteristik berdasarkan Usia di Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Usia f %
1 Remaja Awal (18-21 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (30-60 Tahun) 21 33,3
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.1 pada karakteristik berdasarkan usia di Puskesmas Jejangkit


Marabahan, di dapatkan usia terbanyak ibu balita pada usia dewasa awal ( 21-30 tahun )
adalah 28 orang (44,5%).

4.2.2 Pendidikan
Tabel 4.2 Karakteristik berdasarkan Pendidikan di Puskesmas jejangkit Marabahan

No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.2 pada karakteristik berdasarkan Pendidikan di Puskesmas


Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendidikan terbanyak ibu balita yaitu Sekolah dasar
(SD) adalah 43 orang (68,3%).

4.2.3 Pengetahuan
Tabel 4.3 Karakteristik berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,
3 Baik 12 19,1
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.2 pada karakteristik berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas


Jejangkit Marabahan, di dapatkan pengetahuan terbanyak ibu balita yaitu cukup adalah
37 orang (58,7%).

4.2.4 Pekerjaan
Tabel 4.4 Karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga (IRT) 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.4 pada karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit


Marabahan, di dapatkan pekerjaan terbanyak I bu balita yaitu ibu rumah tangga (IRT)
adalah 56 orang (88,9%).

4.2.5 Pendapatan
Tabel 4.5 Karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pendapatan f %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100
Berdasarkan Tabel 4.5 pada karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendapatan terbanyak ibu balita pada yaitu rendah
adalah 36 orang (57,1%).

4.3 Hasil Penelitian


4.3.1 Analisis Univariat
4.3.1.1 Usia
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan Usia di Puskesmas Jejangkit
Marabahan.

No Usia f %
1 Remaja Akhir (18-20 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (31-60 Tahun 21 33,3
Total 63 100,0

Berdasarkan Tabel 4.6 pada karakteristik berdasarkan usia di Puskesmas


Jejangkit Marabahan, di dapatkan usia terbanyak ibu balita pada umur 21-30
tahun adalah 28 orang (44,5%).

4.3.1.2 Pendidikan
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendidikan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan

No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,7
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 pada karakteristik berdasarkan Pendidikan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendidikan terbanyak ibu balita
yaitu Sekolah dasar (SD) adalah 43 orang (68,3%).
4.3.1.3 Pengetahuan
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan

No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,7
3 Baik 12 19,1

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.8 pada karakteristik berdasarkan Pengetahuan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pengetahuan terbanyak ibu
balita yaitu cukup adalah 37 orang (58,7%).

4.3.1.4 Pekerjaan
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan

No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.9 pada karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas


Jejangkit Marabahan, di dapatkan pekerjaan terbanyak ibu balita yaitu ibu
rumah tangga (IRT) adalah 56 orang (88,9%).
4.3.1.5 Pendapatan
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendapatan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan

No Pendapatan F %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.10 pada karakteristik berdasarkan Pendapatan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendapatan terbanyak ibu balita
pada yaitu rendah adalah 36 orang (57,1%).

4.3.1.6 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


Tabel 4.11 Distribusi frekuensi berdasarkan Pemberian Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI) di Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pemberian Makanan F %
Pendamping ASI (MP-ASI)
1 Diberikan 38 60,3
2 Tidak diberikan 25 39,7

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.11 pada karakteristik berdasarkan Pemberian Makanan


Pendamping ASI (MPASI) di Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan
Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) terbanyak ibu balita yaitu
4.3.2 Analisa Bivariat
4.3.2.1 Hubungan faktor usia terhadap pemberian makanan pendamping ASI (MP-
ASI).
Tabel 4.12 Hubungan usia terhadap pemberian makanan pendamping ASI
(MP-ASI).

Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
F % f % f %
Remaja 11 78,6 3 21,4 14 100,0
Akhir
Dewasa 20 71,4 8 28,6 28 100,0
Awal
Dewasa
Madya 7 33,3 14 66,7 21 100,0
Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,369)

Berdasarkan Tabel 4.12 menujukkan bahwa berdasarkan uji statistik


Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,003) < (0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia ibu terhadap pemberian
makanan pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,369) maka
nilai menandakan ada kolerasi / hubungan antara usia ibu terhadap pemberian
makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian diketahui ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI


secara baik yaitu pada umur 18-20 (Remaja Akhir) sebanyak 21,4%,
sedangkan ibu dalam memberikan makanan pendamping ASI secara baik pada
umur 21-30 tahun (Dewasa awal) sebanyak 28,6%, dan ibu dalam
memberikan makanan pendamping ASI secara baik pada umur 30-60 tahun
(Dewasa Madya) sebanyak 66,7%.

Hasil penelitian diketahui ibu yang paling banyak memberikan makanan


pendamping ASI secara kurang baik yaitu ibu yang berusia 21-30 tahun
(Dewasa Awal) sebanyak 71,4%. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa
umur ibu kurang dari 30 tahun dimana pada usia tersebut ibu lebih suka
memberikan makanan pendamping ASI secara instan.

4.3.2.2 Hubungan faktor pendidikan terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI).
Tabel 4.13 Hubungan pendidikan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI).

Pendidikan Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
f % f % f %
SD 30 69,8 13 30,2 43 100,0
SMP 5 62,5 3 37,5 8 100,0
SMA 3 25,0 9 75,0 12 100,0

Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0


Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,317)

Berdasarkan Tabel 4.13 menujukkan bahwa berdasarkan uji statistic


Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,011) < (0,05) maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan terhadap
pemberian makanan pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar
(0,317) maka nilai menandakan ada kolerasi / hubungan antara pendidikan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ibu yang berpendidikan secara baik
dalam pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu sekolah dasar
(SD) sebanyak 30,2%, sedangkan yang berpendidikan sekolah menengah
pertama (SMP) sebanyak 37,5%, dan yang berpendidikan sekolah menengah
atas (SMA) sebanyak 75,0%.
Hasil penelitian pendidikan ibu yang paling banyak kurang baik dalam
memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) yaitu pada ibu yang
berpendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 69,8%. terhadap pemberian
makanan pendamping ASI tamatan sekolah dasar (SD) sebanyak 30 orang
(69,8%).

4.3.2.3 Hubungan faktor pengetahuan terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI).
Tabel 4.14 Hubungan pengetahuan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI).

Pengetahua Pemberian Makanan Pendamping ASI


n Kurang Baik Baik Total
F % f % F %
Kurang 14 100,0 0 0,0 14 100,0
Cukup 21 56,8 16 43,2 37 100,0
Baik 3 25,0 9 75,0 12 100,0

Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0


Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,496)

Berdasarkan Tabel 4.14 menujukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,000) < (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pendidikan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pengetahuan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian pengetahuan ibu terhadap pemberian makanan pendamping


ASI (MPASI) , ibu yang memiliki pengetahuan cukup dalam memberikan
makanan pendamping ASI dengan kurang baik lebih besar yaitu yaitu sebesar
56,8% dibandingkan dengan ibu yang memberikan makanan pendamping ASI
(MPASI) dengan baik sebesar 43,2%. Hal ini dapat terjadi karena
pengetahuan ibu mengenai makanan pendamping ASI (MPASI)
mempengaruhi ibu dalam memberikan makanan pendamping asi kepada
bayinya. Pengetahuan ibu yang cukup cenderung kurang baik dalam
memberikan makanan pendamping ASI (MPASI) kepada bayinya.

4.3.2.4 Hubungan faktor pekerjaan terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI).
Tabel 4.15 Hubungan pekerjaan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI).

Pekerjaan Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
f % f % f %
Ibu Rumah 35 62,5 21 37,5 56 100,0
Tangga
Pegawai Swasta 3 42,9 4 57,1 7 100,0
Jumlah 38 60,4 25 39,7 63 100,0
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,496)

Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,324) > (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pekerjaan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,496) maka
nilai menandakan hampir tidak ada kolerasi / hubungan antara pekerjaan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja sebagai pegawai


swasta terdapat 57,1% yang memberikan makanan pendamping ASI (MPASI)
secara baik, 42,9% yang memberikan makanan pendamping ASI (MPASI)
kurang baik. Sedangkan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga terdapat
37,5% yang memberikan makanan pendamping ASi (MPASI) secara baik dan
62,5% yang memberikan makanan pendamping ASI(MPASI) kurang baik.

Makanan yang diberikan sebagian besar masih kurang dengan frekuensi


pemberian makanan yang kurang dari tiga kali sehari. Pada ibu terkadang
kurang ketersediaan waktu untuk bersama anak, lebih cepat mengurangi
pemberian MPASI, serta lebih cepat memberikan ASI, serta lebih cepat
memberikan makanan tambahan bagi anaknya (Rosnah, 2013).

4.3.2.5 Hubungan faktor pendapatan terhadap pemberian makanan pendamping ASI


(MP-ASI).
Tabel 4.16 Hubungan pendapatan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI (MP-ASI).

Pendapatan Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
F % f % f %
BerBe Rendah 27 75,0 9 25,0 36 100,0
Menengah 11 44,0 14 56,0 25 100,0
Tinggi 0 0,0 2 100,0 2 100,0

Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0


Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,365)

Berdasarkan Tabel 4.16 menujukkan bahwa hasil uji statistik Spreman’s Rho
didapat hasil p value (0,003) < (0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara pendapatan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,365) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pendapatan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pendapatan menengah sebanyak


56,0% baik dalam pemberian makanan pendamping ASI (MPASI), 44,0%
kurang baik dalam pemberian makanan pendamping ASi (MPASI).

Responden berpenghasilan rendah dengan pemberian makanan pendamping


ASI (MPASI) baik adalah 25,0% sedangkan pemberian makanan pendamping
ASI (MPASI) kurang baik adalah 75,0%.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Faktor Usia
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir (18-20 tahun)
sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun) sebanyak 28 orang (44,5%), dan
dewasa madya (30-60 tahun) sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian besar usia ibu di
area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia dewasa awal (21-30
tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).

Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai kolerasi
koefisien sebesar (0,369) maka nilai menandakan ada kolerasi/hubungan antara usia ibu
terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan bahwa umur ibu
yang kurang dari 30 tahun dimana usia tersebut ibu lebih suka memberikan makanan
pendamping ASI secara instan.

Usia dewasa awal merupakan usia bagi seseorang untuk dapat memotivasi diri
memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya. Usia adalah lamanya hidup seseorang
sejak lahir yang dinyatakan dengan tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap
dan pola pikir seseorang (Notoadmodjo, 2010).

4.4.2 Faktor Pendidikan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pendidikan ibu sekolah dasar
(SD) sebanyak 43 orang (68,3%), sekolah menengah pertama sebanyak 8 orang
(12,7%), dan sekolah menengah atas sebanyak 12 orang (19,0%). Sebagian besar
pendidikan ibu di area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan sekolah dasar (SD)
sebanyak 43 orang (68,3%).

Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,317) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan antara
pendidikan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini berpengaruh
terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena mempengaruhi cara berfikir dan
berperilaku.
Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku melalui
pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu mempertimbangkan umur (proses
perkembangan) dan hubungannya dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seorang untuk lebih mudah
menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoadmojo,2010).

Sedangkan menurut (Pangemanan, 2014) Bahwa pendidikan bagi seorang ibu sangat
penting dan tepat terutama dalam merawat anak. Secara emosional ibu yang sudah siap
untuk melahirkan anak dan siap untuk menyusui akan memberikan ASI secara ekslusif
kepada bayinya sehingga pemberian MPASI dapat dilakukan secara tepat sesuai
kebutuhan anak. Pendidikan ibu akan memberikan dampak terhadap perlindungan dan
kelangsungan hidup anak, melalui pemberian nutrisi yang cukup sesuai tumbuh
kembang anak. Keterbatasan pendidikan ibu akan menyebabkan keterbatasan dalam
penanganan terhadap gizi keluarga, dan balitanya.

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain
baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang
diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir
dan perilaku (Nauli, 2012).

Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berpendidikan rendah yaitu SD (Sekolah
Dasar), hal ini menyebabkan kemampuan ibu dalam menyerap informasi yang diterima
kurang dimengerti terhadap informasi yang diberikan. Ibu dengan tingkat pendidikan
rendah akan cenderung lebih kuat mempertahankan tradisi dan budaya yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru dalam hal
pemberian makanan yang tepat pada bayi.

4.4.3 Faktor Pengetahuan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa pengetahuan kurang sebanyak
14 orang (22,2%), pengetahuan cukup sebanyak 37 orang (58,7%), dan pengetahuan
baik sebanyak 12 orang (19,1%). Sebagian besar pengetahuan ibu yaitu cukup sebanyak
37 orang (58,7%).

Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan anatara
pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan kebutuhan baik diri
maupun orang lain.

Pengetahuan dibagi menjadi tiga macam, yaitu tahu bahwa, tahu bagaimana, dan tahu
akan. “Tahu Bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi tertentu, tahu bahwa
sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau ini memang demikian adanya, bahwa apa yang
dikatakan memang benar. Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis,
peengetahuan ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam.
Sedangkan “tahu bagaimana” adalah menyangkut bagaimana seseorang melakukan
sesuatu. Pengetahuan ini berkaitan dengan keterampilan atau lebih tepat keahlian dan
kemahiran teknis dalam melakukan sesuatu. “Tahu Akan” adalah jenis pengetahuan
yang sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui
pengalaman atau pengenalan pribadi. Berkaitan dengan penelitian bahwa sebagian
besar responden belum sepenuhnya mengetahui dan memahami dengan baik, hal
tersebut mengindikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki subjek tentang MPASI
belum memenuhi ketiga macam tersebut (Bakhtiar, 2012).

Sedangkan menurut (Notoadmodjo, 2012) Tingkat pengetahuan dapat dipengaruhi oleh


pendidikan, motivasi, lingkungan dan sosial ekonomi. Lingkungan berpengaruh bear
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam
lingkungan tersebut. Sedangkan pengalaman di masalalu akan memberikan suatu
pengetahuan dan keterampilan/kemampuan profesional serta pembelajaran dalam
mengambil suatu keputusan dalam berprilaku.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan besar terhadap
seseorang untuk melakukan tindakan. Tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh
terhadap kebutuhan baik diri maupun orang lain. (Jurnal keperawatan dan kebidanan
aisyiyah, vol.14,No.1,juni 2018).

Pendidikan ibu yang rendah memungkinkan seorang ibu kurang dalam mengadopsi
pengetahuan yang baru dan akan menghambat perkembangan sikap seorang ibu
terhadap informasi khususnya hal-hal yang berhubungan tentang makanan pendamping
ASI.

4.4.4 Faktor Pekerjaan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pekerjaan ibu rumah tangga
sebanyak 56 orang (88,9%), dan pegawai swasta sebanyak 7 orang (11,1%). Sebagian
besar pekerjaan ibu yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 56 orang (88,9%).

Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan tidak ada korelasi/hubungan anatara
pekerjaan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memenuhi makanan tambahan
pada balita.

Pekerjaan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan pemberian makanan


pendamping ASI. Pekerjaan ibu merupakan faktor yang bersifat memproteksi, artinya
ibu yang tidak bekerja akan lebih mendukung dalam pemberian ASI dibandingkan ibu
yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang tidak bekerja di luar rumah (IRT) akan
memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk bersama anaknya dibandingkan ibu yang
bekerja (Syerlia et al, 2011).

4.4.5 Faktor Pendapatan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa pendapatan orang tua balita
yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak 36 orang (57,1%), pendapatan menengah 1.000.000
– 2.000.000 sebanyak 25 orang (39,7%), dan pendapatan tinggi ≥ 2.000.000 sebanyak 2
orang (3,2%). Sebagian besar pendapatan orang tua balita yaitu rendah ˂ 1.000.000
sebanyak 36 orang (5,1%).

Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai korelasi
koefisien sebesar (0,365) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan pendapatan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan
tambahan menjadi lebih besar.

Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan yang
menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar. Pendapatan
menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika dibandingkan dengan
pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi
bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka
daya beli akan makanan tambahan juga mudah, sebaliknya semakin buruk
perekonomian keluarga, maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar Tingkat
penghasilan keluarga berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Penurunan
prevalensi menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi menengah
ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan
dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan makanan buatan pabrik (Nauli,
2012).

Pendapatan merupakan hal yang pentingkarena semakin baik perekonomian keluarga


maka daya beli makanan tambahan akan semakin mudah, sebaliknya jika semakin
buruk perekonomian keluarga maka daya beli makanan tambahan semakin sukar
(Pradana, 2010).
4.4.6 Faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24
bulan
4.4.6.1 Hubungan faktor usia dengan makanan pendamping ASI balita
usia 6-24 bulan

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir (18-20
tahun) sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun) sebanyak 28 orang
(44,5%), dan dewasa madya (30-60 tahun) sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian
besar usia ibu di area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia
dewasa awal (21-30 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).

Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
kolerasi koefisien sebesar (0,369) maka nilai menandakan ada kolerasi/hubungan
antara usia ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan
bahwa umur ibu yang kurang dari 30 tahun dimana usia tersebut ibu lebih suka
memberikan makanan pendamping ASI secara instan.

Hasil dari penelitian menunjukkan ada hubungan faktor usia ibu terhadap
hubungan pemberian makanan pendamping ASI. Karena faktor usia ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan memiliki kategori yang kurang baik, hal ini
disebabkan karena pada faktor usia, usia ibu yang paling banyak yaitu pada usia
21-30 tahun (dewasa awal). Hal ini juga yang mempengaruhi terhadap pemberian
makanan pendamping asi balita usia 6-24 bulan.

4.4.6.2 Hubungan faktor pendidikan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pendidikan ibu sekolah
dasar (SD) sebanyak 43 orang (68,3%), sekolah menengah pertama sebanyak 8
orang (12,7%), dan sekolah menengah atas sebanyak 12 orang (19,0%). Sebagian
besar pendidikan ibu di area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan sekolah
dasar (SD) sebanyak 43 orang (68,3%).

Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,317) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
antara pendidikan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini
berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena
mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan faktor pendidikan ibu terhadap
hubungan pemberian makanan pendamping ASI. Karena faktor pendidikan ibu di
area puskesmas jejangkit marabahan memiliki kategori kurang baik dengan
tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 69,8%. Hal ini berpengaruh
terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena mempengaruhi cara
berpikir dan berperilaku.

Pendidikan responden merupakan salah satu unsur penting ikut menentukan


keadaan gizi bayi dalam pemberian makanan tambahan. Ibu yang berpendidikan
rendah memiliki tingkat penyerapan dan pemahaman yang juga rendah. Hal ini
sejalan dengan penelitian. Pendidikan membantu seseorang untuk menerima
informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan balita, misalnya memberi
makanan pendamping ASI (MPASI) di usia balita memasuki 6 bulan.

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang


lain baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa
yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara
berpikir dan perilaku (Nauli, 2012).
Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berpendidikan rendah yaitu SD (Sekolah
Dasar), hal ini menyebabkan kemampuan ibu dalam menyerap informasi yang
diterima kurang dimengerti terhadap informasi yang diberikan. Pendidikan yang
dimiliki seseorang akan mempengaruhi kemampuan untuk mencerna informasi-
informasi yang diterima. Dalam hal penerimaan pesan, seseorang yang memiliki
pendidikan dasar biasanya lebih lambat jika dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan menengah maupun tinggi.

4.4.6.3 Hubungan faktor pengetahuan dengan makanan pendamping


ASI balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa pengetahuan kurang
sebanyak 14 orang (22,2%), pengetahuan cukup sebanyak 37 orang (58,7%), dan
pengetahuan baik sebanyak 12 orang (19,1%). Sebagian besar pengetahuan ibu
yaitu cukup sebanyak 37 orang (58,7%).

Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
anatara pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan.
Hal ini berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan kebutuhan
baik diri maupun orang lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan faktor pengetahuan terhadap


makanan pendamping ASI. Karena faktor pengetahuan ibu dalam pemberian
makanan pendamping ASI dikategorikan kurang baik yaitu cukup sebanyak
56,8% hal ini berhubungan dengan tingkat pengenalan informasi tentang
pemberian makanan pendamping ASI.

Pengetahuan berhubungan dengan pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan


seseorang semakin tinggi pemahamannya, sehingga tingkat pendidikan sangan
berperan dalam penyerapan dan pemahaman tentang informasi. Seseorang dengan
pendidikan tinggi cenderung akan semakin luas pengetahuannya. Pendidikan ibu
yang rendah memungkinkan seorang ibu kurang dalam mengadopsi pengetahuan
yang baru dan akan menghambat perkembangan sikap seorang ibu terhadap
informasi khususnya hal-hal yang berhubungan tentang makanan pendamping
ASI.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan berperan besar terhadap
seseotang untuk melakukan tindakan. Tingkat pengetahuan seseorang
berpengaruh terhadap kebutuhan baik diri maupun orang lain. (Jurnal
keperawatan dan kebidanan aisyiyah, vol.14,No.1,juni 2018).

4.4.6.4 Hubungan faktor pekerjaan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pekerjaan ibu rumah
tangga sebanyak 56 orang (88,9%), dan pegawai swasta sebanyak 7 orang
(11,1%). Sebagian besar pekerjaan ibu yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak
56 orang (88,9%).

Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan tidak ada
korelasi/hubungan anatara pekerjaan terhadap makanan pendamping ASI balita
usia 6-24 bulan. Hal ini berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk
memenuhi makanan tambahan pada balita.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara faktor pekerjaan
dengan makanan pendamping ASI. Karena faktor pekerjaan ibu paling banyak
kategori ibu rumah tangga sebanyak 88,9%, dan aktivitas ibu setiap harinya guna
memberikan makanan pendamping asi pada balita.
Pekerjaan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan pemberian
makanan pendamping ASI. Pekerjaan ibu merupakan faktor yang bersifat
memproteksi, artinya ibu yang tidak bekerja akan lebih mendukung dalam
pemberian ASI dibandingkan ibu yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang
tidak bekerja di luar rumah (IRT) akan memiliki banyak waktu dan kesempatan
untuk bersama anaknya dibandingkan ibu yang bekerja (Syerlia et al, 2011).

4.4.6.5 Hubungan faktor pendapatan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa pendapatan orang tua
balita yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak 36 orang (57,1%), pendapatan
menengah 1.000.000 – 2.000.000 sebanyak 25 orang (39,7%), dan pendapatan
tinggi ≥ 2.000.000 sebanyak 2 orang (3,2%). Sebagian besar pendapatan orang tua
balita yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak 36 orang (5,1%).

Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic Sperman’s Rho
didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka disimpulkan bahwa dari nilai
korelasi koefisien sebesar (0,365) maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan
pendapatan terhadap pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan.
Hal ini berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli
untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan dengan


makanan pendamping ASI. Karena faktor pendapatan dikategorikan rendah
sebanyak 57,1%, dan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli
untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.

Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi keuangan
yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang diterima, yang jika
dibandingkan dengan pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan
makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan (Nauli, 2012).

4.5 Keterbatasan Penelitian


Dalam melaksanakan penelitian ini ada beberapa hal yang dirasakan oleh peneliti
menjadi keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini adalah sebagian dari
responden memerlukan pendampingan, peneliti harus menjelaskan terlebih dahulu
tentang maksud dari pertanyaan yang ada di kuesioner.

4.6 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


Sebagai bahan masukan dan informasi bagi profesi keperawatan khususnya tentang
pentingnya mengetahui faktor yang berhubungan dengan makanan pendamping ASI
balita khususnya balita berusia di atas 6 dalam mengenali penyebab dan faktor mulai
sejak balita berusia di atas 6 bulan.

4.6.1 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pendidikan keperawatan dan
dapat menambah pengetahuan serta informasi dalam mengetahui gaktor yang
mempengaruhi pemberian makanan pendamping ASi balita usi 6-24 bulan.
4.6.2 Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian yang lain mengenai
faktor pemberian makanan pendamping ASI.
4.6.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi petugas kesehatan di
puskesmas maupun orang tua terutama ibu balita dalam upaya pemberian
makanan pendamping ASI yang tepat .

Anda mungkin juga menyukai