Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

Seseorang mungkin memiliki penglihatan normal, mendekati normal, dan


ada yang mengalami penurunan penglihatan yang sedang hingga berat. Semua
pasien berpenglihatan kurang memiliki penglihatan yang berfungsi hingga derajat
tertentu walaupun penurunan penglihatannya mungkin bermakna. Di Amerika
serikat, lebih dari 6 juta orang mengalami gangguan penglihatan. Lebih dari 75%
pasien yang berobat berusia 65 tahun atau lebih.1
Presbiopia merupakan hasil dari penurunan bertahap yang merupakan
penyesuaian diri terhadap usia dan dapat mempunyai beberapa efek pada kualitas
penglihatan dan kualitas hidup. Satu kasus presbiopi tanpa koreksi optik
menghasilkan ketidakmampuan untuk melakukan sekali usaha melihat dekat pada
suatu jarak tanpa mengalami gejala-gejala penglihatan. Presbiopi diartikan
menjadi “Kegagalan penglihatan yang tidak dapat diubah, serta merupakan
perubahan yang tidak dapat dijelaskan dan menjadi syok psikologis”.2
Ketika amplitudo akomodasi berkurang, jangkauan pandangan yang jelas
mungkin menjadi tidak cukup untuk melakukan tugas yang biasa dilakuan pasien.
Efek dari proses ini berbeda – beda pada setiap orang. Mereka yang sering
menuntut untuk melakukan penglihatan dekat kemungkinan untuk memiliki
banyak kesulitan. Karena kebutuhan untuk membaca di jarak dekat dan jarak
menengah sangat penting di semua masyarakat.2
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah
kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke kornea
berbentuk segitiga dengan puncak di daerah kornea. Pteregium mudah meradang
dan bila terjadi iritasi akan berwarna merah. Diduga penyebab pterigium adalah
exposure atau sorotan berlebihan dari sinar matahari yang diterima oleh mata.
Ultraviolet, baik UVA ataupun UVB, berperan penting dalam hal ini. Selain itu
dapat pula dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti zat alergen, kimia, dan
pengiri.3

1
Prevalensi pteregium semakin meningkat pada daerah yang mendekati
garis katulistiwa dengan iklim tropis dan subtropis. Di Indonesia, prevalensi
pteregium kedua mata ditemukan 3,2% sedangkan pteregium pada salah satu mata
1,9%. Insiden pteregium tertinggi ditemukan pada kelompok usia > 70 tahun
(15,9%) dan terendah pada usia 5-9 tahun (0,03%).4
Pterigium pada fase awal tidak memiliki keluhan, penangan kasus
pteregium pada fase awal berupa tindakan konservatif berupa edukasi untuk
melindungi mata dan menghindari iritasi. Pada keadaan mata merah akibat iritasi
pada jaringan pteregium dapat diberikan lubrikans, vasokonstriktor, dan
kortikosteroid topikal. Selain itu, jika jaringan telah mengganggu ketajaman
penglihatan maka operasi dapat dilakukan. Terdapat berbagai teknik operasi yang
dapat dipilih antara lain bare sclera, conjunctival graft, dan amnion membran
transplantation.4

2
BAB II
LAPORAN KASUS

Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. H
Umur : 43 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta (Juru Masak)
Alamat : Jl. Abdul muis Rt 11
Keluhan utama Pasien mengeluh mata kabur pada kedua matanya sejak
kurang lebih 1 tahun yang lalu
Anamnesa khusus Pasien mengeluh merasa pengelihatan kabur pada kedua
matanya bila membaca pada jarak dekat sejak kurang
lebih 1 tahun yang lalu. Keluhan ini dirasakan terus
menerus dan semakin lama semakin memberat. Awalnya
keluhan ini dirasakan tidak terlalu mengganggu, namun
dalam 1 bulan terakhir keluhan dirasakan semakin
memberat hingga mengganggu aktivitas sehari hari
dimana keluhan mulai disertai rasa pusing dan pegal –
pegal setelah membaca jarak dekat selama kurang lebih
30 menit. Keluhan ini membaik jika pasien beristirahat.
Selain keluhan mata kabur, pasien juga mengeluh kurang
lebih 2 tahun terakhir pasien mulai menyadari terdapat
selaput pada di kedua sudut mata kiri dan kanan. Selaput
ini dirasakan perlahan meluas sedikit demi sedikit
menuju tengah mata. Awalnya selaput ini tidak
menimbulkan keluhan, namun sejak 6 bulan yang lalu
muncul keluhan berupa rasa mengganjal pada kedua
mata. Keluhan dirasakan hilang timbul, dirasakan timbul

3
dan memberat saat terpapar udara, debu dan sinar
matahari. Keluhan membaik jika pasien membasuhnya
dengan air. Riwayat trauma sesaat sebelum keluhan ini
timbul disangkal. Kotoran mata lebih banyak dari
biasanya disangkal. Mata merah (-), nyeri (-), mata berair
(-) dan gatal (-). Untuk keluhan keluhan ini pasien belum
ada berobat atau konsumsi obat sebelumnya. Sampai saat
ini pasien belum pernah memakai kacamata. Pasien
datang dengan keinginan untuk membuat kacamata baca.

Riwayat penyakit Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa


dahulu sebelumnya. Riw. penyakit gula darah (-); Riw. sakit
mata lain hngga berobat (-); Riw. ggn pengelihatan sejak
lahir/kecil (-); Riw. trauma pd mata (-); Riw.
penggunaan kacamata (-); Riw. penggunaan tetes mata
jangka panjang (-); Riw. konsumsi obat-obatan jangka
panjang (-); Riw. HT (-); Riw. rawat inap (-)
Riwayat penyakit  Riw. keluhan serupa di keluarga (-)
keluarga  Riw. penyakit mata lainnya di keluarga (-)
 Riw. DM (-)
 Riw. hipertensi (-)
 Riw. alergi (-)
 Riw. keganasan (-)
Riwayat gizi IMT: 45/(1,55)2 = 18,73(normal)
Kebiasaan sosial Pasien bekerja sebagai juru masak, hampir setiap hari
ekonomi terpapar panas dan debu dari tungku pembakaran. Pasien
juga sering berpergian dengan motor tanpa menggunakan
helm. Pasien juga sering mengucek mata saat gatal.
Kebiasaan cuci tangan pasien buruk.

Penyakit Sistemik
 Traktus respiratorius Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan

4
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
 Endokrin Tidak ada keluhan
 Neurologi Tidak ada keluhan
 Kulit Tidak ada keluhan
Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
 Lain-lain

Status Oftalmologikus
Pemeriksaan Visus dan Refraksi
OD OS
Visus : 6/6 Visus : 6/6
Add : +1.25 Add : +1.25
Muscle Balance
Kedudukan bola mata Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan OD OS
Eksternal

A B AB B

5
A. Jaringan fibrovaskular A. Jaringan fibrovaskular
derajat II mencapai limbus derajat III mencapai bagian
kornea pinggir pupil
B. Jaringan fibrovaskular B. Jaringan fibrovaskular
derajat III mencapai bagian derajat II mencapai limbus
pinggir pupil kornea

Silia Trichiasis (-), madarosis (-) Trichiasis (-), madarosis (-)


Palpebra Superior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)
Palpebra Inferior edema (-), hiperemis (-) edema (-), hiperemis (-)
Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-), litiasis(-) Papil (-), folikel (-), litiasis(-)
hiperemis (-) hiperemis (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-), Injeksi (-), hiperemis (-),
jaringan fibrovaskular (+) jaringan fibrovaskular (+)
pada regio temporal dari arah pada regio temporal dari arah
temporal ke nasal, dan pada temporal ke nasal, dan pada
region nasal dari arah nasal region nasal dari arah nasal
ke temporal ke temporal
Kornea Jernih, jaringan fibrovaskular Jernih, jaringan fibrovaskular
(+) dari region nasal 3-4 mm (+) dari region nasal 3-4 mm
melewati limbus melewati limbus
Bilik Mata Depan Sedang Sedang

6
Iris Coklat, Kripta iris normal Coklat, Kripta iris normal
Pupil Bulat, Isokor; 4 mm, Bulat, Isokor; 4 mm,
Diameter RC direk (+)/ Indirek (+) RC direk (+)/ Indirek (+)
Lensa Jernih Jernih
Pemeriksaan TIO
Digital Fluktuasi (+), tidak teraba Fluktuasi (+), tidak teraba
keras; N(normal) keras; N (normal)
Schiotz TIDAK DILAKUKAN
Aplanasi TIDAK DILAKUKAN
Non kontak TIDAK DILAKUKAN
Visual Field
TIDAK DILAKUKAN
Slit Lamp
TIDAK DILAKUKAN
Funduskopi
TIDAK DILAKUKAN

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 cm
Berat badan 45 kg
Tekanan darah 100/80 mmHg
Nadi 83 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 20 kali/menit
Kerdiovaskuler BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Traktus gastrointestinal Bising usus (+)
Paru-paru Vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki
(-/-)
Neurologi Tidak dilakukan

Diagnosis
 Pterigium duplex derajat III dan II ODS + Presbiopia
Diagnosis Diferensial
 Pinguekula
 Pseudo pterigium
Anjuran pemeriksaan
 Pemeriksaan refraksi, pin hole, dan koreksi
 Slit lamp
 Pemeriksaan sonde

7
 Biopsi
Tatalaksana
Farmakologi
 Artificial tears
Non Farmakologi
 Edukasi
- Jaga kebersihan mata dan jangan mengucek mata
- Hindari paparam asap, debu, sinar matahari secara langsung
- Pemakaian alat pelindung mata (helm, kacamata) terutama saat
diluar ruangan
 Pemakaian kacamata dengan dengan lensa sferis positif untuk
membaca dekat
 Pembedahan kombinasi autograph konjungtiva dan eksisi
- Mengganggu visus
- Mengganggu pergerakan bola mata
- Berkembang progesif
- Kosmetik
Pada kasus ini mata kiri dioperasi terlebih dahulu karena lebih
mengganjal, dan jaringan fibrovaskular berkembang lebih cepat.
Prognosis
Oculi Dextra et Sinistra
 Quo ad vitam: Dubia ad bonam
 Quo ad functionam: Dubia ad bonam
 Quo ad sanationam: Dubia ad bonam

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Konjungtiva dan Lensa


Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak mata
bagian belakang. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu konjungtiva tarsal
yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva
tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan sangat longgar dengan jaringan
di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak. Konjungtiva bulbi superior
paling sering mengalami infeksi dan menyebar ke bawahnya. Pada pterigium,
konjungtiva yang mengalami fibrovaskular adalah konjungtiva bulbi.

9
Gambar 3.1 Penampang sagital konjungtiva

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak
vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-
jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe konjungtiva
tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan
pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus yang banyak.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus
trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
Lensa
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat
tembus cahaya berbentuk seperti cakram, yang dapat menebal dan menipis pada
saat terjadinya akomodasi. Berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di
dalam bilik mata belakang.
Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus menerus sehingga
mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga
membentuk nukleus lensa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang
lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Nukleus lensa mempunyai

10
konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di bagian
perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang ,menggantungkan lensa di seluruh
ekuatornya pada badan siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperluka sebagai media penglihatan
 Terletak ditempatnya.3

Gambar 3.2 Lensa

3.2 Presbiopia
3.2.1 Definisi
Presbiopia merupakan gangguan penglihatan yang berkaitan dengan usia. 2
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada

11
semua orang disebut presbiopia. Seseorang dengan mata emetrop (tanpa kesalahan
refraksi) akan mulai merasakan ketidakmampuan membaca huruf kecil atau
membedakan benda-benda kecil yang terletak berdekatan pada usia 40 tahun
keatas.1 Gagal penglihatan dekat akibat usia, berhubungan dengan penurunan
amplitudo akomodasi atau peningkatan punctum proximum.5

3.2.2 Epidemiologi Presbiopia


Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup
yang tinggi. Karena presbiopi berhubungan dengan usia, prevalensinya
berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopia karena
onsetnya yang lambat, tetapi bisa dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopia terjadi
pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 2006 menunjukkan
112 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopia.2

3.2.3 Etiologi Presbiopia


Yang menjadi etiologi presbiopia adalah
- Kelemahan otot akomodasi
- Lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa.3

3.2.4 Patofisiologi Presbiopia


Cahaya masuk ke mata dan dibelokkan (refraksi) ketika melalui kornea
dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueus, lensa, humor vitreus)
yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Penglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari cilliary body, yang bisa memendekkan jarak antara

12
kedua sisi cilliary body yang diikuti relaksasi ligament pada lensa. Lensa menjadi
lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina.
Pada mata presbiopia yang dapat terjadi karena kelemahan otot akomodasi
atau lensa mata tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya, menyebabkan kurang
bisa mengubah bentuk lensa untuk memfokuskan mata saat melihat. Akibat
gangguan tersebut bayangan jatuh di belakang retina. Karena daya akomodasi
berkurang, maka titik dekat mata makin menjauh.
Akomodasi suatu proses aktif yang memerlukan usaha otot, sehingga
dapat lelah. Jelas musculus cilliary salah satu otot yang terlazim digunakan dalam
tubuh. Derajat kelengkungan lens yang dapat ditingkatkan jelas terbatas dan sinar
cahaya dari suatu objek yang sangat dekat individu tak dapat dibawa ke suatu
focus di atas retina, bahkan dengan usaha terbesar. Titik terdekat dengan mata,
tempat suatu objek dapat dibawa ke fokus jelas dengan akomodasi dinamai titik
dekat penglihatan. Titik dekat berkurang selama hidup, mula-mula pelan-pelan
dan kemudian secara cepat dengan bertambanya usia, dari sekitar 9 cm pada usia
10 tahun sampai sekitar 83 cm pada usia 60 tahun. Pengurangan ini terutama
karena peningkatan kekerasan lens, dengan akibat kehilangan akomodasi karena
penurunan terus-menerus dalam derajat kelengkungan lens yang dapat
ditingkatkan. Dengan berlalunya waktu, individu normal mencapai usia 40-45
tahun, biasanya kehilangan akomodasi, telah cukup menyulitkan individu
membaca dan pekerjaan dekat.6

13
Gambar 3.3 (A) lensa saat tak berakomodasi (B) lesnsa saat berakomodasi

3.2.5 Faktor Resiko Presbiopia


Usia merupakan faktor resiko utama penyebab presbiopia. Namun pada
kondisi tertentu dapat terjadi presbiopia prematur sebagai hasil dari faktor-faktor
seperti trauma, penyakit sistemik, penyakit jantung, atau efek samping obat:
- Usia, terjadi pada atau setelah usia 40 tahun
- Hipeporia (Hipermetropia), kerusakan akomodasi tambahan jika tidak di koreksi
- Jenis kelamin, onset awal terjadi pada wanita
- Penyakit atau trauma pada mata, kerusakan pada lensa, zonula, atau otot siliar
- Penyakit sistemik : diabetes mellitus, multiple sklerosis, kejadian
kardiovaskular, anemia, Influenza, campak.
- Obat-obatan, penurunan akomodasi adalah efeksamping dari obat
nonprescription dan prescription (contoh : alkohol, klorprozamin,
hidroklorotiazid, antidepresan, antipsikotik, antihistamin, diuretik).
- Lain-lain : Kurang gizi, penyakit dekompresi.2

3.2.6 Klasifikasi Presbiopia


a) Presbiopia insipient
Presbiopia insipient merupakan tahap awal di mana gejala atau temuan
klinis menunjukkan beberapa kondisi efek penglihatan dekat. Pada presbiopia
insipient dibutuhkan usaha ekstra untuk membaca cetakan kecil. Biasanya, pasien
membutuhkan tambahan kacamata atau adisi, tetapi tidak tampak kelainan bila
dilakukan tes dan pasien lebih memilih untuk menolak diberikan kacamata baca.
b) Presbiopia Fungsional
Ketika dihadapkan dengan amplitude akomodasi yang berangsur – angsur
menurun, pasien dewasa akhirnya melaporkan adanya kesulitan melihat dan akan
didapatkan kelainan ketika diperiksa.
c) Presbiopia Absolut

14
Sebagai akibat dari penurunan akomodasi yang bertahap dan terus
menerus, dimana presbiopi fungsional berkembang menjadi presbiopia absolut.
Presbiopia absolut adalah kondisi di mana sesungguhnya tidak ada sisa
kemampuan akomodatif.
d) Presbiopia Prematur
Pada presbiopia prematur, kemampuan akomodasi penglihatan dekat
menjadi berkurang lebih cepat dari yang diharapkan. Presbiopia ini terjadi dini
pada usia sebelum 40 tahun. Berhubungan dengan lingkungan, gizi, penyakit

15
atau obat – obatan, hipermetropia yang tidak terkoreksi, premature sklerosis dari
cristaline lensa, glaukoma simple kronik.
e) Presbiopia nokturnal
Presbiopia nokturnal adalah kondisi dimana terjadi kesulitan untuk melihat
dekat disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi di cahaya redup.
Peningkatan ukuran pupil, dan penurunan kedalaman menjadi penyebab
berkurangnya jarak penglihatan dekat dalam cahaya redup.2

3.2.7 Gejala Presbiopia


Presbiopia terjadi secara bertahap. Penglihatan yang kabur, dan ketidak
mampuan melihat benda – benda yang biasanya dapat dilihat pada jarak dekat
merupakan gejala dari presbiopi. Gejala lain yang umumnya terjadi pada
presbiopia adalah :
- keterlambatan saat memfokuskan pada jarak dekat
- mata terasa tidak nyaman, berair, dan sering terasa pedas
- sakit kepala
- astenopia karena kelelahan pada otot siliar
- menyipitkan mata saat membaca
- kelelahan atau mengantuk saat membaca dekat
- membutuhkan cahaya yang lebih terang untuk membaca.

Kesulitan melihat pada jarak dekat yang biasa dilakukan dan mengubah
atau mempertahankan fokus disebabkan oleh penurunan amplitudo akomodasi.
Penggunaan cahaya terang untuk membaca pada pasien menyebabkan
penyempitan pupil, sehingga peningkatan kedalaman fokus. Kelelahan dan sakit
kepala berhubungan dengan kontraksi otot orbicularis atau bagian dari otot
occipitofrontalis, dan diduga berhubungan dengan ketegangan dan frustrasi atas
ketidakmampuan untuk mempertahankan jelas penglihatan dekat. Mengantuk
dikaitkan dengan upaya fisik dikeluarkan untuk akomodasi selama beberapa
waktu.2,3

16
3.2.8 Diagnosa Presbiopia
a). Anamnesa
Anamnesa gejala – gejala dan tanda presbiopi. Keluhan pasien terkait
presbiopi dapat bermacam-macam, misalnya pasien merasa hanya mampu
membaca dalam waktu singkat, merasa cetakan huruf yang dibaca kabur atau
ganda, kesulitan membaca tulisan huruf dengan cetakan kualitas rendah, saat
membaca membutuhkan cahaya yang lebih terang atau jarak yang lebih jauh, saat
membaca merasa sakit kepala dan mengantuk.
b). Pemeriksaan Oftamologi
1). Pemeriksaan Tajam Penglihatan
Dilakukan di kamar yang tidak terlalu terang dengan Kartu Snellen.
Cara :
 Pasien duduk dengan jarak 6 m dari kartu snellen dengan satu mata ditutup
 Pasien diminta membaca huruf yang tertulis di kartu, mulai dari baris paling
atas ke bawah, dan ditentukan baris terakhir yang masih dapat dibaca
seluruhnya dengan benar.
 Bila pasien tidak dapat membaca baris paling atas ( terbesar ), maka
dilakukan uji hitung jari dari jarak 6 m.
 Jika pasien tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka jarak dapat
dikurangi satu meter, sampai maksimal jarak penguji dengan pasien satu
meter.
 Jika pasien tidak dapat melihat, dilakukan uji lambaian tangan dari jarak satu
meter.
 Jika pasien tetap tidak bisa melihat lambaian tangan, dilakukan uji dengan
arah sinar.
 Jika penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar, maka dikatakan
penglihatannya adalah nol (0) atau buta total.

17
Penilaian :
Tajam penglihatan normal adalah 6/6. Berarti pasien dapat membaca seluruh
huruf dalam kartu snellen dengan benar.
Bila baris yang dapat dibaca seluruhnya bertanda 30, maka dikatakan
tajam penglihatan 6/30. Berarti ia hanya dapat melihat pada jarak 6 m yang oleh
orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 30 m.
Bila dalam uji hitung jari, pasien hanya dapat melihat atau menentukan
jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 m, maka dinyatakan tajam penglihatan
3/60. Jari terpisah dapat dilihat orang normal pada jarak 60 m.
Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300
m. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatan adalah 1/300.
Bila mata hanya mengenal adanya sinar saja, tidak dapat melihat lambaian
tangan, maka dikatakan sebagai 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar
pada jarak tidak berhingga.
2). Pemeriksaan Presbiopia
Untuk usia lanjut dengan keluhan dalam membaca, dilanjutkan dengan
pemeriksaan presbiopia:
Cara :
 Dilakukan penilaian tajam penglihatan dan koreksi kelainan refraksi bila
terdapat myopia, hipermetropia, atau astigmatisma, sesuai prosedur di atas.
 Pasien diminta membaca kartu baca pada jarak 30-40 cm ( jarak baca).
 Diberikan lensa mulai +1 dinaikkan perlahan-lahan sampai terbaca huruf
terkecil pada kartu baca dekat dan kekuatan lensa ini ditentukan.
 Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu.

3.2.9 Penatalaksanaan Presbiopia


a). Kacamata

18
Presbiopia dikoreksi dengan ,menggunakan lensa plus untuk mengatasi
daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia kacamata atau adisi
diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuaan tertentu :
+ 1.0 D untuk usia 40 tahun
+ 1.5 D untuk usia 45 tahun
+ 2.0 D untuk usia 50 tahun
+ 2.5 D untuk usia 55 tahun
+ 3.0 D untuk usia 60 tahun
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3.0 dioptri adalah lensa
positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pemeriksaan adisi untuk
membaca perlu disesuaikan dengan kebutuhan jarak kerja pasien pada waktu
membaca. Pemeriksaan sangat subjektif sehingga angka – angka di atas tidak
merupakan angka yang tetap.
Kacamata baca memiliki koreksi-dekat di seluruh aperture kacamata
sehingga kacamata tersebut baik untuk membaca, tetapi membuat benda-benda
jauh menjadi kabur. Untuk mengatasi gangguan ini, dapat digunakan kacamata
yang bagian atasnya terbuka dan tidak terkoreksi untuk penglihatan jauh.
Kacamata bifokus melakukan hal serupa tetapi memungkinkan untuk koreksi
kalainan refraksi yang lain. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh
disegmen atas, penglihatan sedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah. Lensa progresif juga mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh tetapi dengan perubahan daya lensa yang progresif dan bukan bertingkat.1
b). Pembedahan
Terdapat beberapa teknik bedah untuk mengoreksi presbiopi, namun
keselamatan, keberhasilan dan kepuasan pasien masih belum bisa ditetapkan :
 Multifocal intraocular lens implants
 Accommodating intraocular lens implants
 Small-diameter corneal inlays
 Modified corneal surface techniques to create multifocal corneas
 Conductive keratoplasty (CK)

19
 Moldable intraocular lens implants (IOLs) to develop pseudophakic
accommodation.2

3.2.10 Prognosis Presbiopia


Hampir semua pasien presbiopia dapat berhasil dalam menggunakan salah
satu pilihan penatalaksanaan. Dalam beberapa kasus (misalnya, pasien presbiopia
yang baru menggunakan kacamata, pemakai lensa kontak, pasien yang memiliki
riwayat kesulitan beradaptasi dengan koreksi visual), tambahan kunjungan untuk
tindak lanjut mungkin diperlukan. Selama kunjungan tersebut, dokter mata dapat
memberikan anjuran kepada pasien, verifikasi resep lensa dan penyesuaian
bingkai. Kadang-kadang, perubahan dalam desain lensa diperlukan.2

3.3 Pteregium
3.3.1 Definisi
Pterygium adalah pertumbuhan jaringan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Pterigium (L. Pterygion = sayap) adalah suatu
proses degeneratif dan hiperplastik dengan fibrovaskular berbentuk segitiga
(sayap) yang tumbuh dari arah konjungtiva menuju kornea antara lain lapisan
stroma dan membrana Bowman. Pterygium tumbuh berbentuk sayap pada
konjungtiva bulbi. Asal kata pterygium adalah dari bahasa Yunani, yaitu pteron
yang artinya sayap.3,4

Gambar 3.4 Pterigium

3.3.2 Epidemiologi Pteregium

20
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim
panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor
yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator, yakni daerah yang
terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari ekuator. Prevalensi tinggi
sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang dari 2% pada daerah yang
terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium cukup tinggi di Indonesia yang
terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%.7
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi
pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali lebih
resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok, pendidikan rendah,
riwayat terpapar lingkungan di luar rumah.7 Di Indonesia, prevalensi pteregium
kedua mata ditemukan 3,2% sedangkan pteregium pada salah satu mata 1,9%.
Insiden pteregium tertinggi ditemukan pada kelompok usia > 70 tahun (15,9%)
dan terendah pada usia 5-9 tahun (0,03%).4

3.3.2 Etiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui dengan jelas. Namun, karena lebih
sering terjadi pada orang yang tinggal di daerah beriklim panas, maka gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva pada fisura interpalpebralis disebabkan oleh
karena kelainan tear film bisa menimbulkan pertumbuhan fibroblastik baru
merupakan salah satu teori. Tingginya insiden pterigium pada daerah dingin, iklim
kering mendukung teori ini.3,4

3.3.3 Faktor Resiko


Faktor resiko yang mempengaruhi pterigium adalah lingkungan yakni
radiasi UV matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara, dan faktor
herediter.

21
a. Radiasi Ultraviolet
Paparan sinar matahari, waktu di luar ruangan, penggunaan kacamata dan
topi mempengaruhi resiko terjadinya pterigium. Sinar ultraviolet diabsorbsi
kornea dan konjungtiva mengakibatkan kerusakan sel dan proliferasi sel.

b. Faktor Genetik
Berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga dengan
pterigium, kemungkinan diturunkan secara autosomal dominan.
c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi yang terjadi pada area limbus atau perifer
kornea merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan
terjadinya limbal defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis
dari pterigium. Debu, kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan
partikel tertentu, dry eyes, dan virus papiloma juga diduga sebagai penyebab
dari pterigium.

3.3.4 Patofisiologi
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit ini lebih
sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh karena itu gambaran
yang paling diterima tentang hal tersebut adalah respon terhadap faktor-faktor
lingkungan seperti paparan terhadap matahari (ultraviolet), daerah kering,
inflamasi, daerah angin kencang dan debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan
lokal dari kornea dan konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film
menimbulkan pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori.
Tingginya insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori
ini.2
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada limbal
basal stem cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi
dalam jumlah berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel
bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi

22
degenerasi elastoik proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian
menembus kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan
inflamasi ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi
displasia.4,8
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterygium dan
karena itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterygium merupakan
manifestasi dari defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat
sinar ultraviolet terjadi kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.4
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan perubahan
phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media mengandung serum
dengan konsentrasi rendah dibanding dengan fibroblast konjungtiva normal.
Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun menunjukkan proliferasi sel yang
berlebihan. Pada fibroblast pterygium menunjukkan matrix metalloproteinase,
dimana matriks ekstraselluler berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan
luka, mengubah bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus
tumbuh, invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi.4

3.3.5 Gambaran Klinis


Pterygium lebih sering dijumpai pada laki-laki yang bekerja di luar rumah.
Muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke
kornea pada fisura interpalpebralis, dan letaknya bisa unilateral atau bilateral.
Kira-kira 90% terletak di daerah nasal. Pterygium yang terletak di nasal dan
temporal dapat terjadi secara bersamaan walaupun pterygium di daerah temporal
jarang ditemukan. Kedua mata sering terlibat, tetapi jarang simetris. Perluasan
pterygium dapat sampai ke medial dan lateral limbus sehingga menutupi sumbu
penglihatan atau visual axis, menyebabkan penglihatan kabur.7,8,9

23
Tanda klinis yang dapat terlihat yaitu mulai dengan tanda-tanda iritasi
mata yaitu mata tampak merah dan berair terus, terlihat banyak pembuluh darah
skelra yang tampak terutama pada garis temporonasal, dan jika gradasi dari
pterygium sudah tinggi maka yang akan tampak adalah penonjolan jaringan yang
menuju kornea, jaringan yang ada adalah jaringan fibrosa yang opak.4,8
Secara klinis pterygium muncul sebagai lipatan berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura interpalpebra. Biasanya
pada bagian nasal tetapi dapat juga terjadi pada bagian temporal. Deposit besi
dapat dijumpai pada bagian epitel kornea anterior dari kepala pterygium (stoker's
line).3,9
Pterygium dibagi menjadi tiga bagian yaitu : body, apex (head) dan cap.
Bagian segitiga yang meninggi pada pterygium dengan dasarnya kearah kantus
disebut body, sedangkan bagian atasnya disebut apex dan ke belakang disebut
cap. A subepithelial cap atau halo timbul pada tengah apex dan membentuk batas
pinggir pterygium.8
Pembagian pterygium berdasarkan perjalanan penyakit dibagi atas 2 tipe,
yaitu :
1. Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di
depan kepala pterygium (disebut cap pterygium).
2. Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular. Akhirnya menjadi
membentuk membran tetapi tidak pernah hilang.
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik.
Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau menyebabkan
astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap regresi. Kadang terjadi
diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya pergerakan mata.4
Pterygium juga dapat dibagi ke dalam 4 derajat yaitu :7
1. Derajat 1 : jika pterygium hanya terbatas pada limbus kornea.
2. Derajat 2 : jika sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2
mm melewati kornea.

24
3. Derajat 3 : sudah melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran
pupil mata dalam keadaan cahaya normal (pupil dalam keadaan
normal sekitar 3 – 4 mm)
4. Derajat 4 : pertumbuhan pterygium melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.

Gambar 3.5 Derajat Pterygium

3.3.6 Diagnosa Banding


Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang sama
yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi, masa
kekuningan berbatasandengan limbus pada konjungtiva bulbi di fissura
interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan eksisi tidak
diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan meningkatnya umur.
Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis dan angka kejadian sama
pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar ultraviolet bukan faktor resiko
penyebab pinguekula.7,8

Gambar 3.6 Perbedaan Pterygium (kanan) dan Pinguekula (kiri)

25
Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya
membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal
degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya jaringan
parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju kornea. Berbeda
dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat inflamasi permukaan okular
sebelumnya seperti trauma, trauma kimia, konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah
atau ulkus perifer kornea. Untuk mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak
melekat pada limbus kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah
melewati bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat
dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan antara
head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari ruang fissura
interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium.7,8

Gambar 3.7 Perbedaan Pseudopterygium (kiri) dengan Ptegyrium (kanan)

Secara klinis pterigium dapat dibedakan dengan pinguekula dan


pseudopterigium.

Tabel 3.1 Diagnosa Banding Pterygium


Pembeda Pterigium Pinguekula Pseudopterigium
Definisi Jaringan Benjolan pada Perlengketan
fibrovaskular konjungtiva konjungtiba bulbi
konjungtiva bulbi dengan kornea
bulbi berbentuk yang cacat
segitiga
Warna Putih Putih-kuning Putih kekuningan

26
kekuningan keabu-abuan
Letak Celah kelopak Celah kelopak Pada daerah
bagian nasal mata terutama konjungtiva yang
atau temporal bagian nasal terdekat dengan
yang meluas ke proses kornea
arah kornea sebelumnya
♂:♀ ♂>♀ ♂=♀ ♂=♀
Progresif Sedang Tidak Tidak
Reaksi Tidak ada Tidak ada Ada
kerusakan
permukaan
kornea
sebelumnya
Pembuluh Lebih Menonjol Normal
darah menonjol
konjungtiva
Sonde Tidak dapat Tidak dapat Dapat diselipkan di
diselipkan diselipkan bawah lesi karena
tidak melekat pada
limbus

3.3.7 Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering
ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti
lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan
gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas,
beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi adanya
ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm dan
pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya gangguan
pergerakan bola mata. 3,4
Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata
yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium

27
dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah
limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-
kadang dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah
eksisi, kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik
operasi yang dapat menjadi pilihan yaitu :4
1. Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan
untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus.
Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.

Gambar 3.8 Teknik Bare


sclera

2. Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika
hanya defek konjungtiva sangat kecil).

Gambar 3.9 Teknik Simple closure

28
3. Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
konjungtiva digeser untuk menutupi defek.

Gambar 3.10 Teknik Sliding flaps

4. Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk


lidah konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.

Gambar
3.11 Teknik
Rotational
flap

29
5. Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,
dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

Gambar 3.12 Teknik Conjunctival graft

6. Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren


pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan
penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan
fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat
diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

Gambar 3.13 Teknik Amnion membrane transplantation

30
7. Lamellar Keratoplasty, excimer laser phototheraupetic keratectomy dan
terbaru menggunakan gabungan angiostatic steroid.

Gambar 3.14 Teknik Lamellar Keratoplasty

3.3.8 Komplikasi Pteregium


Komplikasi pterygium termasuk ; merah, iritasi, skar kronis pada
konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum eksisi, distorsi dan penglihatan
sentral berkurang, skar pada otot rektus medial yang dapat menyebabkan diplopia.
Komplikasi yang jarang adalah malignan degenerasi pada jaringan epitel di atas
pterygium yang ada.8
Komplikasi sewaktu operasi antara lain perforasi korneosklera, graft
oedem, graft hemorrhage, graft retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen,
granuloma konjungtiva, epithelial inclusion cysts, skar konjungtiva, skar kornea
dan astigmatisma, disinsersi otot rektus. Komplikasi yang terbanyak adalah
rekuren pterygium post operasi.3,4,8

3.3.9 Prognosa
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak
nyaman pada hari pertama postoperasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien
setelah 48 jam post operasi dapat beraktivitas kembali.7

31
Rekurensi pterygium setelah operasi masih merupakan suatu masalah
sehingga untuk mengatasinya berbagai metode dilakukan termasuk pengobatan
dengan antimetabolit atau antineoplasia ataupun transplantasi dengan konjungtiva.
Pasien dengan rekuren pterygium dapat dilakukan eksisi ulang dan graft dengan
konjungtiva autograft atau transplantasi membran amnion. Umumnya rekurensi
terjadi pada 3 – 6 bulan pertama setelah operasi.8
Pasien dengan resiko tinggi timbulnya pterygium seperti riwayat keluarga
atau karena terpapar sinar matahari yang lama dianjurkan memakai kacamata
sunblock dan mengurangi terpapar sinar matahari.8

32
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, Ny. H usia 43 tahun, di diagnosis mengalami prebiopia +


pteregium berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis yang ditemukan.
Anamnesis
Fakta Teori
Pasien merupakan perempuan berusia Merupakan penyakit
43 tahun yang bekerja sebagai wiraswata degeneratif dengan insidensi
(juru masak). Pasien bekerja sebagai juru tertinggi usia 20-49 dan lebih
masak, hampir setiap hari terpapar panas sering timbul pada seorang yang
dan debu dari tungku pembakaran. Pasien bekerja di luar rumah, terpapar
juga sering berpergian dengan motor tanpa debu, asap atau iritan lainnya.3
menggunakan helm. Pasien juga sering Faktor resiko penyakit ini
mengucek mata saat gatal. Kebiasaan cuci adalah radiasi sinar ultraviolet,
tangan pasien buruk. genetik, dan faktor lain (debu,
kering, dan trauma kecil dari
bahan partikel tertentu, dry eye
dan virus papilloma)3,4

Pasien mengeluh merasa pengelihatan Presbiopia merupakan


kabur pada kedua matanya bila membaca gangguan penglihatan yang
pada jarak dekat sejak kurang lebih 1 berkaitan dengan usia.2
tahun yang lalu. Keluhan ini dirasakan Hilangnya daya akomodasi yang
terus menerus dan semakin lama semakin terjadi bersamaan dengan proses
memberat. Awalnya keluhan ini dirasakan penuaan pada semua orang
tidak terlalu mengganggu, namun dalam 1 disebut presbiopia. Seseorang
bulan terakhir keluhan dirasakan semakin dengan mata emetrop (tanpa
memberat hingga mengganggu aktivitas kesalahan refraksi) akan mulai
sehari hari dimana keluhan mulai disertai merasakan ketidakmampuan
rasa pusing dan pegal – pegal setelah membaca huruf kecil atau

33
membaca jarak dekat selama kurang lebih membedakan benda-benda kecil
30 menit. Keluhan ini membaik jika yang terletak pada usia sekitar 40
pasien beristirahat. tahun keatas.1 Gagal penglihatan
dekat akibat usia, berhubungan
dengan penurunan amplitudo
akomodasi atau peningkatan
punctum proximum.5

Selain keluhan mata kabur, pasien juga Pteregium merupakan


mengeluh kurang lebih 2 tahun terakhir pertumbuhan jaringan
pasien mulai menyadari terdapat selaput fibrovaskular berbentuk segitiga
pada di kedua sudut mata kiri dan kanan. yang berawal dari tepi fisura
Selaput ini dirasakan perlahan meluas palpebra dan mengarah ke
sedikit demi sedikit menuju tengah mata. kornea.3
Awalnya selaput ini tidak menimbulkan Awalnya tidak ada keluhan
keluhan, namun sejak 6 bulan yang lalu apa-apa, hanya jika pterigium
muncul keluhan berupa rasa mengganjal mengalami irtasi akan timbul
pada kedua mata. Keluhan dirasakan mata merah, berair, dan
hilang timbul, dirasakan timbul dan mengganjal. Namun seiring
memberat saat terpapar udara, debu dan membesarnya ukuran pteregium
sinar matahari. Keluhan membaik jika hingga memasuki kornea, pasien
pasien membasuhnya dengan air. akan mengalami penurunan
penglihatan, rasa mengganjal,
bahkan diplopia akibat gangguan
gerak bola mata.3,4,8
Pemeriksaan Oftalmologikus
Fakta Teori
1. Visus dasar : OD 6/6, OS 6/6, Gambaran tanda klinis pada
Add : +1.25 pteregium adalah muncul sebagai
2. Posisi bola mata : ortoforia lipatan berbentuk segitiga pada
3. Pergerakan bola mata : duksi versi konjungtiva bulbi yang meluas ke
baik kornea dari fisura interpalpebralis

34
4. Jaringan pteregium : yang dapat mengenai satu atau
 OD : kedua mata. Kira-kira 90%
- Dari arah temporal jaringan terletak di daerah nasal.
fibrovaskular derajat II mencapai Perluasan menuju kornea dapat
limbus kornea tetapi tidak lebih menurunkan visus jika menutupi
dari 2 mm melewati kornea area pupil. Pada gradasi
- Dari arah nasal jaringan pteregium yang tinggi akan
fibrovaskular derajat III tampak penonjolan jaringan
mencapai bagian pinggir pupil dengan vaskularisasi tinggi dan
 OS : dasar opak.
- Dari arah nasal jaringan Pterigium dibagi menjadi tiga
fibrovaskular derajat III bagian yakni body, apex, and
mencapai bagian pinggir pupil cap. 7,8
- Dari arah jaringan Pterygium juga dapat dibagi ke
temporal
3
fibrovaskular derajat II mencapai dalam 4 derajat yaitu :
limbus kornea tetapi tidak lebih 1. Derajat 1 : jika pterygium
dari 2 mm melewati kornea hanya terbatas pada limbus
5. Palpebra : tidak ada kelainan kornea.
6. Konjungtiva : terdapat jaringan 2. Derajat 2 : jika sudah
fibrovaskular melewati limbus kornea
7. Kornea : terdapat jaringan tetapi tidak lebih dari 2 mm
fibrovaskular melewati kornea.
8. Limbus : terdapat jaringan 3. Derajat 3 : sudah melebihi
fibrovaskular derajat 2 tetapi tidak melebihi
9. Sklera : tidak terdapat kelainan pinggiran pupil mata dalam
10. COA : sedang keadaan cahaya normal (pupil
11. Lensa : jernih dalam keadaan normal sekitar
12. TIO : normal 3 – 4 mm)
13. Lapangan pandang : tidak menyempit 4. Derajat 4 : pertumbuhan
pterygium melewati pupil
sehingga mengganggu

35
penglihatan.

Mata kanan

Mata kiri

Penatalaksanaan
Pada pasien ini diberikan pengobatan yaitu berupa non farmakologis dan
farmakologis.

36
Non-farmakologis
 Edukasi
- Jaga kebersihan mata dan jangan mengucek mata
- Hindari paparam asap, debu, sinar matahari secara langsung
- Pemakaian alat pelindung mata (helm, kacamata) terutama saat diluar ruangan
 Pemakaian kacamata dengan dengan lensa sferis untuk membaca dekat
 Pembedahan kombinasi autograph konjungtiva dan eksisi

Farmakologis
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan terapi farmakologi, berupa
obat tetes mata topikal :
- Cendo Lyteers 4 x1gtt ODS
Merupakan merek dagang untuk artificial tears atau air mata buatan.
Terapi ini diberikan pada kasus pterigium ini untuk membantu mendelusi
debu atau partikel yang mengiritasi jaringan pterigium serta melindungi
kornea.

BAB V
KESIMPULAN

37
Presbiopi merupakan gangguan akomodasi yang berhubungan dengan
proses penuaan. Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih
dari 40 tahun. Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat
kelemahan otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurang
elastisitasnya akibat sklerosis lensa. Penatalaksanaan pada pasien presbiopi dapat
diberikan kacamata yang berkekuatan : + 1.0 D untuk usia 40 tahun; + 1.5 D
untuk usia 45 tahun;+ 2.0 D untuk usia 50 tahun;+ 2.5 D untuk usia 55 tahun;+ 3.0
D untuk usia 60 tahun. Selain itu pada penderita presbiopia dapat juga dilakukan
pembedahan, namun keselamatan, keberhasilan dan kepuasan pasien masih belum
bisa ditetapkan.
Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang
bersifat degeneratif dan invasif. Penduduk Indonesia memiliki risiko tinggi
terkena pterigium. Hal ini diduga berkaitan dengan paparan sinar matahari
berlebihan yang diterima oleh mata. Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis. Biasanya penderita mengeluhkan adanya sesuatu yang tumbuh
di kornea dan khawatir akan adanya keganasan atau alasan kosmetik. Pada
pemeriksaan terlihat lesi pterigium sebagai lipatan berbentuk segitiga pada
konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fisura interpalpebralis, berwarna
putih kekuningan. Penatalaksanaan pada pasien pterigium meliputi artificial tears
dan pembedahan.

DAFTAR PUSTAKA

38
1. Whitcher JP, Paul RE. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.
2009; 20:392-393
2. American Opthometric Assosiation. Opthometric clinical practice
guidelines: Cares of patient with presbyopia. USA; 2011.

3. Ilyas Sidarta, Yulianti S R. Ilmu penyakit mata. 2012. Jakarta; Badan


Penerbit FKUI.
4. American Academy of Ophthalmology. Clinical approach to depositions
and degeneration of the conjunctiva, cornea, and sclera chapter 17. In
exsternal disease and cornea. 2012. Singapore; Lifelong Education
Opthalmologist.
5. Khurana AK. Opthalmologi. New Delhi: New Age International Publishers.
2005. 3: 60-65
6. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2015
7. Lazuarni. Tesis: Prevalensi Pteregium di kabupaten Langkat 2009. USU
Repository
8. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005
9. Riordan, Paul. Anatomi & Embriologi Mata. Dalam: Daniel G. Vaughan,
Taylor Asbury, Paul Riordan-Eva. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta:
Penerbit Widya Medika. 2002.

39

Anda mungkin juga menyukai