Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN AKTIVITAS PENYELAM DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA NELATAN

DI DESA TOROBULU KECAMATAN LAEYA KABUPATEN KONAWE SELATAN TAHUN 2016

1 2 3
Sukbar La Dupai Sabril Munandar
123
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo
1 2 3
SukbarAzis@gmail.com Ladupai1954@gmail.com sabrilmunandar@gmail.com

Abstrak
Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20 meter mempunyai risiko yang cukup besar terhadap
keselamatan dan kesehatan penyelam. Oleh karena itu, penyelaman harus dilakukan dengan syarat tertentu
dan menggunakan alat selam yang memenuhi standar (SCUBA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan aktivitas penyelam dengan kapasitas vital paru pada pekerja nelayan di Desa Torobulu, Kecamatan
Laeya, Kabupaten Konawe Selatan tahun 2016. Penelitian ini adalah jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan Cross Sectional Study. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2016. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh nelayan penyelam di Desa Torobulu yang berjumlah 40 orang. Dari hasil analisis
data didapatkan bahwa terdapat hubungan antara kedalaman dengan kapasitas vital paru pada pekerja
nelayan (p = 0,030), terdapat hubungan antara alat bantu dengan kapasitas vital paru pada pekerja nelayan (p
-5
=0,006), terdapat hubungan antara IMT dengan kapasitas vital paru pada pekerja nelayan (p=5,9x10 ),
-4
terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pada pekerja nelayan (p =4,8x10 ),
terdapat hubungan antara lama kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja nelayan (p = 0,044). Diperlukan
pelatihan khusus tentang penyelaman yang baik sehingga tidak terjadi penyakit dekompresi terhadap
penyelam.

Kata Kunci: Kapasitas Vital Paru, Kedalaman, Alat Bantu, Status Gizi, Kebiasaan Merokok, Lama Kerja

RELATION BETWEEN DIVING ACTIVITIES WITH VITAL LUNG CAPACITY OF FISHERMEN IN RURAL
TOROBULU DISTRICT LAEYA SOUTH KONAWE 2016

Abstract
Dives at depths of over 20 meters has a substantial risk to the safety and health of the divers.
Therefore, diving should be done with certain conditions and using diving equipment that meets the standards
(scuba). This study aims to determine the relation between diving activities with vital lung capacity of
fishermen in rural torobulu district laeya south konawe 2016. This study was an observational analytic
research with cross sectional approach. This study was conducted in January 2016. The population in this study
were all of the fishermen in rural Torobulu who was 40 people.Data analysis showed that there is a relation
between depth of diving with vital lungs capacity of fishermens (p = 0.030), there is a relation between diving
equipment with vital lung capacity of fishermens (p = 0.006), there is a relation between BMI with vital lung
capacity of fishermen (p = 5,9x10-5), there is a relation between smoking habit with vital lung capacity of
fishermen (p = 4,8x10-4), there is a relation between duration of work with vital lung capacity of fishermen (p
= 0,044 ). A Special training about standard diving is required so decompression sickness might not occur on
fishermen in the future.

Keywords: Vital Lung Capacity, Depth of diving, Diving equipment, Nutritional Status, Smoking Habit, duration
of work

1
PENDAHULUAN tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan tekanan
Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit
dengan jumlah pulau sebanyak 17.508 pulau. Luas pada persendian, susunan syaraf, saluran
4
Negara Indonesia 87.764, dan 2/3 luasnya merupakan pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit .
lautan. Potensi kekayaan alam perairan laut Indonesia Kegiatan penyelaman yang melibatkan
melimpah, sehingga untuk mengelolanya diperlukan masyarakat nelayan telah dilakukan sejak dahulu,
sumber daya manusia yang handal. Laut selain walaupun tidak ada catatan khusus mengenai hal ini,
sebagai jalur transportasi, objek wisata juga namun sebagai negara dengan wilayah laut yang
merupakan sumber mata pencaharian bagi sangat luas tentu telah memanfaatkan sumber daya
masyarakat terutama nelayan. Dalam mengelola laut secara intensif. Kegiatan penyelaman itu sendiri
kekayaan alam tersebut masyarakat nelayan kita seharusnya dilihat sebagai suatu kegiatan mencari
masih menggunakan cara-cara tradisional, antara lain nafkah dengan lingkungan kerja penyelaman. Selama
menyelam dengan menggunakan peralatan yang ini masyarakat nelayan belum dibekali ilmu yang
sederhana dan tanpa pelatihan penyelaman yang penyelaman ini dengan baik dan benar serta
1 5
benar . membahayakan kesehatan mereka .
Berdasarkan data bahwa sebagian besar Penyelaman pada kedalaman lebih dari 20
penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat yang meter mempunyai risiko yang cukup besar terhadap
serius. Lebih dari 3% kematian akibat penyakit paru keselamatan dan kesehatan penyelam. Oleh karena
kronik di New York, adalah berhubungan dengan itu, penyelaman harus dilakukan dengan syarat
pekerjaan. Ratusan tenaga kerja di seluruh dunia saat tertentu dan menggunakan alat selam yang
bekerja pada kondisi yang tidak nyaman dan dapat memenuhi standar (SCUBA). Penyelam tradisional
mengakibatkan gangguan kesehatan. 1 pekerja di pencari hasil laut dibeberapa wilayah indonesia
dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan (wilayah pesisir) masih banyak yang menggunakan
kerja, pada tanggal 26 April 2013, dalam rangka hari kompresor sebagai alat bantu penyelaman dan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja sedunia, pengganti alat selam scuba, salah satu efek yang
menyatakan bahwa jumlah kasus penyakit yang nyata dari penyelaman adalah penyakit dekompresi
berhubungan dengan pekerjaan diperkirakan 160 juta dan penurunan Kapasitas Vital Paru6.
setiap tahun dengan sekitar 2,02 juta kematian setiap Penyelaman yang umum dilakukan pada
tahunnya. memperkirakan bahwa 8% kematian nelayan adalah dengan menggunakan kompresor
karena kanker, 7,5% penyakit kardiovaskuler dan sebagai alat bantu bernafas didalam air, dimana
serebrovaskuler, 10% penyakit saluran pernafasan prosedurnya dengan memasang selang berwarna
kronik dan 100 % Pneumokoniosis berhubungan kuning sepanjang 30 sampai 50 meter yang
2
dengan pekerjaan . disambungkan salah satu ujungnya kesaluran udara
Pusat Data dan Informasi Kementerian (output pipe) kompresor bahan tersebut. Diujung
Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI hingga Agustus satunya dipasang regulator yang akan membantu
2012 penduduk Indonesia yang bekerja sebanyak nelayan untuk menghirup udara yang berasal dari
110.808.154 orang. Pada tahun 2011 tercatat 96.314 selang tersebut melalui mulutnya. Disatu kompresor
kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja bisa terpasang sampai empat buah selang . Selang-
dengan korban meninggal 2.144 orang dan selang tersebut selanjutnya diikatkan ditubuh
mengalami cacat sebanyak 42 orang. 3 kasus penyelam, yang biasanya dibagian pinggang
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja tahun penyelam. Kondisi ini diperburuk dengan tidak
2012. Meskipun demikian data tersebut diatas tidak adanya jam tangan atau alat penunjuk kedalaman
menjelaskan jumlah keseluruhan kasus kecelakaan yang merupakan standar alat penyelaman dan
dan penyakit akibat kerja yang terjadi di Indonesia, kurangnya pelatihan yang memadai tentang
3
tersebut meningkat menjadi 103.000 kasus . melakukan penyelaman yang sehat dan aman, antara
Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat lain bagaiaman merencanakan penyelaman dan
terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, hasil melakukan stop untuk dekompresi pada para
penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin, penyelam tradisional7.
Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan Aktivitas menyelam mempunyai efek jangka
penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% panjang pada fisiologi tubuh manusia. perubahan
menderita gangguan pendengaran ringan sampai fisiologis dapat terlihat dari manifestasi gejala
ketulian. Di Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% dekompresi. hal ini dibuktikan dengan peningkatan
nelayan penyelam menderita barotrauma atau frekuensi kasus osteonecrosis dysbaric dan gangguan
perdarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang pendengaran yang didiagnosa pada penyelam
berubah secara tiba-tiba pada beberapa komersial. Aktifitas menyelam berisiko terhadap
organ/jaringan serta 6,91% penyelam menderita organ lain karena gejala laten yang mempunyai efek
kelainan dekompresi yang di sebabkan tidak terhadap otak, medulla spinalis, mata dan paru-paru.

2
Respon organ tubuh untuk beradaptasi pada penyakit paru, penyakit jantung (yang menimbulkan
13
perubahan tekanan tergantung pada keadaan udara kongesti paru) dan pada kelemahan penyakit paru .
didalam organ dan udara yang terdapat pada jaringan Dari survey awal dan wawancara pada
diantara organ. Cairan yang mengisi ruangan atau beberapa penyelam menyatakan bahwa terdapat
benda padat, tekanannya tidak merubah ukuran beberapa keluhan sakit seperti gangguan pada
suatu organ karena cairan atau benda padat tidak pendengaran, gangguan pada pernapasan dan
bersifat menekan, sedangkan ruangan dengan keluhan pada sistem motorik seperti susah berjalan,
dinding elastis jika terisi oleh udara akan berubah keram pada kaki, hal ini dirasakan sebelum dan
bentuk mengikuti hukum boyle, dengan anggapan sesudah melakukan penyelaman, namun tidak
bahwa volume udara akan meningkat secara mendapatkan penanganan serius seperti memeriksa
8
tradisional mengikuti tekanan absolut . atau berobat ke Puskesmas dengan alasan, jarak
Tekanan yang meningkat pada penyelam antara rumah ke Puskesmas jauh dan dapat menyita
menyebabkan barotrauma yang berefek pada waktu istirahat mereka, penanganan yang mereka
beberapa bagian tubuh yaitu paru-paru dan muka, lakukan hanya sebatas membeli obat di warung
menurut American Hearing Research Foundation terdekat. Jika rasa keluhan sakit yang dirasakan
(AHRF), perforasi membran timpani terjadi jika berlanjut barulah mereka melakukan pemeriksaan
kedalaman minimal seorang penyelam adalah 4.3 – atau berobat ke Rumah Sakit atau Puskesmas.
17.4 kaki atau setara dengan tekanan sebesar 860 – Wawancara pada beberapa penyelam
1160 mmHg dan lebih dari itu dapat mengakibatkan menyatakan sebagian besar nelayan penyelam
gangguan pendengaran akibat perbedaan tekanan menggunakan kompresor sebagai alat bantu pada
9
pada membrane timpani . saat menyelam dan sebagian kecil nelayan penyelam
Sulawesi Tenggara jumlah tenaga kerja pada tidak menggunakan alat bantu pada saat menyelam.
tahun 2013 sebanyak 86.126 orang, tahun 2014 Namun dengan menggunakan kompresor sebagai
sebanyak 82.474 orang yang di mana sudah alat bantu nafas pada saat menyelam, sering terjadi
termaksud didalamnya tenaga kerja yang berprofesi kerusakan pada mesin kompresor dan kebocoran
sebgai nelayan. Sulawesi Tenggara merupakan salah selang pada saat menyelam, sehingga para penyelam
satu provinsi mempunyai kelompok nelayan yakni yang berada didasar laut (sedang menyelam)
tersebar pada 8 (delapan) kelompok nelayan di diharuskan untuk naik secara tiba-tiba tanpa
Kabupaten Buton, 10 (sepuluh) kelompok nelayan di memperhatikan prosedur penyelaman dalam hal ini
Kota Kendari dan 7 (tujuh) kelompok nelayan di berhenti di kedalaman tertentu untuk mrngeluarkan
10
Kabupaten Konawe Selatan . gas-gas terlarut dalam tubuh penyelam pada saat
Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merupakan perjalanan menuju ke permukaan air laut yang
tempat pelelangan ikan yang berada di daerah menyebabkan sering terjadinya penyakit dekompresi
Kabuapaten Konawe Selatan bertempat di Kecamatan salah satunya gangguan kapasitas vital paru.
Laeya di Desa Torobulu, tempat pelelangan ikan yang Berdasarkan uraian masalah sebelumnya,
strategis juga membuat nelayan lebih mudah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
mendistribusikan hasil tangkapan, nelayan yang bertujuan untuk megetahui “Hubungan Aktifitas
berada di Tempat Pelelangan Ikan Torobulu sebanyak Penyelaman Terhadap Kapasitas Vital Paru Pada
300 nelayan yang tersebar di beberapa kapal nelayan Pekerja Nelayan Di Desa Torobulu, Kecamatan Laeya,
11
40 yaitu berfrofesi penyelam . Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2016”.
Sulawesi Tenggara angka penyakit akibat
gangguan saluran pernafasan mencapai 75 % pada METODE
tahun 2012, yang termasuk di dalamnya TB paru, ISPA penelitian ini adalah observasional analitik
dan gangguan pernafasan lainnya, termasuk penyakit dengan pendekatan Cross Sectional Study yang
dekompresi, semantara distribusi kasus menurut bertujuaan untuk mengetahui hubungan aktivitas
Kabupaten/Kota menunjukan, kasus tertinggi terjadi penyelam terhadap kapasitas vital paru pada pekerja
di Kabupaten Konawe Selatan (792 kasus) dimana 54 nelayan di Desa Torobulu Kecamatan Laeya
kasus diantaranya adalah kasus penyakit akibat Kabupaten Konawe Selatan.
dekompresi12. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan Januari 2016 yang bertempat di Desa Torobulu
bahwa faktor yang mempengaruhi kapasitas paru Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan.
nelayan penyelam ada beberapa macam. Kapasitas Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
vital paru dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: umur, pekerja nelayan penyelam di Desa Torobulu
jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan yang
dan pekerjaan, kebiasaan merokok dan olahraga, berjumlah 40 orang berdasarkan data dari tempat
serta status gizi. Kapasitas paru berkurang pada Pelelangan Ikan Torobulu. Sampel penelitian ini
adalah nelayan penyelam berdasarkan data dari

3
Tempat Pelelangan Ikan Torobulu. Dalam penelitian sedangkan SD sebanyak 18 responden (45.0%), dan
ini sampel berjumlah 40 orang. SMP sebanyak 15 responden (37.5%).
Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Spirometer Autospiro Minato AS Analisis Univariat
505, timbangan injak, microtoise, dan kuisioner yang KVP
berisi mengenai pertanyaan-pertanyaan yang KVP Jumlah (n) Persen (%)
menyangkut data sampel. Normal 14 35,0
Analisis data dilakukan dengan Restriksi 26 65,0
menggunakan analisis univariat Yaitu analisis yang Total 40 100
digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Sumber: Data Primer, Februari 2016
Pada umumnya dalam analisis ini hanya Tabel 8. Menunjukkan distribusi responden
menghasilkan distribusi frekuensi dan proporsi dari berdasarkan Kapasitas Vital Paru (KVP) Pada
tiap variabel dan analisis bivariat analisis bivariat Penyelam Desa Torobulu tahun 2016 dari 40
digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas responden terdapat beberapa proporsi normal yaitu
dan variabel tenrikat dengan uji statistik yang sesuai sebanyak 14 responden (35.0%) sedangkan restriksi
dengan skala data yang ada. Uji statistik yang sebanyak 26 responden (65.0%).
digunakan adalah Chi Square atau kai kuadrat. Syarat
uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai Kedalaman
obsserved-nya bernilai 0, dan sel yang mempunyai Kedalaman Jumlah (n) Persen (%)
expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel, ≥33 kaki 28 70,0
dan menggunakan tabel 2x214. < 33 kaki 12 30,0
Total 40 100
HASIL Sumber : Data Primer, Februari 2016
Karakteristik Responden Tabel 9. Menunjukkan distribusi dari 40
Umur responden, didapatkan kedalaman dengan kriteria ≥
Umur Jumlah (n) Persen (%) 33 kaki yaitu sebanyak 28 responden (70.0%)
<21 Tahun 9 22,5 sedangkan untuk kriteria < 33 kaki yaitu sebanyak 12
21-30 Tahun 13 32,5 responden (30.0%).
31-3 9ahun 14 35,0
>45 Tahun 4 10,0 Alat Bantu
Total 49 100 Alat Bantu Jumlah (n) Persen (%)
Sumber : Data Primer, Februari 2016 Resiko Tinggi 16 40,0
Tabel 6. Menunjukkan distribusi responden Resiko Rendah 24 60,0
berdasarkan kelompok umur penyelam Desa Total 40 100
Torobulu tahun 2016 dari 40 responden terdapat Sumber : Data Primer, Februari 2016
beberapa proporsi kelompok umur, yaitu kelompok Tabel 10. Menunjukkan distribusi dari 40
umur < 20 tahun sebesar 9 responden (22.5%), responden, didapatkan alat bantu penyelam dengan
kelompok umur 21-30 tahun sebesar 13 responden kriteria resiko tinggi yaitu sebanyak 16 responden
(32.5%), kelompok umur 31-39 tahun sebesar 14 (40.0%) sedangkan untuk kriteria resiko rendah yaitu
responden (35.0%), sedangkan kelompok umur > 40 sebanyak 25 responden (60.0%).
sebesar 4 responden (10.0%).
Status Gizi
Tingkat Pendidikan Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%)
Persen Normal 12 30,0
Tingkat Pendidikan Jumlah (n) Obesitas 28 70,0
(%)
Tidak Sekolah 7 17,5 Total 40 100
SD 18 45,0 Sumber : Data Primer, Februari 2016
SMP 15 37,5 Tabel 11. Menunjukkan distribusi dari 40
Total 40 100 responden, didapatkan status gizi dengan kriteria
Sumber : Data Primer, Februari 2016 normal yaitu sebanyak 12 responden (30.0%)
Tabel 7. Menunjukkan distribusi responden sedangkan untuk kriteria obesitas yaitu sebanyak 28
berdasarkan kelompok umur penyelam Desa responden (70.0%).
Torobulu tahun 2016 dari 40 responden terdapat
beberapa proporsi kelompok tingkat pendidikan,
yaitu Tidak Sekolah sebanyak 7 responen 17.5%

4
Kebiasaan Merkokok 25.% dan retriksi sebesar 15% dan responden dengan
Kebiasaan alat bantu penyelam berisiko rendah, proporsi KVP
Jumlah (n) Persentase (%)
Merkokok yang normal sebesar 10% dan retriksi sebesar 50%
Risiko Tinggi 16 40,0 Dari hasil Uji Chi Square didapatkan bahwa nilai
Risiko Rendah 24 60,0 pValue < α yang berarti ada hubungan antara alat
Total 40 100 bantu dengan kapasitas vital paru pada penyelam.
Sumber : Data Primer, Februari 2016
Tabel 12. Menunjukkan Dari 40 responden, Hubungan Status Gizi Dengan Kapasitas Vital Paru
didapatkan kebiasaan merokok dengan kriteria risiko KVP Jumlah ΡValue
Statu Gizi Normal Restrikisi
tinggi yaitu sebanyak 16 responden (40.0%)
n % n % n %
sedangkan untuk kriteria risiko rendah yaitu Normal
sebanyak 24 responden (60.0%). 10 25,0 2 5,0 12 30,0
5,9x1
-5
Obesitas 0
4 10,0 24 60,0 28 70,0
Lama Kerja
Total 14 35,0 26 65,0 40 100
Lama Kerja Jumlah (n) Persentase (%)
Sumber : Data Primer, Februari 2016
> 5 tahun 31 77,5 Dari tabel diatas didapatkan bahwa dari 40
< 5 tahun 9 22,5 responden, dengan Indeks Masah Tubuh (IMT) yang
Total 40 100 normal proporsi KVP yang normal sebesar 25% dan
Sumber : Data Primer, Februari 2016 retriksi sebesar 5% dan responden dengan obesitas,
Tabel 13. Menunjukkan Dari 40 responden, proporsi KVP yang normal sebesar 10% dan retriksi
didapatkan lama kerja dengan kriteria lama > 5 tahun sebesar 60%. Dari hasil Uji Chi Square didapatkan
yaitu sebanyak 31 responden (77.5%) sedangkan bahwa nilai pValue < α yang berarti ada hubungan
untuk kriteria baru < 5 tahun yaitu sebanyak 9 antara IMT dengan kapasitas vital paru pada
responden (22.5%). penyelam.

Analisis Bivariat Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kapasitas


Hubungan Kedalaman Dengan Kapasitas Vital Paru Vital Paru
KVP Jumlah ΡValue KVP Jumlah ΡValue
Kedalaman Normal Restrikisi Kebiasaan
Normal Restrikisi
n % n % n % Merokok
n % n % N %
Risiko Risiko
13 32,5 15 37,5 28 70,0 11 27,5 5 12,5 16 40,0
Tinggi Rendah 4,8x1
0,030 -4
Risiko Risiko 0
1 2,5 11 27,5 12 30,0 3 7,5 22 60,0 24 60,0
Rendah Tinggi
Total 14 35,0 26 65,0 40 100 Total 14 35,0 26 65,0 40 100
Sumber : Data Primer, Februari 2016 Sumber : Data Primer, Februari 2016
Dari tabel diatas didapatkan bahwa dari 40 Dari tabel diatas didapatkan bahwa dari 40
responden, dengan Kedalaman yang berisiko tinggi responden, responden dengan kebiasaan merokok
proporsi KVP yang normal sebesar 32.5% dan retriksi yang berisiko rendah proporsi KVP yang normal
sebesar 37.5% dan responden dengan kedalaman sebesar 27.5% dan retriksi sebesar 12,5% dan
berisiko rendah, proporsi KVP yang normal sebesar responden dengan kebiasaan merokok berisiko tinggi,
2.5% dan retriksi sebesar 27.5%. Dari hasil Uji Chi proporsi KVP yang normal sebesar 7.5% dan retriksi
Square didapatkan bahwa nilai pValue < α yang sebesar 52.5%. Dari hasil Uji Chi Square didapatkan
berarti ada hubungan antara kedalaman dengan bahwa nilai pValue < α yang berarti ada hubungan
kapasitas vital paru pada penyelam. antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital
paru pada penyelam.
Hubungan Alat Bantu Dengan Kapasitas Vital Paru
KVP Jumlah ΡValue Hubungan Lama Kerja Dengan Kapasitas Vital Paru
Alat Bantu
Normal Restrikisi KVP Jumlah ΡValue
Penyelam
n % n % n % Lama Kerja Normal Restrikisi
Risiko N % n % n %
10 25,0 6 15,0 16 40,0
Tinggi
0,006 Lama > 5
Risiko 8 20,0 23 57,5 16 77,5
4 10,0 20 50,0 24 60,0 tahun
Rendah 0,044
Baru < 5
Total 14 35,0 26 65,0 40 100 6 15,0 3 7,5 9 22,5
tahun
Sumber : Data Primer, Februari 2016 Total 14 35,0 26 65,0 40 100
Dari tabel diatas didapatkan bahwa dari 40 Sumber : Data Primer, Februari 2016
responden, dengan alat bantu penyelam yang Dari tabel diatas didapatkan bahwa dari 40
berisiko tinggi proporsi KVP yang normal sebesar responden, dengan lama kerja yang berisiko tinggi

5
proporsi KVP yang normal sebesar 20% dan retriksi kedalaman penyelam berisiko tinggi atau lebih dari 30
sebesar 57,5% dan responden dengan lama kerja meter atau pada tekanan 4 atm yang mengalami
berisiko rendah, proporsi KVP yang normal sebesar retriksi sebesar 15 orang, dan normal 13 orang,
15% dan retriksi sebesar 7.5%. Dari hasil Uji Chi sementara pada kedalaman penyelaman kurang dari
Square didapatkan bahwa nilai pValue < α yang 30 meter atau tekanan di bawah 4 atm terdapat 1
berarti ada hubungan antara lama kerja dengan orang yang normal dan 11 orang mengalami retriksi.
kapasitas vital paru pada penyelam. Hal ini dimungkinkan karena kondisi penyelaman
dimana pada penyelaman dengan kedalaman lebih
DISKUSI dari 30 meter umumnya penyelam naik ke
Hubungan Kedalaman Dengan Kapasitas Vital Paru permukaan secara bertahap sehingga terjadi koreksi
Bila seseorang turun ke dalam laut, tekanan atau penyesuaian tubuh terhadap tekanan udara
di sekitarnya meningkat. Namun untuk menjaga paru- dalam air sebelum terjadinya kerusakan pada
paru agar tidak kolaps atau mengalami pengempisan alveolus paru. Kondisi retriksi diakibatkan karena
udara juga harus disuplai dengan tekanan tinggi, kondisi kronis paru yang terpapar oleh tekanan udara
sehingga darah di dalam paru-parunya menghadapi yang tinggi dalam kedalaman lebih dari 30 meter atau
tekanan gas alveolus yang sangat tinggi. Di atas batas 4 atm dan telah menyebabkan kondisi kerusakan
tertentu tekanan tinggi ini dapat menyebabkan pada alveolus paru. Kondisi terbalik terjadi pada
15
perubahan besar dalam fisiologis tubuh. penyelaman di kedalaman kurang dari 30 meter
Efek penting dari kedalaman adalah dimana penyelam naik kepermukaan secara spontan
pemempaatan gas menjadi volume yang makin kecil. sehingga tidak terjadi koreksi terhadap tekanan
Pada 33 kaki dibawah permukaan laut dengan didalam tubuh, kondisi yang terus menerus dapat
tekanan 2 atmosfir, 1 liter volume pada permukaan menyebabkan kerusakan pada alveolus sehingga
laut dapat berkurang menjadi setengah liter pada kondisi retriksi pada penyelaman dangkal atau kurang
kedalaman 100 kaki atau 30 meter atau dengan dari 30 meter diakibatkan karena hal ini.
tekanan 4 atm, hal ini menyebabkan efek
berkurangnya ruang udara didalam tubuh penyelam Hubungan Alat Bantu Dengan Kapasitas Vital Paru
termasuk paru-paru sehingga pada beberapa kasus Jika perlengkapan menyelam dirancang
yang lebih serius dapat menyebabkan pecahnya dengan baik dan juga berfungsi dengan baik
alveolus pada paru paru yang berakibat pada semakin penyelam tidak menghadapi masalah keracunan
berkurangnya elastisitas paru (relaps-kolaps), secara karbon dioksida, karena kedalaman saja tidak
bertahap pengurangan elastisitas paru dapat meningkatkan tekanan parsial karbon dioksida di
mengakibatkan penurunan kapasitas vital paru dalam alveoli. Hal ini karena karbon dioksida
karena kondisi relaps (kembang paru) menurun dihasilkan di dalam tubuh, dan selama penyelam
demikian pula dengan kolaps (kempisnya paru) tersebut terus bernapas dengan volume tidal yang
sehingga total inhalasi dan residu paru berkurang normal, terus mengeluarkan karbon dioksida ketika
15
yang berkontribusi terhadap volume kapasitas paru. terbentuk sehingga mempertahankan tekanan parsial
Berdasarkan dari hasil penelitian penyelam karbon dioksida alveolus pada suatu nilai normal.
didapatkan 40 responden, dengan Kedalaman yang Tetapi sayangnya dalam jenis perlengkapan
berisiko tinggi proporsi KVP yang normal sebesar menyelam tertentu, seperti helm penyelam dan
32.5% dan retriksi sebesar 37.5% dan responden berbagai jenis alat pernapasan ulang, karbon dioksida
dengan kedalaman berisiko rendah, proporsi KVP sering dapat berkumpul di dalam udara ruang rugi
yang normal sebesar 2.5% dan retriksi sebesar 27.5%. alat tersebut dan dihirup kembali oleh penyelam.
2
Dari hasil analisis data didapatkan bahwa nilai pValue Sampai tekanan karbon dioksida ( PCO ) sebesar kira-
< α yang berarti ada hubungan antara kedalaman kira 80 mm. Hg, dua kali tekanan di dalam alveolus,
dengan kapasitas vital paru pada penyelam. pernapasan per menitnya meningkat sampai suatu
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian maksimum sebesar 6 sampai 10 kali lipat
kejadian penyakit dekompresi pada kelompok menginbangi peningkatan karbon dioksida itu. Tetapi
penyelaman dengan kedalaman 21-30 meter yang atas tingkat 80 mm. Hg keadaan menjadi tak
mengalami gangguan pendengar sebanyak 81,3% dan terhankan, dan akhirnya pusat pernapasan
yang terendah pada kelompok 1-10 sebanyak 60% tertahankan dan akhirnya pusat pernapasan
menggunakan uji chi square diperoleh ρValue = 0.000 penyelam benar-benar mulai gagal dan tidak dapat
< α = 0,05 sehingga hipotesis nol ditolak, dengan mengimbangi lagi.
demikian kedalaman penyelam berhubungan secara Di samping itu, penyelam tersebut
16
segnifikan dengan kejadian penyakit penyelaman . mengalami asidosis respiratorik parah, serta timbul
Hasil observasi dilapangan didapatkan berbagai letargi, dan akhirnya terjadi koma. Kondisi
bahwa sebaran responden berdasarkan karateristik penyelaman dengan alat bantu pada penyelam
kedalaman penyelaman hampir merata. Dimana torobulu adalah dengan menggunakan kompresor

6
sebagai alat bantu dimana kondisi tekanan udara akut pada paru-paru yang berkontribusi terhadap
meningkat seiring dengan kedalaman dari penurunan kapasitas vital paru.
penyelaman walaupun pada permukaan tekanan
udara yang dihasilkan oleh kompresor sesuai dengan Hubungan Status Gizi Dengan Kapasitas Vital Paru
tekanan didalam tubuh namun aliran udara pada Namun dalam hal penyelaman sesorang
kedalaman turut meningkatkan tekanan parsial gas yang gemuk atau obesitas berpengaruh pada ruang
dalam pernafasan dan hal ini dapat menyebabkan ventilasi pada paru, karena pada saat proses
kondisi asidosis respiratorik parah yang dapat kontraksi dan bukaan diagfragma terutama pada
menyebabkan kerusakan kronis pada elastisitas paru proses pernafasan perut tidak terjadi ruang ventilasi
sehingga kondisi relaps dan kolaps paru tidak yang maksimal karena bukaan diagragma terhalang
maksimal dan menyebabkan volume respirasi paru oleh timbunan lemak dalam tubuh sehingga kapasitas
berkurang secara bertahap. vital paru mengalami penurunan yang nyata. Tekanan
Sedangkan pada penyelaman dengan tanpa dalam laut yang menyebabkan berkurangnya volume
menggunakan alat bantu dapat menyebabkan gas didalam air diperparah dengan kondisi bukaan
tekanan parsial gas dalam paru mengalami tahanan diagfragma yang terhalang oleh timbunan lemak
karena menyesuaikan dengan tekanan dalam tubuh, menyebabkan kondisi hipoksia akut yang dapat
kondisi ini dapat menyebabakan narcosis parsial gas, menyebabkan kadar oksigen dalam tubuh berkurang,
narcosis yang efeknya mirip dengan intoksikasi hipoksia kronis dapat menyebabkan kegagalan
alcohol, namun kondisi ini berkontribusi secara metabolism terutama pada paru yang dialiri 60
langsung terhadap penurunan volume respirasi dan persen darah tubuh dan berakibat pada nekrosis pada
dead space inhalasi. Kondisi penurunan volume sebagian sel paru dan berujung pada berkurangnya
respirasi lebih dimungkinkan karena efek dari kapasitas paru.
narcosis yang mirip seperti gambaran inhalasi pada Berdasarkan dari hasil penelitian penyelam
orang yang mabuk atau tidak sadar dimana ritme Desa Torobulu Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe
pernafasan berkurang sedangkan volume pernafasan Selatan Tahun 2016 didapatkan 40 responden,
juga turut berkurang seiring dengan kedalaman dengan IMT yang normal proporsi KVP yang normal
penyelaman yang berkontribusi terhadap kerusakan sebesar 25% dan retriksi sebesar 5% dan responden
akut pada paru-paru17. dengan obesitas, proporsi KVP yang normal sebesar
Berdasarkan dari hasil penelitian penyelam 10% dan retriksi sebesar 60%. Dari hasil analisis data
didapatkan bahwa dari 40 responden, responden didapatkan bahwa nilai pValue < α yang berarti ada
dengan alat bantu penyelam yang berisiko tinggi hubungan antara IMT dengan kapasitas vital paru
proporsi KVP yang normal sebesar 25% dan retriksi pada penyelam.
sebesar 15% dan responden dengan alat bantu Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penyelam berisiko rendah, proporsi KVP yang normal penelitian, tentang Faktor-Faktor yang berhubungan
sebesar 10% dan retriksi sebesar 50% Dari hasil dengan Kapasitas Vital Paru pada Pekerja
analisis data didapatkan bahwa nilai pValue < α yang Penggilingan Batu Putih di PT. Sinar Utama Karya
berarti ada hubungan antara alat bantu dengan pada 25 pekerja menyatakan terdapat hubungan
kapasitas vital paru pada penyelam. antara status gizi dengan kapasitas vital paru dengan
19
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian pvalue 0,00 .
Juharia uji statistic dengan menggunakan Chi Square Dari hasil observasi didapatkan bahwa pada
diperoleh ρValue = 0.000 < α = 0,05 sehingga penyelam dengan obesitas memiliki KVP restriksi
hipotesis nol ditolak, dengan demikian alat sebesar 60% hal ini seperti telah dijelaskan
kompresor pada saat penyelaman berhubungan sebelumnya diakibatkan oleh kondisi hipoksia akut
secara signifikan dengan kejadian penyakit akibat volume inhalasi yang berkurang karena bukaan
dekompresi. Penyelaman yang memanfaatkan diagfragma yang tidak maksimal oleh timbunan
bantuan udara melalui kompresor lebih berisiko lemak.
terkena penyakit dekompresi (decompression
sickness) akibat terlalu lama berada di dalam air pada Hubungan Kebiasaan Merokok Dengan Kapasitas
kedalaman tertentu18. Vital Paru
Dari hasil observasi didapatkan bahwa pada Merokok dapat menyebabkan perubahan
penyelam yang berisiko tinggi KVP yang normal lebih struktur dan fungsi saluran pernapasan dan jaringan
besar daripada KVP restriksi hal ini dimungkinkan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat
karena kerusakan paru yang diakibatkan penggunaan penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi
alat bantu pernafasan bersifat kronik atau bertahap paksa pertahun adalah 28,7 mL untuk non perokok,
jika dibandingkan dengan tanpa alat bantu 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk
pernafasan yang dapat mengakibatkan kerusakan perokok aktif. Pengaruh asap rokok dapat lebih besar
dari pada pengaruh narkosis akibat kondisi

7
penyelaman yang hanya sekitar sepertiga dari proporsi KVP yang normal sebesar 15% dan retriksi
20
pengaruh buruk rokok . sebesar 7.5%. Dari hasil analisis data didapatkan
Berdasarkan dari hasil penelitian penyelam bahwa nilai pValue < α yang berarti ada hubungan
Desa Torobulu Kecematan Laeya Kabupaten Konawe antara lama kerja dengan kapasitas vital paru pada
Selatan Tahun 2016 didapatkan 40 responden, penyelam.
dengan berisiko rendah proporsi KVP yang normal Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
sebesar 27.5% dan retriksi sebesar 12,5% dan pada gangguan kapasitas paru, bahwa lama kerja
responden dengan perilaku merokok berisiko tinggi, tidak mempengaruhi gangguan kapasitas paru pada
proporsi KVP yang normal sebesar 7.5% dan retriksi pekerja, dimana hasil penelitiannya mengemukakan
sebesar 52.5%. Dari hasil analisis data didapatkan bahwa semakin lama pekerja bekerja, maka semakin
bahwa nilai pValue < α yang berarti ada hubungan rendah risiko mengalami kejadian gangguan fungsi
antara kedalaman dengan kapasitas vital paru pada paru, Dari hasil uji statistik diperoleh p value = 0,0920
penyelam. bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna
23
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian antara lama kerja dengan gangguan kapasitas paru .
kapasitas vital paru yang menunjukan bahwa ada Dari hasil observasi dilapangan didapatkan
hubungan antar kebiasaan merokok dengan kapasitas bahwa responden dengan lama kerja yang lama
vital paru dengan nilai p-Value sebesar 0,0001. memilik proporsi KVP restriksi yang tinggi yaitu 57,5%
Kebiasaan merokok dapat menyebabkan perubahan hal ini disebabkan karena paparan factor negative
struktur dan fungsi saluran nafas serta jaringan paru- akibat penyelaman dalam waktu lama dapat
paru . Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada menurunkan faal paru dan berkontribusi terhadap
perokok akan menimbukan penurunan pada fungsi penurunan kapasitas vital paru.
21
paru .
Hasil observasi dilapangan didapatkan SIMPULAN
bahwa keseluruhan responden adalah perokok hal ini 1. Penyelam sebagian besar mengalami kapasitas
menjelaskan bahwa hubungan kebiasaan merokok vital paru restriksi dan kapasitas vital paru normal
dengan penurunan kapasitas vital paru disebabkan lebih sedikit.
karena penurunan faal paru secara kronis yang 2. Ada hubungan kedalaman dengan kapasitas vital
menyebabkan cadangan volume ekspirasi paksa yang paru penyelam (p = 0.030)
menurun. 3. Ada hubungan alat bantu penyelam dengan
kapasitas vital paru penyelam (p =0,006)
Hubungan Lama Kerja Dengan Kapasitas Vital Paru 4. Ada hubungan status gizi dengan kapasitas vital
Lama kerja adalah jangka waktu orang sudah paru penyelam (p=5,9x10 )
-5

bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya, 5. Ada hubungan kebiasaan merokok dengan
lama kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja kapasitas vital paru penyelam (p = 4,8x10 )
-4

bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan 6. Ada hubungan lama kerja dengan kapasitas vital
perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai paru penyelam (p = 0,044)
penelitian berlangsung. Lama kerja penyelam
terutama menumbang kerusakan faal paru secara SARAN
kronis yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas 1. Perlu dilakukan pemeriksaan kondisi dan
vital paru. Hal ini disebabkan karena penurunan baik kemampuan paru-paru pada awal bekerja sebagai
cadangan inspirasi dan ekspirasi pernafasan, sel paru penyelam dan pemeriksaan secara berkala
yang berfungsi untuk meningkatkan faal paru minimal 1 tahun sekali untuk menilai pengaruh
terutama adalah sel alveoli dimana didalam sel alveoli pekerjaan pada pekerja dan sekaligus mendeteksi
paru terdapat sel yang menghasilkan surfaktan untuk kemungkinan timbulnya penyakit akibat kerja .
melarutkan oksigen dalam tubuh, keterpaparan 2. Para penyelam sebaiknya memperhatikan kondisi
terhadap kedalaman dan tidak adanya alat bantu penyelaman terutama pada kedalaman lebih dari
serta factor negative lain yang berkontribusi terhadap 10 m, agar tidak naik ke permukaan segera, tetapi
penurunan kapasitas paru dalam waktu lama dapat secara bertahap untuk menghindari gangguan
mengakibatkan kerusakan pada alveoli paru yang akibat dekompresi. Dan mengurangi kebiasaan
menyebabkan berkurangnya surfaktan sebagai yang dapat memperburuk kondisi dekompresi
22
pelarut oksigen didalam darah . seperti merokok, dan menjaga status gizi.
Berdasarkan dari hasil penelitian penyelam 3. Diperlukan pelatihan lebih lanjut kepada para
Desa Torobulu Kecematan Laeya Kabupaten Konawe penyelam agar kegiatan penyelaman dapat sesuai
Selatan Tahun 2016 dari 40 responden, responden dengan standar kesehatan penyelaman.
dengan lama kerja yang berisiko tinggi proporsi KVP 4. Dinas kelautan setempat dapat memberikan
yang normal sebesar 20% dan retriksi sebesar 57,5% peralatan penyelaman yang baik dan memenuhi
dan responden dengan lama kerja berisiko rendah,

8
standar penyelam SCUBA sehingga dapat Penyelaman Dekompresi Pada Nelayan Penyelam
mengurangi efek penurunan kapasitas vital paru. Di Desa Bajo Indah Kecamatan Soropia
Kabupaten Konawe Tahun 2010. Skripsi
DAFTAR PUSTAKA Universitas Halu Oleo, Kendari.
1. Eric, Mowat. The Bends-Decompression 17. Depkes RI, 2012.
syndromes. 2012. (Available from : (http://www.gizikia.depkes.go.id/Pembinaan
http://www.emedicinehealth.com/decompressio Kesehatan Nelayan di 8 Kabupaten Tahun
n_syndromes_the_bends/article_em.htm, Cited 2012/archives/5087, diakses 17 Desember 2013).
on : September tahun, 2013). 18. Yuma, Anugrah. 2013. Faktor-Faktor Yang
2. ILO, 2013. Internasional Labour Organization Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada
(ILO) penyakit akibat kerja saluran pernapasan Pekerja Penggilingan Divisi Batu Putih dI PT.
26 April 2013. Diakses pada tanggal 6 Desember SINAR UTAMA KARYA Fakultas Ilmu
2015 Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang
3. Jamsostek P. Laporan Tahunan 2012. Jakarta: PT. Februari 2013 SKRIPSI
Jamsostek, 2012 19. Putra ND. 2014. Factor-Faktor Yang Berhubungan
4. Depkes RI, 2006. Pedoman Advokasi Program Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Departemen Bengkel Las di Kelurahan Cirendeu tahun 2014.
Kesehatan Republik Indonesia. Pusat Promosi Skripsi Jakarta:Universitas Islam Negri Syarif
Kesehatan. Jakarta Hidayatullah.
5. Massi, Kemal, 2005, Analisis Kesehatan Dan 20. Muis M., Syamsiar R., Arifah R. 2008. Studi
Keselamatan Lingkungan Kerja Penyelam kapasitas paru pada karyawan depertemen
Tradisional, Makalah, Institute Pertanian Bogor produksi semen PT. semen tonasa pangkep.
6. Paskarini Indriati, Abdul Rohim Tualeka, Denny Y. Jurnal MKMI
Ardianto, Endang Dwiyanti, dkk tahun 2010 21. Mila. Siti Muslikatul. 2006. Hubungan Antara
Kecelakaan dan Gangguan Kesehatan Penyelam Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan
Tradisional dan Faktor-faktor yang (Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan
mempengaruhi di Kabupaten Seram, Maluku Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House
7. Kartono, Ari sad, 2007, Prevalensi Dan Faktor Pecangaan Jepara. Skripsi. UNNES
Risiko Kejadian Penyakit Dekompresi Dan 22. Yusbud, M. 2011. Analisis Rasio Prevalensi
Barotruma Pada Nelayan Penyelam Di Kejadian Gangguan Fungsi Paru Akibat Paparan
Kecamatan Karimun Jawa Kabupaten Jepara, Debu Organik Pada Pekerja Industri Penggilingan
Thesis, Universitas Gajah Mada. Padi di Desa Kaliang Kecamatan Duampanua
8. Campbell, e. 2006. long term effect of sport Kabupaten Pinrang Tahun 2011. SKRIPSI. Jurusan
diving . diving medical center online Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Fakultas
http://www.scuba.doc.com/ltediakses Desember Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin,
2015 Makassar.
9. Bentz, b.g., Hughes, c.a. 2002 Barotrauma
:American Hearing Research Foundation.
Northwestern University, Usa. Diakses 20
November 2007
10. Profil Tempat Pelelangan Ikan 2014
11. Profi Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2012
12. Farjiani, Satida, 2005, Analisis Faktor Risiko
Gangguan Fungsi Faal Paru Pada Penyelam
Tradisional di Kecamatan Semarang Utara,
Semarang, Thesis, Universitas Diponegoro.
13. Guyton & Hall, AC. 2014. Fisiologi Kedokteran II,
Diterjemahkan oleh Adji Dharma, Jakarta: EGC
Buku Kedokteran. Edisi ke 12
14. Dahlan. M. Sopiyudin. 2004. Statistik Untuk
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Arkans.
15. Thiritz, D. 2005. Gngguan Pendengaran dan
keseimbangan pada penyelam tradisional suku
bajo sulawesi selatan. Bagian THT-KL Fakultas
Kedokteran Universitas Haasanuddin, Makassar.
16. Cici, juharia. 2010. Faktor-Faktor
YangBerhubungan Dengan Kejadian Penyakit

Anda mungkin juga menyukai