Anda di halaman 1dari 23

STRESS KERJA

(Disusun Guna Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Psikologi Industri Kelas A)

Dosen Pengampu :

Dr. Anita Dewi Prahastuti S., S.KM., M.Sc.

Disusun Oleh :
Kelompok 8

Ivan Rizalfiandrinata (182110101036)


Eka Lutfiatul H. (182110101045)
Didimus Adiwijaya (182110101073)
Jenia Dian Dianita (182110101085)
Monica Galuh D. (182110101103)
Yustika Isbanatul M. (182110101151)
Ajeng Prida Damayanti (182110101163)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2020

A. Pengertian dan Gejala Stres Kerja


1) Pengertian Stres Kerja
Stres kerja merupakan reaksi fisik dan psikologis terhadap
peristiwa yang dipersepsi oleh karyawan atau pekerja sebagai
sesuatu yang mengancam dirinya dalam konteks pekerjaan atau
jabatan (Hadi dan Hanurawan, 2017). Sedangkan, menurut Yenita
(2017), stress kerja adalah ketidakseimbangan antara karakteristik
kepribadian karyawan dengan karakteristik aspek-aspek
pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi pekerjaan.
Melalui pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
stress kerja yaitu suatu kondisi yang diakibatkan adanya
ketidakseimbangan fisik dan psikis seorang pegawai atau karyawan
dalam menghadapi pekerjaannya.
2) Gejala Stres Kerja
Beehr and Newman, menguraikan tiga kategori gejala
seseorang dalam kondisi stres kerja, yaitu gejala psikologis
(emosi), fisik, dan perilaku. Adanya keterkaitan antara stres kerja
dengan peningkatan gejala psikologis yaitu depresi. Pada fungsi
otak, stres kronis dapat menyebabkan menurunnya kemampuan
seseorang dalam mengendalikan emosi sehingga mereka sangat
rentan terkena depresi (Armita Golkar, 2014). Gejala stres kerja
menurut Beehr & Newman terbagi menjadi tiga, yaitu:
a. Gejala psikologis, yang ditandai dengan adanya kecemasan,
ketegangan, bingung, mudah tersinggung, kelelahan
mental, depresi, komunikasi yang tidak efektif, kebosanan,
dan sebagainya.
b. Gejala fisiologis, perubahan fisiologis ditandai dengan
adanya gejala seperti merasa letih/lelah, kehabisan tenaga,
pusing, gangguan percernaan, gangguan pernafasan,
tekanan darah tinggi, gangguan tidur, kelelahan secara fisik,
gangguan kulit, meningkatnya denyut jantung, dan
sebagainya (Umam, 2010).
c. Gejala perilaku seperti menunda, menghindari pekerjaan,
dan absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi dan
produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras
dan obat-obatan, perilaku sabotase dalam pekerjaan,
perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas, perilaku makan yang
tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri
dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan
berkombinasi dengan tanda-tanda depresi, meningkatnya
kecendrungan berperilaku berisiko tinggi, seperti menyetir
dengan tidak hati-hati dan berjudi, meningkatnya
agresivitas, vandalism, dan kriminalitas, menurunnya
kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan
teman, kecendrungan untuk melakukan bunuh diri, dan
sebagainya.

B. Jenis-Jenis Stres
Jenis-jenis stress kerja dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu:
1) Eustres adalah hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat,
positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Stress yang dapat
meningkatkan motivasi karyawan. Ketika tubuh mampu menggunakan
stress yang dialami untuk melewati hambatan dan meningkatkan
performa, stress tersebut akan bernilai positif, sehat dan menantang.
Contohnya yaitu  mengerjakan proyek besar secara sungguh-sungguh
2) Distress yaitu hasil dari respons terhadap stress yang bersifat tidak
membangun, tidak sehat, negative, dan desruktif (bersifat merusak).
Stres yang dapat menghancurkan produktivitas karyawan. Ketika ada
orang yang mengalami distress maka orang tersebut akan lebih
cenderung bersikap secara berlebihan, bingung dan tidak dapat
berperforma secara maksimal. Contohnya yaitu tekanan yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan atau tugas (Massie dkk, 2018).

C. Sumber Stres Kerja


1) Intraindividual Conflict
Intraindividual Conflict merupakan konflik yang terjadi dalam diri
individu yang dapat terjadi karena pertentangan antara tugas dan
tanggung jawab yang dilakukan, tugas-tugas yang bukan bagian dari
pekerjaannya, tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan,
atau orang yang dinilai penting baginya, bertentangan dengan nilai-
nilai dan keyakinannya sewaktu bekerja. Selain itu juga terdapat
adanya ketidakjelasan peran karena tidak cukup memiliki informasi
untuk melakukan tugasnya. Dengan adanya ketidakjelasan peran ini
akan mempengaruhi kinerja karyawan. Salah satu faktor yang
menyebabkan yaitu lingkungan internal organisasi yang didalamnya
terdapat aspek-aspek visi, misi dan tujuan organisasi, dan apabila
karyawan tidak mengerti terhadap visi, misi dan tujuan organisasi
makan kan mempengaruhi kinerja dari karyawan tersebut (Ambasari,
2011).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi mempengaruhi stres
kerja pada seorang individu yaitu :
a) Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seorang individu.
b) Ketidakpastian terhadap hasil pengalaman yang diperoleh
individu terkait pengharapan-pengharapannya.
c) Peluang partisipasi.
d) Tanggung jawab.
e) Faktor organisasi
2) Interpersonal Conflict
Hubungan kerja antar karyawan sangat penting dalam rangka
meningkatkan tingkat kepuasan karyawan dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Faktor yang dapat menimbulkan stres dengan adanya
hubungan kerja antar karyawan yaitu seperti dukungan sosial yang
kurang, terjadi iri hati atau amarah, dan terjadi perseteruan secara
politik. Kurangnya dukungan sosial juga akan mengakibatkan seorang
menjadi stres, oleh karena itu perlu adanya dukungan sosial yang luas
agar dapat mengurangi ketegangan, misalnya dengan dukungan dari
pekerja, pimpinan, dan keluarga. Hubungan atasan dengan bawahan
dapat berupa dukungan atau motivator yang diberikan oleh pimpinan
kepada karyawannya. Dengan adanya perhatian pimpinan terhadap
karyawannya dapat membuat rasa nyaman bekerja pada karyawan dan
merupakan suatu penghargaan bagi karyawan. Misal seperti pimpinan
yang dapat diajak berkomunikasi, mendengar dan memahami
permasalahan yang sedang terjadi dalam pekerjaan.
Berikut beberapa faktor dari luar pekerjaan yang dapat
menimbulkan adanya interpersonal conflict menurut Wijono (2011).
a) Perubahan-perubahan struktur kehidupan
b) Dukungan sosial
c) Locus of Control
d) Kepribadian yang berbeda (tipe A dan tipe B)
e) Harga diri
f) Fleksibilitas/kaku
D. Manajemen Stres
Menurut (Quick, 1997) dalam [ CITATION Hak17 \l 1033 ]
manajemen stres adalah suatu kemampuan pada diri seseorang untuk
merubah dampak negatif dari stres menjadi dampak positif pada diri
karyawan sehingga akan menampilkan hasil kerja yang maksimal. Namun,
pada titik tertentu stres tidak selalu memberikan dampak negatif, karena
stres pada tingkat tertentu dapat memberi dorongan terhadap seseorag
untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik. Begitu sebaliknya, apabila
stres terlalu tinggi atau rendah yang berkepanjangan dari waktu ke waktu
dapat menurunkan kinerja para karyawan atau pekerja. Untuk itu,
diperlukan adanya pendekatan untuk manajemen stres yang tepat supaya
seseorang dapat mengelola stres dengan baik dan memberikan dampak
positif. Terdapat dua pendekatan dalam manajemen stres yaitu pendekatan
individu dan organisasi [ CITATION Sar14 \l 1033 ], diantaranya ialah
sebagai berikut:
1) Pendekatan individual
Pada pendekatan individual, karyawan dapat melakukan
manajemen stres untuk dirinya sendiri dengan melakukan strategi yang
cukup efisien seperti halnya pengelolaan waktu, latihan fisik, dan
latihan relaksasi.
a) Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi
kognitif
Cara ini dapat dilakukan apabila seseorang telah merasa
adanya peningkatan stres, seseorang tersebut dapat melakukan
time out. Cara time out bisa bermacam-macam seperti,
istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke
ruang istirahat jika ada, melakukan relaksasi dengan gerakan
ringan seperti peregangan, dan pergi sebentar ke kamar kecil
untuk membasuh muka, berwudhu bagi orang islam dan
aktivitas kecil lainnya namun tetap tidak mengganggu
pekerjaan.
b) Latihan meditasi dan relaksasi
Cara sederhana untuk manajemen stres dapat dengan
melakukan relaksasi atau meditasi di rumah. Dengan
melakukan relaksasi atau meditasi karyawan dapat
meningkatkan rasa nyaman. Sehingga karyawan dapat
memiliki rasa nyaman saat bekerja, ataupun dapat mengatasi
rasa stres yang timbul karena adanya perasaan yang nyaman.
Karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat
mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks
ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres.
Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan
menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.
c) Melakukan latihan fisik
Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi kondisi
tingkat stres seseorang, dengan melakukan latihan fisik
karyawan dapat meningkatkan kondisi fisik agar lebih prima
sehingga mendukung untuk menghadapi tuntutan tugas yang
berat dan melakukan pekerjaan dengan kondisi badan yang
sehat.
2) Pendekatan organisasi
Pendekatan organisasi dilakukan dengan melakukan perbaikan
kondisi kerja dengan mengacu pada standar occupational health and
safety (OHS) yang di dalamnya juga memuat penerapan norma-norma
kerja (yang dikenal sebagai penerapan bidang ilmu ergonomi).
Manajemen stres dengan pendekatan organisasi didesain untuk
mengelola stres pada karyawan yang timbul akibat lingkungan
organisasi yang mungkin memunculkan perasaan tidak nyaman pada
karyawan, strategi pada pemdekatan organisasi di antaranya adalah
sebagai berikut:
a) Menciptakan lingkungan organisasi yang mendukung
Bagi seorang karyawan lingkungan kerja yang mendukung
sangat penting untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya
selama waktu kerja berlangsung, lingkungan kerja yang
dimaksud yaitu dapat memberi kenyamanan pada para pekerja
seperti contohnya memperhatikan faktor ergonomi dari tempat
kerja.
b) Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasi
Adanya konflik pada tempat kerja tentu akan menjadi
beban untuk para pekerja sehingga akan memunculkan rasa
tidak nyaman dan timbulah stres, sehingga sebisa mungkin
organisasi harus bisa mengklarifikasi konflik-konflik yang
mungkin terjadi. Agar menghasilkan performan yang baik,
karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang
diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab
dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang
definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan
timbul ambiguitas peran
c) Menyediakan konseling
Konseling diberikan guna untuk membantu para karyawan
yang mungkin membutuhkan tempat untuk berkonsultasi
mengenai kondisi pekerjaan sehingga dapat membantu
mengurangi beban atau stres yang mungkin dialami para
pekerja.
d) Rencana pengembangan karir serta sistem ‘punishment and
reward’
Adanya rencana pengembangan karir di masa depan dapat
membantu para pekerja untuk memotivasi diri dalam
melaksanakan tanggung jawab, sehingga para pekerja merasa
terpacu untuk melakukan pekerjaan dengan baik dan berusaha
mengurangi stres yang diterima guna mencapai keinginannya.
Selain itu, adanya sistem ‘punishment and reward’ juga dapat
menjadi alat untuk memacu semangat para karyawan supaya
mendapat pengakuan dan prestasi dengan mengutamakan
mengerjakan tugas dengan baik daripada berfokus pada stres.

E. Frustasi Kerja
Menurut Purwanto (2007), Frustasi adalah keadaan batin
seseorang, ketidakseimbangan dalam jiwa, suatu perasaan tidak puas
karena hasrat atau dorongan yang tidak dapat terpenuhi. Sedangkan
menurut ilmu kesehatan mental seseorang yang mengalami suatu keadaan,
di mana satu kebutuhan tidak bisa terpenuhi, dan tujuan tidak bisa
tercapai, sehingga orang kecewa dan mengalami satu barrier atau halangan
dalam usahanya mencapai satu tujuan maka orang tersebut mengalami
frustasi [ CITATION Kar001 \l 2057 ]. Keadaan tersebut bisa menimbulkan
respon positif atau juga bisa menimbulkan respon negatif.
1) Faktor Penyebab Frustasi
Menurut Semiun (2006), terdapat dua faktor peyebab
frustasi, yakni frustasi dari dalam (faktor internal) dan faktor
penyebab frustasi dari luar (faktor eksternal), yaitu :
a) Faktor Internal
- Kekurangan diri sendiri, yakni kurangnya rasa percaya diri
atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi
pencapaian tujuan. Misalnya seorang karyawan yang takut
apabila pekerjaan yang dilakukannya salah dan ditegur
oleh atasannya.
- Konflik, yakni adanya sebuah permasalahan seseorang
dengan sesame pekerja yang lain sehingga timbul
perpecahan dalam suatu pekerjaan dimana dpat
menimbulkan frustasi saat seseorang mempunyai beberapa
tujuan yang saling berinterferensi satu sama lain. Misalnya
saat dua karyawan memiliki pekerjaan yang sama dan
ditugaskan untuk menyelesaikaya bersama, mereka
berbeda pandangan untuk menyelesaikan tujuan yangsama
tersebut, sehingga timbul konflik diantaranya yang dapat
menyebabkan frustasi diantara keduanya.
b) Faktor eksternal
- Adat kebiasaan atau peraturan-peraturan masyarakat yang
membendung kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-
keinginan individu. Contohnya yakni ketika seorang
karyawan membutuhkan istirahat yang cukup, tiba-tiba ada
sebuah jadwal yang yang mengharuskan ia untuk kerja
lembur.
- Hal-hal yang mengganggu, lebih-lebih yang berhubungan
dengan kepentingan-kepentingan dan cara-cara hidup
individu yang sudah biasa. Contohnya seorang karyawan
baru yang harus menghormati karyawan senior dengan
membantu segala pekerjaan darikaryawan yang lebih
senior tersebut, dimana ia mengalami beban kerja yang
berlebih ketika menyelesaikan tugas seniornya tersebut.
- Kondisi-kondisi sosio-ekonomis yang menghalangi
pemenuhan kebutuhan dasar jasmaniah individu.
Contohnya seorang buruh terus bekerja saat ia tahu
fisiknya lelah, akan tetapi karena kondisi ekonominya yang
kurang, ia tetap harus bekerja.
2) Ciri-ciri Frustasi

Orang yang sedang mengalami frustasi memiliki karakteristik atau


ciri khas tertentu dan reaksi seseorang terhadap frustasi berbeda-
beda. Berikut ciri-ciri dari frustasi antara lain:
- Sifat Kaku dan Tegang
Hal ini tampak pada reaksinya yang bersifat kaku terlebih
pada seseorang yang ada hubungannya dengan frustasinya.
- Kualitas Emosi yang Kuat.
Kualitas dari emosi yang kuat biasanya mempengaruhi diri
seseorang dalam menjalankan perilaku nya seperti mudah
tersinggung, jengkel, marah dan sakit hati.
- Suka menyalahkan orang lain.
Biasanya orang yang mengalami Frustasi cenderung
mengalahkan orang lain sebagai penyebab kegagalan atau
ketidakmampuan yang dialaminya.
- Tidak Merawat Diri
Orang frustasi enggan merawat dirinya, hal ini disebabkan
karena tidak ada motivasi dalam dirinya. Seperti enggan
membersihkan diri, enggan untuk berhias diri dan lain
sebagainya.
- Kelelahan

3) Jenis Frustasi
a. Frustasi pribadi yaitu frustasi yang tumbuh dari ketidakpuasan
seseorang dalam mencapai tujuan, bisa juga akibat dari
kekurangan (insuffisiensi) seseorang, bisa juga diakibatkan
karena adanya perbedaan antara tingkatan aspirasi dengan
tingkatan kemampuannya. Misalnya: intelegensi yang rendah,
kekurangan kekuatan jasmani, atau kekurangan (handicap)
aspek aspek yang lain.
b. Frustasi lingkungan adalah frustasi yang disebabkan halangan
atau rintangan yang terdapat dalam lingkungannya, seperti:
kekurangan uang, kekangan fisik (misalnya seseorang
dipenjara di Lembaga Permasyarakatan-LP)
4) Reaksi Frustasi
Frustasi dapat mengakibatkan berbagai bentuk tingkah laku
reaktif. Misalnya seseorang dapat mengamuk dan mencelakai
orang lain, merusak barang, atau menyebabkan disorganisasi pada
struktur kepribadian sendiri. Namun, frustasi juga dapat
memunculkan titik perjuangan dan usaha baru serta dapat
menciptakan bentuk-bentuk adaptasi baru dan pola pemuasan
kebutuhan yang baru sehingga terjadilah bentuk perkembangan
hidup baru. Jadi, frustasi dapat menimbulkan situasi yang
menguntungkan kehidupan batin seseorang yang positif, tapi juga
dapat menjadi situasi yang merusak atau negatif, sehingga
mengakibatkan timbulnya macam-macam bentuk gangguan mental
(Kartono, 2000). Berikut bentuk reaksi frustasi yang positif, antara
lain :
a. Mobilisasi dan Penambahan Kegiatan
Menurut Ardani (2008), dalam penambahan aktivitas misalnya
ketika seseorang mengalami suatu hambatan dalam sebuah
tujuan yang ingin ia capai, maka terdapat suatu rangsangan
untuk memperbesar atau menambah energi, potensi, kapasitas,
sarana, keuletan dan keberanian untuk mengatasi semua
kesulitan. Frustasi tersebut dengan demikian menjadi stimulus
untuk mobilisir segenap energi dan tenaga hingga mampu
menyelesaikan setiap rintangan.
b. Besinnung (berfikir secara mendalam disertai wawasan jernih)
Besinnung ialah berfikir secara mendalam dengan wawasan
yang tajam dan jernih, serta menggunakan akal budi dan
kebijaksanaan, hingga tersusun reorganisasi dan aktivitas
aktivitasnya [ CITATION Kar001 \l 2057 ]. Contohnya yakni
ketika seseorang mengalami frustasi akibat kegagalannya
dalam mencapai target atau tujuannya, ia justru tidak terpuruk
dalam kesalahan itu melainkan menganalisis kembali kesalahan
apa yang telah ia lakukan dan memikirkan untuk melakukan
perubahan agar kesalahan tersebut tidak terulang kembali.
c. Resignation (tawakal dan pasrah pada Tuhan).
Resignation atau tawakal dan pastrah kepada tuhan yakni
menerima situasi dan kesulitan yang dihadapi dengan sikap
rasional dan ilmiah. Sikap ilmiah itu antara lain mampu
melakukan koreksi terhadap kelemahan sendiri, bersikap
terbuka, sanggup menerima kritik dan saran-saran, berani
mengakui kesalahan sendiri, menghayati hukum kausalitas atau
hukum sebab-musabab dari setiap peristiwa, responsif dan
sensitif terhadap kejadian-kejadian di luar dirinya, jujur, serta
obyektif. Dengan tabah dan ulet seseorang terus bekerja dan
mengusahakan keseimbangan, ketenangan batin, kepuasan,
tanpa mengalami banyak konflik-konflik batin yang serius
(Kartono, 2000; Ardani, 2008).
d. Membuat Dinamika Nyata Suatu Kebutuhan
Kebutuhan-kebutuhan bisa menjadi lenyap dengan sendirinya,
karena sudah tidak diperlukan oleh seseorang dan sudah tidak
sesuai lagi dengan kecenderungan serta aspirasi pribadi
(Ardani, 2008). Kebutuhan tersebut dipastikan sudah tidak
sesuai, tidak berharga lagi, bahkan dianggap salah tempat,
salah waktu dan tidak berguna. Tidak sesuai dalam artian
sejajar dengan membuat kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi
dinamis-riil [ CITATION Kar001 \l 2057 ]. Misalnya: seseorang
yang punya keinginan pergi ke suatu tempat, tiba-tiba menilai
keinginannya itu tidak bermanfaat lagi, karena sudah tidak
ingin pergi kesana.
e. Kompensasi atau Subtitusi dari Tujuan
Menurut Ardani (2008) kompensasi adalah usaha untuk
mengimbangi kegagalan dan kekalahan dalam satu bidang, tapi
sukses dalam bidang lainnya. Dengan kompensasi ini akan
hilang segala stres dan ketegangan batin, lalu orang menjadi
senang dan seimbang kembali. Perasaan rendah diri dan
perasaan kalah yang menyakitkan hati disebabkan oleh
kelemahan, kegagalan dan cacat badan sendiri, diusahakan
mengimbangi atau menghilangkannya dengan bekerja lebih
giat, atau dengan jalan mencapai suatu prestasi dan kecakapan
khusus di bidang lain. Lalu dihidupkan satu spirit perjuangan
baru yang agresif, penuh optimisme dan tidak kenal menyerah
(Kartono, 2000).
f. Sublimasi
Sublimasi adalah suatu usaha untuk mengganti kecenderungan
egoistik, nafsu seks animalistik, dorongan-dorongan biologis
primitif dan aspirasi sosial yang tidak sehat dalam bentuk
tingkah laku terpuji yang bisa diterima masyarakat. Misalnya
terhambatnya nafsu seks disalurkan dalam bidang seni atau
olahraga dan lain-lain (Ardani, 2008; Kartono, 2000).
Sedangkan bentuk reaksi frustasi yang negatif, antara lain:
a. Agresi
Agresi ialah kemarahan yang meluap-luap, melakukan
serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar karena
seseorang mengalami kegagalan (Ardani, 2008; Kartono,
2000). Agresi dapat mengganggu fungsi intelegensi, sehingga
harga diri seseorang yang mengalami kemarahan yang meluap-
luap bisa merosot atau rendah, prilaku ini bisa menyebabkan
timbulnya penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi
(Kartono, 2000).
b. Regresi
Regresi adalah perilaku yang kembali ketingkat sebelumnya
atau (mundur) yang meyebabkan seseorang dalam
menghilangkan kekecewaan, kegagalan, kesukaran dan
kesusahannya itu menimbulkan perilaku yang kembali kepada
pola yang kekanak-kanakan[ CITATION Sit05 \l 2057 ].
Misalnya seorang karyawan yang habis diberi teguran oleh
atasannya kemudian menangis tersedu-sedu agar mendapakan
perhatian dari rekan-rekan kerjanya. Reaksi tersebut
disebabkan oleh rasa kebimbangan, rasa dongkol, rasa tidak
mampu, lalu ia ingin dihibur dan ditolong, agar bisa keluar dari
kesulitanya. Tingkah laku tersebut mungkin bisa menimbulkan
respon simpati dari orang lain terhadap dirinya (Kartono,
2000).
c. Fiksasi (pembatasan)
Fiksasi adalah suatu usaha untuk menghilangkan kekecewaan
dengan membatasi tingkah laku tertentu, yang khas, yang
memberi keamanan [ CITATION Sit05 \l 2057 ]. Contohnya
yakni ketika seorang pekerja mengalami masa sulit dan
kegagalan dalam melaksanakan tugasnya, ia justru menyakiti
dirinya sendiri dengan menggedor-gedorkan kepalanya ke
meja kerja.
d. Proyeksi (Projection)
Proyeksi merupakan cara untuk mempertahankan diri dengan
melindungi dirinya dari kesadaran akan tabiat-tabiatnya sendiri
yang tidak baik, atau perasaan-perasaan dengan
menuduhkannya kepada orang lain, dengan kata lain
menyalahkan orang lain mengenai kesulitannya atau
kegagalannya sendiri yang tidak baik (Baihaqi, 2005).
Contohnya yakni seorang pekerja yang baru saja di marahi
oleh atasannya melihat temannya mendapatkan reward. Hal ini
membuat pekerja tersebut iri, sehingga ia menyebarkan gossip
tentangrekannya tersebut ke rekan-rekan kerja yang lain
sehingga menimbulkan citra yang buruk pada pekerja yang
mendapat reward tersebut.
e. Autisme
Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total dan
tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar. Contohnya
yaitu seorang karyawan yang terus merasa terbebani akibat
pekerjaannya yang begitu menumpuk serta kegagalan-
kegagalan dalam menyelesaikan pekerjaannya membuat ia
tidak peduli dengan lingkungan kerjanya beserta orang-orang
atau rekan kerjanya yang dapat membantu karyawan
tersebutdalam menyelesaikan tugasnya dengan benar.
f. Rasionalisme
Rasionalisme adalah cara menolong diri sendiri secara tidak
wajar atau cara pembenaran diri sendiri dengan membuat
sesuatu yang tidak rasional serta tidak menyenangkan menjadi
sesuatu yang rasional dan menyenangkan bagi dirinya sendiri.
Sebagai contoh seseorang yang mengalami kegagalan biasanya
ia mencari sebab musababnya pada orang lain, serta
menganggap dirinya paling benar sedang orang lain
dijadikannya penyebab dari kegagalannya. Ia tidak mau
mengakui kesalahan dan kekurangan dirinya sendiri dan selalu
berusaha membela dirinya sendiri karena ia ingin segala
perbuatan dan alasannya dibenarkan oleh fikiran akal/orang
lain (Kartono, 2000).
g. Teknik Anggur Asam
Teknik anggur asam adalah pola yang berusaha memberikan
atribut yang negatif atau jelek pada tujuan yang tidak bisa ia
capai atau usaha untuk menghilangkan kekecewaannya dengan
cara memberi sifat jelek pada apa yang tidak dapat ia capai.
Misalnya: seseorang yang gagal dalam ujian mengatakan
bahwa ujiannya itu tidak sesuai dengan yang ia pelajari atau
yang diajarkan (Kartono, 2000; Ardani, 2008).
h. Teknik Anggur Manis
Teknik anggur manis adalah suatu usaha untuk menghilangkan
kekecewaannya dengan jalan memberikan sifat-sifat yang
berlebih-lebihan terhadap apa yang kurang itu (Sundari, 2005).
Sebagai contoh seseorang yang mempunyai hidung yang
bengkok lalu ia mengatakan bahwa hidung bengkok
sebenarnya adalah keturunan bangsawan.
i. Identifikasi
Identifikasi merupakan usaha untuk menyamakan atau meniru
diri sendiri dengan orang lain yang dianggapnya sukses dalam
hidupnya. Misalnya orang akan puas dan bahagia apabila
orang yang dianggapnya sukses itu mendapat kesuksesan
sehingga orang tersebut ikut senang, begitu pun sebaliknya
apabila orang tersebut mengalami kekalahan ia akan
merasakan sedih, seolah-olah ia ikut mengalami dan
merasakannya.
j. Narsisme
Narsisme merupakan perasaan superior, merasa dirinya
penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan
berlebih-lebihan. Misalnya seorang karyawan yang merasa
dirinya paling baik dan paling bagus pekerjaannya
dibandingkan rekan kerjanya yang lain.

F. Mekanisme Pertahanan Diri


Mekanisme pertahanan merupakan perilaku yang tidak disadari
atau bawah sadar sehingga individu merasa mendapatkan sesuatu yang
diperlukan walaupun secara realita tidak ada.
1) Bentuk-bentuk mekanisme pertahanan
Teori Freud secara gamblang menjelaskan tentang
mekanisme pertahanan diri sebagai bentuk dari ketidaksadaran
individu dalam menghadapi realita. Jika konselor memakai konsep
teori Freud maka seorang konselor dituntut untuk memahami
bentuk-bentuk pertahanan diri yang sering dilakukan seseorang.
Secara singkat bentuk-bentuk mekanisme pertahanan yaitu;
a. Represi
Represi yakni upaya individu untuk menghilangkan frustrasi,
konflik batin, dan bentuk-bentuk kecemasan lain yang ada
dalam dirinya. Dalam proses konseling, seseorang yang
melakukan represi biasanya tidak bersedia menceritakan
permasalahan yang membuat cemas dirinya. Hal ini dilakukan
karena sebagai usaha untuk menghilangkan kecemasan dari
perasaannya.
b. Denial
Denial diartikan sebagai individu yang selalu menyangkal
kenyataan tidak menyenangkan yang terjadi dalam dirinya, ia
enggan menceritakan keadaan yang tidak menyenangkan yang
ia alami.
c. Proyeksi
Proyeksi yakni mengalihkan perbuatan tidak menyenangkan
atau kekeliruan kepada orang lain. Termasuk di dalamnya
segala kegelisahan dan perasaan tidak enak yang lain sebagai
akibat dari perbuatan orang lain, dengan kata lain konseli
berperilaku selalu menyalahkan pihak di luar dirinya sebagai
penyebab setiap persoalan.
d. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan upaya mencari-cari alasan yang dapat
diterima secara social untuk membenarkan atau
menyembunyikan perilakunya yang buruk. Seorang konseli
akan berusaha membuat berbagai alasan dengan harapan
konselor tidak mengetahui atau menganggap dia sebagai orang
yang berperilaku normal.
e. Intelektualisasi
Intelektualisasi yakni upaya yang dilakukan seseorang untuk
menghadapi situasi yang menekan perasaannya dengan jalan
analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan
analisa intelektual yang dilakukannya ia berharap tidak
terganggu dengan situasi tersebut.
f. Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi yakni dapat memungkinkan seseorang
untuk melarikan diri dari gangguan perasaan atau keinginan
dengan mengumpamakan kebalikan dari kejadian tersebut.
Seorang konseli yang sakit hati, reaksi yang diperbuat adalah
menampakkan kegembiraan, seolah-olah tidak terjadai apa-apa
dengan dirinya.
g. Introyeksi
Introyeksi terjadi ketika seseorang memperoleh pendapat atau
nilai-nilai orang lain, walaupun bertentangan dengan dengan
sikap/prinsip yang dipegangnya. Konseli dengan pertahanan ini
menerima apa saja yang disarankan oleh orang lain tanpa ada
tanggapan dan argumentasi mengapa menerima pendapat
tersebut.
2) Konsep Taktik Bertahan
Bentuk lain dari mekanisme pertahanan adalan taktik pertahanan.
Secara umum memiliki tujuan yang sama yaitu menyembunyikan
realita dari orang lain, tetapi keduanya merupakan aktivitas yang
berbeda. Mekanisme pertahanan merupakan aktivitas intrapersonal
sedangkan taktik pertahanan merupakan petahanan yang mengarah
pada interpersonal. Beberapa bentuk taktik pertahanan adalah:
a. Pedestaling (bertumpuan)
Seseorang yang mengalami keadaan
frustasimenggunakan taktik ini untuk mengharapkan
konselor sebagai tumpuan dalam hidupnya. Dalam
kaitan ini paling tidak taktik bertahan berfungi untuk ;
memposisikan konselor sebagai orang yang sulit untuk
berhadapan langsung dengannya. Ia memposisikan
dirinya sebagai orang yang selalu berada di bawah
konselor sehingga peran sosial yang dilakukan adalah
apa yang disarankan oleh konselor. Karena sejak awal
konseli ingin mendapatkan jawaban atas masalah yang
dihadapinya maka konseli tidak ingin dianalisa secara
psikologis.
b. Humor
Humor dapat dijadikan sebagai perilaku bertahan dalam
tiga hal yaitu dijadikan sebagai media untuk
mengalihkan topic bahasan, dijadikan sebagai cara
menyatakan Mekanisme dan Taktik Bertahan,
Penolakan Realita dalam Konseling, kemarahan kepada
konselor dan dapat dijadikan sebagai alat untuk
menyembunyikan ketertarikan.
c. Agreebleness (menyetujui).
Konseli yang bertahan dengan cara ini ditandai dengan
persetujuan semua yang dikatakan oleh konselor, tanpa
mempertimbangkan apakah yang dikatakan konselor
sesuai dengan keyakinannya atau tidak. Dalam
konseling, agreeableness mempunyai fungsi bertahan
untuk menghindari konflik dengan konselor,
menyembunyikan jati diri yang sebenarnya dan untuk
menghindarkan diri dari tanggung jawab atas
pengambilan keputusan.
d. Cuteness (bersikap manis).
Bersikap manis biasanya ditampakkan oleh orang
dewasa untuk menyelamatkan diri dari perilaku yang
tidak tepat. Bersikap manis biasanya bersifat non verbal
yang meliputi gerakan amta, mulut, goyangan kepala
dan bahasa tubuh. Perilaku ini memilki fungsi yakni
jika seseorang mempersepsikan diri sebagai orang yang
manis maka persepsi tersebut akan menyembunyikan
perilaku mereka yang merusak. Perilaku manis
terkadang digunakan untuk merayu konselor agar
menyukai dan melindungi konseli. Bersikap manis akan
menyembunyikan kecemasan seseorang akan tanggung
jawabnya dalam menyelesaikan masalah.
e. Being confuse (berbuat bingung).
Berbuat bingung merupakan cara bertahan dengan
alasan kebingungan dapat dijadikan pelindung konseli
dalam menghadapi kenyataan yang tidak
menyenangkan. Daripada mengakui adanya kecemasan
akibat suatu peristiwa, seseorang terkadang
mengalihkan perhatiannya pada perasaan bingung
mengapa hal itu terjadi, alasan lain menampakkan
kebingungan adalah adar konselor sulit mengambil
tindakan. Bersikap bingung juga akan membuat
konselor menjadi bingung sehingga proses konseling
terselubung oleh perilaku “bingung” sehingga tidak
dapat menyentuh masalah yang sebenarnya. Dengan
kebingungan dimungkinkan akan saling menyalahkan.
f. Acting stupid (bertindak bodoh).
Berperilaku bodoh menunjukkan tanggapan seseorang
dimana dia berpura-pura tidak memahami konsekuensi
dari perilakunya yang merusak. Tindakan berpura-pura
bodoh dapat muncul karena beberapa alasan yaitu
perilaku tersebut dapat melindungi dari kenyataan yang
menimbulkan kecemasan, menghindarkan seseorang
dari tanggung terhadap perilaku mereka, dengan
perilaku pura-pura bodoh dapat mengaburkan
permsalahan sebenarnya sehingga konselor terkesan
dipaksa untuk focus pada kebodohan tersebut bukan
pada perilaku merusak yang sebenarnya.
g. Helplessness (ketidakberdayaan).
Ketidakberdayaan merupakan taktik bertahan karena
menganggap konselor sebagai pihak yang harus
menangani masalah konseli. Konseli menganggap peran
konselor sebagai seseorang yang harus mengetahui
masalah konseli, apa yang menyebabkan dan
bagaimana menyelesaikannya. Selama konseli merasa
tidak berdaya maka konseli tetap merasa tidak ada
perubahan sehingga menyebabkan konselor yakin
bahwa konseli benarbenar dalam keadaan tidak
berdaya.
h. Being upset (merasa kesal).
Konseli yang datang kepada konselor kadang-kadang
merasa kesal, namun rasa kesal dapat merupakan
sebuah pertahanan karena dapat memberikan gangguan
yang memadai sehingga konseli tidak mengenali apa
yang menyebabkan ia merasa kesal atau langkah-
langkah apa yang harus dilakukannya.
i. Religiousity
Religiusitas dalam konteks pertahanan berbeda dengan
religiusitas yang sehat. Keyakinan/agama dijadikan
pelarian dari masalah yang dihadapi. Konseli
menggunakan Agama yang dapat menjadi pertahanan
jika konseli menggunakannya untuk menekan perasaan
marah, cemburu, keraguan dan tidak percaya. Konseli
seperti ini menganggap bahwa memiliki perasaan-
perasaan tersebut membuat mereka menjadi pribadi
yang lebih buruk. Agama dapat digunakan oleh konseli
agar tetap berada pada jarak yang aman sehingga tidak
terlalu mencampuri urusan konseli. Konselor dipaksa
untuk menghormati.
j. Decoying
Konseli dengan model ini akan melakukan pertahanan
atas kekeliruan yang mereka lakukan dengan berbagai
argumentasi yang sekiranya dengan argumentasi itu
dapat membujuk konselor tidak masuk dalam wilayah
persoalan yang sebenarnya.
G. Review Instrumen Pengukuran Stres Kerja

Anda mungkin juga menyukai