Anda di halaman 1dari 20

KOMPLEKSOMETRI

(Laporan Praktikum Kimia Analisis Kualitatif dan


Kuantitatif)

Oleh:
Fitri Meliniasari
1813023006

LABORATORIUM PEMBELAJARAN KIMIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Percobaan : Kompleksometri

Tanggal Percobaan : 2 April 2020

Tempat Percobaan : Laboratorium Pembelajaran kimia

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Jurusan : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Program Studi : Pendidikan Kimia

Kelompok : 3 ( Tiga )

Bandar lampung, 16 Maret 2020

Mengetahui,

Asisten

Thirta Ayu S

NPM 1713023030
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode titrimetri yang dikenal juga sebagai metode volumetri analisis


kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri kimia. Dalam setiap
metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan
zat pendeteksi, titran. Pencapaian titik ekivalen umumnya ditandai oleh
perubahan zat tertentu yang sengaja dimasukkan ke dalam larutan analit yang
dikenal sebagai indikator. Perubahan indikator terjadi bila semua analit telah
bereaksi dengan titran.

Titrasi kompleksometri atau kelatometri suatu jenis titrasi dimana reaksi


antara bahan yang dianalisis dan titrat akan membentuk
suatu kompleks senyawa. Kompleks senyawa ini disebut kelat dan terjadi
akibat titran dan titrat yang saling mengkompleks. Kelat yang
terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen yang
membentuk  ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak diamati.
Kelat yang terbentuk melalui titrasi terdiri dari dua komponen
yangmembentuk ligan dan tergantung pada titran serta titrat yang hendak
diamati.

Setiap ion logam dapat dititrasi dengan menggunakan EDTA pada pH


tertentu untuk setiap logam, kadar kalsium (Ca) dalam suatu sampel dapat
ditentukan dengan menggunakantitrasi kompleksometri menggunakan garam
natrium (Na2H2Y) yang akan menunjukkan perubahan warna saat titik
ekivalen telah tercapaiakibat reaksi antara kompleks logam-indikator.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukanlah percobaan ini.


1.2 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan percobaan pada praktikum kali ini ialah, sebagai berikut :

1. Memahami prinsip dasar titrsi kompleksometri dalam analisis volumetri.

2. Menentukan kadar Ni2+ dalam cuplikan dengan cara kompleksometri


menggunakan EDTA sebagai zat pengompleks.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan


kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri
merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks,
membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks
atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga
banyak, tidak hanya dalam titrasi (Underwood, 1999).
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi
pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang
terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks
demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti
di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri,
seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion
pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh
persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O (Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA,
merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya
adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam
lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan
multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul,
misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat,
EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom
oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan
sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA
tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies
seperti CuHY–. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan
tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion
logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna
sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion
logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu
reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir
semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna
kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya
selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang
cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna
yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil
dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir,
EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke
kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara
indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga
mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu,
terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik
ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi
EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada
pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi
hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide.
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari
dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang
mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam
membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam
(Basset, 1994).

III. METODOLOGI PERCOBAAN


3.1 Alat dan Bahan

Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu neraca analitik,
gelas kimia 250mL 1 buah, gelas kimia 500mL 1 buah, labu takar 250mL 1
buah, pipet gondok 25mL 1 buah, erlenmeyer 100mL 2 buah, buret 50mL,
statif lengkap 1 unit.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu EDTA, seng
sulfat p.a, indikator EBT, indikator mureksid, larutan buffer amoniak-
amonium klorid Ph 10, akuades.

3.2 Diagram Alir

Adapun diagram alir pada percobaan ini yaitu, sebagai berikut :

1. Standarisasi EDTA dengan larutan ZnSO4

Larutan Standar primer ZnSO4 0,01 M

-diambil 25mL

-ditambahkan 2mL buffer amoniak-amonium klorida pH 10 dan 20


mL air suling

-ditambahkan 5 tetes larutan indikator EBT

- titrasi dengan larutan EDTA sampai timbul perubahan warna dari


merah menjadi biru

- hitung konsentrasi EDTA

Hasil

2. Menentukan Konsentrasi larutan Ni2+

Larutan Ni2+
- diencerkan sampai tanda batas
- diambil 25mL ke dalam erlenmeyer
- ditambahkan 5mL buffer pH 10 dan 20 mL air suling
- ditambahkan sedikit indikator mureksid
- dititrasi dengan EDTA sampai perubahan warna dari kuning ke
biru violet
- hitung konsentrasi Ni2+

Hasil
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

1.1 Tabel Hasil Pengamatan

a. Standarisasi Larutan EDTA dengan MgSO4


No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. menimbang padatan MgSO4 Larutan tak berwarna
sebanyak 0,617 g dengan neraca
analitik, membuat MgSO4
dengan konsentrasi 0,05 M
sebanyak 50 ml lalu ditambahkan
50 ml akuades, padatan MgSO 4
diaduk hingga larut
2. mengambil 10 ml larutan MgSO4 Setelah ditambahkan sedikit
dimasukkan ke erlenmeyer lalu indicator EBT warna larutan
ditambahkan 30 ml akuades lalu menjadi ungu.
ditambahkan 2 ml larutan buffer
(amoniak 25%) lalu ditambahkan
sedikit indicator EBT lalu aduk
hingga homogen.
3. Larutan tersebut selanjutnya Volume larutan EDTA terpakai
dititrasi dengan larutan EDTA adalah 6,2 ml.
hingga terjadi perubahan warna

b. Penentuan Kadar Kalsium


No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Mengambil 10 ml air sampel (air Larutan berwarna keruh
kolam) diletakkan pada
erlenmeyer 100 ml, ditambahkan
larutan buffer (amoniak pH 10)
sebanyak 2 ml
2 Menambahkan sedikit indicator Setelah ditambahkan indicator EBT
EBT lalu mengocok hingga warna larutan menjadi ungu
homogen,
3. Menitrasi dengan larutan EDTA Volume larutan EDTA terpakai 11
yang sudah distandarisasi ml.
4.2 Pembahasan

Pada percobaan kali ini, tujuan yang ingin didapat ialah untuk mengatahui
kadar kalsium dan kadar magnesium secara kompleksometri pada sebuah
sampel (air kolam) dengan menggunakan indikator EBT dan larutan standar
EDTA dan juga untuk mengetahui pembentukan kadar konsentrasi EDTA
yang digunakan.

Adapun prinsip dari percobaan ini ialah reaksi pembentukan senyawa


kompleks dengan EDTA sebagai larutan standar dengan larutan indikator
tertentu. Titik akhir titrasi ditentukan dengan terjadinya perubahan warna
larutan yaitu merah lembayung menjadi biru. Larutan EDTA akan
membentuk senyawa kompleks, seperti pada zat yang dititrasi dengan larutan
apabila larutan mengandung Ca2+ atau Mg2+ maka larutan akan berubah warna
dari merah lembayung menjadi biru.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada percobaan ini ialah yang


pertama Pembakuan larutan EDTA. Pertama-tama ialah menimbang padatan
MgSO4 sebanyak 0,617gram dengan menggunakan neraca analitik. Lalu
membuat larutan MgSO4 dengan konsentrasi 0,05M sebanyak 50mL.
Kemudian mengambil larutan MgSO4 10mL masukkan kedalam Erlenmeyer
dan ditambahkan dengan 30mL aquades. Selanjutnya mengambil larutan
buffer (amonia) 25% menggunakan pipet ukur 10ml kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer yang berisi larutan MgSO4 tadi. lalu menambahkan
sedikit indikator EBT. Selanjutnya menyiapkan larutan EDTA, dan
memasukkan kedalam buret 50mL. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan
EDTA. Mengamati sampai menjadi perubahan warna. Diukur volume EDTA
yang digunakan. Kemudian dititrasi dilakukan secara duplo.

Selanjutnya ialah Penentuan kadar kalsium dalam sampel. Langkah pertama


yang dilakukan ialah mengambil 10ml air sampel (air kolam) dimasukkan ke
labu erlenmeyer pertama 10mL. Kemudian menambahkan air kolam 10mL
kedalam labu erlenmeyer kedua. Ditambahkan larutan buffer pH 10 (amonia)
sebanyak 2ml dimasukkan pada kedua Erlenmeyer tersebut. menambahkan
sedikit indikator EBT kedalam erlenmeyer lalu dikocok sampai homogen.
Dititrasi secara duplo. Dan mengukur volume EDTA yang digunakan.

Dari hasil percobaan, pada Standarisasi Larutan EDTA dengan MgSO4


didapatkan Volume larutan EDTA terpakai adalah 6,2 ml. Pada Penentuan
Kadar Kalsium didapat Volume larutan EDTA terpakai 11 ml. sehingga
didapat kadar kalsium sebesar 1,1362 gram/mL. Ini di dapat dari (volume
rata-rata larutan titrasi x massa larutan EDTA x Ar Kalsium) : volume larutan
sampel.

Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling


mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi dari pembentukan
kompleks antara ion logam dengan EDTA sangat peka terhadap pH. Karena
reaksi pembentukan kompleks selalu dilepaskan H+ maka H+ di dalam larutan
akan meningkat walaupun sedikit. Akan tetapi yang sedikit ini akan berakibat
menurunnya stabilitas kompleks pada suasana tertentu. Untuk menghindari
hal tersebut maka perlu diberikan penahan (buffer). EBT digunakan untuk
titrasi dengan suasana pH 7-11 untuk penetapan kadar dari logam
Cu,Al,Fe,Co,Ni,Pt digunakan cara tidak langsung sebab ikatannya dengan
EBT cukup stabil.
Titrasi kompleksometri adalah penetapan kadar zat yang berdasarkan atas
pembentukan senyawa kompleks yang larut yang berasal dari reaksi antara
ion logam atau kation (komponen zat uji) dengan zat pembentuk kompleks
sebagai ligan (pentiter). Ligan adalah sebuah ion atau molekul netral yang
mampu mengikat secara koordinasi atom atau ion logam pusat dalam
senyawa kompleks. Titrasi kompleksometri terbagi menjadi 4 macam yaitu
titrasi langsung, kembali, substitusi dan tidak langsung. Titrasi langsung
untuk ion logam yang dapat berikatan dengan indikator ion logam (pada pH
tertentu), ikatannya dengan indikator logam kurang stabil dibandingkan
ikatannya dengan EDTA. Titrasi kembali untuk ion logam yang tidak dapat
berikatan dengan indikator atau ikatannya dengan indikator lebih kuat atau
stabil dengan ikatannya dengan EDTA. Titrasi substitusi untuk ion logam
yang tidak dapat berikatan dengan indikator tetapi kompleksnya dengan
EDTA sangat stabil dibandingkan dengan indikator logam lain yang dapat
berikatan dengan indikator. Titrasi tidak langsung untuk ion atau senyawa
yang tidak bereaksi dengan EDTA.

Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna


sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Asam etilen diamin tetra asetat atau
yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina
polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat
berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat
gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih
dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-
diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang
mempunyai dua atom nitrogen– penyumbang dan empat atom oksigen
penyumbang dalam molekul.

Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan


sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak
selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA
tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies
seperti CuHY-.

Beberapa kegunaan dari titrsi Kompleksometri


1. Penetapan Total Kesadahan Air
Pada umumnya kesadahan jumlah air, disebabkan oleh kandungan garam
Kalsium atau Magnesium. Larutan ion Mg2+ dan ion Ca2+ dititar secara
kompleksometri dengan larutan EDTA dan digunakan petunjuk EBT.
Pertama-tama EDTA akan bereaksi dengan ion Ca 2+ ,kemudian dengan ion
Mg2+ dan akhirnya dengan senyawa rangkai Mg-EBT yang berwarna merah
anggur. Titik akhir pada pH 7-11, dengan adanya perubahan warna dari
merah anggur menjadi biru yang berasal dari larutan penunjuk yang bebas.
2. Penetapan kadar Mg dan MgCl2
Pada pH 10, Mg dapat ditetapkan secara kompleksometri. Mg 2+ dalam
contoh dapat bereaksi dengan EDTA dan menggunakan indicator EBT. Mg
dan EBT membentuk senyawa rangkai yang berwarna merah anggur.Larutan
penunjuk yang bebas berwarna biru pada pH 7-11 warna larutan pada titik
akhir berubah dari merah menjadi biru.

3. Analisis Kadar Attapulgite dalam Tablet A


Attapulgite dalam tablet A dapat ditetapkan dengan cara titrasi
kompleksometri. Attapulgite dapat dititar dengan EDTA 0,05 M. Dengan
indikator EBT akan menghasilkan titik akhir berwarna biru kecoklatan.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari percobaan ini ialah, sebagai berikut :

1. Kompleksometri salah satu jenis titrasi dimana titrat dan titran saling
mengkompleks
2. Kompleksometri EDTA lebih stabil, mudah larut dan menunjukkan
komposisi kimiawi tertentu
3. pada Standarisasi Larutan EDTA dengan MgSO4 didapatkan Volume larutan
EDTA terpakai adalah 6,2 ml.
4. Pada Penentuan Kadar Kalsium didapat Volume larutan EDTA terpakai 11
ml.
5. Kadar kalsium pada sampel sebesar 1,1362 gram/mL
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel:Kimia Analisis Kuantitatif


Anorganik.Terjemahan A. Hadyana Pudjaatmaka dan L.
Setiono.  Jakarta. : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia.
Khopkar. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Rival, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia . Jakarta : UI Press.
Underwood, A.L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga
https://www.youtube.com/watch?v=MAO5IWU9lH4
LAMPIRAN
PERTANYAAN

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan pengompleksan, masking, dan


demasking.
2. Jelaskan yang dimaksud dengan kestabilan komplek dan tetapan kestabilan
koordinasi
3. Apa yang dimaksud dengan indicator logam dan beri 4 contoh
4. Kenapa titrasi dilakukan dengan pH 10. Apa fungsi penambahan buffer,
kenapa tidak ditambahkan basa saja?
5. Kenapa penggunaan satuan konsentrasi pada kompleksometri dalam
satuan M (molar)?
Jawab
1. Pengompleksan ialah suatu proses terbentuknya suatu
senyawa yang mempunyai ikatan kovalen koordinasi antara atom pusat
dengan ligannya.
Masking ialah suatu proses yang bertujuan untuk melindungi
reaksi pengompleksan dari ion pengganggu yang menghambat jalannya
reaksi.
Demasking ialah suatu proses untuk melepaskan kembali zat
pelindung sehingga reaksi dapat kembali dilanjutkan.

2. Kestabilan kompleks ialah kesetimbangan yang tercapai saat


terbentuknya 1 mol kompleks atom pusat dengan ligan.
Konstanta pembentukan/kestabilan senyawa komplek dinyatakan
sebagai berikut ini :
Besarnya harga konstanta pembentukan komplek menyatakan tingkat
kestabilan suatu senyawa komplek :
“Semakin besar harga konstanta pembentukan senyawa komplek, maka
semakin stabil senyawa komplek tersebut dan sebaliknya makin kecil
harga konstanta kestabilan senyawa komplek, maka senyawa komplek
tersebut makin tidak (kurang) stabil”.

Harga konstanta kestabilan komplek logam dengan EDTA (KMY)


(Fritz dan Schenk, 1979).

Kestabilan termodinamik dari suatu spesi merupakan ukuran sejauh


mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi-kondisi
tertentu, jika sistem itu dibiarkan mencapai keseimbangan.

3. Indikator logam ialah suatu indikator yang dapat bereaksi dengan


logam yang dapat memberikan perubahan warna pada pH tertentu
yang berbeda dengan indikator bebas.
Indikator dalam titrasi kompleksometri tidak berubah karena perubahan
pH, tidak juga karena daya oksidasi titrat berubah, akan tetapi karena
perubahan pM (M adalah khelat logam).
Indikator Logam antara lain Eriochrom Black-T
(EBT) , Murexide, Jingga Xylenol 

4. Penambahan buffer pH 10 ini dilakukan agar pH larutan tetap pada pH


sekitar 10 pada saat reaksi pembentukan kompleks, karena pada reaksi
ini akan dibebaskan ion H+ yang menyebabkan penurunan pH, maka
untuk mencegah penurunan pH ini ditambahkan suatu larutan buffer
yang dapat mempertahankan pH pada keadaan tertentu.

5. Penggunaan konsentrasi pada pengompleks dalam satuan molar


karena suatu kompleks dikatakan stabil pada saat terbentuknya
atau tercapainya 1 mol kompleks antara atom pusat dengan ligan

Anda mungkin juga menyukai