PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Usia 0 - 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode
kritis. Periode emas dapat diwujudkan apabila pada masa ini bayi dan anak
memperoleh asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh kembang optimal.
(Depkes RI, 2010).
Secara umum praktik pemberian ASI eksklusif masih rendah dari target
pencapaian. Hanya 35% bayi di dunia dan 39% di Negara berkembang
yang mendapatkan ASI eksklusif. Rata-rata pemberian ASI eksklusif di
wilayah Asia Tenggara hanya 45%. UNICEF menyimpulkan, cakupan ASI
eksklusif 6 bulan di Indonesia masih jauh dari rata-rata dunia yaitu 38%
(Helmi & Lupiana, 2011).
Menurut anjuran WHO (2012), ketika ASI tidak lagi cukup untuk
memenuhi kebutuhan gizi bayi, makanan pendamping harus ditambahkan
ke diet anak. Transisi dari ASI eksklusif ke makanan keluarga, disebut
1
2
Bayi atau anak yang usianya lebih dari 6 bulan dan telah diberikan
makanan pendamping ASI kurang tepat, dapat terserang diare, sembelit,
batuk pilek, dan panas. Sebab dilihat dari berbagai faktor seperti frekuensi
pemberian makanan pendamping ASI, porsi pemberian makanan
pendamping ASI, jenis makanan pendamping ASI pada bayi ataupun anak
sangat berpengaruh besar untuk terserang penyakit diare dan lain-lain. MP-
ASI harus bergizi dan mempunyai bentuk, jenis dan jumlah yang sesuai
dengan umur bayi dan anak. Pemberian makanan seperti bubur berasa atau
bubur formula yang diberikan pada anak sebagai MP-ASI, namun masih
banyak anak yang status gizinya tidak baik, hal ini dikarenakan jumlah
MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai (Sakti,2013).
Banyak faktor yang berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini oleh ibu.
Faktor– faktor tersebut meliputi pengetahuan, kesehatan dan pekerjaan ibu,
iklan MP-ASI, petugas kesehatan, budaya dan sosial ekonomi (Kristianto
& Yusiana, 2012). Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap manfaat
pemberian ASI eksklusif sangat erat kaitannya dengan pemberian MP-ASI
dini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Briawan (2007)
diketahui bahwa faktor penghambat keberlanjutan pemberian ASI adalah
4
pengetahuan dan keyakinan ibu bahwa bayi tidak akan cukup memperoleh
zat gizi jika hanya diberi ASI sampai umur 6 bulan, ibu dalam penelitian
ini meyakini bahwa MP-ASI dapat meningkatkan gizi pada bayi.
Pengetahuan para ibu juga berhubungan dengan sumber informasi yang ibu
dapatkan dari mitos dan media massa. Ibu menyatakan bahwa penyebab
pemberian MP-ASI dini pada bayi mereka dikarenakan adanya kebiasaan
ibu dalam memberikan MP-ASI turun temurun dari orang tuanya seperti
pemberian bubur nasi dan bubur pisang pada saat upacara bayi (aqiqah)
yang telah mencapai usia tiga bulanan. Tidak hanya itu saja, ibu
menyatakan juga tertarik akan iklan susu formula yang sekarang ini sedang
gencar-gencarnya dilakukan oleh produsen susu. Iklan tentang susu yang
sering tampil di televisi yang menjadi faktor utama memperkenalkan ibu
pada produk susu sehingga ibu terpengaruh dan memiliki sikap bahwa susu
formula juga baik untuk bayi (Ginting, Sekawarna dan Sukandar, 2013).
Status pekerjaan juga menjadi salah satu alasan pemberian MP-ASI dini.
Status pekerjaan yang semakin baik dan sosial ekonomi keluarga yang
meningkat inilah yang menyebabkan dan memudahkan ibu untuk
memberikan susu formula dan MP-ASI pada anak dibandingkan dengan
pemberian ASI eksklusif (Kristianto dan Sulistyani, 2013).
Riset kesehatan dasar tahun 2018 mengatakan masih ada 13,8% balita di
Indonesia yang masih mengalami masalah gizi kurang. Di provinsi
Kalimantan Selatan Balita di Bawah Garis Merah sebanyak 3,30%
sebanyak 8.538 balita. Daerah barito kuala mencapai 2,61% sebanyak 589
balita. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Jejangkit
Marabahan pada tahun 2019 bahwa terdapat 63 balita mengalami masalah
gizi. Berdasarkan hasil tes wawancara dengan pihak Puskesmas jejangkit
bahwa masih ada balita yang status gizinya di bawah garis merah.
5
1.5.2 Wynsdy Fajar Apriliana, Luluk Ria Rakhma (2017) judul skripsi
“Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita Yang
Mengikuti Tfc di Kabupaten Sukoharjo”. Peneliti ini menggunakan
metode observasional dengan pendekatan cross sectional teknik
pengambilan sample simple random sampling. Dalam pengambilan
sample data dimana dalam penelitian ini sebanyak 30 responden.
Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan dianalisis
menggunakan spearman rank. Hasil penelitian ini menunjukkan
8
1.5.3 Pipit Amelia Burhani1 , Fadil Oenzil2 , Gusti Revilla3 (2016) judul
skripsi “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dan Tingkat Ekonomi
Keluarga Nelayan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Air Tawar
Barat Kota Padang”. Penelitian ini menggunakan metode analitik
dengan pendekatan cross sectional teknik pengambilan sample total
sampling. Dalam pengambilan sample data dimana dalam penelitian
ini sebanyak 21 responden. Instrumen yang digunakan berupa
kuesioner dan dianalisi menggunakan spearman rank. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat ekonomi keluarga
merupakan suatu penentu status gizi yang dapat mempengaruhi status
gizi balita. Kemiskinan menduduki posisi pertama pada masyarakat
yang menyebabkan gizi kurang. Masalah utama pada masyarakat
miskin adalah pendapatan yang rendah sehingga tidak dapat
mencukupi kebutuhan dasar normal. Masyarakat miskin akan
cendrung tidak mempunyai cadangan makanan karena daya beli yang
rendah dan berlaku sebaliknya. Masyarakat nelayan cenderung untuk
menjual hasil tangkapan dibanding mengkonsumsi sendiri hasil yang
mereka dapat, dengan tujuan mendapatkan sejumlah uang untuk
membeli bahan makanan yang secara kuantitas mungkin lebih tapi
rendah kualitasnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletakpada judul,
variabel, tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk
9
10
11
b) Pendidikan
Pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan
untuk mempengaruhi orang lain baik indiviidu,
kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan
apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Ibu
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung
memberikan susu botol lebih dini dan ibu yang
21
c) Pengetahuan
Latar belakang pendidikan seseorang berhubungan
dengan tingkat pengetahuan. Jika tingkat pengetahuan
gizi ibu baik, maka diharapkan status gizi ibu dan
balitanya juga baik. Pengetahuan ibu berhubungan
dengan tingkat pengenalan informasi tentang pemberian
makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam
bulan.Pengetahuan ibu tentang kapan pemberian
makanan tambahan, fungsi makanan tambahan,
makanan tambahan dapat meningkatkan daya tahan
tubuh dan risiko pemberian makanan pada bayi kurang
dari enam bulan sangatlah penting. Tetapi bayak ibu-ibu
yang tidak mengetahui hal tersebut diatas sehingga
memberikan makanan tambahan pada bayi usia di
bawah enam bulan tanpa mengetahui risiko yang akan
timbul. Tingkat pendidikan mempengaruhi kemampuan
penerimaan informasi gizi. Masyarakat dengan tingkat
pendidikan yang rendah akan lebih kuat
mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan
dengan makanan. Sehinga sulit menerima informasi
baru tentang gizi (Nauli, 2012).
d) Pekerjaan
Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan
maksud memperoleh atau membantu memperoleh
22
e) Pendapatan
Pendapatan adalah salah satu faktor yang berhubungan
dengan kondisi keuangan yang menyebabkan daya beli
untuk makanan tambahan menjadi lebih besar.
Pendapatan menyangkut besarnya penghasilan yang
diterima, yang jika dibandingkan dengan pengeluaran,
masih memungkinkan ibu untuk memberikan makanan
tambahan bagi bayi usia kurang dari enam bulan.
Biasanya semakin baik perekonomian keluarga maka
daya beli akan makanan tambahan juga mudah,
sebaliknya semakin buruk perekonomian keluarga,
maka daya beli akan makanan tambahan lebih sukar
23
b) Dukungan Keluarga
Menurut Afifah (dalam Chairani, 2013) lingkungan
keluarga merupakan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui
bayinya secara eksklusif. Keluarga (suami, orang tua,
mertua, ipar, dan sebagainya) perlu diinformasikan
bahwa serorang ibu perlu dukungan dan bantuan
keluarga untuk berhasil menyusui secara eksklusif,
misalnya dengan cara menggantikan sementara tugas
ibu rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan
membersihkan rumah.
2.2 Balita
2.2.1 Definisi Balita
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan
balita merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan
setiap individu berbeda-beda, bisa cepat maupun lambat tergantung
dari beberapa faktor diantaranya herediter, lingkungan, budaya
25
1. Pengaruh iklan
2. Dukungan petugas
kesehatan
3. Dukungan
keluarga
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak diteliti
2.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.4.1 Ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan.
2.4.2 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
2.4.3 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan.
32
33
34
kelangsungan
hidu
keluarganya
dalam bentuk
penghasilan
berupa uang.
5. Pendapata Total Kepala Kuesioner Ordinal 1. Rendah (< Rp.
n penghasilan keluarga, 1.000.000)
kepala Anggota 2. Menengah (Rp.
keluarga dan keluarga 1.000.000-Rp.
anggota 2.000.000)
keluarga 3. Tinggi (> Rp.
setiap bulan 2.000.000)
Variabel Makanan Tindakan Kuesioner Ordinal 1. Diberikan ( bila
Dependen : atau pemberian (Buku skor yang
Pemberian minuman makanan KIA) didapat ≥ 25)
Makanan yang pendampin 2. Tidak di
Pendamping mengandung g ASI berikan (bila
Asi balita usia gizi diberikan sesuai skor yang
6-24 bulan kepada balita dengan diberikan ≤ 24)
untuk usia bayi
memenuhi
kebutuhan
gizinya
sesuai dengan
usia bayi.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah pada ibu di Puskesmas
Jejangkit Marabahan yang berjumlah 63 orang.
3.3.3 Sampling
36
Jumlah 5 - 5
p= 1 - 6∑d²
N (N² - 1)
Keterangan:
p = koefisien korelasi sprearman rank
d = beda antara dua pengamatan berpasangan
N = total pengamatan
Korelasi spearman rank bekerja dengan data ordinal, karena
40
3.8.1.3 Tabulating
Tabulasi data adalah menyusun data dan mengorganisir
data sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah
untuk dilakukan penjumlahan, disusun dan disajikan
dalam bentuk table atau grafik (Hidayat,2014).
Tabulating dalam penelitian ini dilakukan dengan
mengumpulkan data yang didapatkan kedalam table di
Microsoft Office Exel sesuai dengan data-data yang
didapatkan selama pengukuran, diurutkan berdasarkan
masing-masing responden dan hasil pengukuran dari
43
BAB 4
HASIL PENELITIAN
rendah atau daerah pasang surut, dengan luas wilayah adalah 219 km2 yang
terdiri dari 7 (tujuh) desa.
Tabel 1. Wilayah Kecamatan Jejangkit Kabupaten Barito Kuala
No Nama Desa Luas Wilayah Jarak dengan ibu kota
Kecamatan
2
1 Jejangkit Muara 12 km 1,1 km
2 Jejangkit Pasar 20 km2 0,5 km
3 Jejangkit Barat 21 km2 4,2 km
4 Jejangkit Timur 120 km2 7,3 km
5 Bahandang 18 km2 9,5 km
6 Sampurna 18 km2 7,5 km
7 Cahaya Baru 10 km2 8,3 km
No Usia f %
1 Remaja Awal (18-21 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (30-60 Tahun) 21 33,3
Total 63 100
4.2.2 Pendidikan
Tabel 4.2 Karakteristik berdasarkan Pendidikan di Puskesmas
jejangkit Marabahan
No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100
4.2.3 Pengetahuan
Tabel 4.3 Karakteristik berdasarkan Pengetahuan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan
51
No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,
3 Baik 12 19,1
Total 63 100
4.2.4 Pekerjaan
Tabel 4.4 Karakteristik berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Jejangkit
Marabahan
No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga (IRT) 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100
4.2.5 Pendapatan
Tabel 4.5 Karakteristik berdasarkan Pendapatan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan
No Pendapatan f %
1 Rendah 36 57,1
52
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100
No Usia f %
1 Remaja Akhir (18-20 Tahun) 14 22,2
2 Dewasa Awal (21-30 Tahun) 28 44,5
3 Dewasa Madya (31-60 Tahun 21 33,3
Total 63 100,0
4.3.1.2 Pendidikan
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendidikan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
53
No Pendidikan f %
1 SD/Sederajat 43 68,3
2 SMP/Sederajat 8 12,7
3 SMA/Sederajat 12 19,0
Total 63 100,0
4.3.1.3 Pengetahuan
Tabel 4.8 Distribusi frekuensi berdasarkan Pengetahuan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pengetahuan f %
1 Kurang 14 22,2
2 Cukup 37 58,7
3 Baik 12 19,1
Total 63 100
4.3.1.4 Pekerjaan
Tabel 4.9 Distribusi frekuensi berdasarkan Pekerjaan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
54
No Pekerjaan f %
1 Ibu Rumah Tangga 56 88,9
2 Pegawai Swasta 7 11,1
Total 63 100
4.3.1.5 Pendapatan
Tabel 4.10 Distribusi frekuensi berdasarkan Pendapatan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan
No Pendapatan F %
1 Rendah 36 57,1
2 Menengah 25 39,7
3 Tinggi 2 3,2
Total 63 100
No Pemberian Makanan F %
Pendamping ASI (MP-ASI)
1 Diberikan 38 60,3
2 Tidak diberikan 25 39,7
Total 63 100
BerBe
4.4 Pembahasan
4.4.1 Faktor Usia
Hasil penelitian berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa remaja akhir
(18-20 tahun) sebanyk 14 orang (22,2%), dewasa awal (21-30 tahun)
sebanyak 28 orang (44,5%), dan dewasa madya (30-60 tahun)
sebanyak 21 orang (33,3%). Sebagian besar usia ibu di area
puskesmas jejangkit marabahan kebanyakan yang berusia dewasa
awal (21-30 tahun) yaitu sebanyak 28 orang (44,5%).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
berperan besar terhadap seseorang untuk melakukan tindakan. Tingkat
pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap kebutuhan baik diri
maupun orang lain. (Jurnal keperawatan dan kebidanan aisyiyah,
vol.14,No.1,juni 2018).
BAB 5
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Faktor Usia ibu terbanyak ibu balita pada umur 21-30 tahun
adalah 28 orang (44,5%),
5.1.2 Faktor pendidikan terbanyak ibu balita yaitu Sekolah dasar
(SD) adalah 43 orang (68,3%),
5.1.3 Faktor pengetahuan terbanyak ibu balita yaitu cukup adalah 37
orang (58,7%),
5.1.4 Faktor pekerjaan terbanyak ibu balita yaitu ibu rumah tangga
(IRT) adalah 56 orang (88,9%)
5.1.5 Faktor pendapatan pendapatan terbanyak ibu balita pada yaitu
rendah adalah 36 orang (57,1%).
5.1.6 Makanan pendamping ASI balita usia 6-24 bulan tidak
diberikan adalah 38 orang (60,3%).
5.1.7 Ada hubungan antara usia ibu dengan pemberian makanan
pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di Puskesmas
Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.8 Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.9 Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jejangkit Marabahan, tahun 2019.
5.1.10 Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemberian
makanan pendamping ASI (MPASI) balita usia 6-24 bulan di
Puskesmas Jjangkit Marabahan, tahun 2019.
76
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan pada ibu balita agar bisa meningkatkan pengetahuan
gizi mengenai Makanan Pendamping ASI balita usia 6-24 bulan
dan faktor yang dapat mempengaruhi makanan pendamping
ASI, sehingga dapat meningkatkan gizi bagi anaknya melalui
buku, penyuluhan, media masa sehingga dapat meningkatkan
status gizi.
pendamping asi balita dan bisa mencari inovasi yang baru untuk
meambah wawasan, misalnya dengan mengevaluasi pengetahuan
tentang makanan pendamping ASI.