Anda di halaman 1dari 13

Chapter 5

Penyimpangan dan Pengendalian Sosial

 Teori Penyimpangan Sosial


a. Teori Pergaulan Berbeda (Differential Association)
Teori ini dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland . Menurut teori ini, penyimpangan
bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang.
Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural transmission) . Melalui
proses ini seseorang mempelajari suatu subkebudayaan menyimpang (deviant
subculture).
Contohnya perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya
dengan melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah.
Melalui pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut,
sehingga menjadi pelaku perilaku menyimpang.

b. Teori Labelling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M. Lemert . Menurut teori ini, seseorang menjadi
penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat kepadanya.
Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif kepada
seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary deviation ) misalnya
pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya. Sebagai tanggapan terhadap
cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian mengidentifikasikan dirinya sebagai
penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangannya sehingga terjadi dengan
penyimpangan sekunder (secondary deviation). Alasannya adalah sudah terlanjur
basah atau kepalang tanggung.

c. Teori Fungsi
Teori ini dikemukakan oleh Emile Durkheim. Menurut teori ini, keseragaman dalam
kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan karena setiap
individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara lain dipengaruhi
oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu dalam suatu masyarakat
orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan kejahatanpun juga akan selalu ada.
Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan perlu bagi masyarakat, karena
dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan hukum dapat berkembang secara
normal.

d. Teori Konflik
Teori ini dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx . Para penganut teori
ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan perkembangan kapitalisme.
Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh kelompokkelompok berkuasa dalam
masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka sendiri. Pandangan ini juga
mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan kelas yang berkuasa
dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan kepentingan mereka.
e. Teori Tipologi Adaptasi
Dengan menggunakan teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan
penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan hanya
menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan perilaku
menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di mana
tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur juga cara untuk
meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan (cita-cita) yang
ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi penyimpangan.
Dalam hal ini Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi,
yaitu konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan.
1. Konformitas (conformity ), merupakan cara adaptasi dimana pelaku
mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan
belajar dengan sungguh-sungguh agar nilai ulangannya bagus.
2. Inovasi (inovation), terjadi apabila seseorang menerima tujuan yang sesuai
dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan masyarakat, tetapi menolak norma
dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk memperoleh nilai UNAS yang baik,
Arif tidak belajar, melainkan melalui joki UNAS.
3. Ritualisme (ritualism), terjadi apabila seseorang menerima cara-cara yang
diperkenankan secara kultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan.
Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau keterampilan di bidang
komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan ijazah itu agar diterima kerja
di perusahaan asing.
4. Pengasingan diri (retreatism), timbul apabila seseorang menolak tujuan-
tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut. Dengan
kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan. Misalnya
tindakan siswa yang membakar dirinya sendiri karena tidak lulus Ujian Akhir
Nasional.
5. Pemberontakan (rebellion), terjadi apabila seseorang menolak sarana
maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya
dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti
ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.

 Ciri-ciri Penyimpangan Sosial


 Penyimpangan sosial harus jelas pendefinisiannya
Suatu tindakan sosial tidak bisa begitu saja disebut menyimpang. Perlu
dijelaskan terlebih dahulu definisi menyimpang dalam hubungannya dengan
norma dan nilai yang berlaku. Misal, di Indonesia tidak ada peraturan
undang-undang yang mengatakan bahwa merokok itu haram. Maka,
merokok bukan bentuk dari penyimpangan sosial. Ganja adalah barang ilegal,
maka konsumsi ganja adalah bentuk penyimpangan sosial. Di sini perlu
dicatat bahwa kita harus memaparkan dahulu bagaimana peraturannya
kemudian menyebut apakan perilaku itu menyimpang dari peraturan atau
tidak. Konsumsi ganja adalah contoh penyimpangan sosial yang jelas
pendefinisiannya
 Penyimpangan ada yang bisa diterima secara sosial
Penyimpangan sosial umumnya mengandung kesan perbuatan yang ditolak
secara sosial, padahal tidak selalu. Seorang anak perempuan yang menyukai
warna pink saat ini dianggap normal. Jika ia hidup di Inggris pada zaman
Victoria, ia dianggap melakukan perbuatan menyimpang karena pink adalah
warna maskulin saat itu. Perempuan yang menyukai warna pink di era
Victoria adalah contoh bentuk penyimpangan sosial.

 Penyimpangan bersifat relatif


Asumsi dasar dari relatif di sini adalah tidak ada individu yang sepenuhnya
menyimpang, dan tidak ada individu yang sepenuhnya konformis terhadap
norma. Semua orang sesekali menyimpang kemudian menyesuaikan dengan
norma yang ada, hanya tingkatannya saja yang berbeda. Contoh, anak remaja
berpakaian lusuh keluar kota beberapa hari tanpa izin ortu nggak bawa duit
untuk nonton konser Iwan Fals, lalu besoknya pergi sekolah lagi.

 Penyimpangan sosial adalah pelanggaran terhadap aturan


Idealnya, membayar di kasir, masuk eskalator, atau naik kendaraan umum
harus antre, namun kadang orang menemukan celah untuk menerobos
antrean. Aturan ’Harap Antri’ dibuat untuk keteraturan dan ketertiban.
Definisi penyimpangan sosial di sini jelas sebagai pelanggaran terhadap
aturan. Menerobos antrian adalah contoh perilaku menyimpang.

 Penyimpangan sosial ada yang bersifat semi-institusional


Setiap peraturan idealnya ditegakkan sebagaimana aturan yang tertulis.
Namun kenyataan bisa terjadi diluar perkiraan. Misal, ibu hamil yang mau
memeriksakan kandungannya di rumah sakit harus melalui prosedur yang
ditetapkan. Namun ketika di jalan mengalami kontraksi, prosedur tersebut
terpaksa dilanggar karena perlunya penanganan yang lebih cepat untuk
kondisi yang mendesak.

 Penyimpangan sosial bersifat adaptif


Perubahan sosial menuntut individu beradaptasi. Proses adaptasi pada
awalnya bisa dianggap sebagai penyimpangan sosial. Sebagai contoh,
sekelompok orang yang berkumpul di satu meja tanpa bicara akan dianggap
aneh. Seiring berkembangnya smartphone dan internet duduk semeja saling
diam dianggap normal. Teknologi membuat perilaku yang semula terlihat
aneh menjadi wajar.

Selain dapat dikenali melalui ciri-cirinya, penyimpangan sosial juga dapat dikenali
melalui faktor penyebabnya. Beberapa faktor penyebab seseorang baik secara
individual maupun kolektif melakukan perilaku menyimpang meliputi: Sosialisasi,
anomie, diferensiasi, dan labelling. Keempat faktor tersebut memberi penjelasan
sosiologis terhadap perilaku menyimpang.
 Sosialisasi
Sosialisasi yang dimaksud adalah sosialisai nilai. Sosialisasi nilai bisa terjadi
dalam keluarga, lingkaran teman, lingkungan kerja, atau pergaulan lain dalam
keseharian kita. Sebagai contoh, kita bergaul dengan teman sekolah yang
senang membully teman lainnya. Perilaku membully secara perlahan, sadar
atau tidak akan terinternalisasi pada perilaku kita. Akibatnya, kita akan
memandang nilai tentang bullying sebagaimana pandangan teman kita. Bila
teman kita menganggap praktik bullying sebagai perilaku normal keseharian.
Kita bisa ketularan demikian.

 Anomie
Anomie adalah kekacauan yang disebabkan oleh ketiadaan norma yang jelas
dalam kehidupan sosial. Contoh mudah kondisi anomie, misalnya kondisi Iraq
pasca perang akibat invasi Amerika Serikat pada 2001. Kondisi pasca perang
identik tidak adanya kekuasaan yang mengatur kehidupan masyarakat secara
menyeluruh. Tanpa aturan yang berlaku, masyarakat bergerak sesuai
kepentingannya masing-masing. Kepentingan ini tidak jarang saling
berbenturan. Kelompok masyarakat yang menghendaki sistem khilafah tegak
di Iraq akan berbenturan dengan kelompok nasionalis sekuler. Pada masa
pasca perang, perilaku menyimpang terjadi dimana-mana karena norma tidak
ada.

 Diferensiasi
Diferensiasi dipahami sebagai proses pembedaan orientasi nilai dengan nilai
yang dianut oleh masyarakat pada umumnya. Proses pembedaan ini
memerlukan waktu. Sebagai contoh, seseorang yang bergabung dalam geng
curanmor, ia menghabiskan waktu untuk mempelajari bagaimana mencuri
motor. Bergabung dengan geng curanmor merupakan upaya diferensiasi dari
masyarakat umum. Upaya menciptakan pembeda ini bisa menyebabkan
timbulnya perilaku menyimpang. Diferensiasi sebagai sebab penyimpangan
sosial memiliki kemiripan dengan sosialisasi. Diferensiasi mengasumsikan
individu lebih aktif untuk menciptakan pembeda dengan mayoritas
masyarakat. Sedangkan sosialisasi, individu lebih pasif.

 Labelling
Labelling sebagai penyebab perilaku menyimpang berasumsi bahwa orang
cenderung akan berbuat sesuai julukan yang diberikan kepadanya. Misalnya,
kita menyebut kolega kita yang pandai menjilat atasan untuk naik pangkat
sebagai ’the lobbyist’. Menurut teori labelling, orang itu cenderung akan
termotivasi untuk terus menjilat demi kenaikan pangkat. Mahasiswa yang
pandai menjilat profesornya untuk mendapatkan nilai tinggi juga demikian.
 Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial
 Bentuk penyimpangan menurut pelakunya:
 Penyimpangan Individu yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh
Individu yang berlawanan dengan Norma. Penyimpangan ini biasanya
dilakukan di lingkungan keluarga. Misalnya sesorang mencuri
dilakukan sendiri.
 Penyimpangan kelompok yaitu penyimpangan yang dilakukan oleh
kelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya yang
bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat. Contoh
kelompok yang melakukan penyimpangan adalah kelompok pengedar
narkotika, sindikat penjahat atau mafia, pemberontak.

 Bentuk penyimpangan Sosial menurut Sifatnya:


 Penyimpangan bersifat positif : Penyimpangan ini terarah pada nilai
sosial yang berlaku dan dianggap ideal dalam masyarakat dan
mempunyai dampak yang bersifat positif. Cara yang dilakukan seolah-
olah menyimpang dari norma padahal tidak. Contohnya adalah:
Bermunculan Wanita karier yang sejalan dengan emansipasi wanita,
biro jodoh.
 Penyimpangan bersifat negatif : Penyimpangan ini berwujud dalam
tindakan yang mengarah pada nilai-nolai sosial yang dipandang
rendah dan dianggap tercela dalam masayarakat. Contohnya:
pemerkosaan, pencurian, pembunuhan, perjudian dan pemakaian
narkotika.

 Bentuk penyimpangan Sosial menurut Lemert (1951).


 Penyimpangan Primer: merupakan penyimpangan sosial yang bersifat
sementara dan biasanya tidak diulangi lagi. Seseorang yang
melakukan penyimpangan ini masih diterima di masyarakat. Contoh:
orang yang melanggar lalu lintas dengan tidak membawa SIM dan
perbuatannya itu tidak diulangi lagi, Orang yang belum membayar
pajak.
 Penyimpangan Sekunder : merupakan penyimpangan sosial yang
nyata dan dilakukan secara berulang-ulang bahkan menjadi kebiasaan
dan menunjukkan ciri khas suatu kelompok. Seseorang yang
melakukan penyimpangan ini biasanya tidak akan diterima lagi di
masyarakat. Contoh: Pemabuk yang seringa mabuk-mabukan dipasar,
di diskotik dll.

 Faktor Penyimpangan Sosial


Menurut James W. Van Der Zanden, faktor-faktor penyimpangan sosial adalah
sebagai berikut:
 Longgar/tidaknya nilai dan norma.
Ukuran perilaku menyimpang bukan pada ukuran baik buruk atau benar salah
menurut pengertian umum, melainkan berdasarkan ukuran longgar tidaknya
norma dan nilai sosial suatu masyarakat.
Norma dan nilai sosial masyarakat yang satu berbeda dengan norma dan nilai
sosial masyarakat yang lain. Misalnya: kumpul kebo di Indonesia dianggap
penyimpangan, di masyarakat barat merupakan hal yang biasa dan wajar.

 Sosialisasi yang tidak sempurna.


Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga
menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat seorang
pemimpin idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi
teladan namun kadangkala terjadi pemimpin justru memberi contoh yang
salah, seperti melakukan KKN. Karena masyarakat mentolerir tindakan
tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang.

 Sosialisasi sub kebudayaan yang menyimpang.


Perilaku menyimpang terjadi pada masyarakat yang memiliki nilai-nilai sub
kebudayaan yang menyimpang, yaitu suatu kebudayaan khusus yang
normanya bertentangan dengan norma-norma budaya yang dominan/ pada
umumnya. Contoh: Masyarakat yang tinggal di lingkungan kumuh, masalah
etika dan estetika kurang diperhatikan, karena umumnya mereka sibuk
dengan usaha memenuhi kebutuhan hidup yang pokok (makan), sering
cekcok, mengeluarkan kata-kata kotor, buang sampah sembarangan dsb. Hal
itu oleh masyarakat umum dianggap perilaku menyimpang.

Menurut Casare Lombroso, perilaku menyimpang disebabkan oleh faktor-faktor:


 Biologis
Misalnya orang yang lahir sebagai pencopet atau pembangkang. Ia membuat
penjelasan mengenai “si penjahat yang sejak lahir”. Berdasarkan ciri-ciri
tertentu orang bisa diidentifikasi menjadi penjahat atau tidak. Ciri- ciri fisik
tersebut antara lain: bentuk muka, kedua alis yang menyambung menjadi
satu dan sebagainya.

 Psikologis
Menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan
kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan penyimpangan. Dapat juga karena pengalaman traumatis yang
dialami seseorang.

 Sosiologis
Menjelaskan sebab terjadinya perilaku menyimpang ada kaitannya dengan
sosialisasi yang kurang tepat. Individu tidak dapat menyerap norma-norma
kultural budayanya atau individu yang menyimpang harus belajar bagaimana
melakukan penyimpangan.

 Pengendalian Sosial
Pengertian
Pengendalian sosial adalah suatu mekanisme untuk mencegah penyimpangan sosial
serta mengajak dan mengarahkan masyarakat untuk berperilaku dan bersikap sesuai
norma dan nilai yang berlaku. Dengan adanya pengendalian sosial yang baik
diharapkan mampu meluruskan anggota masyarakat yang berperilaku menyimpang
atau membangkang.

Pengertian pengendalian sosial menurut para sosiolog, antara lain sebagai berikut :
 Bruce J. Cohen
Pengendalian sosial adalah cara-cara atau metode yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok
atau masyarakat luas tertentu.

 Horton
Pengendalian sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh
sekelompok orang atau masyarakat, sehingga para anggotanya dapat
bertindak sesuai harapan kelompok atau masyarakat.
 Joseph S. Roucek
Pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses
terencana ataupun tidak terencana yang mengajarkan, membujuk atau
memaksa individu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan
nilai-nilai kelompok.

 Peter L. Berger
Pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan oleh masyarakat
untuk menertibkan anggota-anggotanya membangkang.

 Rifhi Siddiq
Pengendalian sosial adalah suatu cara maupun metode yang dilakukan
kepada individu ataupun kelompok agar perilaku dan tindakannya sesuai
dengan nilai dan norma sosial yang dianut masyarakat tersebut.

 Soetandyo Wignyo Subroto


Pengendalian sosial adalah sanksi, yaitu suatu bentuk penderitaan yang
secara sengaja diberikan oleh masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengendalian sosial adalah
proses yang digunakan oleh seseorang atau kelompok untuk memengaruhi,
mengajak, bahkan memaksa individu atau masyarakat agar berperilaku sesuai
dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, sehingga tercipta
ketertiban di masyarakat.

Macam-Macam Pengendalian Sosial


 Berdasarkan Waktu
 Tindakan Preventif
Pengendalian sosial yang dilakukan sebelum terjadinya penyimpangan
sosial. Hal ini bertujuan untuk melakukan tindakan pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap
norma-norma sosial. Contohnya, guru menasihati murid agar tidak
terlambat datang ke sekolah.

 Tindakan Represif
Pengendalian sosial yang dilakukan setelah terjadinya penyimpangan
sosial. Hal ini bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang
pernah terganggu karena terjadinya suatu pelanggaran dengan cara
menjatuhkan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Contohnya, sanksi skors diberikan kepada siswa yang sering
melanggar peraturan.

 Tindakan Kuratif
Pengendalian sosial yang bersifat kuratif adalah pengendalian sosial
yang dilakukan pada saat terjadi penyimpangan sosial. Contohnya,
seorang guru menegur dan menasihati siswanya karena ketahuan
menyontek pada saat ulangan. Bertujuan untuk memberi penyadaran
kepada perilaku dan memberi efek jera.

 Berdasarkan Cara atau Perlakuan Pengendalian Sosial


 Tindakan Persuasif
Pengendalian sosial yang dilakukan tanpa kekerasan misalnya melalui
cara mengajak, menasihati atau membimbing anggota masyarakat
agar bertindak sesuai dengan nilai dan norma masyarakat. Cara ini
dilakukan melalui lisan atau simbolik. Contoh pengendalian sosial
melalui lisan yaitu dengan mengajak orang menaati nilai dan norma
dengan berbicara langsung menggunakan bahasa lisan, sedang
pengendalian secara simbolik dapat menggunakan tulisan, spanduk
dan iklan layanan masyarakat.
Contoh pengendalian sosial persuasif secara lisan adalah seorang ibu
menasehati anaknya yang akan pergi ke sekolah agar tidak terlibat
tawuran atau melakukan perbuatan yang tidak sesuai nilai dan norma.
Sedang contoh cara pengendalian sosial simbolik misalnya
pemerintah daerah menghimbau masyarakat agar menjaga
kebersihan lingkungan, cara yang dilakukan pemerintah daerah
dengan memasang spanduk di tempat tertentu yang dapat dibaca
oleh masyarakat.

 Tindakan Koersif
Pengendalian sosial yang dilakukan dengan menggunakan paksaan
atau kekerasan, baik secara kekerasan fisik atau pun psikis. Contoh
pengendalian sosial koersif adalah penertiban pedagang kaki lima di
trotoar jalan yang dilakukan oleh satuan polisi pamong praja atau
Satpol PP dengan cara membongkar dan merusak tempat berniaga
dan mengangkut barang-barang milik pedagang. Sehingga timbul
kerusuhan bahkan ada yang menimbulkan korban jiwa. Pengendalian
sosial koersif sebaiknya merupakan langkah terakhir yang digunakan
untuk mengendalikan perilaku menyimpang karena seringkali
menimbulkan reaksi negatif.

 Cara kompulsif (compultion)


Teknik pengendalian dengan cara menciptakan situasi sedemikian
rupa sehingga seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya yang
menghasilkan keptuhan secara tidak langsung.

 Berdasarkan Pelaku Pengendalian Sosial


 Pengendalian Pribadi
Pengaruh yang datang dari orang atau tokoh tertentu (panutan).
Pengaruh ini dapat bersifat baik atau pun buruk.

 Pengendalian Institusional
Pengaruh yang ditimbulkan dari adanya suatu institusi atau lembaga.
Pola perilaku lembaga tersebut tidak hanya mengawasi para anggota
lembaga itu saja, akan tetapi juga mengawasi dan berpengaruh
terhadap kehidupan masyarakat di sekitar lembaga tersebut berada.
Misalnya kehidupan para santri di pondok pesantren akan mengikuti
aturan, baik dalam hal pakaian, tutur sapa, sikap, pola pikir, pola tidur,
dan sebagainya. Dalam hal ini, pengawasan dan pengaruh dari pondok
pesantren tersebut tidak hanya terbatas pada para santrinya saja,
namun juga kepada masyarakat di sekitar pondok pesantren.

 Pengendalian Resmi
Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan oleh lembaga
resmi negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
dengan sanksi yang jelas dan mengikat. Pengendalian resmi dilakukan
oleh aparat negara, seperti kepolisian, satpol PP, kejaksaan, ataupun
kehakiman untuk mengawasi ketaatan warga masyarakat terhadap
hukum yang telah ditetapkan.

 Pengendalian Tidak Resmi


Pengendalian atau pengawasan sosial yang dilakukan tanpa rumusan
aturan yang jelas atau tanpa sanksi hukum yang tegas. Meskipun
demikian, pengendalian tidak resmi juga memiliki efektivitas dalam
mengawasi atau mengendalikan perilaku masyarakat. Hal ini
dikarenakan sanksi yang diberikan kepada pelaku penyimpangan
berupa sanksi moral dari masyarakat lain, misalnya dikucilkan atau
bahkan diusir dari lingkungannya. Pengendalian tidak resmi dilakukan
oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, ataupun tokoh agama yang
memiliki kharisma dan dipandang sebagai panutan masyarakat.

 Bentuk-bentuk Pengendalian Sosial


Banyak sekali bentuk-bentuk pengendalian sosial yang dilakukan oleh masyarakat
untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang, yaitu:
 Gosip
Gosip sering juga diistilahkan dengan desas-desus. Gosip merupakan
memperbincangkan perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang tanpa
didukung oleh fakta yang jelas. Gosip dapat menyebar dari mulut ke mulut
sehingga hampir seluruh anggota masyarakat tahu dan terlibat dalam gosip.
Misalnya gosip tentang perselingkuhan yang dilakukan oleh Si A dengan Si B.
gosip seperti ini dalam waktu singkat akan segera menyebar. Warga
masyarakat yang telah mendengar gosip tertentu akan terpengaruh dan
bersikap sinis kepada orang yang digosipkan. Karena sifatnya yang laten,
biasanya orang sangat menjaga agar tidak menjadi objek gosip.

 Teguran
Teguran biasanya dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang dianggap melanggar etika dan/atau
mengganggu kenyamanan warga masyarakat. Teguran merupakan kritik
sosial yang dilakukan secara langsung dan terbuka sehingga yang
bersangkutan segera menyadari kekeliruan yang telah diperbuat. Di dalam
tradisi masyarakat kita teguran merupakan suatu hal yang tidak aneh lagi.
Misalnya teguran terhadap sekelompok pemuda yang begadang sampai larut
malam sambil membuat kegaduhan yang mengganggu ketentraman warga
yang sedang tidur, teguran yang dilakukan oleh guru kepada pelajar yang
sering meninggalkan pelajaran, dan lain sebagainya.

 Sanksi/Hukuman
Pada dasarnya sanksi atau hukuman merupakan imbalan yang bersifat
negatif yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang
dianggap telah melakukan perilaku menyimpang. Misalnya pemecatan yang
dilakukan terhadap polisi yang terbukti telah mengkonsumsi dan
mengedarkan narkoba, dan lain sebagainya. Adapun manfaat dari sanksi atau
hukuman antara lain adalah: (1) untuk menyadarkan seseorang atau
sekelompok orang terhadap penyimpangan yang telah dilakukan sehingga
tidak akan mengulanginya lagi, dan (2) sebagai peringatan kepada warga
masyarakat lain agar tidak melakukan penyimpangan.
 Pendidikan
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok orang
agar mencapai taraf kedewasaan. Melalui pendidikanlah seseorang
mengetahui, memahami, dan sekaligus mempraktekkan sistem nilai dan
sistem norma yang berlaku di tengah-tengah masyarakat.

 Agama
Agama mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk menjaga hubungan
baik antara manusia dengan sesama manusia, antara manusia dengan
makhluk lain, dan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan
yang baik dapat dibina dengan cara menjalankan segala perintah Tuhan dan
sekaligus menjauhi segala larangan-Nya. Melalui agama ditanamkan
keyakinan bahwa melaksanakan perintah Tuhan merupakan perbuatan baik
yang akan mendatangkan pahala. Sebaliknya, melanggar larangan Tuhan
merupakan perbuatan dosa yang akan mendatangkan siksa. Dengan
keyakinan seperti ini, maka agama memegang peranan yang sangat penting
dalam mengontrol perilaku kehidupan manusia.

 Ostraisisme
Ostraisisme adalah suatu bentuk pengucilan.tujuannya adalah agar seseorang
atau kelompok yang bersangkutan tidak lagi mengulangi pelanggaran yang
pernah di alami.

 Fraundules
Fraudulens adalah pengendalian social dengan jalan meminta bantuan pihak
lain yang di anggap dapat menyelesaikan masalah yang di hadapi.

 Intimidasi
Intimidasi adalah pengendalian social yang dilakukan dengan cara menekan ,
memaksa, meneror atau menakut-nakuti,dll.

 Lembaga-lembaga Pengendalian Sosial


Pengendalian sosial itu dapat dilakukan oleh:
 Polisi
Polisi sebagai aparat negara, bertugas memelihara keamanan dan ketertiban,
mencegah dan mengatasi perilaku menyimpang. Peran Polisi bukan hanya
menangkap, menyidik, dan menyerahkan pelaku pelanggaran ke instansi lain
seperti Kejaksaan, tetapi juga membina dan mengadakan penyuluhan
terhadap orang yang berperilaku menyimpang dari hukum.

 Pengadilan
Pengadilan merupakan alat pengendalian sosial untuk menentukan hukuman
bagi orang yang melanggar peraturan. Tujuannya agar orang tersebut jera
dan sadar atas kesalahan yang diperbuatnya, serta agar orang lain tidak
meniru berbuat hal yang melanggar hukum atau merugikan orang lain. Sanksi
yang tegas akan diberikan bagi mereka yang melanggar hukum, berupa
denda, kurungan atau penjara. Ringan beratnya hukuman tergantung
kesalahan pelaku menurut hukum yang berlaku.

 Adat
Adat merupakan lembaga atau pranata sosial yang terdapat pada masyarakat
tradisional. Dalam hukum adat terdapat aturan untuk mengatur tata tertib
tingkah laku anggota masyarakatnya. Adat yang sudah melembaga disebut
tradisi. Pelanggaran terhadap hukum adat dan tradisi akan dikucilkan atau
diusir dari lingkungan masyarakatnya tergantung tingkat kesalahannya berat
atau ringan.

 Tokoh Masyarakat
Adalah orang yang memiliki pengaruh atau wibawa (kharisma) sehingga ia
dihormati dan disegani masyarakat. Tokoh masyarakat diharapkan menjadi
teladan, pembimbing,penasehat dan petunjuk. Ada dua macam tokoh
masyarakat:
tokoh masyarakat formal, misalnya Presiden, Ketua DPR/MPR, Dirjen, Bupati,
Lurah, dsb;
tokoh masyarakat informal, misalnya pimpinan agama, ketua adat, pimpinan
masyarakat.

 Ciri-ciri Pengendalian Sosial


 Pengendalian sosial sebagai suatu cara, metode atau tekhnik tertentu
yang dipergunakan masyarakat untuk mengatasi ataupun mencegah
terjadinya penyimpangan sosial

 Pengendalian sosial dipergunakan untuk mewujudkan keselarasan


antara stabilitas dengan perubahan yang terus menerus terjadi dalam
suatu masyarakat

 Pengendalian sosial dapat dilakukan oleh kelompok terhadap


kelompok lain, atau oleh suatu kelompok terhadap individu

 Pengendalian sosial dilakukan secara timbal balik meskipun tidak


disadari oleh kedua belah pihak.
 Tujuan dan Fungsi dari Pengendalian Sosial
Adapun tujuan dari pengendalian sosial, yaitu :
 Agar dapat terwujud keserasian dan ketenteraman dalam masyarakat.
 Agar pelaku penyimpangan dapat kembali mematuhi norma-norma
yang berlaku.
 Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang berlaku
baik dengan kesadaran sendiri maupun dengan paksaan.

Fungsi pengendalian sosial:


 Mempertebal keyakinan masyarakat terhadap norma sosial, bahwa
hidup di dalam masyarakat tidak bisa sekarepe dewe tetapi harus
disesuaikan dengan norma sosial, bukan normanya sendiri.

 Memberikan imbalan kepada kepada warga yang mentaati norma,


bagi individu yang mentaati norma mendapatkan pujian ( imbalan
positif) dan bagi yang melanggar mendapat sanksi ( imbalan negatif).

 Mengembangkan rasa malu, rasa malu ini sudah semakin hilang di


masyarakat kita, sekalipun para pelaku penyimpang sosial ini suka
dipamerkan di televisi (menampilkan wajah pelaku), namun tetap saja
korupsi, pelanggaran dan kejahatan lainnya semakin meningkat.

 Mengembangkan rasa takut, pelanggaran sosial yang dilakukan oleh


individu atau kelompok harus mendaptkan sanksi yang tegas.

 Menciptakan sistem hukum. Pelanggaran sosial apa pun bentuknya


dan siapa pun pelakunya harus mendapatkan hukuman.

Anda mungkin juga menyukai