Anda di halaman 1dari 22

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Thalassemia adalah sekelompok anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total
atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat
dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi
satu atau lebih rantai globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara
fungsional. Akibatnya adalah penurunan dan supresi total sintesis rantai
polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan
mengakibatkan fenotip thalassemia; banyak di antara mutasi ini adalah unik
untuk daerah geografi setempat. Pada umumnya, rantai globin yang disintesis
dalam eritrosit thalassemia secara struktural adalah normal. Pada bentuk
thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin hemotetramer abnormal (β4
atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal.
Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan hemotologi
mirip thalassemia.
Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini diyakini
merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika,
Timur Tengah, sub-benua India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang
Amerika keturunan Itali atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika
membawa gen untuk thalassemia-β. Di beberapa daerah Asia Tenggara
sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau lebih gen thalassemia.

B. Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari
thalassemia. Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit
turunan yang terbanyak; menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat
pada hampir seluruh negara di dunia.
Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di
dunia. Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam
seperti Yunani, Itali, dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti
Ciprus, Sardinia, dan Malta, memiliki insidens thalassemia-β mayor yang
tinggi secara signifikan. Thalassemia-β juga umum ditemukan di Afrika Utara,
India, Timur Tengah, dan Eropa Timur. Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering
ditemukan di Asia Tenggara, India, Timur Tengah, dan Afrika.
Mortalitas dan Morbiditas
Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin
yang terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat.
Beberapa laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan
thalassemia-α mayor yang bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin.
Penderita seperti ini membutuhkan perawatan medis yang ekstensif setelahnya,
termasuk transfusi darah teratur dan terapi khelasi, sama dengan penderita
thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang lebih jarang mengenai
neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops fetalis yang
bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb
Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai
penyebab kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan
morbiditas bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan.
Thalassemia-β mayor yang berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal
jantung akibat anemia berat atau iron overload adalah penyebab tersering
kematian pada penderita. Penyakit hati, infeksi fulminan, atau komplikasi
lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau terapinya termasuk merupakan
penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk thalassemia yang berat.
Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita yang tidak
diterapi; mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap
berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat
iron overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau
komplikasi dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli, atau infeksi, merupakan
komplikasi yang potensial.
Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat
timbulnya gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis
pada pasien dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada
pembawa (carrier) tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan
mikrositosis yang tidak jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di
bawah ini, sangat mendukung diagnosis.

Gambar 1. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai


paruh kedua tahun pertama kehidupan; sampai waktu itu, produksi rantai
globin γ dan penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk
sementara.
Bentuk thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada
berbagai usia. Banyak pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang
jelas (yaitu, hipokromasia, mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A,
bukti bahwa kedua orang tua terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala
atau anemia yang signifikan selama beberapa tahun. Hampir semua pasien
dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai thalassemia-β intermedia.
Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi yang lebih ringan.

C. Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari
gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai
globin tertentu (α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan
ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama
lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi
produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai
tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan
terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas
pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar
thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati karena pada tipe-
tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal secara struktural dan
juga karena defeknya terbatas pada menurunnya produksi dari rantai globin
tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi.
Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama
sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit
diproduksi, tipe thalassemia-nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan
tipe thalassemia-β° menandakan bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak
diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan produksi rantai globin
mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel darah merah
(hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi lebih
kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik
mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang
disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua
komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent
carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah merah
berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ 2/α2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai
δ oleh rantai α bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan
rantai β adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α,
diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya untuk
memproduksi rantai δ yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai α, rantai
δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari rantai α
yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya (rantai α)
akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel, mengintervensi
divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga terjadinya
destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh rantai
yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya
toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas
rantai β pada thalassemia-α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia
Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial
yang berlebihan. Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya
rantai β akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di
sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang
sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk
membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb.
Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk struktur tetramer
dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk dari dua rantai
globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α. Bermacam-macam tipe Hb
terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang membentuknya. Masing-
masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda dalam mengikat oksigen,
biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-tahap
perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.

Pada masa kehidupan embrionik, rantai ζ(rantai mirip-α) berkombinasi


dengan rantai γ membentuk Hb Portland (ζ2γ2) dan dengan rantai ε untuk
membentuk Hb Gower-1 (ζ2ε2). Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi,
dibentuklah Hb Gower-2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal
dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa primer (Hb A) dibentuk dari α 2β2. Hb
fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari rantai α2δ2.
Gambar 2. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16
berpasangan dengan rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-
macam Hb normal.

Patofisiologi seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan
sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai
globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe thalassemia. Pada
thalassemia-β, rantai α yang berlebihan, tidak mampu membentuk Hb tetramer,
terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah dan, dengan berbagai cara,
menimbulkan hampir semua gejala yang bermanifestasi pada sindroma
thalassemia-β; situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada
tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai β pada usia yang lebih dewasa.
Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu membentuk
homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan
(viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart (γ 4) dan Hb H
(β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi perbedaan besar
pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat
tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran
sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel
darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi
darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan
mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis
inefektif menyebabkan anemia pada penderita dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi
dari rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang
berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan.
Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi
gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang memiliki
kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia
berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada
penderita dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan
afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana, bersama-sama
dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya,
ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan menyebabkan ekspansi
tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan laju metabolisme akan
meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala klinis dan manifestasi
laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal dalam jumlah besar
akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya hematopoesis
sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan
splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya
hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah
secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis
inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber
besi tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini
bukanlah masalah yang sebenarnya, karena penyerapan besi diregulasi oleh dua
faktor utama : eritropoesis inefektif dan jumlah besi pada penderita yang
bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif akan menyebabkan peningkatan
absorpsi besi karena adanya downregulation dari gen HAMP, yang
memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin, regulator utama pada
absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini terjadi pada
penderita dengan thalassemia intermedia. Dengan pemberian transfusi darah,
eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah
hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan berkurang dan makrofag
akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi
besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak
terjadi pada penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma
menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin
sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam keadaan
iron overload. Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja
hormon lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit
dan makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju
fetus. Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah
hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan
thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin
yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur
atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia yang tidak
mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah
dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara
teratur, meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat
dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti
pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di
plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organ-
organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Hipotesa Malaria
Pada tahun 1949, Haldane menyatakan adanya suatu keuntungan selektif
untuk bertahan hidup pada individu dengan trait thalassemia pada daerah
endemik malaria. Hardane berpendapat bahwa penyakit sel darah merah letal
seperti pada thalassemia, anemia sel sabit, dan defisiensi G6PD terdapat
hampir secara eksklusif pada daerah tropis dan subtropis. Insidens dari mutasi
genetik ini pada populas tertentu merefleksikan adanya keseimbangan antara
kematian dini pada penderita homozigot dengan peningkatan kesehatan pada
penderita heterozigot.
Mekanisme proteksi terhadap malaria pada penderita trait thalassemia
belum jelas. Sel Hb F telah didemonstrasikan dapat menghambat pertumbuhan
parasit malaria, dan, berdasarkan tingginya level Hb F tersebut pada bayi
dengan trait thalassemia-β, malaria serebral fatal yang diketahui dapat
menyebabkan kematian pada bayi tersebut dapat dicegah. Sel darah merah
pada penderita Penyakit Hb H juga memiliki semacam efek supresif terhadap
pertumbuhan parasit. Namun efek ini tidak ditemukan pada penderita dengan
trait thalassemia-α.

D. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya


Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing
melibatkan penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk
bermacam-macam jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang
paling penting dalam praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik
atau sintesis rantai α maupun β.
1. Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α
banyak ditemukan di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian
besar Asia. Delesi gen globin-α menyebabkan sebagian besar kelainan ini.
Terdapat empat gen globin-α pada individu normal, dan empat bentuk
thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan delesi satu, dua,
tiga, dan semua empat gen ini
Tabel 1. Thalassemia-α
Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan
αα/αα 4 Normal N N
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb N
Barts
--/αα atau 2 Trait thal-α 2-10% Hb N
–α/-α Barts
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H
Bart
--/-- 0 Hydrops fetalis >75% Hb Bart -
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
 Silent carrier thalassemia-α
o Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya
ditemukan secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik
Afro-Amerika. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α
yang terletak pada kromosom 16.
o Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16
menghilang, menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat
secara hematologis, hanya ditemukan adanya jumlah eritrosit (sel
darah merah) yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
o Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih
canggih. Bisa juga dicari akan adanya kelainan hematologi pada
anggota keluarga ( misalnya orangtua) untuk mendukung diagnosis.
Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab
yang jelas merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis
thalasemia.
 Trait thalassemia-α
o Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah
merah yang rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α
pada satu kromosom 16 atau satu gen α pada masing-masing
kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia Tenggara, subbenua
India, dan Timur Tengah.
o Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts
tidak terlihat lagi, dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 3. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel


 Penyakit Hb H
o Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α,
merepresentasikan thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang
sampai berat, splenomegali, ikterus, dan jumlah sel darah merah yang
abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang diwarnai dengan
pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi
oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di
dalam eritrosit, sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan
inklusi ini dinamakan sebagai Heinz bodies.
Gambar 4. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi
Penyakit Hb H yang menunjukkan Heinz-Bodies
 Thalassemia-α mayor
o Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua
gen globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali.
o Karena Hb F, Hb A, dan Hb A 2 semuanya mengandung rantai α, maka
tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (γ4) mendominasi pada
bayi yang menderita, dan karena γ4 memiliki afinitas oksigen yang
tinggi, maka bayi-bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland =
ζ2γ2), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen.
o Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi
yang lahir hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini
sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka
berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga
nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.
2. Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari
thalassemia-β; antara lain :
 Silent carrier thalassemia-β
o Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai
eritrosit yang rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan
merepresentasikan suatu thalassemia-β+.
o Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang
dapat diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk
keadaan ini, jika diwariskan bersama-sama dengan gen untuk
thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia intermedia.

Gambar 5. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel


 Trait thalassemia-β
o Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan
elektroforesis Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah
Hb A2, Hb F, atau keduanya
o Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah
sebagai anemia defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak
tepat dengan preparat besi selama waktu yang panjang. Lebih dari
90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-
A2 yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga
mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-6%. Pada sekelompok
kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal dengan
kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia
tipe δβ.
 Thalassemia-β yang terkait dengan variasi struktural rantai β
o Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga
seberat thalassemia-β mayor
o Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip
anemia Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia).
Deformitas skelet dan hepatosplenomegali timbul pada penderita ini,
tetapi kadar Hb mereka biasanya bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa
transfusi.
o Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia
ringan. Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal
menurut umur.
o Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis,
ovalositosis, dan seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin
juga ditemukan tapi biasanya tidak mencolok dan tidak spesifik untuk
thalassemia.
o MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan MCH juga rendah (<26 pg).
Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga dapat
diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi
serum normal atau meningkat.
 Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
o Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6
bulan kedua kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada
penderita ini untuk mencegah kelemahan yang amat sangat dan gagal
jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa transfusi, 80% penderita
meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
o Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang
menerima transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi
jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di luar sumsum tulang.
Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi.
Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan
bentuk wajah yang khas.
Gambar 6. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies
Cooley)

o Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat


kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis
ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua,
limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 7. Splenomegali pada thalassemia


o Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat
atau tidak terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes
mellitus yang disebabkan oleh siderosis pankreas mungkin terjadi.
Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan
kejadian terminal.
o Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot
yang tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan
mikrositosis berat, banyak ditemukan poikilosit yang terfragmentasi,
aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti
ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik,
yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali
mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas
pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang
nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit.

E. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan
jumlah kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk
menentukan tingkat gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk
memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada pasien dengan
thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
 Stadium I
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed
Red Cells (PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram
(ECG) hanya ditemukan sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri,
dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam normal.
 Stadium II
o Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC
dan memiliki keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan
dilatasi pada dinding ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan
ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam
 Stadium III
o Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif,
menurunnya fraksi ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan
pulsasi prematur dari atrial dan ventrikular.

F. Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan
lanjut setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak
diberikan kecuali memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera
dihentikan apabila nilai Hb yang potensial pada penderita tersebut telah
tercapai. Diperlukan konseling pada semua penderita dengan kelainan genetik,
khususnya mereka yang memiliki anggota keluarga yang berisiko untuk
terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen
transfusi darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup.
Transfusi darah harus dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami
gejala dan setelah periode pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat
mempertahankan nilai Hb dalam batas normal tanpa transfusi.
1. Transfusi Darah
 Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada
level 9-9.5 gr/dL sepanjang waktu.
 Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi.
Pemeriksaan tersebut meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi
hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan hepatitis.
 Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit; 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan
regimen yang adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan.
 Pertimbangkan pemberikan asetaminofen dan difenhidramin sebelum
transfusi untuk mencegah demam dan reaksi alergi.
Komplikasi Transfusi Darah
Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan
transmisi bahan infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita
thalassemia mayor biasanya lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding
anak normal, bahkan tanpa diberikan transfusi. Beberapa tahun lalu,
25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus hepatitis B. Saat ini,
dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang. Virus
Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di
atas 15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat
menyebabkan demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload,
khususnya mereka yang mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin
(DFO). Demam yang tidak jelas penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan
Gentamisin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol.
2. Terapi Khelasi (Pengikat Besi)
 Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi
dapat menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien,
bahkan dapat mencegah kelainan jantung tersebut.
 Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan
kompleks hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute
pemberiannya sangat penting untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk
mencapai keseimbangan besi negatif (lebih banyak diekskresi dibanding
yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka rute
pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau
subkutan).
 Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-
12 jam saat pasien tidur selama 5 hari/minggu.
3. Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)
TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia
yang saat ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan
dengan adanya hepatomegali, fibrosis portal, dan terapi khelasi yang
inefektif sebelum transplantasi dilakukan. Prognosis bagi penderita yang
memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%, sedangkan pada penderita
yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun transfusi darah tidak
diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu tertentu perlu
terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang
berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah
setahun setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi ,
termasuk fertilitas, tidak diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar
diketahui lebih tinggi daripada biaya transplantasi. Kemungkinan kanker
setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.
4. Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan
pada pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah
besar besi nontoksik (yaitu, fungsi penyimpanan). Limpa juga
meningkatkan perusakan sel darah merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini
harus selalu dipertimbangkan sebelum memutuskan melakukan
splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk besi nontoksik,
sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan limpa
yang terlalu dini dapat membahayakan.
Sebaliknya, splenektomi dibenarkan apabila limpa menjadi hiperaktif,
menyebabkan penghancuran sel darah merah yang berlebihan dan dengan
demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah, menghasilkan lebih
banyak akumulasi besi. Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang
membutuhkan lebih dari 200-250 mL / kg PRC per tahun untuk
mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat menurunkan kebutuhan
sel darah merah sampai 30%.
Gambar 8. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak
prosedur sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur
ditunda bila memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih.
Pengobatan agresif dengan antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap
keluhan demam sambil menunggu hasil kultur. Dosis rendah Aspirin®
setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat menjadi lebih dari
600.000 / μL pasca splenektomi.
5. Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal, dengan suplemen sebagai
berikut : asam folat, asam askorbat dosis rendah, dan alfa-tokoferol.
Sebaiknya zat besi tidak diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi
juga dihindari. Kopi dan teh diketahui dapat membantu mengurangi
penyerapan zat besi di usus.

G. Skrining
Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree.
Atau bisa juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar
ras, melalui ukuran eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β).
Bila kadarnya normal, pasien dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.

H. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia.
Seperti dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat
bervariasi dari ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. Edisi


ke-15. Jakarta : EGC ; 1996

2. Mansjoer, A, dkk. Kapita selekta kedokteran jilid I. Jakarta : Media


Aesculapius, 2001.

3. Mirzanie, H. Internoid. Yogyakarta : Tosca Enterprise, 2005.

4. Ikhwan Rinaldi, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, jilid II.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2007.

5. Slyvia A. Price, Lorraine M.Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Edisi 6, Volume 2. Jakarta : EGC. 2006.

6. Hay WW, Levin MJ. Current Diagnosis and Treatment in Pediatrics. 18th
Edition. New York : Lange Medical Books/ McGraw Hill Publishing
Division ; 2007

7. Permono B, Sutaryo, dkk. Buku Ajar Hemotologi-Onkologi Anak Cetakan


Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2006

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan pelayanan


medic. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2006.

9. Daniel W. Foster. 1994. Thalassemia in Harrison Prinsip-prinsip Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi 13, EGC. Jakarta

10. Prof. DR. Dr. A. halim Mubin SpPd, MSc, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam,
Diagnosis dan Terapi.

Anda mungkin juga menyukai