Anda di halaman 1dari 5

Nama : Anggun Kurnia Wahyuni

NIM : P05120419016

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA LANSIA


(INKONTINENSIA URIN)  

A.    Pengertian

Inkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Klien tidak
dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit
sedikit (Potter dan Perry, 2005).  

B.     Etiologi

Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain:
melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk
kronis.

adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara
lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau
adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.

Gagal jantung kongestif, Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan penurunan tonus otot vagina (Darmojo, 2009).

 C.    Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yag ditemukan menurut Uliyah (2008) yaitu:

1. Ketidaknyamanan daerah pubis


2. Distensi vesika urinaria
3. Ketidak sanggupan untuk berkemih
4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml)
5. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
6. Ketidakmampuan mencapai toilet saat desakan berkemih
7. Ketidakadekuatan keluaran urin

D. Komplikasi

1. Ruam

2. Lecet dan luka pada daerah bokong karena lembab

3. Infeksi saluran kemih

4. Resiko jatuh dan fraktur karena rembesan urin

5. Terjadinya ulkus

 E. Penatalaksanaan

1.  Terapi non farmakologi

-          Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)dengan teknik relaksasi
dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.

-          Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya.
-          Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya
diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.

-          Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengankebiasaan lansia.

-          Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat
memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan
gangguan fungsi kognitif  (berpikir).

2.       Terapi farmakologi

-          antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine

-          Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan
retensi urethra.

-          Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa kolinergik antagonis seperti
prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

 3.     Terapi pembedahan

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapinon farmakologis dan
farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk
menghilangkan retensi urin. Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan
prolaps pelvic(pada wanita).

4.        Modalitas lain

Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula
digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers,
kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan

 F. Pathway            

 
G.    Askep

a.      Pengkajian

1.      Identitas klien

Inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan
jenis kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-laki juga beresiko mengalaminya.

2.      Riwayat kesehatan

-          Riwayat kesehatan sekarang


Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi
inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan),
masukan cairan, usia/kondisi fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi
ketidakmampuan.

-          Riwayat kesehatan masa lalu


Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan
eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih
dan apakah dirawat dirumah sakit.

-          Riwayat kesehatan keluarga


Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada
riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.

3.      Pemeriksaan fisik

a         Keadaan umum


Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia

b        Pemeriksaan Sistem

-          B1 (breathing)

Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada,
adakah kelainan pada perkusi.

-          B2 (blood)

Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah

-          B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh

-          B4 (bladder)
Inspeksi: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder,
pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan
disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu
kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
-          B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan
perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.

-          B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada
persendian.

1. b.      Diagnosa

Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut:

1. Gangguan elimimasi urin berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar penyokongnya.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan inkontinensia, imobilitas dalam waktu yang lama.
3. Resiko Kerusakan Integitas kulit berhubungan dengan irigasi konstan oleh urine
4. Resiko Isolasi Sosial berhubungan dengan keadaan yang memalukan akibat mengompol di depan orang
lain atau takut bau urine
5. Resiko ketidakefektifan penatalaksaan program terapeutik berhubungan dengan deficit pengetahuan
tentang penyebab inkontinen, penatalaksaan, progam latihan pemulihan kandung kemih, tanda dan
gejala komplikasi, serta sumbe komonitas.

 
 

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.

Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hariyati, Tutik S. (2000). Hubungan antara bladder retraining dengan proses pemulihan inkontinensia urin
pada pasien stoke. Diakses dari http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?
id=76387&lokasi=lokal pada tanggal 15 Mei 2021

Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai