Anda di halaman 1dari 77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Usia 0 - 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode
kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak
memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.
(Depkes RI, 2010).

Agar mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for


Infant and Young Child Feeding, World Health Organization (WHO)
merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama
memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 30 menit setelah
bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian
ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga
memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi
berusia 6 bulan sampai 24 bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI
sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes RI, 2012)

Secara umum praktik pemberian ASI eksklusif masih rendah dari target
pencapaian. Hanya 35% bayi di dunia dan 39% di Negara berkembang
yang mendapatkan ASI eksklusif. Rata-rata pemberian ASI eksklusif di
wilayah Asia Tenggara hanya 45%. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI
eksklusif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%
(Helmi & Lupiana, 2011).

Menurut anjuran WHO (2012), ketika ASI tidak lagi cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi, makanan pendamping harus ditambahkan
ke diet anak. Transisi dari ASI eksklusif ke makanan keluarga, disebut

1
2

sebagai pelengkap makan, biasanya mencakup periode dari usia 6 sampai


18-24 bulan. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) merupakan makanan
bayi kedua yang menyertai pemberian ASI. Makanan pendamping ASI
merupakan makanan yang diberikan kepada bayi yang telah berusia 6 bulan
atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi bayi. Pemberian
MP-ASI harus disesuaikan dengan usia balita. Pemberian makanan
pendamping ASI harus bertahap dan bervariasi dari mulai bentuk bubur
kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan
akhirnya makanan padat. MP-ASI diberikan pada bayi di samping ASI.
Fungsi MP-ASI antaralain untuk mengenalkan jenis makanan baru,
mencukupi kebutuhan nutrisi yang tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI,
membentuk daya pertahanan tubuh dan perkembangan sistem imunologis
terhadap makanan maupun minuman (http://www.indonesia-
publichealth.com).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang


mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna
memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI, MP-ASI berupa makanan padat
atau cair yang diberikan secara bertahap sesuai dengan usia dan
kemampuan pencernaan bayi. Pada usia 12-24 bulan ASI menyediakan 1/3
dari kebutuhan gizinya, sehingga MP-ASI harus diberikan pada bayi
berusia 6 bulan (Kemenkes RI,2014).

Usia 6 bulan sampai dengan 24 bulan, merupakan masa rawan


pertumbuhan bayi/anak. Penyapihan (weaning) yang merupakan proses
dimulainya pemberian makanan khusus selain ASI, berbentuk padat atau
semi padat secara bertahap jenis, jumlah, frekuensi, maupun tekstur dan
konsistensinya sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak dipenuhi. Memulai
pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada saat yang tepat akan
3

sangat bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan tumbuh kembang


anak (Varghese dan Susmitha,2015).

Tumbuh kembang anak akan terganggu jika makanan pendamping tidak


diperkenalkan pada usia 6 bulan, atau pemberiannya dengan cara yang
tidak tepat. Karena di usia 6 bulan, kebutuhan bayi untuk energi dan nutrisi
mulai melebihi apa yang disediakan oleh ASI, dan makanan pendamping
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pada usia ini
perkembangan bayi sudah cukup siap untuk menerika makanan lain
(WHO,2016).

Bayi atau anak yang usianya lebih dari 6 bulan dan telah diberikan
makanan pendamping ASI kurang tepat, dapat terserang diare, sembelit,
batuk pilek, dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi
pemberian makanan pendamping ASI, porsi pemberian makanan
pendamping ASI, jenis makanan pendamping ASI pada bayi ataupun anak
sangat berpengaruh besar untuk terserang penyakit diare dan lain-lain. MP-
ASI harus bergizi dan mempunyai bentuk, jenis dan jumlah yang sesuai
dengan umur bayi dan anak. Pemberian makanan seperti bubur berasa atau
bubur formula yang diberikan pada anak sebagai MP-ASI, namun masih
banyak anak yang status gizinya tidak baik, hal ini dikarenakan jumlah
MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai (Sakti,2013).

Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini oleh ibu.
Faktor– faktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu,
iklan MP-ASI, petugas kesehatan, budaya dan sosial ekonomi (Kristianto
& Yusiana, 2012). Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap manfaat
pemberian ASI eksklusif sangat erat kaitannya dengan pemberian MP-ASI
dini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Briawan (2007)
diketahui bahwa faktor penghambat keberlanjutan pemberian ASI adalah
4

pengetahuan dan keyakinan ibu bahwa bayi tidak akan cukup memperoleh
zat gizi jika hanya diberi ASI sampai umur 6 bulan, ibu dalam penelitian
ini meyakini bahwa MP-ASI dapat meningkatkan gizi pada bayi.

Pengetahuan para ibu juga berhubungan dengan sumber informasi yang ibu
dapatkan dari mitos dan media massa. Ibu menyatakan bahwa penyebab
pemberian MP-ASI dini pada bayi mereka dikarenakan adanya kebiasaan
ibu dalam memberikan MP-ASI turun temurun dari orang tuanya seperti
pemberian bubur nasi dan bubur pisang pada saat upacara bayi (aqiqah)
yang telah mencapai usia tiga bulanan. Tidak hanya itu saja, ibu
menyatakan juga tertarik akan iklan susu formula yang sekarang ini sedang
gencar-gencarnya dilakukan oleh produsen susu. Iklan tentang susu yang
sering tampil di televisi yang menjadi faktor utama memperkenalkan ibu
pada produk susu sehingga ibu terpengaruh dan memiliki sikap bahwa susu
formula juga baik untuk bayi (Ginting, Sekawarna dan Sukandar, 2013).

Status pekerjaan juga menjadi salah satu alasan pemberian MP-ASI dini.
Status pekerjaan yang semakin baik dan sosial ekonomi keluarga yang
meningkat inilah yang menyebabkan dan memudahkan ibu untuk
memberikan susu formula dan MP-ASI pada anak dibandingkan dengan
pemberian ASI eksklusif (Kristianto dan Sulistyani, 2013).

Riset kesehatan dasar tahun 2018 mengatakan masih ada 13,8% balita di
Indonesia yang masih mengalami masalah gizi kurang. Di provinsi
Kalimantan Selatan Balita di Bawah Garis Merah sebanyak 3,30%
sebanyak 8.538 balita. Daerah barito kuala mencapai 2,61% sebanyak 589
balita. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Jejangkit
Marabahan pada tahun 2019 bahwa terdapat 63 balita mengalami masalah
gizi. Berdasarkan hasil tes wawancara dengan pihak Puskesmas jejangkit
bahwa masih ada balita yang status gizinya di bawah garis merah.
5

Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “faktor yang berhubungan tentang
pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “faktor yang berhubungan tentang
pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 TujuanUmum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui apa faktor-
faktor yang berhubungan tentang pemberian MP-ASI balita usia 6-
24 bulan diwilayah puskemas jejangkit marabahan.
1.3.2 TujuanKhusus
1.3.2.1 Mengidentifiksi usia ibu
1.3.2.2 Mengidentifikasi pendidikan ibu
1.3.2.3 Mengidentifikasi pengetahuan ibu
1.3.2.4 Mengidentifikasi pekerjaan ibu
1.3.2.5 Mengidentifikasi pendapatan ibu
1.3.2.6 Mengidentifikasi Makanan pendamping ASI balita usia 6-
24 Bulan
1.3.2.7 Menganalisis hubungan usia ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI.
1.3.2.8 Menganalisis hubungan pendidikan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI.
6

1.3.2.9 Menganalisis hubungan pengetahuan ibu dengan


pemberian makanan pendamping ASI.
1.3.2.10 Menganalisis hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI.
1.3.2.11 Menganalisis hubungan pendapatan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat bagi Responden
Dapat memberikan manfaat sebagai informasi terutama teori yang
terkait pelayanan pendidikan kesehatan masyarakat yaitu faktor yang
berhubungan dengan pemberian makanan Pendamping ASI Balita
usia 6-24 bulan pada diwilayah Puskesmas Jejangkit Marabahan.

1.4.2 Manfaat bagi Puskesmas


Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan sekaligus
sebagai ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu keperawatan
yang dapat di sosialisasikan dan dijadikan bahan masukan dalam
meningkatkan pengetahuan ibu tentang faktor yang berhubungan
dengan pemberian makanan pendamping ASI pada balita usia 6-24
bulan di Puskesmas Jejangkit Marabahan.

1.4.3 Manfaat bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk
orangtua terutama bagi ibu agar meningkatkan wawasan dan
pengetahuan pemberian makanan pendamping asi dan faktor yang
berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI pada
balita usia 6-24 bulan diwilayah Puskesmas Jejangkit Marabahan.

1.4.4 Manfaat bagi Institusi Pendidikan


7

Sebagai bahan masukan untuk pengembangan materi pemberian


makanan Pendamping ASI, Gizi balita pada materi keperawatan
anak.

1.5 Penelitian Terkait


Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini
diantarannya adalah sebagai berikut :
1.5.1 Riasi Natalina, Diyan Praba, Kristiawati (2015) judul skripsi
“Hubungan pola asuh dengan status gizi balita di Posyandu tulip
wilayah rindang benua kelurahan pahandut palangkaraya”. Peneliti
ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan cross
sectional, teknik pengambilan sample purposive sampling. Dalam
pengambilan sample data dimana dalam penelitian ini sebanyak 36
responden. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan
dianalisis menggunakan spearman rank. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pola asuh dan pengetahuan ibu merupakan salah
satu yang berpengaruh terhadap kekurangan gizi. Berbagai faktor
tersebut sangat terkait dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
keterampilan keluarga. Makin tinggi tingkat pendidikan, informasi,
dan keterampilan yang didapat, maka kemungkinan makin baik pula
tingkat ketahanan pangan keluarga.

1.5.2 Wynsdy Fajar Apriliana, Luluk Ria Rakhma (2017) judul skripsi
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Yang
Mengikuti Tfc di Kabupaten Sukoharjo”. Peneliti ini menggunakan
metode observasional dengan pendekatan cross sectional teknik
pengambilan sample simple random sampling. Dalam pengambilan
sample data dimana dalam penelitian ini sebanyak 30 responden.
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan dianalisis
menggunakan spearman rank. Hasil penelitian ini menunjukkan
8

bahwa faktor-faktor status gizi pada balita adalah pengetahuan gizi,


pekerjaan ibu, dan pendapatan keluarga. Faktor faktor tersebut dapat
menyebabkan gizi kurang pada balita. Tingkat sosial terutama
ekonomi mempengaruhi kondisi status gizi balita. Keluarga dengan
status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi
pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini
mempengaruhi status gizi pada anak balita.

1.5.3 Pipit Amelia Burhani1 , Fadil Oenzil2 , Gusti Revilla3 (2016) judul
skripsi “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Tingkat Ekonomi
Keluarga Nelayan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Air Tawar
Barat Kota Padang”. Penelitian ini menggunakan metode analitik
dengan pendekatan cross sectional teknik pengambilan sample total
sampling. Dalam pengambilan sample data dimana dalam penelitian
ini sebanyak 21 responden. Instrumen yang digunakan berupa
kuesioner dan dianalisi menggunakan spearman rank. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat ekonomi keluarga
merupakan suatu penentu status gizi yang dapat mempengaruhi status
gizi balita. Kemiskinan menduduki posisi pertama pada masyarakat
yang menyebabkan gizi kurang. Masalah utama pada masyarakat
miskin adalah pendapatan yang rendah sehingga tidak dapat
mencukupi kebutuhan dasar normal. Masyarakat miskin akan
cendrung tidak mempunyai cadangan makanan karena daya beli yang
rendah dan berlaku sebaliknya. Masyarakat nelayan cenderung untuk
menjual hasil tangkapan dibanding mengkonsumsi sendiri hasil yang
mereka dapat, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang untuk
membeli bahan makanan yang secara kuantitas mungkin lebih tapi
rendah kualitasnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletakpada judul,
variabel, tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk
9

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan tentang pemberian MP-ASI


balita usia 6-24 bulan di Puskesmas Jejangkit Marabahan. Pengambilan
sample menggunakan total populasi. Alat ukur yang digunakan adalah
kuesioner dan observasi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Pendamping ASI ( MP ASI )


2.1.1 Definisi Makanan Pendamping ASI
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau
minuman yang mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk
memenuhi kebutuhan gizinya. MP-ASI diberikan mulai usia 4 bulan
sampai 24 bulan. Semakin meningkat usia bayi/anak, kebutuhan
akan zat gizi semakin berubah karena tumbuh kembang, kebutuhan
gizi. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan
keluarga (Molika,2014).

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau


minuman yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau
anak usia 6-24 bulan, guna memenuhi kebutuhan gizi selain ASI.
MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan
keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan
secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan
kemampuan bayi (Mufida,2015).

Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Dini adalah makanan


tambahan yang diberikan kepada bayi pada usia kurang dari 6 bulan
selain air susu ibu (ASI) (Prawesti,2016).

Jadi kesimpulannya Makanan Pendamping ASI adalah makanan


dan minuman yang diberikan kepada bayi berusia 6-24 bulan untuk
memenuhi kebutuhan gizi dan tumbuh kembang bayi.

10
11

2.1.2 Tujuan Pemberian MP-ASI


Menurut Molika (2014) Pada usia 6 bulan atau lebih ASI saja sudah
tidak lagi dapat mencukupi kebutuhan nutrisi bayi, usia pemberian
ASI disarankan sesudah berumur 6 bulan atau lebih. Tujuan
pemberian MP-ASI diantaranya :
2.1.3.2 Melengkapi zat gizi yang kurang karena kebutuhan zat gizi
yang semakin meningkat sejalan dengan pertambahan umur
anak.
2.1.3.3 Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima
bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk,
tekstur, dan rasa.
2.1.3.4 Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan
menelan.
2.1.3.5 Mencoba beradaptasi terhadap makanan yang mengandung
kadar energi tinggi.

2.1.3 Jenis MP-ASI


Menurut Molika (2014) jenis MP-ASI yang dapat diberikan adalah:
2.1.3.1 Makanan Lumat
Makanan Lumat adalah makanan yang dihancurkan atau
disaring tampak kurang merata dan bentuknya lebih kasar
dari makanan lumat halus, contoh: bubur susu, bubur
sumsum, pisang saring/kerok, pepaya saring, tomat saring
dan nasi tim saring.
2.1.3.2 Makanan Lunak
Makanan Lunak adalah makanan yang dimasak dengan
banyak air dan tampak berair, contoh : bubur nasi, bubur
ayam, nasi tim dan kentang puri.
12

2.1.3.3 Makanan Padat


Makanan Padat adalah makanan lunak yang tidak nampak
berair dan biasanya disebut makanan keluarga, contoh :
lontong, nasi tim, kentang rebus dan biskuat.

Jenis dan Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI


Umur Jenis Pemberian Frekuensi / hari
6-8 bulan ASI dan makanan lumat Usia 6 bulan :
(sari buah/bubr) Teruskan ASI dan
makanan lumat 2 kali
sehari
Usia 7-8 bulan :
Teruskan ASI dan
makanan lumat 3 kali
sehari
9-11 bulan ASI dan makanan Teruskan ASI dan
lembik atau cincang makanan lembik 3 kali
sehari di tambah
makanan selingan 2 kali
sehari
12-24 ASI dan makanan Teruskan ASI dan
bulan keluarga keluarga 3 kali sehari
ditambah makanan
selingan 2 kali sehari
Sumber: kemenkes, RI, 2014

Beberapa bulan terakhir, para orang tua mengenal metode


pemberian MPASI alternative yang banyak disebut di media social,
yaitu baby-led weaningI (BLW). Metode BLW diperkenalkan oleh
Rapley dan Markett pada tahun 2005. Mereka menyarankan bayi
diberi “finger food”, yaitu makanan yang dapat dipegang oleh bayi,
13

sejak bayi berusia 6 bulan, tanpa melalui tahap pemberian makanan


berkonsistensi lunak (bentuk puree atau lumat).

BLW atau Baby Led Weaning adalah metode pemberian MPASI


dengan cara membiarkan bayi untuk memimpin seluruh proses
makan menggunakan naluri dan kemampuan mereka. Dari sekitar
umur tiga bulan, bayi mulai menemukan tangan mereka, mereka
melihatnya, dan mulai menggerakkannnya di depan muka mereka,
reaksi spontan pertama adalah menggenggamnya. Sekitar umur
empat bulan, bayi bisa menggapai barang-barang yang menarik
perhatiannya. Seiring dengan semakin halus gerakkanny, bayi
mulai bisa menggerakkan tangan dan lengannya secara akurat
untuk mencengkram objek menarik dan meletakkannya ke dalam
mulut. Bibir dan lidahnya sangat sensitive dan bayi
menggunakannya untuk belajar tentang rasa, tekstur, bentuk dan
ukuran benda-benda setiap harinya. Pada saat mereka berumur
enam bulan kebanyakan dari mereka dapat meraih objek yang
mudah diambil, mengambilnya dalam genggaman dan
memasukkannya dengan akurat ke dalam mulut mereka. Diantara
umur enam sampai sembulan bulan, beberapa kemampuan satu
persatu berkembang. Pertama, bayi sanggup menggigit dan
menggerogoti sepotong kecil makanan dengan gusinya (atau
giginya jika sudah tumbuh). Segera setelah itu, bayi menemukan
cara untuk menahan makanan dalam mulutnya selama beberapa
saat dan setelah bayi lebih dapat mengontrol lidahnya, dia dapat
menggerak-gerakkan makanan dalam mulut dan menelannya. Bayi
yang dibiarkan makan sendiri setiap saat makan mempunyai
banyak kesempatan untuk mempraktikkan keterampilan ini dan
menjadi ahli serta percaya diri (Rapley,2008).
14

Jenis makanan yang diberikan pertama kali bermacam-macam ada


yang memberikan papaya, alpukat, mentega potong, pir dan wortel
kukus campuran tuna, brokoli dan oats (one dish meal), puree
salmon, puree bubur nasi, tomat iris, labu siam dan wortel kukus,
jeruk, jagung semi kukus, daging giling+kentang (one dish meal),
nasi kepal, ayam rebus, ayam goring dan sayur-sayuran kukus.

Bentuk makanan yang diberikan sebagian besar ibu memberikan


makanan berupa finger food atau one dish meal (gabungan segala
makanan dijadikan 1 bentuk bulat biasa terdiri dari makanan pokok,
lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan lemak). Selain itu makanan
pertama juga diberikan dalam bentuk puree. Adapula yang
memberikan dalam bentuk puree dan finger food.

2.1.4 Syarat - Syarat MP-ASI


Menurut Molika (2014) makanan pendamping ASI yang memenuhi
syarat adalah:
2.1.4.1 Kaya energi, protein dan mikronutrien (terutama zat
besi,zink, kalsium,vitamin A, vitamin C dan folat).
2.1.4.2 Bersih dan aman, yaitu tidak ada pathogen (tidak ada
bakteri penyebab penyakit atau organisme yang berbahaya
lainnya), tidak ada bahan kimia yang berbahaya atau toksin,
tidak ada potongan tulang atau bagian yang keras atau yang
membuat anak tersedak.
2.1.4.3 Tidak terlalu panas.
2.1.4.4 Tidak terlalu pedas atau asin.
2.1.4.5 Mudah dimakan oleh anak.
2.1.4.6 Disukai anak.
2.1.4.7 Mudah disiapkan.
15

2.1.5 Cara Pemberian MP-ASI


Berikut ini merupakan cara pemberian makanan pendamping asi
(MP-ASI) menurut Molika (2014) antara lain :
2.1.6.2 Setelah bayi berusia 6 bulan
Perkenalkan ke makanan yang padat atau di cincang halus
atau makanan bertekstur semi cair. Mulailah dengan
makanan lunak seperti biskuit yang diencerkan pakai air
atau susu. Kenalkan pula bubur susu dalam jumlah sedikit
demi sedikit. Mulai pemberian sayuran yang dijus,
kemudian buah yang dihaluskan atau dijus. Sayur dan buah
yang disarankan yaitu : pisang, pir, alpukat, jeruk.

2.1.6.3 Bayi usia 6 sampai 9 bulan


Pada usia ini, bayi pertama kalinya dikenalkan dengan
makanan. Makanan yang diberikan pada bayi antara lain,
bubur susu yang cair terbuat dari bahan tepung beras putih,
tepung beras merah, kacang hijau, dan tepung jagung
sebagai sumber karbohidrat.
Perkenalkan dengan tekstur yang lebih kasar (semi padat)
yaitu bubur tim saring. Seandainya bayi menolak atau
muntah, di coba terus karena tahapan ini harus dilaluinya.
Pada umur 6 bulan alat cerna sudah lebih berfungsi, oleh
karena itu bayi mulai diperkenalkaan dengan MP-ASI
lumat 2 kali sehari. Jenis sayur dan buah ynng disarankan:
asparagus, wortel, bayam, sawi, bit, lobak, mangga,
blewah, timun suri, peach. Bisa juga ditambahkan daging
ayam, daging sapi, hati ayam, hati sapi, tahu dan tempe.
Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2
sendok makan, 1 kali sehari. Berikan ASI dulu kemudian
16

MPASI berbentuk cairan berikan sendok dan tidak


menggunakan botol dan dot.

2.1.6.4 Bayi umur 9 sampai 12


Pada umur 10 bulan bayi diperkenalkan dengan makanan
keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim
bayi harus diatur secara berangsur mendekati makanan
keluarga. Berikan makanan selingan satu kali sehari,
pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi tinggi, seperti
bubur kacang hijau dan buah. Pengenalan berbagai bahan
makanan sejak dini akan berpengaruh baik terhadap
kebiasaan makan yang sehat di kemudian hari.
Di usia ini biasanya gigi bayi sudah mulai tumbuh dan
untuk semakin merangsang pertumbuhan giginya, bayi bias
mulai diberi makanan semi padat seperti nasi tim. Berikan
makanan selingan 1 kali sehari dengan memilih makanan
yang bernilai gizi tinggi seperti bubur kacang hijau, nuah
dan lain-lain.

2.1.6.5 Bayi umur 12 sampai 24 bulan


Pada usia ini, bayi sudah bias menyantap nasi lunak dengan
lauk yang mirip seperti makanan untuk balita. Sayuran dan
buah-buahan yang boleh disantap menjadi lebih variatif.
Telur sudah boleh diberikan, , kecuali bila dimasak setengah
matang, karena telur yang direbus setengah matang akan
mudah tercemar bakteri salmonella. Sebisa mungkin, bayi
jangan diberikan makanan dari daging olahan, seperti
bakso, sosis, dan nugget, kecuali bila dibuat sendiri.
Makanan olahan tersebut banyak menggunakan sodium
17

sebagai pengawet dan MSG sebagai penguat rasa yang


memberikan efek kurang baik untuk pertumbuhan anak.

Cara pemberian MPASI balita menggunakan teknik BLW


(baby led weaning), sebagian besar ibu tidak memiliki
teknik khusus dalam pemberian makanan, agar bayi lebih
mudah makan sendiri adalah dengan memberi contoh secara
langsung dengan melibatkan makan bersama keluarga atau
ikut menemani makan. Sebagian ibu ada yang melakukan
teknik khusus seperti membentuk makanan menjadi
karakter lucu menggunakan cetakan atau membuat makanan
yang kaya warna seperti sayur capcay agar makanan
menjadi menarik. Sebagian ibu berhati-hati dalam mengolah
bahan makanan untuk bayinya seperti menggunakan olive
oil untuk menumis atau menggunakan unsalted butter.
Adapula ibu yang memerhatikan cara masak dalam
mempersiapkan makanan seperti mengolah sayuran dengan
cara dikukus atau ditumis dengan cepat menjaga kandungan
vitaminnya kemudian memasak makanan tinggi vitamin
A,D,E,K dengan cara digoreng karena merupakan jenis
vitamin yang fat soluble.

2.1.6 Hal yang perlu diperhatikan dalam pengenalan MP- ASI


Menurut Molika (2014) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengenalan MP-ASI adalah sebagai berikut:
2.1.7.2 MP-ASI diberikan sedikit demi sedikit, misalnya 2 – 3
sendok pada saat pertama, dan jumlahnya bisa ditambah
seiring perkembangan bayi agar terbiasa dengan
teksturnya.
18

2.1.7.3 Pemberian MP-ASI dilakukan di sela-sela pemberian ASI


dan dilakukan secara bertahap pula.Misalnya untuk
pertama 1 kali sehari, kemudian meningkat menjadi 3 kali
dalam sehari.
2.1.7.4 Tepung beras sangat baik digunakan sebagai bahan MP-
ASI karena sangat kecil kemungkinannya menyebabkan
alergi pada bayi. tepung beras yang baik adalah yang
berasal dari beras pecah kulit yang lebih banyak
kandungan gizinya.
2.1.7.5 Pengenalan sayuran sebaiknya didahulukan daripada
pengenalan buah, karena rasa buah lebih manis lebih
disukai bayi, sehingga jika buah dikenalkan terlebih
dahulu, dikhawatirkan akan ada kecenderungan bayi untuk
menolak sayur yang rasanya lebih hambar. Sayur dan buah
yang dikenalkan hendaknya dipilih yang mempunyai rasa
manis.
2.1.7.6 Hindari penggunaan garam dan gula. Utamakan
memberikan MP-ASI dengan rasa asli makanan, karena
bayi usia 6 - 7 bulan fungsi ginjalnya belum sempurna.
Untuk selanjutnya, gula dan garam bisa ditambahkan tetapi
tetap dalam jumlah yang sedikit saja.
2.1.7.7 Untuk menambah cita rasa MP - ASI bisa menggunakan
kaldu ayam, sapi atau ikan yang dibuat sendiri, serta
bisajuga ditambahkan berbagai bumbu seperti daun salam,
daun bawang, seledri.
2.1.7.8 Jangan terlalu banyak mencampur banyak jenis makanan
pada awal pemberian MP-ASI, namun cukup satu persatu
saja. Berikan dulu 2-4 hari untuk mengetahui reaksi bayi
terhadap setiap makanan yang diberikan, untuk mengetahui
jika ia memiliki alergi terhadap makanan tertentu.
19

2.1.7.9 Perhatikan bahan makanan yang sering menjadi pemicu


alergi seperti telur, kacang, ikan, susu dan gandum.
2.1.7.10 Telur bisa diberikan kepada bayi kepada bayi sejak umur 6
bulan, tetapi pemberiannya bagian kuning terlebih dahulu,
karena bagian putih telur dapat memicu reaksi alergi.

Yang harus diperhatikan dalam menentukan MP-ASI sebagai


berikut:
a) Umur bayi
Metabolisme anak sebenarnya tidak sama dengan metabolisme
orang dewasa, hanya anak-anak lebih aktif perkembangannya,
sehingga untuk itu diperlukan bahan ekstra. Lebih muda usia
seorang anak maka lebih banyak zat makanan yang diperlukan
untuk tiap kilogram berat badannya.
b) Berat badan bayi
Berat badaan yang lebih maupun kurang dari pada berat badan
rata-rata untuk umur tertentu merupakan faktor untuk
menentukan jumlah zat makanan yang harus diberikan supaya
pertumbuhan berjalan sebaik-baiknya.
c) Suhu Lingkungan
Suhu tubuh dipertahankan pada 36,5°C – 38°C untuk
metabolisme yang optimum. Dengan adanya perbedaan suhu
antara tubuh dan lingkungannya, maka tubuh melepaskan
sebagian panasnya yang harus diganti dengan hasil metabolisme.
d) Aktifitas
Tiap aktifitas memerlukan energi. Makin banyak aktifitas yang
dilakukan maka makin banyak energi yang dibutuhkan.
e) Keadaan sakit
Pada keadaan sakit, seperti adanya infeksi terhadap metabolisme
yang berlebihan daripada asam amino dan lagi pula suhu tubuh
20

meninggi, kedua-duanya memerlukan makanan yang tidak boleh


dilupakan.

2.1.7 Faktor Yang Mempengaruhi pemberian MPAsi


Faktor yang mempengaruhi pemberian MP - ASI dini Pemberian
MP-ASI terlalu dini juga dapat dipengaruhi dari beberapa faktor
antara lain:
2.1.7.1 Faktor Predisposisi
a) Usia
Menurut Hurlock (dalam Chairani,2013) usia dapat
mempengaruhi cara berfikir, bertindak dan emosi
seseorang. Usia yang lebih dewasa umumnya memiliki
emosi yang stabil dibandingkan dengan usia yang lebih
muda. Usia ibu akan mempengaruhi kesiapan emosi ibu.
Usia ibu yang terlalu muda saat hamil bisa
menyebabkan kondisi fisiologis dan psikologisnya
belum siap menjadi ibu. Hal ini dapat mempengaruhi
kehamilan dan pengasuhan anak. Pada umur 20-30
tahun merupakan idealnya rentang usia yang aman
untuk bereproduksi dan pada umumnya ibu pada usia
tersebut memiliki kemampuan laktasi yang lebih baik
daripada yang berumur lebih dari 30 tahun.

b) Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik indiviidu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Ibu
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung
memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang
21

mempunyai pendidikan formal lebih banyak


memberikan susu botol pada usia 2 minggu dibanding
ibu tanpa pendidikan formal. Tingkat pendidikan
mempengaruhi cara berpikir dan perilaku (Nauli, 2012).

c) Pengetahuan
Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan
dengan tingkat pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan
gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan
balitanya juga baik. Pengetahuan ibu berhubungan
dengan tingkat pengenalan informasi tentang pemberian
makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan.Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian
makanan tambahan, fungsi makanan tambahan,
makanan tambahan dapat meningkatkan daya tahan
tubuh dan risiko pemberian makanan pada bayi kurang
dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi bayak ibu-ibu
yang tidak mengetahui hal tersebut diatas sehingga
memberikan makanan tambahan pada bayi usia di
bawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan
timbul. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan
penerimaan informasi gizi. Masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah akan lebih kuat
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan
dengan makanan. Sehinga sulit menerima informasi
baru tentang gizi (Nauli, 2012).

d) Pekerjaan
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh
22

penghasilan atau keuntungan untuk memenuhi


kebutuhan hidup. Masyarakat pekerja memiliki peranan
dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan, dimana dengan berkembangnya
IPTEK dituntut adanya Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berkualitas dan mempunyai produktifitas yang
tinggi sehingga mampumeningkatkan kesejahteraan.
Faktor pekerjaan ibu adalah faktor yang berhubungan
dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memperoleh
penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang
menjadi alasan pemberian makanan tambahan pada bayi
usia kurang dari enam bulan. Pekerjaan ibu bisa saja
dilakukan di rumah, di tempat kerja baik yang dekat
maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum bekerja sering
memberikan makanan tambahan dini dengan alasan
melatihatau mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja
bayi sudah terbiasa (Nauli, 2012).

e) Pendapatan
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan
dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli
untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang
diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran,
masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan
tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.
Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka
daya beli akan makanan tambahan juga mudah,
sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga,
maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar
23

Tingkat penghasilan keluarga berhubungan dengan


pemberian MP-ASI dini. Penurunan prevalensi
menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan
ekonomi menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang
lebih tinggi berhubungan positif secara signifikan
dengan pemberian susu botol pada waktu dini dan
makanan buatan pabrik (Nauli, 2012).

2.1.7.2 Faktor Pendorong


a) Pengaruh Iklan
Sumber informasi diduga berpengaruh dalam pemberian
susu formula. Media massa khususnya televisi dan
radio, memiliki pengaruh yang besar terhadap
pemberian susu formula, karena iklan pada media
tersebut produsen berusaha menampilkan beberapa
kelebihan dari beberapa produk mereka yang sangat
penting bagi pertumbuhan bayi, sehingga seringkali ibu
beranggapan bahwa susu formula lebih baik dari ASI
(Chairani, 2013).

2.1.7.3 Faktor Pendukung


a) Dukungan Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan adalah orang yang mengerjakan
sesuatu pekerjaan di bidang kesehatan atau orang
mampu melakukan pekerjaan di bidang kesehatan.
Faktor petugas kesehatan adalah kualitas petugas
kesehatan yang akhirnya menyebabkan ibu memilih
untuk memberikan makanan tambahan pada bayi atau
tidak. Petugas kesehatan sangat berperan
dalammemotivasi ibu untuk tidak memberi makanan
24

tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan.


Biasanya, jika dilakukan penyuluhan dan pendekatan
yang baik kepada ibu yang memiliki bayi usia kurang
dari enam bulan, maka pada umumnya ibu mau patuh
dan menurutinasehat petugas kesehatan, oleh karena itu
petugas kesehatan diharapkan menjadi sumber
informasi tentang kapan waktu yang tepat memberikan
makanan tambahan dan risiko pemberian makanan
tambahan dini pada bayi (Nauli, 2012).

b) Dukungan Keluarga
Menurut Afifah (dalam Chairani, 2013) lingkungan
keluarga merupakan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui
bayinya secara eksklusif. Keluarga (suami, orang tua,
mertua, ipar, dan sebagainya) perlu diinformasikan
bahwa serorang ibu perlu dukungan dan bantuan
keluarga untuk berhasil menyusui secara eksklusif,
misalnya dengan cara menggantikan sementara tugas
ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan
membersihkan rumah.

2.2 Balita
2.2.1 Definisi Balita
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan
balita merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan
setiap individu berbeda-beda, bisa cepat maupun lambat tergantung
dari beberapa faktor diantaranya herediter, lingkungan, budaya
25

dalam lingkungan, sosial ekonomi, iklim atau cuaca, nutrisi dan


lain-lain (Aziz, 2006 dalam Nurjannah, 2013).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014) seorang


anak dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan
59 bulan. Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak
dari usia 1 sampai 3 tahun disebut batita atau toddler dan anak usia
3 sampai 5 tahun disebut dengan usia pra sekolah atau preschool
child. Usia balita merupakan sebuah periode penting dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak (Febry, 2008).

Pada masa golden age, mempunyai keinginan belajar yang luar


biasa. Karena anak senang belajar apa saja maka anak juga senang
belajar membaca. Dalam perkembangan otak , ada periode yang
dikenal sebagai periode pacu tumbuh otak ( brain growth spurt ),
yaitu saat dimana otak berkembang sangat cepat. Periode pacu
tumbuh otak pertama kali dimulai ketika bayi masih dalam
kandungan ibu (memasuki trimester ketiga). Periode pacu tumbuh
otak kedua terjadi setelah si kecil lahir hingga berusia 36 bulan.

2.2.2 Karakteristis Balita


Anak usia 1 sampai 3 tahun akan mengalami pertumbuhan fiisik
yang relatif melambat, namun perkembangan motoriknya akan 12
meningkat cepat (Hatfield, 2008).

Anak mulai mengeksplorasi lingkungan secara intensif seperti anak


akan mulai mencoba mencari tahu bagaimana suatu hal dapat
bekerja atau terjadi, mengenal arti kata “tidak”, peningkatan pada
amarahnya, sikap yang negatif dan keras kepala (Hockenberry,
2016).
26

Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak memiliki


karakteristik yang berbeda-beda di setiap tahapannya. Karakteristik
perkembangan pada balita secara umum dibagi menjadi 4 yaitu
negativism, ritualism, temper tantrum, dan egocentric. Negativism
adalah anak cenderung memberikan respon yang negatif dengan
mengatakan kata “tidak”. Ritualism adalah anak akan membuat
tugas yang sederhana untuk melindungi diri dan meningkatkan rasa
aman. Balita akan melakukan hal secara leluasa jika ada seseorang
seperti anggota keluarga berada disampingnya karena mereka
merasa aman ada yang melindungi ketika terdapat ancaman.

Karakteristik selanjutnya adalah Temper tantrum. Temper tantrum


adalah sikap dimana anak memiliki emosi yang cepat sekali
berubah. Anak akan menjadi cepat marah jika dia tidak dapat
melakukan sesuatu yang tidak bisa dia lakukan. Erikson tahun 1963
menyatakan Egocentric merupakan fase di perkembangan
psikososial anak. Ego anak akan menjadi bertambah pada masa
balita. Berkembangnya ego ini akan membuat anak menjadi lebih
percaya diri, dapat membedakan dirinya dengan orang lain, mulai
13 mengembangkan kemauan dan mencapai dengan cara yang
tersendiri serta anak juga menyadari kegagalan dalam mencapai
sesuatu (Price dan Gwin, 2014; Hockenberry, 2016).

Pengasuhan makan fase 6 bulan ke-dua adalah ibu memenuhi


kebutuhan makanan untuk bayi. Kebutuhan makan bayi dikatakan
cukup apabila telah diberikan ASI plus makanan lumat. Makanan
lumat yang diberikan dari bahan tepung yang dicampur dengan susu
atau nasi dapat berupa bubur susu atau nasi biasa beserta ikan,
daging atau putih telur lainnya dan ditambah dengan sayuran.
27

Makanan lumat diberikan dalam frekuensi yang sama atau dapat


lebih dari 3 kali perhari, dan dapat dikurangi apabila tidak
memenuhi kriteria tersebut (Bahar, 2002 dalam Julaeha, 2012).

MP-ASI diberikan secara bertahap dan variasi, yang awalnya


berbentuk bubur, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan
lembek sampai makanan padat (Agus, 2001 dalam Ningrum, 2016).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 menyatakan


bahwa jenis, jumlah dan frekuensi makanan pada bayi dan balita
sebaiknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan
organ dalam mencerna makanan (Hayati, 2014).

Waktu pemberian makan pada anak dapat disesuaikan waktu makan


secara umum yaitu pagi hari (07.00-08.00), siang hari (12.00-13.00)
dan malam hari (18.00-19.00). Makanan selingan diberikan diantara
dua waktu makan yaitu pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00
(Ningrum, 2016). Pemberian makanan pada balita dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.1 Pemberian makanan pada balita


Usia Bentuk Makanan Frekuensi
0-6 bulan Asi Ekslusif Sesering mungkin
minimal 8 kali/hari
6-9 bulan Makanan lunak/lembek 2 kali sehari, 2 sendok
makan setiap kali
makan
9-12 bulan Makanan lembek 3 kali sehari plus 2
kali makanan selingan
1-3 tahun Makanan keluarga 3 kali sehari plus 2
1-1½ piring nasi/pengganti kali makanan selingan
2-3 potong sedang lauk
hewani
28

1-2 potong sedang lauk


nabati ½ mangkuk sayur
2-3 nuah potong buah-
buahan
1 gelas susu
4-6 tahun 1-3 piring nasi/pengganti 3 kali sehari plus 2
2-3 potong lauk hewani kali makanan selingan
1-2 potong lauk nabati
1-1½ mangkuk sayur
2-3 potong buah-buahan
1-2 gelas susu
Sumber :Depkes RI,2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita, terdapat anjuran


pemberian makanan untuk balita berdasarkan Depkes RI (2006)
(Ningrum, 2016), yaitu:

2.2.2.1.3 Usia 0-6 bulan


Anjuran pemberian makanan yaitu ASI diberikan setiap
kali bayi menginginkan untuk menyusu minimal 8 kali
sehari (pagi, siang, dan malam), jangan memberikan
makanan atau minuman selain ASI dan menyusui bayi
secara bergantian payudara kanan dan kiri.

2.2.2.2 Usia 6-12 bulan


Anjuran pemberian makanan yaitu lanjutkan pemberian
ASI sampai usia 2 tahun. Pada usia 6-9 bulan, bayi
mulai dikenalkan dengan makanan pendamping ASI
dalam bentuk lumat sari bubur susu sampai nasi tim
lumat, 2 kali sehari. Pemberian setiap kali makan
disesuaikan dengan umur yaitu 6 bulan: 6 sendok
makan, 7 bulan: 7 sendok makan, 8 bulan: 8 sendok
29

makan. Pemberian makanan pendamping ASI


diberikan setelah pemberian ASI terlebih dahulu.

Anjuran pemberian makan pada usia 9-12 bulan yaitu


makanan pendamping ASI dimulai dari bubur nasi
sampai bubur tim diberikan sebanyak 3 kali sehari.
Pemberian setiap kali makan disesuaikan dengan umur
yaitu 9 bulan: 9 sendok makan, 10 bulan: 10 sendok
makan, 11 bulan: 11 sendok makan. Makanan
pendamping ASI dapat ditambahkan telur atau ayam
atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi atau
wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau
minyak. Anjuran lainnya apabila menggunakan
makanan pendamping ASI dari pabrik sebaiknnya
membaca cara pemakaiannya, batas umur dan tanggal
kadaluarsa. Selain itu bayi mulai diajarkan makan dan
minum menggunakan sendok dan gelas.

2.2.2.2.3 Usia 1-2 tahun


Anjuran pemberian makanan yaitu memberikan ASI
setiap balita menginginkan. Berikan nasi lembek 3 kali
sehari ditambah telur atau ayam atau ikan atau tempe
atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau
kacang hijau atau santan atau minyak. Berikan makanan
selingan sebanyak 2 kali sehari diantara waktu makan
seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan
sebagainya. Berikan juga buah-buahan atau sari buah
serta bantu anak untuk makan sendiri.
30

2.2.2.4 Usia 2-3 tahun


Anak diberikan makanan yang biasa dimakan oleh
keluarga sebanyak 3 kali sehari yang terdiri dari nasi
lauk pauk, sayur dan buah. Berikan juga makanan
selingan 2 kali sehari diantara waktu makan dan jangan
berikan makanan yang manis dan lengket diantara
waktu makan.

2.2.2.4 Usia 3-5 tahun


Anjuran pemberian makanan yaitu sama dengan
anjuran pemberian makan usia 2-3 tahun. Pemberian
makanan pada anak harus memenuhi standar
kecukupan gizi yaitu gizi yang lengkap dan seimbang
(Febri et al., 2008). Syarat dari menu seimbang adalah
dapat memenuhi kecukupan energi tubuh, protein,
lemak, vitamin, mineral dan air yang dapat membantu
dalam proses 20 pertumbuhan dan perkembangan anak
(Sutomo dan Anggraini, 2010).

2.3 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan kerangka yang berisi gabungan konsep-
konsep yang telah dipaparkan dalam teori, sesuai dengan variabel yang
diteliti.
31

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor-faktor yang Pengaruh pada pemberian


mempengaruhi ; MP-ASI pada balita usia 6-
24 bulan.
1. Usia
2. Pendidikan
3. Pengetahuan
4. Pekerjaan
5. Pendapatan

1. Pengaruh iklan
2. Dukungan petugas
kesehatan
3. Dukungan
keluarga

Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti

2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.4.1 Ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan.
2.4.2 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
2.4.3 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
32

2.4.4 Tidak Ada hubungan antara usia pekerjaan dengan pemberian


makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
2.4.5 Ada hubungan antara pendapatan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
deskriptif korelasional yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena
dua variabel yaitu variabel independen dengan variabel dependen dan
menganalisis bagaimana hubungan antara kedua variabel tersebut.
Pemilihan metode deskriptif korelasional dalam penelitian ini didasari
pada tujuan penelitian yaitu untuk mengidentifikasi sejauh mana
hubungan antara variasi-variasi pada variabel independen berhubungan
dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini
adalah faktor-faktor yang berhubungan pemberian MPAsi balita usia 6-
24 bulan di Puskesmas Jejangkit Marabahan.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


Cross Sectional. Pendekatan Cross Sectional adalah penelitian yang
menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali, pada suatu saat atau pada
suatu periode tertentu (Machfoedz, 2013).

3.2 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel
(Nursalam, 2012). Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang akan
diteliti yaitu variabel independen faktor-faktor yang mempengaruhi ibu
tentang pemberian MP-ASI . Kedua variabel tersebut dapat
didefinisikan dalam tabel 3.1 sebagai berikut :

33
34

Table 3.1 definisi oprasional penelitian


Variabel Definisi Parameter Instrumen Skala Hasil Ukur
Operasional
Variabel Umur ibuPembagian Kuesioner Ordinal 1. Remaja Akhir
Independen : saat usia (18-20 Tahun)
1. Usia pengisian menurut 2. Dewasa Awal
kuesioner Eric (21-30 Tahun)
Ericson 3. Dewasa Madya
dan (30 – 60 tahun)
Deswita
2006
2. Pendidikan Pendidikan Tingkat Kuesioner Ordinal 1. SD
formal pendidikan 2. SMP/SLTP
terakhir yang ibu saat 3. ≥ SMA/SLTA
diikuti ibu pengisian
dan kuesioner
mendapatkan
ijazah
3. Pengetahu Pengetahuan Pengertian Kuesioner Ordinal 1. Baik (bila skor
an ibu tentang MPASI, (Dwi Septi yang di dapat
makanan tujuan dari Widiyanti) 75-100%)
pendamping pemberian 2. Cukup (bila
ASI meliputi MPASI, skor yang
pengertian Jenis didapat 55-
dan syarat makanan 74%)
makanan yang 3. Kurang (bila
pendamping diberikan, skor yang
ASI. dampak didapat < 54%)
pemberian
MPASI,
dan jadwal
pemberian
MPASI,
cara
pemberian
MPASI
4. Pekerjaan Kegiatan Pekerjaan Kuesioner Ordinal 1. IRT
yang ibu saat 2. Pegawai
dilakukan pengisian Swasta
oleh ibu kuesioner 3. PNS
untuk
mendapatkan
penghasilan
demi
35

kelangsungan
hidu
keluarganya
dalam bentuk
penghasilan
berupa uang.
5. Pendapata Total Kepala Kuesioner Ordinal 1. Rendah (< Rp.
n penghasilan keluarga, 1.000.000)
kepala Anggota 2. Menengah (Rp.
keluarga dan keluarga 1.000.000-Rp.
anggota 2.000.000)
keluarga 3. Tinggi (> Rp.
setiap bulan 2.000.000)
Variabel Makanan Tindakan Kuesioner Ordinal 1. Diberikan ( bila
Dependen : atau pemberian (Buku skor yang
Pemberian minuman makanan KIA) didapat ≥ 25)
Makanan yang pendampin 2. Tidak di
Pendamping mengandung g ASI berikan (bila
Asi balita usia gizi diberikan sesuai skor yang
6-24 bulan kepada balita dengan diberikan ≤ 24)
untuk usia bayi
memenuhi
kebutuhan
gizinya
sesuai dengan
usia bayi.

3.3 Populasi, Sample dan Sampling


3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini berjumlah 63 orang yang terdiri dari
ibu balita di Puskesmas Jejangkit Marabahan.

3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pada ibu di Puskesmas
Jejangkit Marabahan yang berjumlah 63 orang.

3.3.3 Sampling
36

Teknik pengambilan sampel pada peneliti ini menggunakan


teknik sampel sejuh atau total sampling.

3.4 Tempat dan Waktu


3.4.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di ruang lingkup area Puskesmas Jejangkit
Marabahan.

3.4.2 Waktu / Jadwal Penelitian


Studi pendahuluan dilakukan pada bulan Juli 2019 sampai
penyusunan proposal. Sedangkan waktu untuk penelitian
dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan Desember 2019.

3.5 Alat Pengumpulan Data


3.5.1 Jenis Data
Data hasil kuesioner dilakukan sendiri oleh peneliti dan data
hasil kuesioner di isi oleh siswa di SDN Telaga Biru 6
Banjarmasin.

3.5.2 Sumber data


Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari
hasil kuesioner di SDN Telaga Biru 6 Banjarmasin.

3.5.3 Alat pengumpul data


Instrumet yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan checklist. Alat yang digunakan dalam
pengambilan data adalah lembar checklist dan alat tulis serta
observasi, intrumenn atau alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa kuesioner atau angket dimana ada
beberapa yang mengadopsi dan teori yang ada yaitu pengaruh
37

pola asuh pada Pemberian Makanan Pendamping Asi dengan


model jawaban yang mudah agar memberikan kemudahan
responden dalam menjawab pertanyaan. Alat pengumpulan data
berupa checklist atau kuesioner mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan.

No Parameter Positif Negatif Jumlah


1 Pengertian MPASI 1, - 1
2 Tujuan Pemberian 2 - 1
MPASI
3 Jenis Makanan Yang 5,9 8 3
di Berikan
4 Dampak Pemberian 3,7,10,12,15 6 6
MPASI
5 Cara Pemberian 11,14 4 3
MPASI
6 Jadwal Pemberian 13 - 1
MPASI
Jumlah 12 3 15

Penilaian pernyataan positif jika menjawab benar (skor = 1),


salah (skor = 0).

No Parameter Positif Negatif Jumlah

1 Pemberian Makanan 1,2,3,4,5 - 5


Pendamping ASI
balita Usia 6-24 Bulan

Jumlah 5 - 5

Penilaian pernyataan positif jika menjawab benar (skor = 1),


salah (skor = 0).
38

3.6 Teknik Pengambilan Data


3.6.1 Persiapan Pengambilan data dari responden
Persiapan pengambilan data dimulai setelah semua proses
peneliti meminta ijin mulai dari Badan Kesatuan Bangsa Dan
Politik Pemerintah Kota Marabahan, Dinas Kesehatan
Pemerintah Kota Marabahan, Puskesmas Jejangkit Marabahan,
membawa surat pengantar pengambilan data penelitian dari
Universitas Muhamadiyah Banjarmasin. Setelah mendapatkan
ijin dari Kepala Dinas Kesehatan Marabahan, kemudian peneliti
minta ijin kepada Kepala Puskesmas Jejangkit Marabahn untuk
mendapatkan data.

3.6.1 Pelaksanaan pengambilan data


Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan
mengisi kuesioner untuk mendapatkan data tentang faktor yang
berhubungan dengan pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan.

3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas


3.7.1 Uji validitas instrumen
Uji validitas dilakukan di area lingkup wilayah puskesmas
bantuil cerbon, dengan memberikan kuesioner pada 32 ibu balita
untuk mendapatkan data tentang faktor yang berhubungan
dengan pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan. Alasan
pemilihan di Puskesmas Bantuil Cerbon disebabkan karena
kurang nya pengetahuan ibu dalam merawat dan mendidik balita.

Untuk uji validitas ini peneliti menggunakan rumus korelasi


product moment yang dihitung melalui komputer dengan
program statistik. Soal atau item dari kuesioner tersebut
dikatakan valid apabila nilai r hitung ≥ r tabel. Nilai r tabel
39

ditentukan berdasarkan jumlah responden yang menjadi objek


untuk uji validitas dan nilai α yang digunakan, karena jumlah
responden sebanyak 32 orang dan nilai α = 5% maka diketahui
nilai r tabelnya adalah 0,361.

Rumus korelasi product moment :


n ∑ XY −∑ X ∑ Y
r=
√ ¿ ¿¿
Keterangan :
r           = Koefisien korelasi
n          = Banyaknya sampel
x          = Skor masing-masing item
y          = Skor total variable

3.7.2 Uji Reliabilitas Instrumen


Uji Reliabilitas dilakukan untuk menunjukan sejauh mana
intrumen tersebut dapat dipercaya dan dapat diandalkan
(Sugiyono, 2012). Pada uji reliabilitas ini peneliti menggunakan
rumus Spearman rank yang dihitung melalui program komputer.
Instrumen dinyatakan korelasi sprearman rank karena sumber
datanya berbeda dan berbentuk ordinal.
Rumus spearman rank :

p= 1 - 6∑d²

N (N² - 1)

Keterangan:
p = koefisien korelasi sprearman rank
d = beda antara dua pengamatan berpasangan
N = total pengamatan
Korelasi spearman rank bekerja dengan data ordinal, karena
40

jawaban responden merupakan data ordinal.


Hasil uji validitas yang dilaksanakan pada tanggal 4 November 2019, di
Puskesmas bantuil cerbon, sebagai berikut yaitu :

3.7.2.1 Hasil Uji Validitas Pengetahuan


Hasil uji coba 15 item kuesioner pada variebel pengetahuan
dinyatakan valid karena nilai r hitung lebih besar dari nilai r
tabel 0,361, dapat disimpulkan bahwa kuesioner penelitian
layak untuk digunakan. Berdasarkan hasil pengujian
reliabilitas, diketahui angka Cronbach alpha adalah sebesar
0,936. Jadi kuesioner tersebut lebih besar dari minimal
Cronbach alpha 0,6. Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
variable pengetahuan dikatakan cukup reliable atau handal.

3.7.2.2 Hasil Uji Validitas Pemberian Makanan Pendamping ASI


(MPASI)
Hasil uji coba 5 item kuesioner pada variebel pengaturan
makanan dinyatakan valid karena nilai r hitung lebih besar
dari nilai r tabel 0,361, dapat disimpulkan bahwa kuesioner
penelitian layak untuk disebarkan. Berdasarkan hasil
pengujian reliabilitas, diketahui angka Cronbach alpha
adalah sebesar 0,936. Jadi angket tersebut lebih besar dari
minimal Cronbach alpha 0,6. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa instrumen penelitian yang digunakana
untuk mengukur variable pengaturan makanan dikatakan
cukup reliabel atau cukup handal.

3.8 Teknik Analisa Data


3.8.1 Pengolahan data
41

Analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi


analisa kuantitatif yang dimaksudkan untuk mengolah data
mengorganisasikan data, serta menemukan hasil yang dapat
dibaca dan dapat diinteroretasikan (Notoatmodjo,2010).
Setelah data tekumpulkan dilakukan pengolahan data yang
dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

3.8.1.1 Editing (pengelompokan data)


Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran
data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat
dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data
terkumpul (Hidayat, 2014).

Tahapan ini dilakukan pada saat mengumpulkan data dari


intrumen penelitian dan memeriksa hasil pengumpulan data
berupa hasil data balita BGM, catatan status gizi dan lain-
lain. Dalam melakukan kegiatan memeriksa data ini meliputi
hal-hal berikut ini :
1) Perhitungan dan Penjumlahan
Perhitungan yang dilakukan yaitu menghitung jumlah
data balita BGM dari catatan status gizi dari bulan
Januari s/d Juni 2019, yaitu berjumlah 63 orang.

2) Koreksi yang termasuk dalam kegiatan ini antara lain


:
a. Memeriksa kelengkapan data
b. Memeriksa kesinambungan data
c. Memeriksa keragaman data
42

3.8.1.2 Coding (Pemberian Kode)


Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric
(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.
Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan data dan
analisa data menggunakan computer. Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam
satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variable (Hidayat,2014).

Tahapan ini yaitu dengan memberikan kode pada hasil yang


diperoleh penelitian/pengukuran, yaitu :
1) Memberikan kode identitas pada 63 orang responden
yang didapatkan untuk menjaga kerahasiaan identitas
dari responden-responden tersebut.
2) Menetapkan kode untuk hasil dari pengukuran masing-
masing setiap alat ukur, serta menskoring/menjumlah
hasil keseluruhan dari masing-masing alat ukur yang
digunakan. Dengan menggunakan kode 0 untuk nilai
salah dan 1 untuk nilai benar.

3.8.1.3 Tabulating
Tabulasi data adalah menyusun data dan mengorganisir
data sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
untuk dilakukan penjumlahan, disusun dan disajikan
dalam bentuk table atau grafik (Hidayat,2014).
Tabulating dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data yang didapatkan kedalam table di
Microsoft Office Exel sesuai dengan data-data yang
didapatkan selama pengukuran, diurutkan berdasarkan
masing-masing responden dan hasil pengukuran dari
43

masing-masing komponen yang terdapat pada kedua alat


ukur, kemudian mentotalkan hasilnya dan memasukkan
hasil dari nilai total dari pengukuran kedalam kategori
kode yang diinginkan.

3.8.1.4 Entri data


Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan kedalam master table atau data base
computer, kemudian membuat distribusi
frekuensisederhana atau bisa juga dengan membuat table
kontingensi (Hidayat,2014).

Data-data yang telah ditabulasi dilakukan pengentrian


kedalam master table dan melakukan analisis sesuai
dengan keperluan dan kebutuhan peneliti, sehingga
mendapatkan hasil yang diinginkan dan dapat
ditampilkan.

3.8.1.5 Cleaning data


Setelah semua data dari setiap sumber data selesai
dikumpulkan dan dimasukkan, peneliti melakukan
pengecekan ulang terhadap data yang telah di entri untuk
melihat kemungkinan adanya kesalahan dalam
pemberian kode.

3.8.2 Analisis data


Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif untuk
mendapatkan bentuk tabulasi, dengan cara memasukkan seluruh
data kemudian diolah secara statistik deskriptif yang digunakan
untuk melaporkan hasil dalam bentuk distribusi frekuensi dan
44

prosentase (%) dari masing-masing item. Data yang terkumpul


kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel sesuai dengan variabel
yang hendak diukur. Setelah proses tabulasi, data kemudian
dianalisis untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dengan variabel dependen.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
univariat dan bivariat :
3.8.2.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variable penelitian
(Notoadmodjo, 2010). Pada variabel independen faktor
usia, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan dan pendapatan
didalam kuesioner terdapat pilihan ( Ya, Tidak ). Skor
yang didapat dari kuesioner tersebut adalah baik, cukup,
kurang yang mana masing-masing memiliki poin sebagai
berikut : baik apabila nilai (75-100), cukup apabila nilai
(55-74), kurang apabila nilai (˂54). Sedangkan variabel
dependen makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan
didalam kuesioner terdapat pilihan ( Diberikan , Tidak
Diberikan ). Skor yang didapat dari kuesioner tersebut
adalah diberikan, tidak diberikan yang mana masing-
masing memiliki poin : diberikan apabila nilai ( ≥ 25),
tidak diberikan (≤ 24).

3.8.2.2 Analisis Bivariat


Analisis Bivariat adalah tabel silang dua variabel yaitu
variabel independen dan variabel dependen. Analisis ini
dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dan dependen. Untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel dalam penelitian ini digunakan Uji
45

korelasi Spearman Rank dengan nilai kemaknaan


(signifikan korelasi) p< α (0,05) dengan menggunakan
program Komputer.
Ada tiga penafsiran hasil analisis korelasi Spearman rank,
meliputi:
a) Melihat signifikansi hubungan dua variabel
b) Melihat kekuatan hubungan dua variabel
c) Melihat arah hubungan dua variabel.
Signifikan hubungan dua variabel, apabila hasil uji
statistik didapatkan nilai signifikan korelasi atau nilai
p< α (0,05) atau nilai rs hitung (koefisien korelasi)
lebih besar dari nilai rs tabel Spearman rho, maka H0
ditolak yang berarti ada hubungan antara faktor-faktor
yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI balita
usia 6-24 bulan di Puskesmas Jejangkit Marabahan.
Sebaliknya apabila hasil uji statistik nilai p> α (0,05)
atau nilai rs hitung lebih kecil dari nilai rs tabel
Spearman rho,maka H0 diterima yang berarti tidak
ada hubungan faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemberian MP-ASI balita usia 6-24 bulan.

3.9 Etika Penelitian


Sebuah penelitian harus memperhatikan etik penelitian sebagai rasa
tanggung jawab terhadap upaya mengenali dan mempertahankan hak
asasi manusia sebagai dari sebuah penelitian, prinsip etik dalam
penelitian ini mengacu pada Komisi Etik Penelitian Kesehatan
(KNEPK), yaitu:
3.9.1 Prinsip Menghargai Hak Asasi Manusia (Respect Human
Dignity)
46

3.9.1.1 Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden (Right To


Self Determination)
Responden harus diperlakukan secara manusiawi,
responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah
mereka bersedia menjadi responden atau tidak, tanpa ada
sanksi apapun

3.9.1.2 Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang


diberikan (Right To Full Disclosure)
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara
terperinci atas tindakan yang akan diberikan kepada
responden serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang
terjadi.

3.9.1.3 Lembar persetujuan (Informed Consent)


Responden harus mendapatkan penjelasan secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,
mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak
menjadi responden. Pada informed consent juga perlu
dicantumkan bahwa data yang diperoleh hanya akan
digunakan untuk pengembangan ilmu.

3.9.2 Prinsip Manfaat (Beneficience)


3.9.2.1 Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa ada mengakibatkan
penderitaan kepada responden, baik secara fisik maupun
psikis, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.

3.9.2.2 Bebas dari eksploitasi


47

Partisipasi responden dalam penelitian harus dihindarkan


dari keadaan yang tidak menguntungkan. Responden
harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian
dan informasi yang telah diberikan, tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan
responden dalam hal apapun.

3.9.2.3 Resiko (Benifet Rasio)


Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan
keuntungan yang akan berakibat kepada responden dalam
setiap tindakan.

3.9.3 Prinsip Keadilan (Right to Justice)


3.9.3.1 Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (Right In
Fair Treatment)
Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum,
selama dan sesudah keikutsertaan dalam penelitian tanpa
ada deskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia
atau dikeluarkan dari penelitian.

3.9.3.2 Hak dijaga kerahasiannya (Right To Privacy)


Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data
yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya
tanpa nama (anominity) dan rahasia (confidentiality)
48

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


Puskesmas Jejangkit terletak di Desa Jejangkit Pasar Kecamatan Jejangkit
Kabupaten Barito Kuala. Kecamatan Jejangkit merupakan daerah dataran
49

rendah atau daerah pasang surut, dengan luas wilayah adalah 219 km2 yang
terdiri dari 7 (tujuh) desa.
Tabel 1. Wilayah Kecamatan Jejangkit Kabupaten Barito Kuala
No Nama Desa Luas Wilayah Jarak dengan ibu kota
Kecamatan
2
1 Jejangkit Muara 12 km 1,1 km
2 Jejangkit Pasar 20 km2 0,5 km
3 Jejangkit Barat 21 km2 4,2 km
4 Jejangkit Timur 120 km2 7,3 km
5 Bahandang 18 km2 9,5 km
6 Sampurna 18 km2 7,5 km
7 Cahaya Baru 10 km2 8,3 km

Berdasarkan dari Luas wilayah Kecamatan Jejangkit tersebut terdapat


batas-batas dengan wilayah lain yaitu :
 Sebelah Utara : Kecamatan Cerbon
 Sebelah Timur : Kec. Simpang Empat (Kab. Banjar)
 Sebelah Selatan : Kec. Sei Tabuk (Kab. Banjar)
 Sebelah Barat : Kecamatan Mandastana.

Keadaan penduduk di Kecamatan Jejangkit terdiri dari berbagai suku,


diantaranya suku banjar, bakumpai, dayak, dan jawa. Sebagian besar
penduduk Kecamatan Jejangkit menganut agama islam. Berdasarkan data
dari 7 desa di Kecamatan Jejangkit, jumlah penduduk sebesar 6.543 jiwa.
Adapun visi dari Puskesmas Jejangkit Marabahan yaitu ”Terwujudnya
masyarakat kecamatan jejangkit yang mandiri untuk hidup sehat”. Misi
puskesmas jejangkit marabahan yaitu :
4.1.1 Meningkatkan akses dan kualits pelayanan kesehatan yang merata,
terjangkau dan memadai
4.1.2 Menggerakkan dan memberdayaka masyarakat untuk berprilaku hidup
bersih dan sehat
4.1.3 Meningkatkan ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan
50

4.2 Karakteristik Responden


4.2.1 Usia
Tabel 4.1 Karakteristik berdasarkan Usia di Puskesmas Jejangkit
Marabahan

No Usia f %
1 Remaja Awal (18-21 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (30-60 Tahun) 21 33,3
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.1 pada karakteristik berdasarkan usia di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan usia terbanyak ibu balita
pada usia dewasa awal ( 21-30 tahun ) adalah 28 orang (44,5%).

4.2.2 Pendidikan
Tabel 4.2 Karakteristik berdasarkan Pendidikan di Puskesmas
jejangkit Marabahan

No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.2 pada karakteristik berdasarkan Pendidikan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendidikan terbanyak
ibu balita yaitu Sekolah dasar (SD) adalah 43 orang (68,3%).

4.2.3 Pengetahuan
Tabel 4.3 Karakteristik berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan
51

No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,
3 Baik 12 19,1
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.2 pada karakteristik berdasarkan Pengetahuan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pengetahuan terbanyak
ibu balita yaitu cukup adalah 37 orang (58,7%).

4.2.4 Pekerjaan
Tabel 4.4 Karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan

No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga (IRT) 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.4 pada karakteristik berdasarkan Pekerjaan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pekerjaan terbanyak I bu
balita yaitu ibu rumah tangga (IRT) adalah 56 orang (88,9%).

4.2.5 Pendapatan
Tabel 4.5 Karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan

No Pendapatan f %
1 Rendah 36 57,1
52

2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.5 pada karakteristik berdasarkan Pendapatan di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan pendapatan terbanyak
ibu balita pada yaitu rendah adalah 36 orang (57,1%).

4.3 Hasil Penelitian


4.3.1 Analisis Univariat
4.3.1.1 Usia
Tabel 4.6 Distribusi frekuensi berdasarkan Usia di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.

No Usia f %
1 Remaja Akhir (18-20 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (31-60 Tahun 21 33,3
Total 63 100,0

Berdasarkan Tabel 4.6 pada karakteristik berdasarkan usia di


Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan usia terbanyak
ibu balita pada umur 21-30 tahun adalah 28 orang (44,5%).

4.3.1.2 Pendidikan
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendidikan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
53

No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,7
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100,0

Berdasarkan Tabel 4.7 pada karakteristik berdasarkan


Pendidikan di Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan
pendidikan terbanyak ibu balita yaitu Sekolah dasar (SD)
adalah 43 orang (68,3%).

4.3.1.3 Pengetahuan
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi berdasarkan Pengetahuan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,7
3 Baik 12 19,1

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.8 pada karakteristik berdasarkan


Pengetahuan di Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan
pengetahuan terbanyak ibu balita yaitu cukup adalah 37
orang (58,7%).

4.3.1.4 Pekerjaan
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
54

No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.9 pada karakteristik berdasarkan


Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan
pekerjaan terbanyak ibu balita yaitu ibu rumah tangga (IRT)
adalah 56 orang (88,9%).

4.3.1.5 Pendapatan
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendapatan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pendapatan F %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.10 pada karakteristik berdasarkan


Pendapatan di Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan
pendapatan terbanyak ibu balita pada yaitu rendah adalah 36
orang (57,1%).

4.3.1.6 Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)


55

Tabel 4.11 Distribusi frekuensi berdasarkan Pemberian


Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) di
Puskesmas Jejangkit Marabahan

No Pemberian Makanan F %
Pendamping ASI (MP-ASI)
1 Diberikan 38 60,3
2 Tidak diberikan 25 39,7

Total 63 100

Berdasarkan Tabel 4.11 pada karakteristik berdasarkan


Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, di dapatkan Pemberian
Makanan Pendamping ASI (MPASI) terbanyak ibu balita

4.3.2 Analisa Bivariat


4.3.2.1 Hubungan faktor usia terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI).
Tabel 4.12 Hubungan usia terhadap pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI).

Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
F % f % f %
Remaja 11 78,6 3 21,4 14 100,0
Akhir
Dewasa 20 71,4 8 28,6 28 100,0
Awal
Dewasa
Madya 7 33,3 14 66,7 21 100,0
Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,369)

Berdasarkan Tabel 4.12 menujukkan bahwa berdasarkan uji


statistik Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,003) <
56

(0,05) maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan


yang signifikan antara usia ibu terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar
(0,369) maka nilai menandakan ada kolerasi / hubungan
antara usia ibu terhadap pemberian makanan pendamping
ASI.

Hasil penelitian diketahui ibu dalam memberikan makanan


pendamping ASI secara baik yaitu pada umur 18-20 (Remaja
Akhir) sebanyak 21,4%, sedangkan ibu dalam memberikan
makanan pendamping ASI secara baik pada umur 21-30
tahun (Dewasa awal) sebanyak 28,6%, dan ibu dalam
memberikan makanan pendamping ASI secara baik pada
umur 30-60 tahun (Dewasa Madya) sebanyak 66,7%.

Hasil penelitian diketahui ibu yang paling banyak


memberikan makanan pendamping ASI secara kurang baik
yaitu ibu yang berusia 21-30 tahun (Dewasa Awal) sebanyak
71,4%. Hal ini kemungkinan disebabkan bahwa umur ibu
kurang dari 30 tahun dimana pada usia tersebut ibu lebih
suka memberikan makanan pendamping ASI secara instan.

4.3.2.2 Hubungan faktor pendidikan terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI).
Tabel 4.13 Hubungan pendidikan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI).
57

Pendidikan Pemberian Makanan Pendamping


ASI
Kurang Baik Total
Baik
f % f % f %
SD 30 69, 13 30, 43 100,0
SMP 5 8 3 2 8 100,0
SMA 3 62, 9 37, 12 100,0
5 5
25, 75,
0 0
Jumlah 38 60, 25 39, 63 100,0
3 7
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,317)

Berdasarkan Tabel 4.13 menujukkan bahwa berdasarkan uji


statistic Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,011) < (0,05)
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan terhadap pemberian makanan
pendamping ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar
(0,317) maka nilai menandakan ada kolerasi / hubungan
antara pendidikan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ibu yang


berpendidikan secara baik dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) yaitu sekolah dasar (SD)
sebanyak 30,2%, sedangkan yang berpendidikan sekolah
menengah pertama (SMP) sebanyak 37,5%, dan yang
berpendidikan sekolah menengah atas (SMA) sebanyak
75,0%.
58

Hasil penelitian pendidikan ibu yang paling banyak kurang


baik dalam memberikan makanan pendamping ASI (MPASI)
yaitu pada ibu yang berpendidikan sekolah dasar (SD)
sebanyak 69,8%. terhadap pemberian makanan pendamping
ASI tamatan sekolah dasar (SD) sebanyak 30 orang (69,8%).

4.3.2.3 Hubungan faktor pengetahuan terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI).
Tabel 4.14 Hubungan pengetahuan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Pengetahua Pemberian Makanan Pendamping ASI


n Kurang Baik Baik Total
F % f % F %
Kurang 14 100,0 0 0,0 14 100,
Cukup 21 56,8 16 43,2 37 0
Baik 3 25,0 9 75,0 12 100,
0
100,
0
Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,
0
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,496)

Berdasarkan Tabel 4.14 menujukkan bahwa hasil uji statistik


Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,000) < (0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pendidikan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,496) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pengetahuan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian pengetahuan ibu terhadap pemberian


makanan pendamping ASI (MPASI) , ibu yang memiliki
59

pengetahuan cukup dalam memberikan makanan


pendamping ASI dengan kurang baik lebih besar yaitu yaitu
sebesar 56,8% dibandingkan dengan ibu yang memberikan
makanan pendamping ASI (MPASI) dengan baik sebesar
43,2%. Hal ini dapat terjadi karena pengetahuan ibu
mengenai makanan pendamping ASI (MPASI)
mempengaruhi ibu dalam memberikan makanan pendamping
asi kepada bayinya. Pengetahuan ibu yang cukup cenderung
kurang baik dalam memberikan makanan pendamping ASI
(MPASI) kepada bayinya.

4.3.2.4 Hubungan faktor pekerjaan terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI).
Tabel 4.15 Hubungan pekerjaan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Pekerjaan Pemberian Makanan Pendamping


ASI
Kurang Baik Total
Baik
f % f % f %
Ibu Rumah 35 62,5 21 37,5 56 100,0
Tangga
Pegawai 3 42,9 4 57,1 7 100,0
Swasta
Jumlah 38 60,4 25 39,7 63 100,0
Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien =
0,496)

Berdasarkan Tabel 4.15 menunjukkan bahwa hasil uji


statistik Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,324) >
(0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara pekerjaan terhadap
pemberian makanan pendamping ASI. Dari nilai kolerasi
60

koefisien sebesar (0,496) maka nilai menandakan hampir


tidak ada kolerasi / hubungan antara pekerjaan terhadap
pemberian makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang bekerja


sebagai pegawai swasta terdapat 57,1% yang memberikan
makanan pendamping ASI (MPASI) secara baik, 42,9%
yang memberikan makanan pendamping ASI (MPASI)
kurang baik. Sedangkan ibu yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga terdapat 37,5% yang memberikan makanan
pendamping ASi (MPASI) secara baik dan 62,5% yang
memberikan makanan pendamping ASI(MPASI) kurang
baik.

Makanan yang diberikan sebagian besar masih kurang


dengan frekuensi pemberian makanan yang kurang dari tiga
kali sehari. Pada ibu terkadang kurang ketersediaan waktu
untuk bersama anak, lebih cepat mengurangi pemberian
MPASI, serta lebih cepat memberikan ASI, serta lebih cepat
memberikan makanan tambahan bagi anaknya (Rosnah,
2013).

4.3.2.5 Hubungan faktor pendapatan terhadap pemberian makanan


pendamping ASI (MP-ASI).
Tabel 4.16 Hubungan pendapatan terhadap pemberian
makanan pendamping ASI (MP-ASI).

Pendapatan Pemberian Makanan Pendamping ASI


Kurang Baik Baik Total
F % f % f %
Rendah 27 75,0 9 25,0 36 100,0
Menengah 11 44,0 14 56,0 25 100,0
Tinggi 0 0,0 2 100,0 2 100,0

Jumlah 38 60,3 25 39,7 63 100,0


Spearman Rank p< α (0,05) (korelasi koefisien = 0,365)
61

BerBe

Berdasarkan Tabel 4.16 menujukkan bahwa hasil uji statistik


Spreman’s Rho didapat hasil p value (0,003) < (0,05) maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara pendapatan terhadap pemberian makanan pendamping
ASI. Dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,365) maka nilai
menandakan ada kolerasi / hubungan antara pendapatan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil pendapatan


menengah sebanyak 56,0% baik dalam pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI), 44,0% kurang baik dalam
pemberian makanan pendamping ASi (MPASI).

Responden berpenghasilan rendah dengan pemberian


makanan pendamping ASI (MPASI) baik adalah 25,0%
sedangkan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI)
kurang baik adalah 75,0%.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Faktor Usia
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir
(18-20 tahun) sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun)
sebanyak 28 orang (44,5%), dan dewasa madya (30-60 tahun)
sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian besar usia ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia dewasa
awal (21-30 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).

Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,369) maka
62

nilai menandakan ada kolerasi/hubungan antara usia ibu terhadap


pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini disebabkan bahwa
umur ibu yang kurang dari 30 tahun dimana usia tersebut ibu lebih
suka memberikan makanan pendamping ASI secara instan.

Usia dewasa awal merupakan usia bagi seseorang untuk dapat


memotivasi diri memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya. Usia
adalah lamanya hidup seseorang sejak lahir yang dinyatakan dengan
tahun. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang (Notoadmodjo, 2010).

4.4.2 Faktor Pendidikan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa pendidikan
ibu sekolah dasar (SD) sebanyak 43 orang (68,3%), sekolah menengah
pertama sebanyak 8 orang (12,7%), dan sekolah menengah atas
sebanyak 12 orang (19,0%). Sebagian besar pendidikan ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan sekolah dasar (SD)
sebanyak 43 orang (68,3%).

Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,317) maka
nilai menandakan ada korelasi/hubungan antara pendidikan ibu
terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini berpengaruh
terhadap pemberian makanan pendamping ASI karena mempengaruhi
cara berfikir dan berperilaku.

Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan


perilaku melalui pengajaran, sehingga pendidikan itu perlu
mempertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungannya
63

dengan proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu


faktor yang mempengaruhi persepsi seorang untuk lebih mudah
menerima ide-ide dan teknologi yang baru (Notoadmojo,2010).

Sedangkan menurut (Pangemanan, 2014) Bahwa pendidikan bagi


seorang ibu sangat penting dan tepat terutama dalam merawat anak.
Secara emosional ibu yang sudah siap untuk melahirkan anak dan siap
untuk menyusui akan memberikan ASI secara ekslusif kepada bayinya
sehingga pemberian MPASI dapat dilakukan secara tepat sesuai
kebutuhan anak. Pendidikan ibu akan memberikan dampak terhadap
perlindungan dan kelangsungan hidup anak, melalui pemberian nutrisi
yang cukup sesuai tumbuh kembang anak. Keterbatasan pendidikan
ibu akan menyebabkan keterbatasan dalam penanganan terhadap gizi
keluarga, dan balitanya.

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk


mempengaruhi orang lain baik indiviidu, kelompok, atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara berpikir dan
perilaku (Nauli, 2012).

Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berpendidikan rendah yaitu SD


(Sekolah Dasar), hal ini menyebabkan kemampuan ibu dalam
menyerap informasi yang diterima kurang dimengerti terhadap
informasi yang diberikan. Ibu dengan tingkat pendidikan rendah akan
cenderung lebih kuat mempertahankan tradisi dan budaya yang
berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi
baru dalam hal pemberian makanan yang tepat pada bayi.
64

4.4.3 Faktor Pengetahuan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa pengetahuan
kurang sebanyak 14 orang (22,2%), pengetahuan cukup sebanyak 37
orang (58,7%), dan pengetahuan baik sebanyak 12 orang (19,1%).
Sebagian besar pengetahuan ibu yaitu cukup sebanyak 37 orang
(58,7%).

Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,496) maka
nilai menandakan ada korelasi/hubungan anatara pengetahuan
terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan
kebutuhan baik diri maupun orang lain.

Pengetahuan dibagi menjadi tiga macam, yaitu tahu bahwa, tahu


bagaimana, dan tahu akan. “Tahu Bahwa” adalah pengetahuan tentang
informasi tertentu, tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau ini
memang demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar.
Jenis pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, peengetahuan
ilmiah, walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam.
Sedangkan “tahu bagaimana” adalah menyangkut bagaimana
seseorang melakukan sesuatu. Pengetahuan ini berkaitan dengan
keterampilan atau lebih tepat keahlian dan kemahiran teknis dalam
melakukan sesuatu. “Tahu Akan” adalah jenis pengetahuan yang
sangat spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang
melalui pengalaman atau pengenalan pribadi. Berkaitan dengan
penelitian bahwa sebagian besar responden belum sepenuhnya
mengetahui dan memahami dengan baik, hal tersebut
65

mengindikasikan bahwa pengetahuan yang dimiliki subjek tentang


MPASI belum memenuhi ketiga macam tersebut (Bakhtiar, 2012).

Sedangkan menurut (Notoadmodjo, 2012) Tingkat pengetahuan dapat


dipengaruhi oleh pendidikan, motivasi, lingkungan dan sosial
ekonomi. Lingkungan berpengaruh bear terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Sedangkan pengalaman di masalalu akan memberikan suatu
pengetahuan dan keterampilan/kemampuan profesional serta
pembelajaran dalam mengambil suatu keputusan dalam berprilaku.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan. Tingkat
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap kebutuhan baik diri
maupun orang lain. (Jurnal keperawatan dan kebidanan aisyiyah,
vol.14,No.1,juni 2018).

Pendidikan ibu yang rendah memungkinkan seorang ibu kurang dalam


mengadopsi pengetahuan yang baru dan akan menghambat
perkembangan sikap seorang ibu terhadap informasi khususnya hal-
hal yang berhubungan tentang makanan pendamping ASI.

4.4.4 Faktor Pekerjaan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa pekerjaan
ibu rumah tangga sebanyak 56 orang (88,9%), dan pegawai swasta
sebanyak 7 orang (11,1%). Sebagian besar pekerjaan ibu yaitu sebagai
ibu rumah tangga sebanyak 56 orang (88,9%).
66

Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,496) maka
nilai menandakan tidak ada korelasi/hubungan anatara pekerjaan
terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk memenuhi
makanan tambahan pada balita.

Pekerjaan berperan besar terhadap seseorang melakukan tindakan


pemberian makanan pendamping ASI. Pekerjaan ibu merupakan
faktor yang bersifat memproteksi, artinya ibu yang tidak bekerja akan
lebih mendukung dalam pemberian ASI dibandingkan ibu yang
bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang tidak bekerja di luar rumah
(IRT) akan memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk bersama
anaknya dibandingkan ibu yang bekerja (Syerlia et al, 2011).

4.4.5 Faktor Pendapatan


Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa pendapatan
orang tua balita yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak 36 orang (57,1%),
pendapatan menengah 1.000.000 – 2.000.000 sebanyak 25 orang
(39,7%), dan pendapatan tinggi ≥ 2.000.000 sebanyak 2 orang (3,2%).
Sebagian besar pendapatan orang tua balita yaitu rendah ˂ 1.000.000
sebanyak 36 orang (5,1%).

Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,365) maka
nilai menandakan ada korelasi/hubungan pendapatan terhadap
pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan. Hal ini
67

berhubungan dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli


untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.

Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan kondisi


keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan
menjadi lebih besar. Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan
yang diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran, masih
memungkinkan ibu untuk memberikan makanan tambahan bagi bayi
usia kurang dari enam bulan. Biasanya semakin baik perekonomian
keluarga maka daya beli akan makanan tambahan juga mudah,
sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga, maka daya beli
akan makanan tambahan lebih sukar Tingkat penghasilan keluarga
berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini. Penurunan prevalensi
menyusui lebih cepat terjadi pada masyarakat golongan ekonomi
menengah ke atas. Penghasilan keluarga yang lebih tinggi
berhubungan positif secara signifikan dengan pemberian susu botol
pada waktu dini dan makanan buatan pabrik (Nauli, 2012).

Pendapatan merupakan hal yang pentingkarena semakin baik


perekonomian keluarga maka daya beli makanan tambahan akan
semakin mudah, sebaliknya jika semakin buruk perekonomian
keluarga maka daya beli makanan tambahan semakin sukar (Pradana,
2010).
68

4.4.6 Faktor yang berhubungan dengan pemberian makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
4.4.6.1 Hubungan faktor usia dengan makanan pendamping ASI balita
usia 6-24 bulan

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja


akhir (18-20 tahun) sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-
30 tahun) sebanyak 28 orang (44,5%), dan dewasa madya (30-60
tahun) sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian besar usia ibu di
area puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia
dewasa awal (21-30 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).

Berdasarkan Tabel 4.13 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai kolerasi koefisien sebesar (0,369)
maka nilai menandakan ada kolerasi/hubungan antara usia ibu
terhadap pemberian makanan pendamping ASI. Hal ini
disebabkan bahwa umur ibu yang kurang dari 30 tahun dimana
usia tersebut ibu lebih suka memberikan makanan pendamping
ASI secara instan.

Hasil dari penelitian menunjukkan ada hubungan faktor usia ibu


terhadap hubungan pemberian makanan pendamping ASI.
Karena faktor usia ibu di area puskesmas jejangkit marabahan
memiliki kategori yang kurang baik, hal ini disebabkan karena
pada faktor usia, usia ibu yang paling banyak yaitu pada usia 21-
30 tahun (dewasa awal). Hal ini juga yang mempengaruhi
terhadap pemberian makanan pendamping asi balita usia 6-24
bulan.
69

4.4.6.2 Hubungan faktor pendidikan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa
pendidikan ibu sekolah dasar (SD) sebanyak 43 orang (68,3%),
sekolah menengah pertama sebanyak 8 orang (12,7%), dan
sekolah menengah atas sebanyak 12 orang (19,0%). Sebagian
besar pendidikan ibu di area puskesmas jejangkit marabahan
kebanyakan sekolah dasar (SD) sebanyak 43 orang (68,3%).

Berdasarkan Tabel 4.14 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,011) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,317)
maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan antara
pendidikan ibu terhadap pemberian makanan pendamping ASI.
Hal ini berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping
ASI karena mempengaruhi cara berfikir dan berperilaku.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan faktor


pendidikan ibu terhadap hubungan pemberian makanan
pendamping ASI. Karena faktor pendidikan ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan memiliki kategori kurang baik
dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) sebanyak 69,8%.
Hal ini berpengaruh terhadap pemberian makanan pendamping
ASI karena mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku.

Pendidikan responden merupakan salah satu unsur penting ikut


menentukan keadaan gizi bayi dalam pemberian makanan
tambahan. Ibu yang berpendidikan rendah memiliki tingkat
penyerapan dan pemahaman yang juga rendah. Hal ini sejalan
dengan penelitian. Pendidikan membantu seseorang untuk
70

menerima informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan


balita, misalnya memberi makanan pendamping ASI (MPASI) di
usia balita memasuki 6 bulan.

Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk


mempengaruhi orang lain baik indiviidu, kelompok, atau
masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
oleh pelaku pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi cara
berpikir dan perilaku (Nauli, 2012).

Dalam penelitian ini, terdapat ibu yang berpendidikan rendah


yaitu SD (Sekolah Dasar), hal ini menyebabkan kemampuan ibu
dalam menyerap informasi yang diterima kurang dimengerti
terhadap informasi yang diberikan. Pendidikan yang dimiliki
seseorang akan mempengaruhi kemampuan untuk mencerna
informasi-informasi yang diterima. Dalam hal penerimaan
pesan, seseorang yang memiliki pendidikan dasar biasanya lebih
lambat jika dibandingkan dengan seseorang yang memiliki
tingkat pendidikan menengah maupun tinggi.

4.4.6.3 Hubungan faktor pengetahuan dengan makanan pendamping


ASI balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.9 diketahui bahwa
pengetahuan kurang sebanyak 14 orang (22,2%), pengetahuan
cukup sebanyak 37 orang (58,7%), dan pengetahuan baik
sebanyak 12 orang (19,1%). Sebagian besar pengetahuan ibu
yaitu cukup sebanyak 37 orang (58,7%).

Berdasarkan Tabel 4.15 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,000) ˂ (0,05) maka
71

disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,496)


maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan anatara
pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24
bulan. Hal ini berperan besar terhadap seseorang untuk
melakukan tindakan kebutuhan baik diri maupun orang lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan faktor


pengetahuan terhadap makanan pendamping ASI. Karena faktor
pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI
dikategorikan kurang baik yaitu cukup sebanyak 56,8% hal ini
berhubungan dengan tingkat pengenalan informasi tentang
pemberian makanan pendamping ASI.

Pengetahuan berhubungan dengan pendidikan. Semakin tinggi


tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pemahamannya,
sehingga tingkat pendidikan sangan berperan dalam penyerapan
dan pemahaman tentang informasi. Seseorang dengan
pendidikan tinggi cenderung akan semakin luas pengetahuannya.
Pendidikan ibu yang rendah memungkinkan seorang ibu kurang
dalam mengadopsi pengetahuan yang baru dan akan
menghambat perkembangan sikap seorang ibu terhadap
informasi khususnya hal-hal yang berhubungan tentang makanan
pendamping ASI.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah


orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Pengetahuan berperan besar terhadap seseotang untuk
melakukan tindakan. Tingkat pengetahuan seseorang
berpengaruh terhadap kebutuhan baik diri maupun orang lain.
72

(Jurnal keperawatan dan kebidanan aisyiyah, vol.14,No.1,juni


2018).

4.4.6.4 Hubungan faktor pekerjaan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.10 diketahui bahwa
pekerjaan ibu rumah tangga sebanyak 56 orang (88,9%), dan
pegawai swasta sebanyak 7 orang (11,1%). Sebagian besar
pekerjaan ibu yaitu sebagai ibu rumah tangga sebanyak 56 orang
(88,9%).

Berdasarkan Tabel 4.16 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,324) ˃ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,496)
maka nilai menandakan tidak ada korelasi/hubungan anatara
pekerjaan terhadap makanan pendamping ASI balita usia 6-24
bulan. Hal ini berhubungan dengan aktivitas ibu setiap harinya
untuk memenuhi makanan tambahan pada balita.

Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara


faktor pekerjaan dengan makanan pendamping ASI. Karena
faktor pekerjaan ibu paling banyak kategori ibu rumah tangga
sebanyak 88,9%, dan aktivitas ibu setiap harinya guna
memberikan makanan pendamping asi pada balita.

Pekerjaan berperan besar terhadap seseorang melakukan


tindakan pemberian makanan pendamping ASI. Pekerjaan ibu
merupakan faktor yang bersifat memproteksi, artinya ibu yang
tidak bekerja akan lebih mendukung dalam pemberian ASI
dibandingkan ibu yang bekerja. Hal ini dikarenakan ibu yang
73

tidak bekerja di luar rumah (IRT) akan memiliki banyak waktu


dan kesempatan untuk bersama anaknya dibandingkan ibu yang
bekerja (Syerlia et al, 2011).

4.4.6.5 Hubungan faktor pendapatan dengan makanan pendamping ASI


balita usia 6-24 bulan
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.11 diketahui bahwa
pendapatan orang tua balita yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak
36 orang (57,1%), pendapatan menengah 1.000.000 – 2.000.000
sebanyak 25 orang (39,7%), dan pendapatan tinggi ≥ 2.000.000
sebanyak 2 orang (3,2%). Sebagian besar pendapatan orang tua
balita yaitu rendah ˂ 1.000.000 sebanyak 36 orang (5,1%).

Berdasarkan Tabel 4.17 yang menunjukkan dari hasil uji statistic


Sperman’s Rho didapatkan hasil p value (0,003) ˂ (0,05) maka
disimpulkan bahwa dari nilai korelasi koefisien sebesar (0,365)
maka nilai menandakan ada korelasi/hubungan pendapatan
terhadap pemberian makanan pendamping ASI balita usia 6-24
bulan. Hal ini berhubungan dengan kondisi keuangan yang
menyebabkan daya beli untuk makanan tambahan menjadi lebih
besar.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara


pendapatan dengan makanan pendamping ASI. Karena faktor
pendapatan dikategorikan rendah sebanyak 57,1%, dan dengan
kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan
tambahan menjadi lebih besar.

Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan dengan


kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli untuk makanan
74

tambahan menjadi lebih besar. Pendapatan menyangkut besarnya


penghasilan yang diterima, yang jika dibandingkan dengan
pengeluaran, masih memungkinkan ibu untuk memberikan
makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan
(Nauli, 2012).

4.5 Keterbatasan Penelitian


Dalam melaksanakan penelitian ini ada beberapa hal yang dirasakan
oleh peneliti menjadi keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian ini adalah sebagian dari responden memerlukan
pendampingan, peneliti harus menjelaskan terlebih dahulu tentang
maksud dari pertanyaan yang ada di kuesioner.

4.6 Implikasi Hasil Penelitian Dalam Keperawatan


Sebagai bahan masukan dan informasi bagi profesi keperawatan
khususnya tentang pentingnya mengetahui faktor yang berhubungan
dengan makanan pendamping ASI balita khususnya balita berusia di
atas 6 dalam mengenali penyebab dan faktor mulai sejak balita berusia
di atas 6 bulan.

4.6.1 Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pendidikan


keperawatan dan dapat menambah pengetahuan serta informasi
dalam mengetahui gaktor yang mempengaruhi pemberian
makanan pendamping ASi balita usi 6-24 bulan.
4.6.2 Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan dasar bagi penelitian
yang lain mengenai faktor pemberian makanan pendamping
ASI.
4.6.3 Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi petugas
kesehatan di puskesmas maupun orang tua terutama ibu balita
dalam upaya pemberian makanan pendamping ASI yang tepat .
75

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Faktor Usia ibu terbanyak ibu balita pada umur 21-30 tahun
adalah 28 orang (44,5%),
5.1.2 Faktor pendidikan terbanyak ibu balita yaitu Sekolah dasar
(SD) adalah 43 orang (68,3%),
5.1.3 Faktor pengetahuan terbanyak ibu balita yaitu cukup adalah 37
orang (58,7%),
5.1.4 Faktor pekerjaan terbanyak ibu balita yaitu ibu rumah tangga
(IRT) adalah 56 orang (88,9%)
5.1.5 Faktor pendapatan pendapatan terbanyak ibu balita pada yaitu
rendah adalah 36 orang (57,1%).
5.1.6 Makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan tidak
diberikan adalah 38 orang (60,3%).
5.1.7 Ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.8 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.9 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.10 Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jjangkit Marabahan, tahun 2019.
76

5.1.11 Ada hubungan antara pendapatan ibu dengan pemberian


makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, tahun 2019.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan pada ibu balita agar bisa meningkatkan pengetahuan
gizi mengenai Makanan Pendamping ASI balita usia 6-24 bulan
dan faktor yang dapat mempengaruhi makanan pendamping
ASI, sehingga dapat meningkatkan gizi bagi anaknya melalui
buku, penyuluhan, media masa sehingga dapat meningkatkan
status gizi.

5.2.2 Bagi Instansi Puskesmas


Diharapkan instansi puskesmas dapat menjadikan masukan
untuk program perencanaan kesehatan yang dapat meningkatkan
status gizi balita dan bagi petugas kesehatan terutama ahli gizi
dapat meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat melalui
penyuluhan-penyuluhan pada saat kegiatan posyandu.

5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan


Bahan masukkan untuk pengembangan materi makanan
pendamping ASI, faktor yang mempengaruhi makanan
pendamping ASI.

5.2.4 Bagi Perawat


Saran bagi perawat untuk lebih memperhatikan faktor yang
mempengarui pemberian makanan pendamping ASI balita
dengan meningkatkan peran perawat, misalnya dengan
mengikuti seminar-seminar tentang pemberian makanan
77

pendamping asi balita dan bisa mencari inovasi yang baru untuk
meambah wawasan, misalnya dengan mengevaluasi pengetahuan
tentang makanan pendamping ASI.

5.2.6 Bagi Peneliti Selanjutnya


Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian yang
berbeda dengan topik yang sama dan tempat penelitian.
Penelitian selanjutnya juga dapat lebih memperhatikan faktor
lain seperi aspek ekonomi yang dapat berpengaruh dalam
variable yang diteliti.

Anda mungkin juga menyukai