Anda di halaman 1dari 27

1

LAPORAN PENDAHULUAN

“GAGAL GINJAL KRONIS”

DOSEN PEMBIMBING :

NS. Yellyanda, S.Kp, M.Kep

SISUSUN OLEH :

TIFANNY RAHMALYA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2019 / 2020


2

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit ginjal kronik ( Chronic Kidney Disease ) adalah gangguan fungsi


ginjal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga
mengakibatkan uremia (Smeltzer&Bare, 2002). Pada pasien dengan penyakit ginjal
kronis, ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik, ginjal mengalami gangguan untuk
memfiltrasi darah sehingga zat sisa metabolisme tubuh seperti urea, asam urat, dan
kreatinin tidak dapat diekskresikan, hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah bagi
tubuh. Penyakit ginjal kronik menyebabkan fungsi organ ginjal mengalami penurunan
hingga akhirnya tidak mampu melakukan fungsinya dengan baik (Cahyaningsih,
2009). Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang memerlukan renal replacement
therapy berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Brunner&Suddarth, 2002).
Data di dunia menyebutkan bahwa di Amerika Serikat jumlah penderita gagal
ginjal akut di rumah sakit meningkat dari tahun ke tahun sebesar 4,9% pada tahun
1983; 7,2% pada tahun 2002; 20% pada tahun 2012. Peningkatan insidensi terjadi
bukan hanya pada penderita gagal ginjal akut saja begitu juga pada gagal ginjal
kronik. Prevalensi pasien gagal ginjal kronik berdasarkan data mortality World
Health Organization (WHO) South East Asia Region pada tahun 2010-2012 terdapat
250.217 jiwa (WHO, 2013). Kementrian Kesehatan RI (2013), melaporkan
prevalensi penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan diagnose dokter di Indonesia
sebesar 0,2%. Report of Indonesian Renal Registry (2011), melaporkan dari seluruh
pasien yang didiagnosa penyakit ginjal 87%. Pasien gagal ginjal sering mengalami
masalah keseimbangan cairan tubuh, nefropati, pruritus, perikarditis, masalah
persyarafan, muskukoskeletal dan lainnya. Jumlah asupan cairan pada pasien gagal
ginjal kronik harus selalu diawasi.
Prosedur monitoring keseimbangan cairan merupakan suatu tindakan mengukur
jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan jumlah cairan yang keluah
tubuh (output). Tujuan dari monitoring keseimbangan cairan yaitu untuk menentukan
3

keseimbangan cairan tubuh pasien dan menentukan tingkat dehidrasi pasien. Jika
masalah keseimbangan cairan pada pasien gagal ginjal kronis tidak diatasi maka pada
akhirnya pasien akan mengalami edema, kerusakan ginjal hingga berujung kematian.

B. Tujuan
1. Mengetahui tentang review anatomi fisiologi
2. Mengetahui tentang dasar konsep penyakit
a. Mengetahui tentang defenisi gagal ginjal kronis
b. Mengetahui tentang penyebab gagal ginjal kronis
c. Mengetahui tentang manifestasi gagal ginjal kronis
d. Mengetahui tentang stadium gagal ginjal kronis
e. Mengetahui tentang penatalaksanaan gagal ginjal kronis
f. Mengetahui tentang komplikasi gagal ginjal kronis
3. Mengetahui tentang patofisiologi dan WEB OF CAUTION
4. Mengetahui tentang kondisi gawat darurat dan komplikasi kritis yang
terjadi
5. Mengetahui konsep asuhan keperawatan kritis

C. Manfaat Penulisan
Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan masukkan dan evaluasi yang diperlukan dalam pelaksanaan
praktek pelayanan kesehatan khususnya pada pasien gagal ginjal kronik.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI

Gambar II-1. Anatomi Ginjal


(diunduh dari http://higheredbcs.wiley.com/legacy/college/tortora/)

Ginjal merupakan suatu organ yang terletak retroperitoneal pada dinding


abdomen di kanan dan kiri columna vertebralis setinggi vertebra T12 hingga L3.
Ginjal kanan terletak lebih rendah dari yang kiri karena besarnya lobus hepar. Ginjal
dibungkus oleh tiga lapis jaringan. Jaringan yang terdalam adalah kapsula renalis,
jaringan pada lapisan kedua adalah adiposa, dan jaringan terluar adalah fascia renal.
Ketiga lapis jaringan ini berfungsi sebagai pelindung dari trauma dan memfiksasi
ginjal (Tortora, 2011).
Ginjal memiliki korteks ginjal di bagian luar yang berwarna coklat terang dan
medula ginjal di bagian dalam yang berwarna coklat gelap. Korteks ginjal
mengandung jutaan alat penyaring disebut nefron. Setiap nefron terdiri dari glomerulus
dan tubulus. Medula ginjal terdiri dari beberapa massa-massa triangular disebut
piramida ginjal dengan basis menghadap korteks dan bagian apeks yang menonjol ke
medial. Piramida ginjal berguna untuk mengumpulkan hasil ekskresi yang kemudian
disalurkan ke tubulus kolektivus menuju pelvis ginjal (Tortora, 2011).
5

II.1.1 Fisiologi
Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi
kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut
dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui
glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di
sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam
urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2012). Menurut Sherwood
(2011), ginjal memiliki fungsi yaitu:

a. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh.


b. Memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
c. Membantu memelihara keseimbangan asam basa pada tubuh.
d. Mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme tubuh.
e. Mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.

. Ginjal mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri. Ginjal kemudian
akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah. Zat-zat yang diambil dari darah
pun diubah menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Setelah
ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut
merasakan keinginan berkemih dan keadaan memungkinkan, maka urin yang
ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2011).
Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar
cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman.
Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga
konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan
plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak
difiltrasi, kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan
dieksresi (Sherwood, 2011).
6

B. KONSEP GAGAL GINJAL KRONIS


1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. ( Smeltzer, Suzanne C,
2002)
Gagal ginjal kronis yaitu suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi yang bersifat menaun berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50ml/menit. GGK sesuai dengan
tahapnya dapat dibedakan menjadi ringan, sedang atau berat. Gagal ginjal tahap akhir
adalah tingkat gagal ginjal yang dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan
terapi pengganti, ginjal merupakan merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi
ginjal memili fungsi penting didalam tubuh (Callhghan, 2009)

2. Penyebab
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
a. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
b. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
c. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis
d. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif
e. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginja.
f. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
g. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
h. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra,
anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)
7

3. Menifestasi klinis
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare (2001) dapat
dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu :
a. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction
rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis,
disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
b. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
c. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan
liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
d. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa
kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap,
parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran
gastrointestinal.
e. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai
kaki (foot drop).
f. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai
kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi,
perubahan tingkat kesadaran, neuropati perifer.
g. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan
h. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa
pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
i. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan
resiko infeksi.
j. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria,
proteinuria, nocturia, aliguria.
8

k. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa.


l. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin
(azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia dan hipokalsemia.
m. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses
kognitif.

4. Stadium gagal ginjal kronik


a. Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) adalah :
1) Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini
belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood
Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi
glomerolus/glomeruler Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan
kreatinin 32,5-130 ml/menit. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2) Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 % dari normal, kadar
BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Pasien
mengalami nokturia dan poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan
malam hari adalah 3:1 atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria
akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 %-25
9

% . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah,
tekanan darah akan naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
3) Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul karena 90%
dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 nefron yang utuh, Nilai GFR
nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang, uremia akan meningkat dengan mencolok dan kemih
isoosmosis. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala
yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri
(pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus
meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks
perubahan biokimia dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh, dengan pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.
b. Sedangkan tahap cronic kidney disease (CKD) menurut Kidney.org/professionals
dan kidney.uk (2007) adalah :
1) Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90
ml/menit/1,73 m.
2) Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
3) Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
4) Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
5) Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.

5. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan
Bare (2001) yaitu :
a. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
1) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker, Prazonin
(Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
10

2) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid (Lasix),


Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide
(Diuril).
3) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil
4) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
5) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
6) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida.
7) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium asetat,
alumunium hidroksida.
8) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
9) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
10) Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet
tinggi lemak dan karbohirat
11) Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
12) Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
13) Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x
seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
14) Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
15) Transplantasi ginjal.

6. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001) yaitu :
a. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan
masukan diet berlebihan.
b. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron
11

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama
hemodialisis.
e. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium.

C. Patofisiologi
Patofisiologi ginjal dapat dijelaskan dengan hipotesis bricker atau hipotesis nefron
yang utuh. Bila nefron terserang penyakit , maka seluruh unit nya akan hancur . sisa
nefron yang masih utuh tetap berjalan normal. Kekurangan nefron akan mengalami
uremia sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan eletrolit. Adaptasi yang
dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit hipertrofi dan peningkatan kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi
setiap nefron terlalu tinggi sehingga keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat dipertahankan. Beban zat terlarut
yang meningkat akan menyebakan hilangnya kemapuan memekatkan atau
mengencerkan urin secara progresif (price dan wilson, 2006). Pada waktu terjadi
kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh
sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi
dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam
keadaan penurunan GFR / daya saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk
berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri
dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul
gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.
Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu. ( Barbara C Long, 1996, 368).
12

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi
setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin
berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

D. Asuhan Keperawatan Keperawatan Pasien GGK


1. Fokus Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
Tingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan
sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan
menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan
ras kulit hitam.
b. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis tinggi,
personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium,
purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan
darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan
diabetes mellitus.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
13

nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan
tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk
pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur,
kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan
khusussnya ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental,
contoh penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau.
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
14

5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction
rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.
f. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
15

2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) Gula darah acak (GDA), pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari
7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi
hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat
menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino
esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan
urin.

3) Pemeriksaan radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi
(batu).
b) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
kedalam ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista,
obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan
seljaringan untuk diagnosis hostologis.
16

f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal


(keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
k) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2001) adalah
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
1) Tujuan: kelebihan cairan/edema tidak adekuat.
2) Kriteria hasil:
a) Pembatasan diet dan cairan
b) Turgor kulit normal tanpa edema
c) TTV normal
3) Intervensi:
a) Kaji status cairan
(1) Timbang berat badan harian
(2) Keseimbangan masukan dan haluaran
(3) Turgor kulit dan adanya edema
(4) Tekanan darah, denyut dan irama nadi
17

b) Batasi masukan cairan


c) Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan
untuk pengobatan, oral dan intravena
d) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane
mukosa mulut.
1) Tujuan : mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
2) Kriteria hasil :
a) Pengukuran antrometri dalam batas normal
b) Perlambatan penurunan berat badan tidak terjadi
c) Pengukuran albumin, kadar elektrolit dalam batas normal
d) Pemeriksaan laboratoeium klinis dalam batas normal
e) Pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal
untuk mengatasi anoreksia.
3) Intervensi
a) Kaji status nutrisi
b) Kaji pola diet pasien
c) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan sekama waktu makan
d) Timbang berat badan harian
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi
ke jaringan sekunder
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
jaringan adekuat
2) Kriteria hasil:
a) Membran mukosa berwarna merah muda
b) Kesadaran kompos mentis
3) Intervensi :
a) Pantau Tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar
kuku
b) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi
18

c) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat
sesuai dengan indikasi.
d) Kolaborasi pemberin O2
e) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
d. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan curah jantung dengan
ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan
vasikuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, kondsisi jantung
(ketidakseimbangan elektrolit).
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung
dapat dipertahankan
2) Kriteria hasil:
a) Tanda-tanda vital dalam batas normal
b) Akral hangat
c) Nilai laboratorium dalam batas normal
3) Intervensi :
a) Selidiki keluhan nyeri dada:
b) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokas dan beratnya.
c) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau
kongesti vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan
postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
d) Evaluasi bunyi jantung
e) Kaji aktivitas dan respon terhadap aktivitas.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, dan prosedur analisis.
1) Tujuan : berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi.
2) Kriteria hasil :
a) Berpartisipasi dalam meningkatkan aktivitas dan latihan
b) Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian
c) Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
3) Intervensi :
a) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan
(1) Anemia
19

(2) Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


(3) Depresi
b) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat
ditoleransi, bantu jika keletihan.
c) Anjurkan aktivitas alternatif
20

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Setelah penulis membahas secara keseluruhan dari uraian mengenai asuhan
keperawatan dengan gagal ginjal kronis, serta membahas permasalahan yang ada,
penulis dapat mengambil kesimpulan:
Penyakit ginjal kronik ( Chronic Kidney Disease ) adalah gangguan fungsi ginjal
yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mengakibatkan uremia
(Smeltzer&Bare, 2002).

2. Saran
a. Bagi penderita gagal ginjal kronis
Disarankan kepada penderita gagal ginjal kronis supaya menjaga pola makan
seperti mengurangi makan makanan yang tinggi garam dan banyak minum ,
kemudian perbanyak istirahat.

3. Bagi mahasiswa Poltekkes Profesi Jambi


Dengan adanya laporan pendahuluan yang dijadikan sebagai informasi dan
masukan dapat dijadikan bahan perbandingan dalam melakukian asuhan keperawatan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2006. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol 2. Jakarta ;EGC

O,callaghan,C.2009. Sains Dasar Ginjal Dan Gangguan Fungsi Metabolik Ginjal Edisi

Ke 2. Jakarta : Erlangga

Price,S & Wilson L, 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi

6.EGC:Jakarta

Riskesdas. 2013. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Ri Diabetes Melitus ,

Jakarta http://www.litbang.depkes.og.id/sites/doenload/rkd2013/laporanriskesdas2013.

PDF.

Sherwood.L.2011.Fisiologi Manusia dari Sel ke sistem.Jakarta.EGC

Smeltzer, C.S dan B.G Bare. 2013. Keperawatan Medikal Bedal Edisi 8. Jakarta. EGC.

Smeltzer, C.S dan B.G Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedal Edisi 8. Jakarta. EGC.

WHO. 2017. Diabetes https://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

Tortora GJ,derrickson B.2011.Pricipleof Anatomi and Physocology Maintanance and

Contiunity of The Human Body.13THEdition. Amaerika Serikat: John Wiley & sons,INC.
22

KASUS

Ny.S 45 tahun masuk rumah sakit RSUD Arifin Ahmad karena penyakit ginjal yang di
alaminya yang diawali dengan sakit pinggang. Keluarga klien mengatakan klien mengalami hal
ini sejak 3 tahun yang lalu, klien awalnya mengira hanya penyakit biasa saja sehingga klien
membeli obat warung/jamu untuk mengurangi rasa sakit terhadap penyakitnya tersebut, klien
juga tidak pernah memeriksakan keadaannya ke rumah sakit. Keluarga juga mengatakan jika
klien mempunyai riwayat sakit hipertensi yang sudah lama di deritanya. Kondisi klien semakin
lama semakin memburuk sehingga keluarga membawa klien ke rumah sakit. Selain itu keluarga
juga mengatakan jika bahwa akhir-akhir ini pasien BAK dengan jumlah yang sedikit. Hasil
pemeriksaan labor di dapatakan ureum 380mg/dl, kreatinin 15 dan HB 6,2 mg/dl, SGOT
19,SGPT 30. Dilakukan pemeriksaan USG pada kedua ginjal didapatkan ginjal mengecil. Saat
ini klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan juga sering mengalami muntah, tubuh
klien terlihat lemah, pucat, kulit kering dan bersisik, klien sering menggaruk bagian tubuhnya
karena rasa gatal (pruritus) dan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
70x/menit,36,6OC, pernafasan 24x/i.
23

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS : Kelebihan asupan Kelebihan volume cairan


 Keluarga mengatakan klien natrium
mengalami sakit pinggang ini
rasakan sejak 3 tahun yang
lalu.
 Keluarga mengatakan jika
klien buang air dengan jumlah
yang sedikit
DO :
 Ureum 380 mg/dl
 Kreatinin 15 mg/dl
 RR 24x/i TD 100/70 mmHg,
N: 70x/menit, S: 36,6OC
 Pemeriksaan USG didapatkan
kedua ginjal tampak mengecil
DS : ketidakmampuan Ketidakseimbangan nutrisi
 klien mengeluh mual sehingga dalam mencerna : kurang dari kebutuhan
tidak nafsu makan dan makananss
 sering mengalami muntah
DS : - Gangguan volume Kerusakan integritas kulit
DO: cairan
 pucat
 kulit kering dan bersisik
 tampak klien sering
menggaruk bagian tubuhnya
24

karena rasa gatal (pruritus)

DIGANOSA

NO DIAGNOSA PARAF

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan Kelebihan asupan


natrium, ditandai dengan :
DS : keluarga mengatakan klien mengalami sakit pinggang ini
rasakan sejak 3 tahun yang lalu.
1. Keluarga mengatakan jika klien buang air dengan jumlah yang
sedikit
DO : Ureum 380 mg/dl, Kreatinin 15 mg/dl, RR 24x/i TD 100/70
mmHg, N: 70x/menit, S: 36,6OC
Pemeriksaan USG didapatkan kedua ginjal tampak mengecil
Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidakmampuan dalam mencerna makanan
2
DS : klien mengeluh mual sehingga tidak nafsu makan dan
sering mengalami muntah
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Gangguan volume
cairan ditandai dengan :
3 DO: pucat, kulit kering dan bersisik
tampak klien sering menggaruk bagian tubuhnya karena rasa gatal
(pruritus)
25

INTERVENSI

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1 Kelebihan Setelah dilakukan asuhan - lakukan pengukuran TTV
volume cairan keperawatan selama 3 x - monitor intake dan output
berhubungan 24 jam, diharapkan tidak - batasi asupan cairan
dengan terjadi kelibihan volume - batasi asupan garam
Kelebihan cairan - pantau hasil laboratoriumyang
asupan natrium Kriteria Hasil : relevan terhadap retensi cairan
Klien tidak keletihan (BUN )
TTV normal - kolaborasi
Edema Tidak ada
2 Ketidakseimba Setelah dilakukan asuhan - kaji stautus nutrisi pasien
ngan nutrisi : keperawatan selama 3 x - sajikan makanan yang mudah
kurang dari 24 jam, diharapkan dicerna dalam keadaan hangat
kebutuhan peningkatan nutrisi dan tertutup dan berikan sedikit
Berhubungan Kriteria Hasil : demi sedikit tapi sering
dengan - terjadi - bantu makanan pasien jika tidak
ketidakmampu peningkatanberat mampu
an dalam badan sesusai dengan - ukur intake makanan dan timbang
mencerna batasan waktu berat badan
makanan - mual; dan muntah - anjurkan pasien untuk
berkurang menghindari makanan pedas, dan
bergas
- kolaborasi dengan ahli gizi
3 Kerusakan Setelah dilakukan asuhan - kaji atau catat perubhan kondisi
26

integritas kulit keperawatan selama 3 x kulit


berhubungan 24 jam, diharapkan - lakukan komprs basah terapi
dengan keruskan integritas kulit sejuk dengan air hangat
Gangguan dapat tertatasi dengan - lakukan perawatan yang hygine
volume Kriteria Hasil : - kolaborasi
-turgor kulit baik
Kulit tidak bersisik
Kulit tidak gatal
CATATAN PERKEMBANGAN

NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


1 Kelebihan - Melakukan pengukuran S : Klien mengatakan jika
volume cairan TTV dirinya mau buang air kecil
berhubungan - Memonitor intake dan seperti biasa
dengan output Sakit di bagian pinggang
Kelebihan - Membatasi asupan cairan sudah berkurang
asupan natrium - Membatasi asupan garam O : ureum dalam batas normal
- Memantau hasil Kreatinin dalam batas
laboratoriumyang relevan normal
terhadap retensi cairan A: masalah teratasi sebagian
(BUN ) P : lanjutkan intervensi
- Berkolaborasi dalam
pemberian obat
2 Ketidakseimba - Mengkaji stautus nutrisi S : Klien mengatakan jika jika
ngan nutrisi : pasien dirinya mau makan
kurang dari - Menyajikan makanan yang O : Mual dan muntah nampak
kebutuhan mudah dicerna dalam berkurang
keadaan hangat dan tertutup A: masalah teratasi sebagian
dan berikan sedikit demi P : lanjutkan intervensi
sedikit tapi sering
- Membantu makanan pasien
jika tidak mampu
27

- Mengukur intake makanan


dan timbang berat badan
- Menganjurkan pasien untuk
menghindari makanan
pedas, dan bergas
- Berkolaborasi dengan ahli
gizi

3 Kerusakan - Mengkaji atau catat S : Klien mengatakan jika


integritas kulit perubahan kondisi kulit gatal berkurang
berhubungan - Melakukan kompres basah O : Tampak klien tidak
dengan terapi sejuk dengan air menggaruk lagi
Gangguan hangat A: masalah teratasi sebagian
volume - Melakukan perawatan yang P : lanjutkan intervensi
hygine
- Berkolaborasi dengan
pemberian obat salep

Anda mungkin juga menyukai