Anda di halaman 1dari 14

KERUSAKAN HUTAN/LINGKUNGAN DAN ETIKA

LINGKUNGAN

Disusun oleh:
Lusy Harlista Ramayani (L1A119001)

Dosen Pengampu:
Dr.Eva Achmad, S.hut., M.Sc.

PROGRAM STUDI KEHUTANAN


FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal
hutan karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan
ditambah juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi.
Pengertian dan definisi dari kerusakan hutan adalah berkurangnya luasan areal hutan
karena kerusakan ekosistem hutan yang sering disebut degradasi hutan ditambah
juga penggundulan dan alih fungsi lahan hutan atau istilahnya deforestasi. Studi
CIFOR (International Forestry Research) menelaah tentang penyebab perubahan
tutupan hutan yang terdiri dari perladangan berpindah, perambahan hutan,
transmigrasi, pertambangan, perkebunan, hutan tanaman, pembalakan dan industri
perkayuan. Selain itu kegiatan illegal logging yang dilakukan oleh kelompok
profesional atau penyelundup yang didukung secara illegal oleh oknum-oknum.
Pembukaan areal hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit ditunding sebagai
salah satu penyebab kerusakan hutan.
Hutan yang didalamnya terdapat beranekaragam jenis pohon dirubah menjadi
tanaman monokultur, menyebabkan hilangnya biodiversitas dan keseimbangan
ekologisdi areal tersebut. Beberapa jenis satwa yang menjadikan hutan tersebut
sebagai habitatnya akan berpindah mencari tempat hidup yang lebih sesuai.
Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal hutan tropis merupakan
salah satu pemicu terjadinya kebakaran hutan dan berdampak negatif terhadap emisi
gas rumah kaca. Bila hutan masih terjaga dengan baik memiliki pohon-pohon yang
rimbun, hutan dapat menyerap air ketika hujan datang dan menyimpannya dalam
tanah di celah-celah perakaran, kemudian melepaskannya secara perlahan melalui
daerah aliran sungai.
Hutan mengontrol fluktuasi debit air pada sungai sehingga pada saat musim hujan
tidak meluap dan pada saat musim kemarau tidak kering. Di sini hutan berfungsi
sebagai pengatur hidro-orologis bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Selain banjir dan kekeringan, masih banyak lagi dampak negatif dari kerusakan hutan.
Kerusakan lingkungan hutan seperti ini merupakan kerusakan akibat ulah
manusia yang menebang pohon pada daerah hulu sungai bahkan pembukaan hutan
yang dikonversi dalam bentuk penggunaan lain.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui penyebab kerusakan hutan
2. Untuk mengetahui dampak dari kerusakan hutan
3. Untuk mengetahui Etika Lingkungan

BAB II
PEMBAHASAN

Hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui dan memberikan


kontribusi bagi negara berupa pajak dan kesejahteraan rakyat dari nilai log kayu
yang ada. Namun kayu hutan alam tersebut seringkali rusak atau hilang nilai
ekonominya akibat pembalakan liar, kebakaran hutan, diturunkan nilainya menjadi
bahan baku serpih atau arang dan lainnya. Hal ini sejalan dengan KPK (2005)
Indonesia memiliki salah satu hutan tropis terluas di dunia, dan sebagian besar hutan
tersebut dikelola pemerintah dalam bentuk kawasan hutan yang mencakup lebih dari
70 persn luas daratan. Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 Pasal 33 Pemerintah
bertanggung jawab mengelola sumberdaya alam Indonesia untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Ketika kawaan hutan yang dikelola negara ditebang untuk
memproduksi kayu komersial Pemerintah memungut berbagai jenis royalti, retribusi
dan iuran berdasarkan laporan produksi kayu. Jika kayu tidak tercatat dan/atau biaya
royalti tidak dibayar, maka nilai ekonomi hutan hilang dirampas, sehingga tidak
dapat digunakan Pemerintah untuk kemaslahatan rakyat Indonesia.

Berdasarkan hasil paduserasi TGHK - RTRWP pada tahun 1999, luas kawasan
hutan alam diduga sekitar 120.353.104 ha (Purnama, 2003), dimana diperkirakan
hutan alam yang terdegradasi, sampai saat ini mencapai 50 juta ha (Haeruman,
2003). Hasil penafsiran citra satelit menunjukkan laju perusakan hutan alam tahun
1985 - 1997 tercatat 1,6 juta ha/tahun, tahun 1997 - 2000 tercatat 2,8 juta ha/tahun
dan tahun 2000 - 2003 semakin tidak terkendali (Purnama, 2003). Akibat hilangnya
hutan alam seluas 50 juta ha di Indonesia secara materi telah menyebabkan kerugian
negara sekitar Rp 30.000 trilun, sungguh sangat ironis negara Indonesia yang
memiliki sumberdaya alam yang demikian kaya namun pada kenyataannya negara
dan rakyatnya miskin, disamping itu telah terjadi kerusakan lingkungan yang
menyebabakan terjadinya bencana banjir, kekeringan, kebakaran, munculnya hama
dan penyakit, pemanasan global, tanah longsor dan erosi yang akibatnya membuat
kesengsaraan masyarakat dan rakyat Indonesia (Darusman, 2003; Wasis, 2004).

Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas
tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan
di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia
akibat dari sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai
sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta
keuntungan pribadi.

Secara global pencemaran dan perusakan lingkungan memang sudah taraf yang
mengkhawatirkan :. a) Lebih dari 50 % wilayah pesisir dunia mengalami kerusakan
akibat tekanan pembangunan (World Research Institut, 2001) b) Pencemaran
wilayah pesisir Cina sepanjang Yellow Sea menerima limbah sekitar 50 - 60 juta ton
pertahun. Sementara pesisir Teluk Valparaiso, Chili menampung sekitar 244 juta ton
limbah industri (World Research Institut, 2001) dan c) Di Indonesia menunjukkan
bahwa Teluk Jakarta menerima limbah sekitar 600 juta meter kubik limbah per tahun
(UNESCO, 1999). Bahkan Taman Nasional Raja Ampat yang merupakan kawasan
konservasi (Heritage Dunia) mengalami kerusakan akibat karamnya kapal pesiar

Kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam (Hutan dan Tambang) yang dilakukan
oleh pihak perusahaan di Indonesia umumnya bersifat ektraktis dan ektensif. Kondisi
tersebut telah menyebabkan kerugian Negara yang sangat besar dan berdampak
negatif terhadap lingkungan hidup (Wasis 2006).

Kerugian negara yang demikian besar diakibatkan masalah struktural sebagai


berikut
1) Sebagian besar unit-unit pengusahaan hutan (HPH) yang sedang berjalan
melakukan over cutting
2) Pemodal yang mendapat back up dari pihak tertentu dapat
mengkordinasikan gerakan untuk mengeksploitasi kayu secara illegal, baik
di dalam kawasan hutan produksi, hutan lindung maupun kawasan
konservasi
3) Ijin-ijin pemanfaatan hutan baru maupun lama dapat dipergunakan
sebagai alat menampung kayu-kayu curian
4) Adanya penyimpangan ijin tebang penyelamatan (salvage logging)
akibat kebakaran untuk menebang kayu (sehat) lainnya,
5) Masyarakat setempat tidak mendapat jalan penyelesaian dalam upaya
melindungi hak-haknya atas sumberdaya hutan, sehingga timbul konflik
dan ketidakpastian usaha serta spekulasi untuk merusak hutan
6) Kegiatan pertambangan pada kawasan hutan, dan
7) Izin perkebunan, pertambangan dan pertanian pada kawasan hutan yang
tidak pakai izin pinjam pakai (Haeruman, 2003; Fakultas Kehutanan IPB,
2000; Inpres No. 4 tahun 2005).

Hutan adalah induk segala sungai, demikian pendapat banyak orang awam.
Memang hubungan antara hutan dan air sudah sejak lama dikenal masyarakat.
Pengaruh hutan dapat secara nyata dirasakan oleh penduduk. Peristiwa banjir,
kekeringan, erosi dan sedimentasi sampai lenyapnya suatu kebudayaan bangsa
(Manan, 1997). Hutan produksi juga berfungsi hutan lindung (fungsi lindung).
Hutang produksi adalah suatu kawasan hutan alam yang ditumbuhi sebagian atau
seluruhnya oleh vegetasi berkayu, terutama dikelola atas dasar pengaruhnya yang
menguntungkan terhadap pergerakan air dan tanah, sehingga tujuannya yaitu untuk
menghasilkan air, mengendalikan erosi, debit sungai dan banjir namun masih
dimungkinkan untuk ditebang secara selektif (selective cuting) dengan tanpa
merusak fungsi utama sebagai penyangga kehidupan (Kittredge, 1948; Manan, 1997,
Manan et al, 2000, UU No. 41 tahun 1999; Purnama, 2003).

Penyebab terjadinya proses degradasi hutan dan kerusakan hutan yang demikian
cepat dan tidak tekendali itu disebabkan karena pembalakan liar (illegal loging).
Untuk itu mengatasi pemerintah telah mengeluarkan INSTRUKSI PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2005 Tentang PEMBERANTASAN
PENEBANGAN KAYU SECARA ILLEGAL DI KAWASAN HUTAN DAN
PEREDARANNYA DISELURUH WILAYAH REPUBLIK INDONESIA,
diinstruksikan semua aparat penegak hukum pelu dilakukan percepatan
pemberantasan penebangan secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di
seluruh wilayah Republik Indonesia, melalui penindakan terhadap setiap orang atau
badan yang melakukan kegiatan
A. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan kayu yang
berasal dari kawasan hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang
berwenang.
B. menerima, membeli, atau menjual, menerima tukar, menerima titipan,
menyimpan, atau memiliki dan menggunakan hasil hutan kayu yang diketahui
atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang dipungut secara tidak sah.
C. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak
dilengkapi bersama- sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan kayu,
D. membawa alat-alat berat dan atau lainnya yang lazim atau patut diduga akan
digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin
pejabat yang berwenang.
E. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong atau
membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa ijin pejabat yang berwenang.

Kegiatan yang termasuk pembalakan liar (ilegal loging) yang terjadi pada
kawasan hutan meliputi
1) penebangan di luar konsesi HPH.
2) pemanfaatan kawasan hutan untuk kegiatan kawasan budidaya tanaman
pangan, pemukiman, perkebunan dan lainnya.
3) penebangan diluar RKT blok tebangan.
4) pengelolaan hutan dan penebangan tidak berpedoman pada sistem silvikultur
TPTI.
5) penebangan pada kawasan lindung yaitu sepadan sungai, danau dan mata air.
6) penebangan pada hutan lindung.
7) penebangan pada kawasan konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa,
taman nasional.
8) penebangan pada petak ukur permanen (PUP) dan petak kawasan konservasi
dan plama nutfah (Haeruman, 2003; Fakultas Kehutanan IPB, 2003).

Kerusakan hutan dan lingkungan yang sangat cepat dan hebat disebabkan
kesalahan cara pandang. Cara pandang selama ini bersumber dari etika
antroposentrisme, yang memandang manusia sebagai pusat dari alam semesta, dan
hanya manusia yang mempunyai nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat
bagi pemuasan kepentingan dan kebutuhan hidup manusia. Manusia dianggap berada
diluar, di atas dan terpisah dari alam.
Bahkan manusia dipahami sebagai penguasa atas alam. Cata pandang seperti
ini melahirkan sikap dan perilaku eksploratif dan ekstaktif tanpa kepedulian sama
sekali terhadap alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada
diri sendiri (Keraf 2002; Wasis 2006). Sumberdaya alam (hutan pegunungan, hutan
tropika basah, hutan rawa gambut, hutan rawa, hutan pantai, hutan mangrove,
padang lamun dan terumbu karang) yang ada jika mengalami kerusakan tidak akan
kembali seperti sediakala (Wasis 1993; Wasis 2003; Kusmana et al 2014)

Analisis terhadap perusakan hutan dan lingkungan yang cukup berat mengingat
kompleksitas permasalahan ekosistem hutan yang merupakan sumberdaya alam yang
terbuka. Beberapa hal yang perlu dianalisis pada perusakan kawasan hutan lain
menyangkut.
a) Siapa yang menyebabkan perusakan lingkungan
b) Siapa yang terkena dampak negatifnya.
c) Status kepemilikan.
d) Jenis dampak/eksternalitas
e) Besaran dampak,
f) Lmanya dampak
g) Jenis sumberdaya alam dan lingkungan yang terkena dampak
h) Nilai sumberdaya alam dan lingkungan baik yang dapat dinilai secara
ekonomi maupun tidak dan lain-lain (Permen LH No 13 tahun 2011 ; Permen
LH No 7 tahun 2014).

2.1 Devinisi dan Pengertian Hutan dan Ekositem

Ekosistem adalaah suatu sistem di alam yang mengandung komponen hayati


(organisme) dan komponen non-hayati (abiotik), dimana di antara kedua komponen
tersebut terjadi hubungan timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu
untuk mempertahankan kehidupan (Kusmana et al, 2014).
Faktor penyebab perbedaan ekosistem yaitu
1) Perbedaan kondisi iklim (hutan hujan, hutan musim, hutan savana)
2) Perbedaan letak dari permukaan laut, topografi dam formasi geologik
(zonasi pada pegunungan, lereng pegunungan yang curam, lembah sungai)
3) Perbedaan kondisi tanah dan air tanah (pasir, lempung, basah, kering,
tergenang) (Kusmana et al, 2014)

Menurut Kusmana et al (2014) macam dan bentuk ekosistem meliputi


: Berdasarkan proses terjadinya:
a. Ekosistem alam: laut, sungai, hutan alam, danau alam, dll.
b. Ekosistem buatan: sawah, kebun, hutan tanaman, tambak, dll. Secara umum ada
dua tipe ekositem:
c. Ekosistem terestis:
d. Ekosistem hutan
- Ekosistem padang rumput
- Ekosistem gurun
- Ekosistem anthropogen (sawah, kebun, dll)
e. Ekosistem aquatik:
- Ekosistem air tawar: kolam, danau, sungai, dll.
- Ekosistem lautan (hutan mangrove, padang lamun, terumbu karang dll

EKOSISTEM DARAT
Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.(UU No. 41
tahun 1999; UU No. 18/2013).
Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat
maupun diperairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya ((UU No. 5
/1990)
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumber daya buatan (UU No. 26/ 2008)
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber
daya alam hayati yang didominasi pepohon dalam komunitas alam lingkungannya
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dan yang lainnya (UU No 41/1999; UU No
18 /2013)
Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran
diameter 10 cm atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,5 m diatas permukaan
tanah (UU No.18/2013)
2.2 Ekosistem Hutan Mangrove dan Ekosistem Pesisir

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang tidak terpengaruh oleh iklim, tanah
terdapat di pantai berlumpur atau sedkit berpasir, dipengaruhi pasang-surut air laut,
tidak terkena ombak keras, tanahnya aluvial, air payau/asin, beberapa jenisnya
berbuah vivipary, serta berakar nafas, yaitu akar pasak (Avicennia dan Sonneratia),
akar tunjang (Rhizophora), dan akar lutut (Bruguiera) (Kusmana et al 2014).
Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia (Bappenas, 2003).

Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan
dasar pasir dan didominasi tumbuhan vegetasi lamun, sekelompok tumbuhan
anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin. Padang lamun hanya dapat
terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak
pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Padan lamun masih merupakan
sebagai bagian dari ekosistem mangrove.
Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove
dan terumbu karang Padang lamun adalah sumber pakan utama duyung , ikan dan
binatang laut lainnya (Dahuri 1999 ; Kusmana et al 2014)

Faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan padang lamun


a. Perairan laut dangkal berlumpur dan mengandung pasir.
b. Kedalaman tidak lebih dari 10 m agar cahaya dapat menembus.
c. Suhu antara 20-30º C.
d. Kadar garam antara 25-35/mil.
e. Kecepatan arus sekitar 0,5 m/detik.
Fungsi padang lamun yaitu
a. Sebagai tempat berkembangbiaknya ikan- ikan kecil dan udang.
b. Sebagai perangkap sedimen sehingga terhindar dari erosi.
c. Sebagai penyedia bahan makanan bagi biota laut.
d. Bahan baku pupuk.
e. Bahan baku kertas. (Dahuri 1999; Kusmana et al 2014).

Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan


sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanthellae. Terumbu karang termasuk dalam
jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel. Kelas Anthozoa
tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan
Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam bentuk
sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh
seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh
Tentakel. Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan
berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki
bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO 3. Terumbu
karang merupakan habitat bagi berbagai spesies tumbuhan laut, hewan laut, dan
mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui (Suharsono, 1996). Luas terumbu
karang di dunia mencapai 284.300 km2.

Terumbu karang Indonesia tidak lepas dari kasus pemutihan karang, di beberapa
daerah seperti Jakarta yang mengalami penurunan penutupan karang pada tahun
2007, penurunan ini disebabkan adanya pencemaran minyak, eksploitasi biota secara
berlebihan, penggunaan bom untuk menangkap ikan dapat memberikan dampak
negatif bagi pertumbuhan karang, sehingga dapat memicu terjadinya penyakit karang
seperti pemutihan karang karena perubahan lingkungan/habitat karang yang
kualitasnya semakin menurun (Estradivari et al 2007).
Salah satu sumber daya alam yang penting dan mempunyai potensi yang besar
adalah kawasan terumbu karang. Terumbu karang memiliki nilai dan arti yang sangat
penting dari segi ekologi dan ekosistem. Terumbu yang bersimbiose dengan algae
merupakan sumber penghasil oksigen terbanyak di dunia yaitu 70 % dari total
produksi di dunia. Produksi oksigen yang dihasilkan algae tiap tahun berkisar 330
milyar. Produksi oksigen yang dihasilkan terumbu karang (algae) sebanyak
1.160.745,7 ton/km2 atau 11.607,5 ton/ha (Walker, 1980; Ratri el al 2014; Wasis
2003, KLH 2008; Wasis 2014)

Terumbu karang Indonesia mempunyai keragaman paling tinggi di dunia.


Keragaman karang tertinggi serta terluas di Indonesia terpusat di bagian timur,
khususnya di Maluku, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Luas terumbu karang Indonesia
diperkirakan 7.500 km2 . Diperkirakan. Pada daerah Nusa Tenggara diperkirakan
terdapat sedikitnya 225 jenis terumbu karang (Bappenas, 2003). Produktivitas primer
kotor tertinggi yaitu Estuaria dan terumbu karang sebesar 20.000 kcal/m2/th dan
hutan sub tropik dan tropik sebesar 20.000 kcal/m2/th (Wasis 2004, Kusmana el al
2014).

2.3 Definisi Kerusakan Lingkungan

Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan atau tidak


langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup (UU Nomor 32/2009).

Perusakan lingkungan hidup menurut UU No. 32/2009 adalah tindakan orang


yang menimbulkan perubahan langsung dan tidak langsung terhadap sifat fisik,
kimia dan atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup

Dengan demikian, kunci untuk memahami dan mengukur perusakan terhadap


kawasan hutan dan lingkungan adalah parameter sifat fisik, kimia dan atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan. Sehingga
pengamatan lapangan dan data analisa laboratorium akan perpatokan pada kriteria
baku kerusakan yang ada pada peraturan yang berlaku (PP Nomor 150/2000; Permen
LH No 201/2004). Guna mengetahui ekosistem hutan yang rusak faktor-faktor yang
mempengaruhi dan mengubah arus layanan (flow of service) dari aset alam tersebut
juga perlu dianalisa.

Adapun kriteria kriteria baku kerusakan adalah sebagai berikut :

1. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah ukuran batas
perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang berkaitan dengan
produksi biomassa (PP No. 150 tahun 2000)
2. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran
hutan dan atau lahan adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan atau
hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang (PP No. 4 tahun 2001)
3. Kriteria baku kerusakan mangrove adalah ukuran batasan perubahan fisik
dan atau hayati mangrove yang dapat ditenggang (Kepmen LH No. 201
tahun 2001)
4. Kriteria baku kerusakan padang lamun adalah ukuran batasan perubahan fisik
dan atau hayati padang lamun yang dapat ditenggang (Kepmen LH No. 200
tahun 2004)
5. Kriteria baku kerusakan terumbu karang adalah ukuran batasan perubahan
fisik dan atau hayati terumbu karang yang dapat ditenggang (Kepmen LH
No 4 tahun 2001)

Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan kontribusi yang
tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya, khususnya bagi
manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu berupaya menjaga hutan
kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah dengan
melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan-hutan yang gundul. Dengan
Meskipun reboisasi tidak akan benar- benar bisa memperbaiki kerusakan dan
kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan tersebut dapat memfasilitasi hal-
hal berikut ini :

1. Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon,


sebagai sumber cadangan air tanah, serta sebagai tempat hidup bagi berbagai
jenis satwa.
2. Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara
menjadi lebih bersih dan sehat.
3. Membangun kembali habitat satwa liar.

2. 4 Etika Lingkungan

Etika lingkungan adalah perbuatan apa yang dinilai baik untuk lingkungan dan
apa yang tidak tidak baik bagi lingkungan. Etika lingkutan bersumber pada pandangan
seseorang tetang lingkungan.

Teori Etika Lingkungan

1. Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia


sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang
paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam
kaitan dengan alam. Alam hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi
pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian
tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.

2. Biosentrisme dan Ekosentrisme

Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism),
seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas
untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism).\
3. Teosentrisme

Teosentrisme merupakan teori etika lingkungan yang lebih memperhatikan


lingkungan secara keseluruhan, yaitu hubungan antara manusia dengan lingkungan.
Pada teosentrism, konsep etika dibatasi oleh agama (teosentrism) dalam mengatur
hubungan manusia dengan lingkungan.

Prinsip Etika di Lingkungan Hidup

Keraf (2005 : 143-159) menyebutkan bahwa ada sembilan prinsip dalam etika
lingkungan hidup diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sikap Hormat Terhadap Alam (Respect for Nature)

Alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia
bergantung pada alam tetapi juga karena manusia adalah bagian dari alam. Manusia
tidak diperbolehkan merusak, menghancurkan, dan sejenisnya bagi alam beserta
seluruh isinya tanpa alasan yang dapat dibenarkan secara moral.

2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)

Prinsip tanggung jawab disini bukan saja secara individu tetapi juga secara
berkelompok atau kolektif. Setiap orang dituntut dan terpanggil untuk bertanggung
jawab memelihara alam semesta ini sebagai milik bersama dengan cara memiliki yang
tinggi, seakan merupakan milik pribadinya.

3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)

Solidaritas kosmis mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan


menyelamatkan semua kehidupan di alam. Alam dan semua kehidupan di dalamnya
mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia. Solidaritas kosmis juga
mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencermati alam dan seluruh kehidupan
di dalamnya. Solidaritas kosmis berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kosmis, serta mendorong manusia untuk mengambil
kebijakan yang pro-lingkungan atau tidak setuju setiap tindakan yang merusak alam.

4. Prinsip Kasih Sayang danKepedulian Terhadap Alam (Caring for Nature)

Prinsip kasih sayang dan kepedulian merupakan prinsip moral satu arah, artinya tanpa
mengharapkan untuk balasan serta tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan
pribadi tetapi semata-mata untuk kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli
terhadap alam manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai
pribadi dengan identitas yang kuat. Alam tidak hanya memberikan penghidupan
dalam pengertian fisik saja, melainkan juga dalam pengertian mental dan spiritual.

5. Prinsip Tidak Merugikan (no harm)

Prinsip tidak merugikan alam berupa tindakan minimal untuk tidak perlu melakukan
tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi mahkluk hidup lain di alam
semesta. Manusia tidak dibenarkan melakukan tindakan yang merugikan sesama
manusia. Pada masyarakat tradisional yang menjujung tinggi adat dan kepercayaan,
kewajiban minimal ini biasanya dipertahankan dan dihayati melalui beberapa bentuk
tabu-tabu yang apabila dilanggar maka, akan terjadi hal-hal yang buruk di kalangan
masyarakat misalnya, wabah penyakit atau bencana alam.

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam.

Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang paling efektif dalam
menggunakan sumber daya alam dan energi yang ada. Manusia tidak boleh menjadi
individu yang hanya mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-banyaknya dengan
secara terus-menerus  mengeksploitasi alam. Melalui prinsip hidup sederhana manusia
diajarkan untuk memilki pola hidup yang non-matrealistik dan meninggalkan
kebiasaan konsumtif yang tidak bisa membedakan antara keinginan dengan
kebutuhan.

7. Prinsip Keadilan.

Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip –prinsip sebelumnya. Prinsip keadilan
lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku satu terhadap yang lain
dalam keterkaitan dengan alam semesta dan bagaimana sistem sosial harus diatur agar
berdampak positif pada kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama
berbicara tentang peluang dan akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota
masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian alam dan dalam ikut menikmati pemanfatannya.

8. Prinsip Demokrasi.

Prinsip demokrasi sangat terkait dengan hakikat alam. Alam semesta sangat beraneka
ragam. Demokrasi memberi tempat bagi keanekaragaman yang ada. Oleh karena itu
setiap orang yang peduli terhadap lingkungan adalah orang yang demokratis,
sebaliknya orang yang demokratis sangat mungkin seorang pemerhati lingkungan.
Pemerhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diversifikasi pola tanam,
diversifiaki pola makan, keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

9. Prinsip Integritas Moral.

Prinsip integritas moral terutama dimaksudkan untuk Pemerintah sebagai pengambil


kebijakan. Prinsip ini menuntut Pemerintah baik pusat atau Daerah agar dalam
mengambil kebijakan mengutamakan kepentingan publik.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Maka dapat disimpulkan dampak dari kerusakan hutan adalah


1. Perubahan iklim
Oksigen (O2) merupakan gas yang melimpah di atmosfer, dimana hutan
merupakan produsen terbesar yang menghasilkan gas tersebut. Selain itu, hutan juga
membantu menyerap gas rumah kaca yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan
global. Itulah sebabnya mengapa ada istilah yang mengatakan bahwa hutan adalah
paru-paru bumi. Pada saat suatu hutan mengalami kerusakan, maka hal tersebut bisa
berakibat terjadinya peningkatan suhu bumi serta perubahan iklim yang ekstrem.
2. Kehilangan berbagai jenis spesies
Deforestasi juga berdampak pada hilangnya habitat berbagai jenis spesies
yang tinggal di dalam hutan. Menurut National Geographic, sekitar 70%
tanaman dan hewan hidup di hutan. Deforestasi mengakibatkan mereka tidak
bisa bertahan hidup disana. Dengan hilangnya habitat-habitat tersebut, maka hal
tersebut akan menyebabkan terjadinya kepunahan spesies.

3. Terganggunya siklus air


Kita tahu bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam siklus air, yaitu
menyerap curah hujan serta menghasilkan uap air yang nantinya akan dilepaskan ke
atmosfer. Dengan kata lain, semakin sedikit jumlah pohon yang ada di bumi, maka
itu berarti kandungan air di udara yang nantinya akan dikembalikan ke tanah dalam
bentuk hujan juga sedikit.
4. Mengakibatkan Banjir dan erosi tanah

Dengan tiadanya pohon, maka pada saat musim hujan tanah tidak bisa menyerap
dengan baik tumpahan air hujan dan mengakibatkan besarnya laju aliran air di
permukaan, yang pada akhirnya akan terjadi banjir bandang. Selain itu, air hujan
dapat mengangkut partikel-partikel tanah sehingga menimbulkan erosi tanah atau
tanah longsor.

5. Mengakibatkan kekeringan
Dengan hilangnya daya serap tanah, hal tersebut akan berimbas pada musim
kemarau, dimana dalam tanah tidak ada lagi cadangan air yang seharusnya bisa
digunakan pada saat musim kemarau. Hal ini disebabkan karena pohon yang
bertindak sebagai tempat penyimpan cadangan air tanah tidak ada lagi sehingga Ini
akan berdampak pada terjadinya kekeringan yang berkepanjangan.
6. Rusaknya ekosistem darat dan laut
Hutan menjadi habitat bagi berbagai jenis spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Itu berarti bahwa hutan merupakan salah satu sumber daya alam hayati yang ada di
bumi ini. Kegiatan deforestasi hutan dapat mengakibatkan kerusakan bahkan
kepunahana bagi kekayaan alam tersebut itu sendiri maupun kekayaan alam lainnya
yang ada di tempat lain seperti di laut. Kerusakan hutan yang terjadi akan membawa
akibat terjadinya banjir maupun erosi yang dapat mengangkut partikel-partikel tanah
menuju ke laut yang nantinya akan mengalami proses sedimentasi atau pengendapan
di sana. Hal tersebut tentu saja bisa merusak ekosistem yang ada di laut, seperti ikan
serta terumbu karang.
7. Kerugian ekonomi
Hutan merupakan salah satu sumber kekayaan alam, sebagian masyarakat
menggantungkan hidup mereka dari hasil hutan. Jika hutan rusak, maka sumber
penghasilan mereka pun juga akan menghilang. Kerusakan hutan bisa
menyebabkan tanah menjadi tandus, sehingga akan sulit dipergunakan untuk
bercocok tanam.
Selain itu, kerusakan hutan bisa memicu terjadinya berbagai macam
bencana yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian, baik itu kerugian
material maupun non material. Banyak orang yang kehilangan lahan, tempat
tinggal, maupun anggota keluarga akibat bencana seperti banjir dan tanah
longsor.
3.2 Saran

Dari uraian di atas, kita bisa tahu bahwa hutan memberikan kontribusi yang
tidak sedikit bagi kehidupan makhluk-makhluk di sekitarnya, khususnya bagi
manusia. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk selalu berupaya menjaga hutan
kita agar tetap lestari. Upaya-upaya yang bisa dilakukan antara lain adalah dengan
melakukan reboisasi atau penanaman kembali hutan-hutan yang gundul. Dengan
Meskipun reboisasi tidak akan benar- benar bisa memperbaiki kerusakan dan
kepunahan ekosistem di hutan, akan tetapi kegiatan tersebut dapat memfasilitasi hal-
hal berikut ini :

1. Mengembalikan fungsi dari ekosistem hutan seperti menyimpan karbon,


sebagai sumber cadangan air tanah, serta sebagai tempat hidup bagi
berbagai jenis satwa.
2. Mengurangi jumlah karbondiaoksida yang ada di udara, sehingga udara
menjadi lebih bersih dan sehat.
3. Membangun kembali habitat satwa liar.

DAFTAR PUSTAKA
Basuki Wasis. 2019. Kejahatan Kehutanan (Illegal Logging, Kebakaran Hutan
dan Lahan, Kerusakan Hutan dan Perambahan Hutan). IPB
Universitas.
Desy Fatma. 2016. Kerusakan Hutan di Indonesia -Macam dan Penyebabnya.
From https://ilmugeografi.com/bencana-alam/kerusakan-
hutan
https://civitas.uns.ac.id/deviwahyup/2017/03/20/etika-lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai