Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Demam Berdarah Dengue

1. Pengertian Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular

yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arthropod-borne virus,

genus flavivirus, dan famili flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan

nyamuk dari genus aedes, terutama aedes aegypti atau aedes albopictus.

Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh

kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan

perilaku masyarakat. (Kemenkes RI, 2015)

Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot / nyeri sendi

yang disertai ruam, trombositopenia dan ditesis hemoragik (Amin dan

Hardin, 2015)

Dengue Berdarah Dengue adalah penyakit yang menyerang anak dan

orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa

demam akut, perdarahan, nyeri otot dan sendi (Titik Lestari, 2016).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

demam berdarah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus

dengue dan menyerang anak-anak dan dewasa ditandai dengan demam,

nyeri otot disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan.

7
8

2. Etiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang

termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang

dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae dan mempunyai

empat jenis serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 (Irianto,

2014).

Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap

serotipe lain yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk

terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan

perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang

tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi 3 atau bahkan 4 serotipe

selama hidupnya. Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia (Soegiyanto, 2003).

Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun

1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe

ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan

jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Virus penyebab

penyakit bertahan hidup dalam suatu siklus yang melibatkan manusia dan

nyamuk yang hidup aktif di siang hari (Sembel, 2009:61).

3. Derajat Beratnya DBD

Lama derajat keparahan penyakit DBD beragam untuk setiap

individu. Masa penyembuhan bisa terjadi cepat, namun seringkali bisa

cukup panjang. WHO pada tahun 1997 membagi derajat DBD dalam empat
9

stadium dan sudah diperbahurui dengan kriteria dengue WHO tahun 2009

yang manifestasi klinisnya lebih banyak untuk membantu menegakkan

diagnosis dan mengindentifikasi penentuan derajat penyakit ini yang

bermanfaat secara klinis maupun epidemiologis dalam penanganan awal di

rumah sakit,(Kemenkes RI, 2013)

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan menjadi empat derajat

berikut ini. Derjat I yaitu demam disertai gejala klinis yang tidak khas dan

satu-satunya gejala pendarahan yaitu uji tourniquet positif. Derajat II yaitu

gejala yang muncul seperti dialami pada derajat I ditambah adanaya

pendarahan spontan biasanya di kulit, pendarah gusi dan atau pendarahan

lainnya. Derajat III yaitu derajat I ataupun II serta adanya kegagalan

sirkulasi, yaitu dengan tanda denyut nadi yang lemah dan lebih cepat,

perbedaan tekanan nadi sistolik dan diastolik sama atau kuranag dari 20

mmHg (hipotensi) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab, sianosis di

sekitar mulur, dan keliatan penderita gelisah. Derajat IV yaitu seperti

dengan derajat III, ditambah juga adanaya syok yang berat (profound shock)

dengan nadi tidak dapat teraba dan tidak dapat terukur tekanan darah,

(Kemenkes RI, 2013).

DSS (dengue shock syndrome) dimasukkan pada tingkat DBD

derajat III dan derajat IV, DSS merupakan kasus DBD yang gawat darurat

yaitu adanya kegagalan sirkulasi yang dapat ditunjukan dari denyut nadi

yang lemah dan lebih cepat, disertai hipotensi dengan tanda kulit yang

teraba dingin dan lembab serta penderita tampak gelisah hingga terjadi
10

syok /renjatan berat (denyut nadi menjadi tidak teraba, dan tekanan darah

tidak terukur), (Kemenkes RI, 2013)

Kebocoran plasma merupakan patogenesis utama menimbulkan syok

(shock) dan kematian. Syok pada penderita DBD dikenal dengansebutan

Dengue Shock Syndrome (DSS) yaitu terjadinya kegagalan sirkulasi darah

karena plasma darah merembes keluar dari pembuluh darah yang

mengakibatkan darah semakin mengental yang ditandai dengan denyut nadi

yang cepat dan lemah, kulit dingin dan lembab, serta pasien menajdi gelisah

(WHO,2009). Pasien yang mengalami syok harus berada dalam pengawasan

yang ketat, karena menghadapi risiko kematian apabila mereka tidak

mendapatkan pengobatan segera yang memadai.

4. Diagnosis Demam Berdarah Dengue

Diagnosis DBD ditegakkan berdassarkan kriteria diagnosis WHO

(2012) terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium. Penggunaan kriteria ini

dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang tidak berhubungan dengan

penyakit DBD (over diagnosis).

1. Kriteria Klinis

a) Demam tinggi mendadak berlangsung selama 2-7 hari.

b) Terdapat manifestasi tanda-tanda perdarahan ditandai dengan, uji

bendung (tourniquet test) positif, petekie, ekimosis, purpura,

perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis atau

melena.
11

c) Pembesaran hati (hepatomegali).

d) Renjatan (shock), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan

tekanan nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit

lembab, dan pasien tampak gelisah.

2. Kriteria Laboratorium

a) Trombositopenia (150.000/ mm3 atau kurang).

b) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler,

yang ditandai adanya: hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit ≥

10% dari data baseline saat pasien belum sakit atau sudah sembuh

atau adanya efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

(hipoalbuminemia) (Kemenkes, 2011:67).

5. Ciri-Ciri Nyamuk Aedes Aegypti

Menurut Nadezul (2007), nyamuk aedes aegypti telah lama diketahui

sebagai vektor utama dalam penyebaran penyakit DBD, adapun ciri – ciri

nyamuk Aedes aegypti seperti, badan kecil berwarna hitam dengan bintik –

bintik putih, jarak terbang 50 - 100 meter, umur nyamuk dapat mencapai

sekitar 1 bulan, menghisap darah pada pagi hari sekitar pukul 09.00 – 10.00

dan sore hari pukul 16.00 – 17.00, nyamuk betina menghisap darah untuk

pematangan sel telur, sedangkan nyamuk jantan memakan sari – sari

tumbuhan, hidup di genangan air bersih bukan di got atau comberan, di

dalam rumah dapat hidup di bak mandi, tempayan, vas bunga, dan tempat

air minum burung, dan di luar rumah dapat hidup di tampungan air yang ada

di dalam seperti drum, ban bekas, dan lain – lain.


12

6. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

Hingga saat ini pemberantasan nyamuk Aedes aegypti merupakan

cara utama yang dilakukan untuk memberantas DBD, karena vaksin untuk

mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara

pemberantasan yang dilakukan adalah terhadap nyamuk dewasa atau

jentiknya, seperti bagan di bawah ini (Depkes RI, 2005: 26).

a. Pemberantasan Sarang Nyamuk Dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

penyemprotan (pengasapan/pengabutan = fogging) dengan insektisida.

Mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda

bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah

seperti pada pemberantasan nyamuk penular malaria. Untuk membatasi

penularan virus dengue penyemprotan dilakukan dua siklus dengan

interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk

yang mengandung virus dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk

lainnya akan mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru

yang diantaranya akan mengisap darah penderita DBD yang masih ada

yang dapat menimbulakan terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu

perlu dilakukan penyemprotan kedua agar nyamuk baru yang infektif

tersebut akan terbasmi sebelum sempat menularkan pada orang lain

(Kemenkes, 2011: 58).


13

b. Pemberantasan Jentik

Pemberantasan terhadap jentik Aedes aegypti yang dikenal

dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN DBD)

dilakukan dengan cara.

Fisik yaitu cara ini dikenal dengan kegiatan ”3M plus”, 3M yang

dimaksud yaitu, menguras dan menyikat tempat penampungan air seperti

bak mandi/WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali, menutup tempat

penampungan air rumah tangga seperti gentong air/tempayan, drum dan

lain-lain, mengubur, menyingkirkan, memanfaatkan dan/atau mendaur

ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti

kaleng, ban bekas, dan lain-lain.

Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti mengganti

air vas bunga, tempat minum burung, atau tempat-tempat lainnya yang

sejenis seminggu sekali, memperbaiki saluran dan talang air yang tidak

lancar/rusak, menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan

lain-lain.(Kemenkes, 2011: 59).

Kimia yaitu cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan

menggunakan insektisida pembasmi jentik (larvasida) atau dikenal

dengan larvasidasi, yang biasa digunakan antara lain adalah temephos.

Formulasinya adalah granules (sand granules), dan dosis yang digunakan

1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata untuk tiap 100 liter air.

Larvasida dengan temephos mempunyai efek residu 3 bulan.


14

Biologi yaitu dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan

kepala timah, ikan gupi, ikan black moli, dan lain-lain). Program

pemberantasan penyakit DBD pada umumnya masih belum berhasil

karena masih bergantung pada kegiatan penyemprotan dengan insektisida

yang hanya membunuh nyamuk dewasa serta tidak dibarengi dengan

kegiatan pemberantasan sarang nyamuk secara rutin dan berkelanjutan.

Sebenarnya ditegaskan bahwa untuk mencapai kelestarian program

pemberantasan vektor DBD sangat penting untuk memusatkan pada

pembersihan sumber larva dan harus bekerja sama dengan sektor non-

kesehatan seperti organisasi non-pemerintah, organisasi swasta, dan

kelompok masyarakat untuk memastikan pemahaman dan keterlibatan

masyarakat dalam pelaksanaannya (Azwar, 2012: 78).

7. Pertolongan Pertama Pada DBD

Berdasarkan pedoman Depkes RI (2015), pertolongan pertama

terhadap penderita DBD yaitu memberikan terapi cairan (kristaloid, maupun

koloid),terapi somatik untuk menghilangkan gejala dan terapi komplikasi

seperti pendarahan saluran cerna, kegagalan sirkulasi, koagulasi

intravaskular diseminata, dan gagal napas.

Pertolang pertama bersifat suportif dengan mengatasi kehilangan

cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat

pendarahan. Pasien pun harus istirahat total selama terjadinya masa demam.

Hal yang dilakukan keluarga pasien sebagai pertolongan pertama terhadap

DBD adalah:
15

a. Memberikan banyak minum, seperti air maska yang dibubuhi garam

oralit, susu, air kelapa, teh, atau rebusan air beras merah.

b. Bila suhu >38,5 derajat celcius beri paracetamol dan kompres hangat.

c. Demam tinggi, anorexia, dan muntah dapat menyebabkan dehidrasi

sehingga dibutuhkan pemberian cairan oral dengan ketentuan: pada 4-6

jam pertama diberikan air putih sebanyak 50 ml kg/bb, setelah itu beri

minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan tiap 5 menit secara

rutin. Jenis minuman: air putih,susu, jus buah, teh manis , dan oralit

d. Monitor suhu.

B. Konsep Sosiodemografi Terkait Dengan Kemampuan PSN

Demografi adalah ilmu yang mempelajari persoalan dan keadaan

perubahan-perubahan penduduk yang berhubungan dengan komponen-

komponen perubahan tersebut seperti kelahiran, kematian, migrasi sehingga

menghasilkan suatu keadaan dan komposisi penduduk menurut umur dan jenis

kelamin tertentu (Lembaga Demografi FE UI, 2000). Dalam pengertian yang

lebih luas, demografi juga memperhatikan berbagai karakteristik individu

maupun kelompok yang meliputi karakteristik sosial dan demografi,

karakteristik pendidikan dan karakteristik ekonomi. Karakteristik sosial dan

demografi meliputi: jenis kelamin, umur, status perkawinan, dan agama.

Karakteristik pendidikan meliputi: tingkat pendidikan, dan pengetahuan.

Karakteristik ekonomi meliputi jenis pekerjaan, status ekonomi dan pendapatan

(Mantra, 2000).
16

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pemberantasan Sarang

Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan pengindran terhadap obyek tertentu, misalnya tentang

demam berdarah dengue dan pemberantasan sarang nyamuk DBD.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

tentang materi yang akan diukur (Notoatmodjo, 2005: 144- 146).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam

membentuk tindakan seseorang, dalam hal ini pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: (1) Tahu (know),

(2) Memahami (comprehension), (3) Aplikasi (aplication), (4) Analisis

(analysize), (4) Sintesis (synthesis), dan (5) Evaluasi (evaluation).

1.) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.
17

2.) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3.) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau

pengguanaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4.) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5.) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian- bagian dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang

ada.
18

6.) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian

ini didasarkan pada suatu kriteria-kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Menurut Green dalam Notoatmodjo (2007), pengetahuan menjadi

salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang

atau masyarakat terhadap kesehatan. Jika masyarakat tahu tentang

penyakit DBD, maka kemungkinan perilaku masyarakat untuk mencegah

penularan DBD dan memberantas DBD juga akan berubah seiring

dengan pengetahuan seperti apa yang diketahuinya. Pengetahuan tentang

kesehatan adalah mencakup apa yang diketahui seseorang terhadap cara

memelihara kesehatan. Pengetahuan tentang cara-cara memelihara

kesehatan ini meliputi, pengetahuan tentang penyakit, pengetahuan

tentang faktor-faktor yang terkait dan atau mempengaruhi kesehatan,

pengetahuan tentang fasilitas pelayanan kesehatan, pengetahuan untuk

mencegah atau menghindari penyakit DBD (Notoatmodjo, 2007: 135).

Agustiansyah (2003) dan Nuryanti (2014) dalam penelitiannya

menunjukkan bahwa pengetahuan menunjukkan pengaruh yang

signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk demam berdarah dengue, sedangkan menurut Hardayati (2011)

menyebutkan bahwa pengetahuan tidak menunjukkan hubungan yang


19

signifikan terhadap perilaku masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk demam berdarah dengue.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk

mengembangkan kepribadian dan kemampuan tertentu, sehingga sasaran

pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Pendidikan mempengaruhi proses

belajar, makin tinggi pendidikan sesorang makin mudah orang tersebut

untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk

semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Pengetahuan sangat erat

kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseoarang dengan

pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula

pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang

berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula

(Notoatmodjo, 2003: 116).

Heraswati (2008) dan Hardayati (2011) dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa pendidikan menunjukkan hubungan secara

signifikan terhadap perilaku pemberantasan sarang nyamuk demam

berdarah dengue, sedangkan menurut Agustiansyah (2003) dan Nuryanti

(2014) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pendidikan tidak

menunjukkan hubungan terhadap perilaku pemberantasan sarang nyamuk

demam berdarah dengue.


20

c. Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat dijadikan seseorang memperoleh

pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun secara tidak

langsung. Contohnya, seseorang yang mempunyai pekerjaan di bidang

kesehatan lingkungan tentunya akan lebih memahami bagaimana cara

menjaga kesehatan di lingkungannya, termasuk cara memberantas sarang

nyamuk demam berdarah jika dibandingkan dengan orang yang bekerja

di luar bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003: 117).

Agustiansyah (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

pekerjaan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap

perilaku pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue,

sedangkan Naing, Cho, et al. (2011) dalam penelitiannya menyebutkan

bahwa pekerjaan justru menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap

pemberantasan sarang nyamuk.

Tindakan merupakan bentuk nyata yang memerlukan terpenuhnya

faktor pendukung atau fasilitas sebelum melaksanakan sesuatu

(Notoatmodjo, 2012). Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003),

perilaku itu ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu :

1. Faktor Predisposisi

Merupakan faktor pemudah seseorang dalam melakukan

sebuah tindakan, meliputi : pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat

sosial ekonomi (pekerjaan), tradisi dan nilai masyarakat.


21

2. Faktor Pendukung

Merupakan suatu hal yang dapat mendukung atau

memungkinkan terjadinya perilaku kesehatan, faktor ini mencakup

fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melakukan

sebuah tindakan, seperti tersedianya puskesmas, obat-obatan, maupun

alat kesehatan yang memadai.

3. Faktor Pendorong

Merupakan faktor yang memperkuat terjadinya perilaku, dalam

hal ini yang mempengaruhi meliputi tokoh masyarakat, tokoh agama,

petugas kesehatan. Berdasarkan penelitian Suroso (2001)

mengemukakan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang

nyamuk demam berdarah dipengaruhi oleh status sosial ekonomi,

pengetahuan, sikap, sarana dan tipe pemukiman. Menurut J.P. Chaplin

(1982) dalam buku diferensiasi sosial memberikan pengertian status

sosial ekonomi sebagai berikut : “Status sosial ekonomi sebagai

posisi yang ditempati individu atau keluarga berkenaan dengan ukuran

rata-rata yang umum terjadi tentang kepemilikan struktural,

pendapatan efektif, pemilikan barang-barang, dan partisipasi dalam

aktivitas kelompok dalam komunitasnya(Svalastoga, 2005).”Status

sosial ekonomi adalah status masyarakat yang menggunakan indikator

pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan sebagai tolak ukur (Supariasa,

2002)
22

C. Konsep Pencegahan Demam Berdarah Dengue

Menurut Kemenkes RI (2010:2), pencegahan penyakit demam berdarah

dengue dapat dibagi menjadi tingkatan.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang

yang sehat menjadi sakit. Sebelum ditemukannya vaksin terhadap virus

demam berdarah dengue, pengendalian vektor adalah satu-satunya upaya

yang diandalkan dalam mencegah demam berdarah dengue. Secara garis

besar ada cara pengendalian vektor yaitu:

a. Pengendalian Cara Kimiawi

Pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan

pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah

dari golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid.

Bahan-bahan insektisida dapat diaplikasikan dalam bentuk penyemprotan

(spray) terhadap rumah penduduk. Insektisida yang dapat digunakan

terhadap larva Aedes aegypty yaitu dari golongan organopospor

(temephos) dalam bentuk sand granules yang larut dalam air di tempat

perindukan nyamuk atau sering disebut dengan abatisasi.

b. Pengendalian Hayati atau Biologik

Pengendalian hayati atau sering disebut pengendalian biologis

dilakukan dengan menggunakan kelompok hidup, baik dari golongan

mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata. Sebagai


23

pengendalian hayati dapat berperan sebagai patogen, parasit, dan

pemangsa. Beberapa jenis ikan kepala timah (Panchaxpanchax) dan ikan

gabus (Gambusia afffinis) adalah pemangsa yang cocok untuk larva

nyamuk. Beberapa etnis golongan cacing nematoda seperti

Romanomarmis inyegari dan Romanomarmis culiforax merupakan

parasit yang cocok untuk larva nyamuk.

c. Pengendalian Radiasi

Pengendalian cara radiasi memakai bahan radioaktif dengan dosis

tertentu sehingga nyamuk jantan menjadi mandul. Nyamuk jantan yang

telah diradiasi dilepaskan ke alam bebas. Meskipun nanti nyamuk jantan

akan berkopulasi dengan nyamuk betina, tapi nyamuk betina tidak akan

dapat menghasilkan telur yang fertil.

d. Pengendalian Lingkungan

Pengendalian lingkungan dapat digunakan beberapa cara antara

lain dengan mencegah nyamuk kontak dengan manusia yaitu dengan

memasang kawat kasa pada pintu, lubang jendela, dan ventilasi di

seluruh bagian rumah. Hindari menggantung pakaian di kamar mandi, di

kamar tidur, atau di tempat yang tidak terjangkau sinar matahari.

Pencegahan yang paling tepat dan efektif dan aman untuk jangka

panjang adalah dilakukan dengan program Pemberantasan Sarang

Nyamuk (PSN) dan 3M (plus) yaitu: menguras bak mandi, bak

penampungan air, tempat minum hewan peliharaan. Menutup rapat

tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos


24

oleh nyamuk dewasa. Mendaur ulang barang bekas yang sudah tidak

terpakai, yang kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat

berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti.

2. Pencegahan Sekunder

Dalam pencegahan sekunder dilakukan upaya diagnosis dan dapat

diartikan sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses

penyakit pada tingkat permulaan, sehingga tidak akan menjadi lebih parah.

a. Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan yang

tepat bagi penderita demam berdarah dengue.

b. Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita / tersangka

penderita demam berdarah dengue segera melaporkan ke puskesmas dan

dinas kesehatan dalam waktu 3 jam.

c. Penyelidikan epidemiologi dilakukan petugas puskesmas untuk pencarian

penderita panas tanpa sebab yang jelas sebanyak 3 orang atau lebih,

pemeriksaan jentik, dan juga dimaksudkan untuk mengetahui adanya

kemungkinan terjadinya penularan lebih lanjut, sehingga perlu dilakukan

fogging fokus dengan radius 200 meter dari rumah penderita, disertai

penyuluhan.
25

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat

penyakit demam berdarah dengue dan melakukan rehabilitasi. Upaya

pencegahan ini dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Ruang Gawat Darurat

Membuat ruangan gawat darurat khusus untuk penderita DBD di

setiap unit pelayanan kesehatan terutama di puskesmas agar penderita

dapat penanganan yang lebih baik.

b. Tansfusi Darah

Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti

hematemesis dan malena di indikasikan untuk mendapatkan tranfusi

darah secepatnya.

c. Mencegah Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)

Adapun jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan

stratifikasi daerah rawan seperti:

- Endemis: daerah dengan kejadian tiap tahunnya dalam tahun terakhir.

Kegiatan yang dilakukan adalah fogging SebelumMusim Penularan

(SMP), abatesasi selektif, Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), dan

penyuluhan kesehatan kepada masyarakat.

- Sporadis: daerah yang dalam tahun terakhir terjangkit demam berdarah

dengue, tetapi tidak setiap tahun. Kegiatan yang dilakukan adalah

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB), dan penyuluhan.


26

- Potensial: daerah yang dalam tahun terakhir tidak terjadi kejadian

demam berdarah dengue tetapi mempunyai penduduk yang padat, dan

ditemukan house index lebih dari 10%. Kegiatan yang dilakukan adalah

PJB dan penyuluhan.

- Bebas: daerah yang tidak pernah terjadi demam berdarah dengue dan

berada lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Kegiatan yang

dilakukan adalah penyuluhan.


27

D. Kerangka Teori

Faktor presdisposisi

 Pengetahuan
 Tingkat
pendidikan
 Tingkat sosial
ekonomi
(pekerjaan),
 Tradisi dan nilai
masyarakat

Perilaku pemberantasan Sarang


Faktor Pendudukung Nyamuk (PSN DBD)
 Pelayanan
kesehatan
 Obat-obatan,
 (Notoadmo
Sumber Fasilitas kesehatan
(alat kesehatan)

Faktor pendorong

 Tokoh masyarakat
 Tokoh agama
 Petugas kesehatan

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Sumber (Notoadmojo 2003), Kemenkes RI
(2010).

Anda mungkin juga menyukai