b. Teori Labelling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert . Menurut teori ini, seseorang menjadi
penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya.
Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada
seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary deviation ) misalnya
pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap
cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai
penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan
penyimpangan sekunder (secondary deviation). Alasannya adalah sudah terlanjur
basah atau kepalang tanggung.
c. Teori Fungsi
Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim. Menurut teori ini, keseragaman dalam
kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan karena setiap
individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu dalam suatu masyarakat
orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada.
Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena
dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara
normal.
d. Teori Konflik
Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx . Para penganut teori
ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme.
Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam
masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga
mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa
dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.
e. Teori Tipologi Adaptasi
Dengan menggunakan teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan
penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya
menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku
menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana
tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk
meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang
ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.
Dalam hal ini Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi,
yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan.
1. Konformitas (conformity ), merupakan cara adaptasi dimana pelaku
mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan
belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya bagus.
2. Inovasi (inovation), terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma
dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh nilai UNAS yang baik,
Arif tidak belajar, melainkan melalui joki UNAS.
3. Ritualisme (ritualism), terjadi apabila seseorang menerima cara-cara yang
diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan.
Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang
komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan ijazah itu agar diterima kerja
di perusahaan asing.
4. Pengasingan diri (retreatism), timbul apabila seseorang menolak tujuan-
tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Dengan
kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya
tindakan siswa yang membakar dirinya sendiri karena tidak lulus Ujian Akhir
Nasional.
5. Pemberontakan (rebellion), terjadi apabila seseorang menolak sarana
maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya
dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti
ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
Selain dapat dikenali melalui ciri-cirinya, penyimpangan sosial juga dapat dikenali
melalui faktor penyebabnya. Beberapa faktor penyebab seseorang baik secara
individual maupun kolektif melakukan perilaku menyimpang meliputi: Sosialisasi,
anomie, diferensiasi, dan labelling. Keempat faktor tersebut memberi penjelasan
sosiologis terhadap perilaku menyimpang.
Sosialisasi
Sosialisasi yang dimaksud adalah sosialisai nilai. Sosialisasi nilai bisa terjadi
dalam keluarga, lingkaran teman, lingkungan kerja, atau pergaulan lain dalam
keseharian kita. Sebagai contoh, kita bergaul dengan teman sekolah yang
senang membully teman lainnya. Perilaku membully secara perlahan, sadar
atau tidak akan terinternalisasi pada perilaku kita. Akibatnya, kita akan
memandang nilai tentang bullying sebagaimana pandangan teman kita. Bila
teman kita menganggap praktik bullying sebagai perilaku normal keseharian.
Kita bisa ketularan demikian.
Anomie
Anomie adalah kekacauan yang disebabkan oleh ketiadaan norma yang jelas
dalam kehidupan sosial. Contoh mudah kondisi anomie, misalnya kondisi Iraq
pasca perang akibat invasi Amerika Serikat pada 2001. Kondisi pasca perang
identik tidak adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan masyarakat secara
menyeluruh. Tanpa aturan yang berlaku, masyarakat bergerak sesuai
kepentingannya masing-masing. Kepentingan ini tidak jarang saling
berbenturan. Kelompok masyarakat yang menghendaki sistem khilafah tegak
di Iraq akan berbenturan dengan kelompok nasionalis sekuler. Pada masa
pasca perang, perilaku menyimpang terjadi dimana-mana karena norma tidak
ada.
Diferensiasi
Diferensiasi dipahami sebagai proses pembedaan orientasi nilai dengan nilai
yang dianut oleh masyarakat pada umumnya. Proses pembedaan ini
memerlukan waktu. Sebagai contoh, seseorang yang bergabung dalam geng
curanmor, ia menghabiskan waktu untuk mempelajari bagaimana mencuri
motor. Bergabung dengan geng curanmor merupakan upaya diferensiasi dari
masyarakat umum. Upaya menciptakan pembeda ini bisa menyebabkan
timbulnya perilaku menyimpang. Diferensiasi sebagai sebab penyimpangan
sosial memiliki kemiripan dengan sosialisasi. Diferensiasi mengasumsikan
individu lebih aktif untuk menciptakan pembeda dengan mayoritas
masyarakat. Sedangkan sosialisasi, individu lebih pasif.
Labelling
Labelling sebagai penyebab perilaku menyimpang berasumsi bahwa orang
cenderung akan berbuat sesuai julukan yang diberikan kepadanya. Misalnya,
kita menyebut kolega kita yang pandai menjilat atasan untuk naik pangkat
sebagai ’the lobbyist’. Menurut teori labelling, orang itu cenderung akan
termotivasi untuk terus menjilat demi kenaikan pangkat. Mahasiswa yang
pandai menjilat profesornya untuk mendapatkan nilai tinggi juga demikian.
Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
Bentuk penyimpangan menurut pelakunya:
Penyimpangan Individu yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh
Individu yang berlawanan dengan Norma. Penyimpangan ini biasanya
dilakukan di lingkungan keluarga. Misalnya sesorang mencuri
dilakukan sendiri.
Penyimpangan kelompok yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh
kelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya yang
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh
kelompok yang melakukan penyimpangan adalah kelompok pengedar
narkotika, sindikat penjahat atau mafia, pemberontak.
Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan
kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang
dialami seseorang.
Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya dengan
sosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap norma-norma
kultural budayanya atau individu yang menyimpang harus belajar bagaimana
melakukan penyimpangan.
Pengendalian Sosial
Pengertian
Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik
diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang
atau membangkang.
Pengertian pengendalian sosial menurut para sosiolog, antara lain sebagai berikut :
Bruce J. Cohen
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok
atau masyarakat luas tertentu.
Horton
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh
sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat
bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.
Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses
terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau
memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan
nilai-nilai kelompok.
Peter L. Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat
untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang.
Rifhi Siddiq
Pengendalian sosial adalah suatu cara maupun metode yang dilakukan
kepada individu ataupun kelompok agar perilaku dan tindakannya sesuai
dengan nilai dan norma sosial yang dianut masyarakat tersebut.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah
proses yang digunakan oleh seseorang atau kelompok untuk memengaruhi,
mengajak, bahkan memaksa individu atau masyarakat agar berperilaku sesuai
dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga tercipta
ketertiban di masyarakat.
Tindakan Represif
Pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya penyimpangan
sosial. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang
pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara
menjatuhkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Contohnya, sanksi skors diberikan kepada siswa yang sering
melanggar peraturan.
Tindakan Kuratif
Pengendalian sosial yang bersifat kuratif adalah pengendalian sosial
yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial. Contohnya,
seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan
menyontek pada saat ulangan. Bertujuan untuk memberi penyadaran
kepada perilaku dan memberi efek jera.
Tindakan Koersif
Pengendalian sosial yang dilakukan dengan menggunakan paksaan
atau kekerasan, baik secara kekerasan fisik atau pun psikis. Contoh
pengendalian sosial koersif adalah penertiban pedagang kaki lima di
trotoar jalan yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja atau
Satpol PP dengan cara membongkar dan merusak tempat berniaga
dan mengangkut barang-barang milik pedagang. Sehingga timbul
kerusuhan bahkan ada yang menimbulkan korban jiwa. Pengendalian
sosial koersif sebaiknya merupakan langkah terakhir yang digunakan
untuk mengendalikan perilaku menyimpang karena seringkali
menimbulkan reaksi negatif.
Pengendalian Institusional
Pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga.
Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota
lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada.
Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti
aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur,
dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok
pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja,
namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.
Pengendalian Resmi
Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga
resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan
oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun
kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum yang telah ditetapkan.
Teguran
Teguran biasanya dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang dianggap melanggar etika dan/atau
mengganggu kenyamanan warga masyarakat. Teguran merupakan kritik
sosial yang dilakukan secara langsung dan terbuka sehingga yang
bersangkutan segera menyadari kekeliruan yang telah diperbuat. Di dalam
tradisi masyarakat kita teguran merupakan suatu hal yang tidak aneh lagi.
Misalnya teguran terhadap sekelompok pemuda yang begadang sampai larut
malam sambil membuat kegaduhan yang mengganggu ketentraman warga
yang sedang tidur, teguran yang dilakukan oleh guru kepada pelajar yang
sering meninggalkan pelajaran, dan lain sebagainya.
Sanksi/Hukuman
Pada dasarnya sanksi atau hukuman merupakan imbalan yang bersifat
negatif yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang
dianggap telah melakukan perilaku menyimpang. Misalnya pemecatan yang
dilakukan terhadap polisi yang terbukti telah mengkonsumsi dan
mengedarkan narkoba, dan lain sebagainya. Adapun manfaat dari sanksi atau
hukuman antara lain adalah: (1) untuk menyadarkan seseorang atau
sekelompok orang terhadap penyimpangan yang telah dilakukan sehingga
tidak akan mengulanginya lagi, dan (2) sebagai peringatan kepada warga
masyarakat lain agar tidak melakukan penyimpangan.
Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang
agar mencapai taraf kedewasaan. Melalui pendidikanlah seseorang
mengetahui, memahami, dan sekaligus mempraktekkan sistem nilai dan
sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.
Agama
Agama mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk menjaga hubungan
baik antara manusia dengan sesama manusia, antara manusia dengan
makhluk lain, dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan
yang baik dapat dibina dengan cara menjalankan segala perintah Tuhan dan
sekaligus menjauhi segala larangan-Nya. Melalui agama ditanamkan
keyakinan bahwa melaksanakan perintah Tuhan merupakan perbuatan baik
yang akan mendatangkan pahala. Sebaliknya, melanggar larangan Tuhan
merupakan perbuatan dosa yang akan mendatangkan siksa. Dengan
keyakinan seperti ini, maka agama memegang peranan yang sangat penting
dalam mengontrol perilaku kehidupan manusia.
Ostraisisme
Ostraisisme adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang
atau kelompok yang bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang
pernah di alami.
Fraundules
Fraudulens adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak
lain yang di anggap dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.
Intimidasi
Intimidasi adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan ,
memaksa, meneror atau menakut-nakuti,dll.
Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman
bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera
dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak
meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi
yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa
denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung
kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.
Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat
tradisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib
tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut
tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau
diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat
atau ringan.
Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia
dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi
teladan, pembimbing,penasehat dan petunjuk. Ada dua macam tokoh
masyarakat:
tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati,
Lurah, dsb;
tokoh masyarakat informal, misalnya pimpinan agama, ketua adat, pimpinan
masyarakat.