Anda di halaman 1dari 3

 Diuretics diklasifikasikan menjadi 3 tipe berdasarkan predominant site

disepanjang nefron dan mekanisme transprt apa yang akan dihambat.


1. Loop diuretics (furosemide, bumetanide, torsemide)
Dapat diadministrasi secara oral maupun intravena, bioavaibilitas oral
bumetanide dan torsemide mencapai 80% sementara furosemide hanya 50%.
konsentrasi bumetanide dan torsemide juga lebih stabil dibandingkan furosemide,
karna dapat dipengaruhi oleh konsumsi makanan. Berdasarkan bioavaibilitasnya,
jika seorang pasien dari loop diuretic IV beralih menjadi oral, maka kadar untuk
torsemide dan bumetanide dipertahankan, sementara kadar untuk furosemide
digandakan.
Distribusi loop diuretics yaitu dengan berikan dengan albumin. >95% dari
loop diuretics berikatan dengan albumin, kecuali dalam kondisi
hipoalbuminemia, sehingga kadar albumni berpengaruh terhadap kelancaran
distribusi loop diuretics.
Loop diuretics bekerja pada lumen thick ascending dan macula densa, yaitu
dengan menghambat Na-K-2Cl cotrnasporter.
Furosemide akan diekskresikan seluruhnya oleh ginjal, bumetanide 50% oleh
ginjal dan 50% oleh hepar, dan torsemide, 80% akan dieksresikan oleh hepar, dan
sisanya melalui urin.

2. Distal convulated tubules (thiazide)


Mekanisme farmakokinetik dari thiazide sama seperti 2 tipe lainnya, yang
membedakan yaitu thiazide akan berikatan dengan thiazide-sensitive NaCl
cotrnasporter yang berlokasi disepanjang tubulus kontortus distal. Thiazide dan
loop diuretics bekerja pada sisi luminal dari tubulus.

3. Potassium-sparing diuretics
Potassium-sparing bekerja dengan menghambat kanal apical sodium
(amiloride, triamteren) dan yang antagonis pada mineralocorticoid receptors
(spironolactone, eplerenone).


Loop diuretic menghambat reabsorbsi NaCl pada makula densa dan menstimulus
sekresi renin dan produksi prostaglandin (PG), yang kemudian didominasi melalui
cyclooxygenase-2. Ketika ini terjadi, PG E2 memberi umpan balik pada tubulus,
menyebabkan natriuresis dengan menghambat transport NaCl di sepanjang thick
ascending limb dan duktus kolektivus.
NSAID menghalangi PG dan memperantarai antinatriuresis. Ketika digunakan
secara terus-menerus, NSAID meningkatkan jumlah Na-K-Cl cotransporter 2
(NKCC2) disepanjang thick ascending limb.
Selain itu, loop diuretics menghambat transporter kedua isoform, NKCC1, yang
juga diekspresikan oleh sel-sel otot polos pembuluh darah. Loop diuretics
menyebabkan vasodilatasi pada arteriolar afferent dengan menghalangi NKCC1,
sehingga membantu mempertahankan glomerular filtration rate (GFR) meskipun
volume extracellular fluid (ECF) lebih rendah.

Efek kerja dari loop diuretics dapat terlihat jika dosis sudah mencapai threshold.
Namun, threshold pada setiap orang berbeda-beda. Pada kondisi chronic kidney
disease (CKD), dosis loop diuretics yang diberikan harus lebih tinggi, dibandingkan
dengan pemberian kepada pasien dengan normal renal function.
Pada pemberian furosemide oral lebih efektif jika diberikan secara berulang
dengan dosis yang sama, dibandingkan dengan menaikkan dosisnya. Hal ini
dikarenakan biovaibilitas furosemide yang lebih rendah dibanding bumetanide dan
torsemide.


Alpha-1 blocker sendiri bekerja dengan menghalangi alpha receptors sehingga
otot polos pada bladder terelaksasi, sehingga membantu dalam pengeluaran urin dan
mengurangi nyeri akibat bladder yang menekan prostat.
5-alpha-reductase inhibitor, bekerja dengan menghambat aksi dari 5-alpha-
reductase, yaitu enzim yang mengkonversikan testosterone menjadi
dihydrotestosterone. Dimana dihydrotestosterone dapat memicu pertumbuhan dari
prostate. Ketika kondisi BPH perubahan hormon ini dihalangi sehingga dapat
mengurangi gejala dan melancarkan pengeluaran urin.
Pada penggunaan alpha-blockers seringnya memberikan efek samping yang kecil
namun signifikan. Sementara, pada penggunaan 5-alpha-reductase inhibitors memiliki
onset efek yang lambat, tetapi membantu mengurangi gejala, mengecilkan ukuran dari
kelenjar postat, dan melancarkan aliran urin. Kemudian efek samping dari
penggunaan alpha blockers lebih sering ditemukan, dibanding dengan penggunaan 5-
alpha-reductase inhibitors.


Dalam penentuan antibiotik pada ibu hamil, harus dilihat dulu usia kandungan.
Ada beberapa antibiotik yang beresiko jika diberikaan pada usia awal kehamilan,
karna awal kehamilan merupakan usi rentan terjadi defek pada bayi. Antibiotik yang
dapat digunakan untuk kasus ISK pada ibu hamil, yaitu nitrofurantoin dan kombinasi
dari trimethoprim-sulfamethoxazole. Nitrofurantoin terkonsentrasi tinggi di dalam
urin dan sangat aktif terhadap semua patogen kecuali spesies Proteus. Tidak terabsorb
secara signifikan diluar urinary tract, dan tidak mengganggu flora normal disekitar.
Pnggunaan antibiotik kasus ISK pada anak, di salah satu jurnal disebutkan bahwa
pemberian antibiotik selama 10 hari lebih ampuh untuk mengeliminasi bakteri dari
urin dibandingkan dengan single-dose treatments.

Anda mungkin juga menyukai