Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH

ISOLASI SOSIAL

Nama Anggota :

1. Ega Meliana Asiska D (106117006)


2. Dewi Purnama Sari (106117011)
3. Devi Pramesta Putri (106117027)
4. Rizal Nugroho (106117030)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN III A


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2018/2019
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya serta Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar
kita, yaitu Nabi Muhammad SAW. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”. Penulisan ini bertujuan
untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa..

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data – data yang kami peroleh dari buku
panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Isolasi Sosial Menarik Diri”.

Kami harap makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan untuk Mahasiswa/i.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Cilacap, September 2019

Kelompok 5
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................3
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................................................................5
B. Tujuan............................................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
TINJAUAN TEORI...................................................................................................................................7
A. Definisi............................................................................................................................................7
B. Etiologi............................................................................................................................................8
C. Patofisiologi..................................................................................................................................11
D. Manifestasi Klinis........................................................................................................................12
E. Penatalaksanaan Medis...............................................................................................................13
F. Tindakan Keperawatan...............................................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................17
ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................................................................17
A. Pengkajian....................................................................................................................................17
B. Pohon Masalah.............................................................................................................................19
C. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................20
D. Intervensi......................................................................................................................................20
BAB IV.....................................................................................................................................................35
PENUTUP................................................................................................................................................35
A. Kesimpulan..................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................36
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sehat menurut WHO adalah keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan, tidak hanya terbebas dari
penyakit serta kelemahan.
 Gambaran menurut penelitian WHO (2009), prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini
cukup tinggi, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
dunia diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu hidupnya. Usia ini
biasanya terjadi pada dewasa muda antara 18-20 tahun 1% diantaranya adalah gangguan jiwa
berat, potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa memang tinggi, setiap saat 450 juta
orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, saraf  maupun perilaku. Salah satu
bentuk gangguan jiwa yang paling banyak terjadi di seluruh dunia adalah gangguan jiwa
skizofrenia. Prevalensi skizofrenia didunia 0,1 per mil dengan tanpa memandang perbedaan
status sosial atau budaya.
Menurut National Institute of Mental Health gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit
secara keseluruhan dan diperkirakan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030. Kejadian
tersebut akan memberikan andil meningkatnya prevalensi gangguan jiwa dari tahun ke tahun di
berbagai Negara. Berdasarkan hasil sensus penduduk Amerika Serikat tahun 2004, diperkirakan
26,2% penduduk yang berusia 18-30 tahun atau lebih mengalami gangguan jiwa, jika prevalensi
gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk dunia, maka berarti di Indonesia mencapai
264 per 1000 penduduk.
Hasil Riset Dasar Kesehatan Nasional Tahun 2007, menyebutkan bahwa sebanyak 0,46
per mil masyarakat Indonesia mengalami gangguan jiwa berat. Mereka adalah yang diketahui
mengidap skizofrenia dan mengalami gangguan psikotik berat (Depkes RI, 2007).
Prevalensi gangguan jiwa tertinggi di Indonesia terdapat di Provisi Daerah Khusus Ibu
Kota Jakarta (24,3%), di ikuti Nangroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatra Barat (17,7%), NTB
(10,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Jawa Tengah (6,8%) (Depkes RI, 2008).
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa juga terjadi di Sumatera Utara, jumlah
pasien meningkat 100 persen dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada awal 2008, RSJ
Sumut menerima sekitar 50 penderita per hari untuk menjalani rawat inap dan sekitar 70-80
penderita untuk rawat jalan. Sementara pada 2006-2007, RSJ hanya menerima 25-30 penderita
per hari.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial
Menarik Diri meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri. Sedangkan pada peran kuratif
perawat merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan
keluarga. Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan
gangguan konsep diri : Isolasi Sosial Menarik Diri melalui pelayanan di rumah atau home visite.

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah tentang Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosialsebagai berikut :

1. Tujuan Umum :

Mahasiswa dapat memahami mengenai Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan


Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial

2. Tujuan Khusus :
a. Mahasiswa dapat menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gangguan Dengan
Gangguan Kesehatan Jiwa : Isolasi Sosial.
b. Mahasiswa dapat membuat Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Kesehatan
Jiwa : Isolasi Sosial.
c.

BAB II

TINJAUAN TEORI
A. Definisi

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Budi., Akemat., dkk. 2007 ).

Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan
saat didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negative atau
mengancam (Nanda-1,2012).

Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).

Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan
lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain dan
tidak bisa berbagi pikirannya dan perasaannya (Rawlins,1993).

Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan


dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial merupakan
keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain dianggap menyatakan
sikap negatif dan mengancam dirinya (Townsend, M.C, 1998 : 52).

Isolasi sosial menarik diri adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat
berinteraksi dengan orang lain dan cenderung menyendiri dan sulit untuk bersosialisasi
dengan sesama yang disebabkan adanya penolakan maupun sikap negatif dari lingkungan
dan orang sekitar terhadap dirinya.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas
dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan
sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.

b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana
seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.

c. Faktor Sosial Budaya


Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan oleh
norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak
produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.

Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social


adalah otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan
ukuran dan bentuk sel-sel.
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan
individu untuk mengatasinya.

3. Perilaku

Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih,
afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang peka
terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti janin saat
tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak mempercayai orang
lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia. Kemudian perilaku pada klien
dengan gangguan social manipulasi adalah kurang asertif, mengisolasi diri dari
lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung pada orang lain.

4. Rentang Respon

Rentang respon berhubungan dapat berfluktuasi dari respons berhubungan adaktif


samapai maladaktif.
1) Respon Adaktif
Respon individu dalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh
norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal),
meliputi:
a) Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan
dilingkungan sosial dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan
langkah berikutnya.
b) Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan
perasaan dalam hubungan sosial.
c) Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d) Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

2) Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma
sosial dan budaya lingkungannya, meliputi:
a) Manipulasi
Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah
pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
b) Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman,
dan tidak dapaat diandalkan.
c) Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain
tidak mendukung.
C. Patofisiologi

Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan tidak
berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.

Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan


hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.

Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak
sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Ernawati Dalami
dkk,,2009,Hal.10).

Pattern of Parenting Inefectieve Lack of Develop Stressor internal


(Pola Asuh Keluarga) coping ment Task and external (stress
(Koping (Gangguan internal dan
individu tidak Tugas eksternal)
efektif) Perkembangan)
Misal : Misal : Misal : Misal :
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi menjalin ansietas yang
dikehendaki (unwanted kegagalan hubungan intim berkepanjangan dan
child) akibat kegagalan mengalahkan dengan sesame terjadi bersamaan
KB, hamil diluar nikah, orang lain, jenis atau lawan dengan
jenis kelamin yang tidak ketidakberday jenis, tidak keterbatasan
diinginkan, bentuk fisik aan mampu mandiri kemampuan
kurang menawan mengangkat individu untuk
menyebabkan keluarga tidak mampu mengatasi. Ansietas
mengeluarkan komentar- menghadapi terjadi akibat
komentar negative, kenyataan dan berpisah dengan
merendahkan, menarik diri orang terdekat,
menyalahkan anak dari hilang pekerjaan
lingkungan. atau orang yang
dicintai.

HARGA DIRI RENDAH


KRONIS

ISOLASI DIRI

(Iyus Yosep,2007,Hal.230).

D. Manifestasi Klinis
a) Tanda dan Gejala
Observasi yang dilakukan pada klien dengan isolasi social akan ditemukan data
objektif meliputi apatis, ekspresi wajah sedih, afek tumpul, menghindar dari orang lain,
klien tampak memisahkan diri dari orang lain, komunikasi kurang, klien tampak tidak
bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat, tidak ada kontak mata atau kontak mata
kurang, klien lebih sering menunduk, berdiam diri dikamar. Menolak berhubungan
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, meniru posisi janin pada saat
lahir, sedangkan untuk data Subjektif sukar didapat, jika klien menolak komunikasi,
beberapa data subjektif adalah menjawab dengan singkat dengan kata-kata “tidak, “ya”
dan tidak tahu”.

b) Mekanisme Koping
Individu yang mengalami respon social maladaktif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan
dua jenis masalah hubungan yang spesifik (Gail,W Stuart 2006).
Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian antisocial antara lain
proyeksi, splitting dan merendahkan orang lain, koping yang berhubungan dengan
gangguan kepribadian ambang splitting, formasi reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang
lain, merendahkan orang lain dan identifikasi proyeksi.

c) Sumber koping
Menurut Gail W. Stuart 2006, sumber koping berhubungan dengan respon social
mal-adaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misalnya kesenian, music atau tulisan (Ernawati Dalami dkk,2009,Hal.10).

E. Penatalaksanaan Medis

Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan


maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :

a. Psikofarmakologi

Farmakoterapi adalah pemberian terapi dengan menggunakan obat. Obat yang


digunakan untuk gangguan jiwa disebut dengan psikofarmaka = psikoterapika =
phrenotropika. Terapi gangguan jiwa dengan menggunakan obat-obatan disebut dengan
psikofarmakoterapi = medikasi psikoterapi yaitu obat yang mempunyai efek terapeutik
langsung pada proses mental penderita karena kerjanya pada otak/sistem saraf pusat. Obat
yang bekerjanya secara efektif pada SSP dan mempunyai efek utama terhadap aktifitas
mental, serta mempunyai efek utama terhadp aktivitas mental dan perilaku, digunakan
untuk terapi gangguan psikiatri 1. Psikofarmakakologi yang lazim digunakan pada gejala
isolasi sosial adalah obatobatan antipsikosis seperti:

b. Chlorpromazine
Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan gaduh gelisah,
hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan, dan perilaku. Mekanisme kerja
memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak terutama pada sistem limbik
dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping penggunaan Chlorpromazine injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik.

c. Haloperidol

Indikasi digunakan untuk sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,


menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham,
halusinasi.Mekanisme kerja memblokade dopamine pada pascasinaptik neuron di otak
terutama pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Efek samping sering
menimbulkan gejala ekstrapiramidal.
d. Triflouperazine
Indikasi gangguan mental dan emosi ringan, kondisi neurotik/psikosomatis,
ansietas, mual dan muntah. Efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor.
d) Therapy
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian
temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall
yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di
otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman
dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien
apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal,
bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
c. Terapi Okupasi
Suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.

F. Tindakan Keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya pada klien isolasi sosial kadang-kadang
perlu waktu yang tidak singkat. Perawat harus konsisten bersikap tarapeutik kepada
psien. Selalu penuhi janji adalah salah satu upaya yang bisa silakukan. Pendekatan
yang konsisten akan membuahkan hasil. Bila klien klien sudah percaya maka apapun
akan diprogramkan., klien akan mengikutiya. Tindakan yang harus dilakukan untuk
membina hubungan saling percaya adalah:
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
saudara sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilanklien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
4) Membuat kontrak asuhan: apa yang akan dilakukan bersama klien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan informasi
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati kepada klien.
7) Penuhi kebutuhan dasar klien saat berinteraksi.
b. Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial
Mungkin perilaku isolasi sosial yang dialami klien dianggap sebagai perilaku yang
normal. Agar klien mengetahui bahwa perilaku tersebut perlu diatasi maka hal
pertama yang dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi sosial merupakan
masalah yang perlu diatasi. Hal tersebut dapat digali dengan menanyakan:
1) Pendapat klien tentang berinteraksi terhadap orang lain.
2) Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin eriteraksi dengan orang
lain.
3) Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka.
4) Diskuskan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
c. Melatih klien cara-cara berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
1) Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara bicara dengan orang lain.
3) Beri kesempatan klien mempraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan terhadap perawat.
4) Mulailah bantu klien beriteraksi dengan satu orang teman atau anggota
keluarga.
5) Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan berinteraksi yang telah dilakukan oleh
klien.
7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi dengan orang
lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya.
Beri dorongan terus menerus agar klien tetap semangat meningkatkan
interaksinya.
d. Diskusikan dengan klien tentang kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.
e. Inventarisir kelebihan klien yang dapat dijadikan motivasi untuk membangun
kepercayaan diri klien dalam pergaulan.
f. Ajarkan kepada klien koping mekanisme yang kontruktif.
g. Libatkan klien dalam interaksi dan terapi kelompok secara bertahap.
h. Diskusikan terhadap keluarga pentingnya interaksi klien yang dimulai dengan
keluarga terdekat.
i. Eksplorasi keyakinan agama klien dalam menumbuhkan sikap pentingnya sosialisasi
dengan lingkungan sekitar.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi,
penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis
tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi:
a. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS
b. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain
,tidak melakukan kegiatan sehari ± hari , dependen.
c. Faktor Predisposisi
Meliputi Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua
yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang
terjadi ( korban perkosaan, dipenjara tiba ± tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
d. Aspek Fisik / Biologis
Meliputi hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB,
BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
e. Aspek Psikososial meliputi :
d. Genogram yang menggambarkan tiga generasi.
e. Konsep diri:
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.Menolak
penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh.Preokupasi
dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan,
mengungkapkan ketakutan.
2) Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
4) Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri,
dan kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam
melakukan hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
6) Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata ,
kurang dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang
mampu berhubungan dengan perawat.
7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan
nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri).
8) Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okupasional, TAK , dan rehabilitas.
B. Pohon Masalah

Gangguan persepsi sensori: Halusinasi

Pendengaran/penciuman/pengecapan/pe
rabaan.

Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

Ketidakberdayaan

Koping Individu Tidak


Efektif

Defisit Perawatan diri

Kurang Motivasi
C. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
3. Ketidakberdayaan
4. Koping individu tidak efektif
5. Deficit perawatan diri
6. Risiko gangguan persepsi sensori : halisinasi
D. Intervensi
Untuk membina hubungan saling percaya dengan klien isolasi social perlu
waktu yang tidak sebentar. Perawat harus konsisten bersikap terapeutik pada klien.
Selalu penuhi janji, kontak singkat tapi sering dan penuhi kebutuhan dasarnya adalah
upaya yang bisa di lakukan.
a. Tujuan umum
1. klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal
criteria hasil :
a) klien dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat
b) menunjukan rasa sayang
c) ada kontak mata
d) mau berjabat tangan
e) mau menjawab salam
f) mau menyebut nama
g) mau berdampingan dengan perawat
h) mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Tindakan keperawatan :
a) bina hubungan salinf percaya dengan prinsip terapeutik
b) sapa klien dengan ramah
c) tanyakan nama lengkap klien, dan nama panggilan yang disukai
d) jelaskan tujaun pertemuan
e) tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
f) beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien

2. klien mampu menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak berhubungan


dengan orang lain
criteria hasil :

klien dapat menyebutkan penyebab isolasi social atau tidak


berhubungan dengan orang lain berasal dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.

Tindakan keperawatan

a. kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi social dan tanda-


tandanya.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan penyebab
isolasi social atau tidak mau bergaul
c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi dan tanda-tanda
nya serta penyebab yang muncul
d. Berikan reinforecement positif atau pujain terhadap kemampuan
klien dalam mengungkapkan perasaannya.
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain (isolasi social)
Criteria hasil :

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.

Tindakan keperawatan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
c. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.
d. Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan
klien dalam mengungkapkan perasaan tentang keuntungan
berhubungan dengan orang lain.
Criteria hasil :

Klien dapat menyebutkan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan keperawatan :
a. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain.
b. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang kerigian tidak berhubungan dengan orang lain.
c. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain.
d. Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan
klien dalam me
4. klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain
(social).

Criteria hasil :

klien dapat menjelakan perasaannya setelah berhubungan


dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain.

Tindakan keperawatan :
a. dorong klien untuk mengungkapkan perasaan bila berhubungan dengan
orang lain.
b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan
dengan orang lain.
c. Berikan reinforcement positif atau pujian terhadap kemampuan klien
dalam mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain.
d. klien mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan system
pendukung yang ada di lingkungan dalam memperluas hubungan
social.

Criteria hasil :

a. Keluarga dapat menjelaskan perasaanya


b. Keluarga dapat menjelsakan cara merawatklien isolasi social
c. Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien isolasi
social di rumah
d. Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien isolasi social.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya denga keluarga (ucapkan salam,
perkenalkan diri, sampaikan tujuan, buat kontrak dan eksplorasi
perasaan).
b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
 Perilaku isolasi social
 Akibat yang akan terjadi jika perilaku isolasi social tidak di
tanggapi
 Cara keluarga menghadapi klien isolasi social.
 Cara keluarga merawat klien isolasi social
c. Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada
klien untuk melakukan hubungan dengan orang lain.
d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu minggu sekali.
e. Berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah
dicapai keluarga.
5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
Criteria hasil :
a. Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.
b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat
berhenti minum obat.
d. Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat.
Tindakan keperaawatan :
a. Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat
minum obat
b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping obat.
d. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter
e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar
f. Berikan reinforcement positif atau pujian

E. Implementasi
1. Bina hubungan saling percaya

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien


merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawat. Tindakan yang harus
dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :

a. Mengucapkan salam terapeutik setiap kali berinteraksi dengan


klien.
b. Berjabat tangan
c. Berkenalan dengan klien :perkenalkan nama dan nama panggilan
yang disukai, Tanya kan nama dan nama panggilan klien.
d. Menanyakan perasaan dan keluhan klien saat ini.
e. Membuat kontrak : apa yang akana dilakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan dan tempatnya dimana.
f. Menjelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
g. Setiap saat tunjukan sikap empati terhadap klien.
h. Pemenuhan kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.

Untuk membina hubungan saling percaya pada pasien isolasi social kadang-
kadang perlu waktu yang lama dan interaksi yang singkat dan sering, Karena tidak
mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Untuk mahasiswa sebagai
perawat harus konsisten bersikap terapeutik kepada pasien. Selalu penuhi janji
adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan. Pendekatan yang konsisten akan
membuahkan hasil. Bila pasien sudah percaya dengan perawat, maka asuhan
keperawatan akan mudah dilaksanakan.

2. Membantu klien mengenal isolasi social


Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini sebagai berikut :
a. Menanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
b. Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.

3. Membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dengan orang lain.


Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak
teman dan bergaul akrab dengan mereka.
4. Membantu klien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Dengan cara :
a. Mendiskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi social terhadap keselamatan fisik klien.
5. Membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Perawat tidak mungkin secara drastismengubah kebiasaan klien dalam
berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam
jangka waktu yang lama. Untuk itu perawat dapat melatih klien berinteraksi
secara bertahap. Mungkin klien hanya akan akrab dengan perawat pada awalnya,
tetapi setelah itu perawat harus membiasakan klien untuk bisa berinteraksi dengan
orang-orang disekitarnya.
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi dapat perawat lakukan
sebagai berikut :
a. Berilah kesempatan klien memperaktikan cara berinteraksi dengan
orang lain.
b. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan orang lain (kilen, perawat,
atau keluarga)
c. Bila klien sudah menunjukan kemajuan, tingkatka jumlah interaksi
dengan 2,3,4 orang dan seterusnya.
d. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
klien.
e. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin klien akan mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalan nya. Beri dorongan terus menerus agar klien tetap
semangat meningkatkan interaksinya.
6. Menggunakan obat secara teratur

Untuk mampu berinteraksi dengan orang lain secara optimal, klien juga
harus dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai program. Klien
gangguan jiwa yang di rawat di rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bia kekambuhan terjadi maka untuk
mencapai kondisi seperti semula akan lebih sulit. Untuk itu klien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.

Berikut ini tindakan keperawatan agar klien patuh menggunakan obat :


a. Menjelaskan guna obat
b. Menjelaskan akibat bila putus obat
c. Jelaskan cara mendapatkan obat
d. Mejelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip lima benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)

Untuk memudahkan pelaksanaan tindakan keperaawatan, maka perawat perlu


membuat strategi pelaksanaan tindakan untuk klien dan keluarganya seperti berikut
(strategi pelaksanaan tindakan dengan menggunakan komunikasi terapeutik lihat di
lampiran) :

a. Tindakan keperawatan pada klien


1. SP 1
a. Mengidentifikasi penyebab isolasi social klien
b. Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan tidak berinteraksi dengan
orang lain
c. Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan
orang lain
d. Mengajarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
e. Menganjurkan klien memasukan kegiatan latihan berbincang-bincang
dengan orang lain dalam kegiatan harian.
Orientasi
“Selamat pagi! Saya suster HS. Saya senang di panggil suster H. Saya
perawat di Ruang Mawar ini.” ”Siapa nama anda? Senang di panggil
apa?” “Apa keluhan S hari ini?” “Bagaimana kalau kita bercakap-
cakap tentang keluarga dan teman-teman S? Mau di mana kita
bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama
S? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja
(Jika pasien baru). “Siapa saja yang tinggal serumah dengan S? Siapa
yang paling dekat dengan S? Siapa yang jarang bercakap-cakap
dengan S? Apa yang membuat S jaang bercakap-cakap dengan nya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat).
“Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? S merasa sendirian?
Siapa saja yang S kenal diruangan ini?” “Apa saja kegiatan yang S
lakukan dengan teman S yang S kenal?” “Apa yang menghambat S
dalam berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?”
“Menurut S, apa saja manfaat nya jika kita memiliki teman? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai pasien dapat
menyebutkan beberapa) Nah, apa kerugiannya kalau S tidak memiliki
teman? Ya, apa lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa).
Nah, banyak juga ruginya tidak punya teman ya? Jadi, apakah S
belajar bergaul dengan orang lain?” “Bagus! Bagaimana sekarang
kalau kita berkenalan dengan orang lain?” “Begini loh S, untuk
berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama kita, nama
panggilan yang kita suka, asal kita, dan hobi kita. Contohnya : Nama
saya SN, senang di panggil S. Asal saya dari kota X hobi memasak.”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba
berkenalan dengan saya! Ya, bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus
sekali!”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan
percakapan tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan,
misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga pekerjaan, dan
sebagainya.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan setelah kita latihan berkenalan?”
“S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali.
Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi
selama saya tidak ada sehingga S lebih siap berkenalan dengan orang
lain. S mau mempraktikkan ke orang lain? Bagaimana kalau S
mencoba berkenalan dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S
mau kan?” “Baiklah, sampai jumpa!”

2. SP 2
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesmpatan kepada klien untuk mempraktikkan cara
berkenalan dengan satu orang
c. Membantu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Sudah diingat-ingat lagi pelajaran kita tentang berkenalan? Coba
sebutkan lagi sambil bersalaman dengan suster!” “Bagus sekali, S
masih ingat. Nah, seperti janji saya, saya akan mengajak S mencoba
berkenalan dengna teman saya, perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10
menit.”
“Ayo kita temui perawat N di sana!”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati perawat N)
“Selamat pagi perawat N, S ingin berkenalan dengan N. Baiklah S, S
bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktikka
kemari.” (Pasien mendemonstrasikan cara berkenalan dnegan
perawat N. Memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama
perawat, dan seterusnya.)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan
tentang keluarga perawat N!”
“Jika tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menudahi
perkenalan ini. Lalu S, bisa buat janji untuk bertemu lagi dengan
perawat N, misalnya jam 1 siang nanti.” “Baiklah perawat N, karena
S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali keruangan S.
Selamat pagi!” (Bersama pasien, perawat H meninggalkan perawat N
untuk melakukan terminasi dengan S di tempat lain.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengna perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenala tadi.” “Pertahankan terus apa
yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain
supaya perkenalan berjalan lancar, misalnya menanyakan keluarga,
hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat lain?
Mari kita masukkan kedalam jadwal. Mau berapa kali sehari?
Bagaimana kalau 2 kali. Baik, nanti S coba sendiri. Besok kita latihan
lagi ya, mau jam berapa? Jam 10? Sampai besok!”
3. SP 3
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
b. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih
c. Menganjurkan klien untuk memasukkan kegiatan ini kedalam
jadwal harian.
Orientasi
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang (jika
jawaban pasien, ya, perawat dapat melanjutkan komunikasi
berikutnya dengan pasien lain).”
“Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N
kemarin siang?” “Bagus sekali S menjadi senang karena punya
teman lagi!” “Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
“Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan teman
seruangan S yang lain, yaitu O. Seperti biasa, kira-kira 10 menit.
Mari kita temui dia diruang makan.”
Kerja
(Bersama-sama S, perawat mendekati pasien lain)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengan nya seperti yang
telah S lakukan sebelumnya.”(Pasien mendemontrasikan cara
berkenlaan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan,
asal, hobi, dan menanyakan hal yang sama.) “Ada lagi yang ingin S
tanyakan kepada O? Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S
bisa sudahi perkenalan ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi,
misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti (S membuat janji untuk
bertemu kembali dengan O).”
“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan
kembali ke ruangan S. Selamat pagi (Bersama pasien perawat
meninggalkan O untuk melakukan terminasi dengan S di tempat
lain).
Terminasi
“Bagaimana perasaan S setelah berkenalan dengan O?”
“Dibandingkan kemarin pagi, S tampak lebih baik ketika
berkenalan dengan O. Pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi.
Jangan lupa untuk bertemu kembali dengan O jam 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-
cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian.
Jadi, satu hari S dapat berbincang-bincang dengan orang lain
sebanyak tiga kali, jam 10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, S
bisa bertemu dengan N, dan tambah dengan pasien yang baru
dikenal. Selanjutnya S bisa berkenalan dengan orang lain lagi
secara bertahap. Bagaimana S, setuju kan?”
“Baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman
S. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya.”
“Sampai besok!”

b. Tindakan keperawatan pada keluarga


1. SP 1
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang dialami
klien beserta proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat klien dengan isolasi sosial
Orientasi
“Selamat pagi pak! Perkenalkan saya perawat H. Saya yang merawat
anak bapak, S, di ruang mawar ini.”
“Nama bapak siapa? Senang di panggil apa?” “Bagaimana perasaan
bapak hari ini? Bagaimana keadaan S sekarang?” “Bagaimana kalau
kita berbincang-bincang tentang masalah anak bapak dan cara
perawatannya?”
“Kita diskusi disini saja ya? Berapa lama bapak punya banyak waktu?
Bagaimana klau setengah jam?”
Kerja
“Apa masalah yang bapak hadapi dalam merawat S? Apa yang sudah
dilakukan?” “Masalah yang dialami oleh anak S disebut isolasi sosial.
Ini adalah salah satu gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-
pasien gangguan jiwa yang lain, mengurug diri, dan kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk. Biasanya masalah
ini muncul karena memiliki pengalaman yang mengecewakan ketika
berhubungan dengan orang lain, seperti sering ditolak, tidak dihargai
atau berpisah dengan orang-orang yang dicintai. Jika masalah isolasi
sosial ini tidak diatasi, seseorang dapat mengalami halusinasi, yakni
mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.
Untuk mengahadapi yang demikian bapak dan anggota keluarga
lainnya harus sabar menghadapi S. Untuk merawat S, keluarga perlu
melakukan beberapa hal. Pertama, keluarga harus membina hubungan
saling percaya dengan S, caranya adalah dengan bersikap peduli
terhadap S dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada S untuk dapat melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar
dan jangan mencelah kondisi S. Selanjutnya jangan biarkan S sendiri.
Buatah rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan S, misalnya
ibadah bersama, makan bersama, rekreasi bersama, atau melakukan
kegiatan rumah tangga bersama.”
“Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua
cara itu? Begini contoh komunikasinya apk, “S, bapak lihat sekarang
kamu sudah bisa bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangan
nya juga jangan lama. Bapak senang sekali melihat perkembangan
kamu, nak. Coba kamu berbincang-bincang dengan yang lain.
Bagaimana S, kamu mau coba kan, nak?” “Nah, coba bapak sekarang
peragakan cara komunikasi seperti yang saya contohkan! Bagus,
bapak telah memperagakan dengan baik sekali!”
“Sampai disini ada yang ingin disampaikan pak?”
Terminasi
“Baiklah waktunya sudah habis, bagaimana perasaan bapak setelah
kita latihan tadi?” “Coba bapak ulangi sekali lagi apa yang dimaksud
dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang mengalami isolasi
sosial. Selanjutnya dapatkah bapak sebutkan kembali cara-cara
merawat anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial?”
“Bagus sekali, bapak dapat menyebutkan kembali cara-cara
perawatan tersebut! Nanti kalau ketemu S coba bapak lakukan. Dan
tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan
hal yang sama.” “Bagaimana kalau kita bertemu tiga hari lagi untuk
latihan langsung dengan S?” “Kita bertemu disini ya pak, pada jam
yang sama. Selamat pagi!”

2. SP 2
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk
makan dan minum obat
b. Menjelaskan follow up klien
Orientasi
“Selamat pagi pak! Karena besok S sudah boleh pulang, kita perlu
membicarakan tentang perawatan S dirumah.”
“Bagaimana kalau kita membicarakan jadwal S tersebut disini saja.”
“Berapa lama kita dapat berbicara? Bagaiman kalau 30 menit?”
Kerja
“Bapak ini jadwal S selama di rumah sakit. Coba dilihat, mungkinkah
dilanjutkan dirumah? Di rumah bapak yang menggantikan perawat.
Lanjutkan jadwal ini dirumah, baik jadwal kegiatan maupun jadwal
minum obatnya berikan pujian jika benar dilakukan. Hal-hal yang
perlu di perhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan anak
bapak selama dirumah. Misalnya kalau S terus-menerus tidak mau
bergaul dengan orang lain, menolak minnum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini
terjadi segera hubungi perawat K di Pukesmas Inderaputri, yang
terdekat dari rumah bapak, ini nomor telepon pukesmasnya (0564)
554xxxx. Selanjutnya perawat K tersebut yang akan memantau
perkembangan S selama berada dirumah.”
Terminasi
“Bagaimana pak? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian S
untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat K di Pukesmas.
Jangan lupa kontrol ke Pukesmas sebelum obat habis atau adanya
gejala yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”

3. SP 3
a. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan isolasi
sosial
b. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien
isolasi sosial
Orientasi
“Selamat pagi bapak! Bagaimana perasaan bapak hari ini?”
“Bapak masih ingat latihan merawat anak bapak seperti yang kita
pelajari beberapa hari yang lalu?”
“Mari praktikkan langsung pada S! Bapak punya waktu berapa lama?
Baik kita akan coba 30 menit.” “Sekarang mari kita temui S!”
Kerja
“Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?” “Bapak S datang
membesuk. Beri salam! Bagus. Tolong S tunjukkan jadwal
kegiatannya!” (Kemudian anda berbicara kepada keluarga sebagai
berikut)
“Nah pak, sekarang bapak dapat mempraktikkan apa yang sudah kita
latihkan beberapa hari lalu. (Perawat mengobservasi keluarga
mempraktikkan cara merawat pasien seperti yang telah dilatihkan
pada pertemuan sebelumnya.)”
“Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan ayah S?”
“Baiklah, sekarang saya dan orang tua ke ruang perawat dulu.”
(Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga.)
Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita latihan tadi? Bapak sudah
bagus melakukannya.” “Mulai sekarang bapak sudah dapat
melakukan cara perawat tersebut pada S.”
“Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikann pengalaman
bapak melakukan cara merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan
tempatnya sama seperti sekarang ya pak?”
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman.
Penyebab dari Isolasi Sosial di antaranya disebabkan oleh :
1. Faktor Predisposisi:
a. Faktor Perkembangan
b. Faktor Biologis
c. Faktor Sosio-kultural
d. Faktor dalam Keluarga
2. Faktor Prespitasi
a. Stres Sosiokultural
b. Stres Psikologis
Prinsip Keperawatan pada isolasi social yang harus diperhatikan diantaranya :
Psikoterapeutik, Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka, Kenal dan
dukung kelebihan klien, Bantu
klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal, Kegiatan hidup sehari-
hari.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi, Anna., Akemat., Helena, Novy.,Nurhaeni, Heni. 2007. Keperawatan


kesehatan jiwa komunitas: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Keliat, Budi, Anna., Helena, Novy., Farida . 2013. Manajemen keperawatan
psikososial dan kader kesehatan jiwa: CMHN (Intermediate Course). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Mukhipah, Damayanti., Iskadar. 2012. Asuhan keperawatan jiwa. Bandung: PT
Refika Aditama.
Trimeilia. 2011. Asuhan keperawatan klien isolasi sosial. Jakarta: CV. Trans Info
Media
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai